1.
ILMU KESEHATAN ANAK
ondansetron IV. Satu hari SMRS, keluhan pasien ditambah dengan adanya batuk berdahak
tanpa pilek.
Riwayat Dahulu :
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya (-)
Riwayat BAB cair-lembek tanpa demam (+)
Riwayat demam lebih dari 7 hari (-)
Riwayat batuk (+)
RIWAYAT PRIBADI
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Riwayat Antenatal
Saat hamil ibu usia 19 tahun, tidak pernah menderita sakit yang parah dan tidak pernah
konsumsi obat apapun selama hamil. Ibu rutin memeriksakan kehamilannya setiap bulan di
bidan, namun belum pernah memeriksakan kehamilan ke dokter kebidanan dan kandungan.
Riwayat Natal/ Persalinan
Pasien merupakan anak pertama, lahir di bidan secara spontan, cukup bulan (38 minggu),
berat lahir 3.300 gram, panjang lahir 49 cm, menangis spontan, kelainan bawaan (-).
Riwayat Post Natal
Bayi lahir langsung menetek ASI ibu. Setelah lahir tidak kuning, tidak biru, tidak kejang dan
tidak terdapat distress nafas.
KESAN : Riwayat Antenatal, Natal dan Post Natal baik.
Riwayat Nutrisi :
Umur Jenis Makanan
2.
ILMU KESEHATAN ANAK
0 6 bulan ASI saja
6 7 bulan ASI + bubur sereal susu
7 bulan 12 bulan ASI + Nasi tim, sayur, lauk dan
buah dihaluskan
12 bulan 15 bulan ASI + Nasi + makanan keluarga
berkuah
15 bulan - sekarang Susu + Nasi + makanan keluarga
KESAN : Menurut kualitas baik, karena ASI eksklusif. Kuantitas relatif baik.
Riwayat Tumbuh Kembang
Ibu pasien tidak dapat menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan anak secara jelas,
namun ibu pasien mengatakan bahwa berat badan anak selalu mengalami peningkatan setiap
ditimbang di Posyandu. Ibu rajin mengikuti Posyandu.
Ibu hanya mengingat bahwa anaknya mulai duduk tidak disangga sekitar usia 6 bulan dan
mulai mengucapkan mama pada usia sekitar 13 bulan. Di usia 20 bulan, anak mulai dapat
berjalan tanpa dititah.
KESAN : Secara umum pertumbuhan dan perkembangan pasien baik sesuai umur.
Riwayat Imunisasi
Ibu mengaku pasien telah diimunisasi Hepatitis B, BCG, Polio, DPT, Hib dan Campak
namun ibu tidak dapat menjelaskan waktu pemberian imunisasi. Ibu hanya ingat selalu rutin
datang ke posyandu dan mengisi buku. Pasien mendapatkan imunisasi ulangan pada sekolah
dasar kelas 1 (campak dan DT) dan kelas 2 (imunisasi Td).
KESAN : Riwayat lima imunisasi dasar lengkap (LIDL), teratur
3.
ILMU KESEHATAN ANAK
Rumahnya terletak di dataran tinggi Kepil, perbatasan antara Wonosobo dan Purworejo.
Lingkungan rumah dan sekitarnya kurang terjaga kebersihannya. Terdapat kebun di
sekeliling rumahnya. Pasien sering membeli jajanan dari tukang yang berjualan di sekitar
rumah dan sekolah. Rumah pasien jauh dari pusat kesehatan.
KESAN: Sosial dan ekonomi pas-pasan. Keadaan lingkungan di sekitar pasien menjadi faktor
risiko terhadap keluhan yang dirasakan saat ini.
Anamnesis Sistem
Sistem Saraf Pusat : Pasien mengalami demam sejak 9 hari SMRS, demam
naik turun. Pasien tidak mengalami penurunan kesadaran dan tidak kejang. Terdapat riwayat
sering mengigau saat tidur. Tidak didapatkan keluhan menggigil.
Sistem Kardiovaskular : Pasien tidak mengalami nyeri daerah dada, tidak ada
tanda-tanda perdarahan spontan.
Sistem Respirasi : Pasien mengalami batuk berdahak tanpa sesak
Sistem Gastrointestinal : Pasien mengalami BAB konsistensi cair-lembek, pasien
mengalami mual, muntah dan nyeri perut serta kembung.
Sistem Urogenital : Pasien tidak mengalami nyeri ketika BAK, warna BAK
kuning pekat.
Sistem Musculoskeletal : Pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri otot, kekakuan
otot dan nyeri sendi
Sistem Integumentum : Pasien tidak mengeluhkan adanya gatal atau lesi kulit
lainnya.
PEMERIKSAAN UMUM
Status Generalisata
o Kesan umum : Tampak lemah
o Kesadaran : compos mentis
Vital Sign
o Heart rate : 104 x/menit (normal)
o Suhu badan : 38,20C (pengukuran telinga)
o Pernafasan : 34 x/menit
o Tekanan Darah : 100/58 mmHg (normalnya 105/73 120/81)
4.
ILMU KESEHATAN ANAK
Kelenjar limfa : tidak ada pembesaran lnn
Otot : tidak ada kelemahan otot
Tulang dan sendi : tidak ada deformitas, keterbatasan gerak, maupun nyeri saat bergerak
Status Gizi :
BB : 22 kg
TB : 125 cm
BB/U Z-score : di bawah -1 SD (normal)
TB/U : di bawah 0 (normal)
PEMERIKSAAN KHUSUS :
Pemeriksaan Thorax
Bentuk dada : datar, simetris
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : ictus cordis tidak teraba.
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, tidak ada murmur dan gallop
Pemeriksaan Paru-paru
Kanan Kiri
Inspeksi Tampak simetris, tidak ada retraksi Tampak simetris, tidak ada retraksi
subcostalis, retraksi supraclavicularis, subcostalis, retraksi supraclavicularis,
retraksi intercostalis, maupun retraksi intercostalis, maupun
ketinggalan gerak ketinggalan gerak
Palpasi Tidak ada ketinggalan gerak maupun Tidak ada ketinggalan gerak maupun
deformitas, vokal fremitus kanan=kiri deformitas, vokal fremitus kanan=kiri
Perkusi Sonor pada seluruh lapangan paru Sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi Terdapat suara vesikuler dan terdapat Terdapat suara vesikuler dan terdapat
suara tambahan Ronkhi, tidak ada suara tambahan Ronkhi, tidak ada
wheezing wheezing
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : tidak distensi, tidak ada benjolan maupun sikatrik
Auskultasi : peristaltik / BU (+) frekuensi normal
Perkusi : thympani di 4 kuadran
Palpasi : supel, hepar teraba 2-3 cm dari arcus costa dengan permukaan licin dan tepi
tumpul, tidak ada nyeri tekan
Pemeriksaan Ekstremitas
5.
ILMU KESEHATAN ANAK
Superior : Akral hangat. Tidak oedem.
Inferior : Akral hangat, tidak oedem, pulsasi a.dorsalis pedis teraba kuat.
Pemeriksaan Kepala
Ukuran : normocephal
Mata : mata cekung (-), edema palpebra (-), sklera ikterik (-/-), konjungtiva
anemis (-/-), pupil isokor
Telinga : simetris, discharge (-), tragus pain (-), limfadenopati pre-post auriculare (-)
Hidung : pernapasan cuping hidung (-), deformitas (-), discharge (-)
Mulut : mukosa bibir kering (+), bibir pucat (-), lidah kotor (-) dan bibir
sianosis (-)
Leher : limfadenopati (-), pembesaran tiroid (-)
6.
ILMU KESEHATAN ANAK
DIAGNOSIS & Nama : AF Ruang : Tulip
RENCANA TERAPI Umur : 8 tahun Kelas : 3C
DIAGNOSIS BANDING
1. Demam tifoid
2. Diare cair akut tanpa tanda dehidrasi
3. Infeksi saluran kemih
4. Dengue Fever (DF)
DIAGNOSIS KERJA
Demam Tifoid
RENCANA TATALAKSANA
7.
ILMU KESEHATAN ANAK
Rawat inap
Kebutuhan Cairan
IVFD Ringer Lactate 16 tpm (makro)
Medikamentosa
- Antibiotik :
Inj. Ceftriaxon (600 mg diberikan per 12 jam IV selama 5 hari)
- Antipiretik :
Tab. Sanmol 500mg diberikan tablet per 8 jam IV (jika panas. Maksimal diulang per
6 jam)
- Antimuntah :
Inj. Ondansetron (4 mg diberikan per 8 jam IV, hanya jika muntah)
Monitor
- Tanda-tanda perdarahan spontan BAB hitam (melena), petechie, epistaksis, gusi
berdarah
- Suhu per 12 jam
Edukasi
- Menerangkan kepada orang tua dan anak mengenai penyakitnya
- Edukasi tanda kegawatan
- Edukasi tirah baring dan makan makanan halus
- Memotivasi pasien untuk menjaga asupan makan dan minum tetap banyak
- Menerangkan komplikasi dan prognosis penyakit yang dialami anak.
8.
ILMU KESEHATAN ANAK
FOLLOW UP
9.
ILMU KESEHATAN ANAK
S/ Minggu (04/06/17) pasien Sejak 05/06/17 panas (- Demam (-) selama >24
kembali panas dan ); keringatan (+) jam
mendapat penurun panas Perut kembung () BAB 1x konsistensi
Perut kembung (+) BAB (-) 3 hari mendekati normal
BAB (-) sejak kemarin Mual (-); muntah (-) Perut kembung (-)
Mual (-); muntah (-) Makan (+) Muntah (-), mual (-)
Batuk () Batuk (-) Makan (+)
Tidak doyan makan bubur Batuk (-)
O/ KU : lemah, CM KU : lemah, CM KU : lemah, CM
HR : 107 x/mnt HR : 98 x/mnt HR : 100 x/mnt
RR : 30 x/mnt RR : 30 x/mnt RR : 29 x/mnt
TD : 96/58 mmhg TD : 105/62 mmhg TD : 106/65 mmhg
t : 37.0 0 C t : 36.8 0 C t : 36.6 0 C
Kepala : Kepala : Kepala :
- Conjungtiva anemis (-) - Conjungtiva anemis (-) - Conjungtiva anemis (-)
- sclera Ikterik (-) - sclera Ikterik (-) - sclera Ikterik (-)
- mata cekung (-) Thorax Thorax
- mukosa bibir kering (-) - Simetris (+/+) - Simetris (+/+)
Thorax - Retraksi (-/-) - Retraksi (-/-)
- Simetris (+/+) - RBK (-/-); SI-SII reguler - RBK (-/-); SI-SII reguler
- Retraksi (-/-) Abdomen Abdomen
- RBK (-/-); SI-SII reguler I : distensi (-) I : distensi (-)
Abdomen A: BU (+) N A: BU (+) N
I : distensi (-) P: Nyeri tekan (-); P: Nyeri tekan (-);
A: BU (+) N hepatomegaly (+) hepatomegaly (+)
P: Nyeri tekan (-); P: Timpani seluruh lapang P: Timpani seluruh lapang
hepatomegaly (+) Ekstremitas Ekstremitas
P: Timpani seluruh lapang - akral hangat (+) - akral hangat (+)
Ekstremitas - pulsasi a. Dorsalis pedis - pulsasi a. Dorsalis pedis
- akral hangat (+) kuat kuat
10.
ILMU KESEHATAN ANAK
2. Mengetahui dan memahami penentuan pemeriksaan untuk menujang diagnosis Demam
Tifoid
3. Penatalaksanaan dan prognosis Demam Tifoid
11.
ILMU KESEHATAN ANAK
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Demam Tifoid
Demam tifoid adalah penyakit endemis di Indonesia yang disebabkan oleh infeksi
sistemik Salmonella typhii. Prevalensi 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun,
dan kejadiannya meningkat setelah umur 5 tahun. Kuman masuk melalui makanan.
13.
ILMU KESEHATAN ANAK
D. Gejala Klinis
Penegakkan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar bisa diberikan terapi yang
tepat dan meminimalkan komplikasi. Pengetahuan gambaran klinis penyakit ini sangat
penting untuk membantu mendeteksi secara dini. Walaupun pada kasus tertentu dibutuhkan
pemeriksaan tambahan untuk membantu menegakkan diagnosis.
Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul
sangat bervariasi dari ringan sampai berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang
khas disertai komplikasi dan kematian.
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa
dengan penyakit infeksi aut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan
epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam
adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu
kedua gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relative (bradikardia relative
adalah peningkatan suhu 10C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), lidah
yang berselaput (kotor di tengah, tepi, dan ujung merah serta tremor), hepatomegaly,
splenomegaly, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau
psikosis. Roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan leukopenia, dapat pula
terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa
disertai infeksi sekunder. Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan dan trombositopenia.
14.
ILMU KESEHATAN ANAK
Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosifilia maupun limfopenia. Laju
endap darah pada demam tifoid dapat meningkat.
SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali menjadi normal setelah
sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan khusus.
Pemeriksaan lain yang rutin dilakukan adalah uji Widal dan kultur organisme. Sampai
sekarang, kultur masih menjadi standar baku dalam penegakkan diagnostic. Selain uji widal,
terdapat beberapa metode pemeriksaan serologi lain yang dapat dilakukan dengan cepat dan
mudah serta memiliki sensitivitas dan spesifisitas lebih baik. Uji tersebut antara lain uji
TUBEX, Typhidot, dan dipstick.
2. Uji Widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antobodi terhadap kuman S. typhi. Pada uji Widal terjadi
suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S. typhi dengan antibody yang disebut agglutinin.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan
diolah di laboratorium. Maksud uji Widal adalah untuk menentukan adalnya aglutinin dalam
serum penderita tersangka demam tifoid yaitu:
Dari ketiga agglutinin tersebut hanya agglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis
demam tifoid. Semakin tinggi titernya, semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.
Pembentukan agglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian
meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke-empat, dan tetap tinggi selama
beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul agglutinin O, kemudian diikuti dengan
agglutinin H. Pada orang yang telah sembuh, agglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6
bulan, sedangkan agglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Oleh karena itu, uji
Widal bukan untuk menentukan kesembuhan penyakit.
15.
ILMU KESEHATAN ANAK
e. Daerah endemic atau non-endemik
f. Riwayat vaksinasi
g. Reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer agglutinin pada infeksi bukan demam
tifoid akibar infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi
h. Faktor teknik pemeriksaan antar-laboratorium, akibat aglutinasi silang, dan strain
Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.
Saat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai titer agglutinin yang
bermakna diagnostic untuk demam tifoid. Batas titer yang sering dipakai hanya
kesepakatan saja, hanya berlaku setempat dan batas ini bahkan dapat berbeda di
berbagai laboratorium setempat.
3. Uji TUBEX
16.
ILMU KESEHATAN ANAK
Untuk melakukan prosedur ini, satu tetes serum (25 L) dicampurkan ke
tabungdengan satu tetes (25 L) reagen A. setelah itu, 2 tetes reagen B (50 L) ditambahkan
dalam tabung. Hal tersebut dilakukan pada kelima tabung lainnya. Tabung-tabung tersebut
diletakkan pad arak yang mengandung magnet dan diputar selama 2 menit dengan kecepatan
250 rpm. Interpretasi hasil dilakukan berdasarkan warna larutan campuran yang dapa
bervariasi dari kemerahan hingga kebiruan. Berdasarkan warna ini ditentukan skor, yang
interpretasinya dapat dilihat pada tabel berikut.
Konsep pemeriksaan ini dapat diterangkan sebagai berikut. Jika serum tidak mengandung
antibody terhadap O9, reagen B ini akan bereaksi dengan reagen A. Ketika diletakkan di
magnet rak, komponen reagen A yang mengandung magnet akan tertarik pada magnet rak,
dengan membawa serta pewarna yang dikandung reagen B. sebagai akibatnya, terlihat
warna merah pada tabung yang sesungguhnya merupakan gambaran serum yang lisis.
Sebaliknya, bila serum mengandung antibody terhadap O9, antibody pasien akan berikatan
dengan reagen A, menyebabkan reagen B tidak tertarik pada magnet rak dan memberi warna
biru pada larutan.
4. Uji Typhidot
Uji ini dapat mendeteksi antibody IgM dan IgG yang terdapat pada protein membrane luar
Salmonella typhi. Hasil positif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat
mengidentidikasi secara spesifik antibody IgM dan IgG terhadap antigen S. typhi seberat 50
kD, yang terdapat pada strip nitroselulosa.
Pada kasus reinfeksi, respons imun sekunder (IgG) teraktivasi secara berlebihan sehingga
IgM sulit terdeteksi. IgG dapat bertahan sampai 2 tahun sehingga pendeteksian IgG saja tidak
17.
ILMU KESEHATAN ANAK
dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi akut dengan kasus reinfeksi, atau
konvalesens pada kasus infeksi primer. Untuk mengatasi masalah tersebut, uji ini kemudian
dimodifikasi denan menginaktivasi total IgG pada sampel serum. Uji ini, yang dikenal dengan
ui Typhidot-M, memungkinkan ikatan antara antigen IgM spesifik yang ada pada serum
pasien.
Uji ini secara khusus mendeteksi antibody IgM spesifik terhadap S. typhi pada specimen
serum atau whole blood. Uji ini menggunakan strip yang mengandung antigen
lipopolisakarida (LPS) S. typhoid dan anti IgM (sebagai kontrol), reagen deteksi yang
mengandung antibody anti-IgM yang dilekati dengan lateks pewarna, cairan yang membasahi
strip sebelum diinkubasi dengan reagen dan serum pasien, tabung uji. Komponen
perlengkapan ini stabil untuk disimpan selama 2 tahun pada suhu 4-250 C di tempat kering
tanpa paparan sinar matahari. Pemeriksaan dimulai dengan inkubasi strip pada larutan
campuran reagen deteksi dan serum, selama 3 jam pada suhu kamar. Setelah inkubasi, strip
dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan. Secara semi-kuantitatif, diberikan penilaian
terhadap garis uji dengan membandingkannya dengan reference strip. Garis kontrol harus
terwarna dengan baik.
6. Kultur Darah
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negative tidak
menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal sebagai berikut:
18.
ILMU KESEHATAN ANAK
penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian,
dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien juga perlu diawasi untuk mencegah
decubitus dan pneumonia ortostatik serta hygiene perorangan tetap perlu diperhatikan
dan dijaga.
2. Diit dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif), dengan tujuan mengembaikan
rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal
Diit merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam
tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi
penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama.
Di masa lampau, penderita demam tifoid diberi diit bubut saring, kemudian
ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberi nasi, yang perubahan diet
tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring
ditujukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus.
Hal ini disebabkan ada pendapat bahwa usus harus diistirahatkan. Beberapa peneliti
menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk
rendah selulosa (sementara menghindari sayuran yang berserat) dapat diberikan
dengan aman pada pasien demam tifoid.
3. Pemberian antimikroba, dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran
kuman
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah
sebagai berikut:
a. Kloramfenikol
b. Tiamfenikol
Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid hampir sama dengan
kloramfenikol, akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan
terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol.
Dosis tiamfenikol 50-100 mg/kgbB/hari. Biasanya demam menurun pada hari
ke 5 sampai ke 6.
19.
ILMU KESEHATAN ANAK
c. Kotrimoksazol
Efektivitas obat ini dilaporkan hampir sama dengan kloramfenikol. Dosis
untuk anak anjuran WHO adalah 48 mg/kgBB/hari (sulfametoksazol 40 mg
dan trimethoprim 8 mg) dibagi dalam 2 dosis, per-oral selama 10 hari.
d. Ampisilin dan amoksisilin
Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah dibandingkan
dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan adalah 100 mg/kgBB/hari, oral
atau intravena, sekali sehari selama 10 hari.
e. Sefalosporin generasi ketiga
Bagian dari golongan ini yang terbukti efektif untuk demam tifoid adalah
seftriakson, dengan dosis yang dianjurkan adalah 80 mg/kgBB/hari, intravena
atau intramuscular, sekali sehari selama 5 hari. Dapat juga menggunakan
sefiksim 6-8 mg/kgBB/hari, oral, dibagi dalam 2 dosis selama 10 hari.
f. Azitromisin
Azitromisin 20mg/kgbB/hari (per oral atau intravena) yang diberikan selama 7
hari, terbukti efektif untuk mengobati demam tifoid tanpa komplikasi pada
anak.
Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan hanya pada keadaan tertentu saja
antara lain tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, serta syok septik, yang pernah terbukti
ditemukan 2 macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella.
Penggunaan kortikosteroid hanya diindikasikan pada kasus berat dengan gangguan
kesadaran atau demam tifoid dengan syok septik dengan dosis deksametason 1-3
mg/kgBB/hari intravena dibagi 3 dosis hingga kesadaran membaik.
G. Komplikasi
Sebagai suatu penyakit sistemik, maka hampir semua organ utama tubuh dapat diserang dan
berbagai komplikasi serius dapat terjadi. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada
demam tifoid yaitu:
1. Komplikasi intestinal:
a. Perdarahan usus
Pada plak Peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat
terbentuk tukak bentuk lonjong memanjang terhadap sumbu usus. Bula tukak
menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka akan terjadi perdarahan.
Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus, maka akan terjadi perforasi.
Perdarahan juga dapat terjadi akibat gangguan koagulasi darah (DIC) atau gabungan
20.
ILMU KESEHATAN ANAK
kedua faktor. Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor
yang tidak membutuhkan transfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga
penderita menderita syok. Secara klinis, perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila
terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam dengan faktor hemostasis dalam batas
normal.
b. Perforasi usus
Biasanya terjadi pada 3% penderita yang dirawat dan muncul di minggu
ketiga (namun dapat pula di minggu pertama). Biasanya penderita dengan perforasi
mengeluhkan nyeri perut hebat terutama kuadran kanan bawah yang kemudian
menyebar ke seluruh perut disertai tanda-tanda ileus. Bising usus melemah pada 50%
penderita dan pekak hati terkadang tidak ditemukan karena adanya udara bebas di
abdomen. Tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun, dan bahkan
dapat syok. Leukositosis dengan pergeseran ke kiri dapat menyokong adanya
perforasi. Pada foto polos abdomen (BNO/3 posisi) biasanya ditemukan udara pada
rongga peritoneum atau subdiafragma. Pada kejadian ini, penderita dipuasakan dan
dipasang nasogastric tube untuk dekompresi.
c. Ileus paralitik
d. Pankreatitis
2. Komplikasi ekstra-intestinal:
a. Komplikasi kardiovaskular: gagal sirkulasi perifer, miokarditis, tromboflebitis
Miokarditis terjadi pada 1-5% penderita demam tifoid sedangkan
kelainan elektrokardiografi dapat terjadi pada 10-15% pasien. Pasien dengan
miokarditis biasanya tanpa gejala kardiovaskular atau dapat berupa keluhan
sakit dada, gagal jantung kongestif, aritmia, atau syok kardiogenik. Sedangkan
pericarditis jarang terjadi. Perubahan elektrokardiografi menetap disertai
artimia merupakan indikator prognosis buruk. Kelainan ini disebabkan
kerusakan mikoardium oleh kuman S. typhi dan miokardium oleh kuman S.
typhi dan miokarditis sering menjadi penyebab kematian. Biasanya dijumpai
pada pasien sakit berat, keadaan akut, dan fulminant.
b. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, KID, thrombosis
Komplikasi hematologic berupa trombositopenia, peningkatan
protrombin time, sampai koagulasi intravascular diseminata (KID) dapat
ditemukan pada kebanyakan pasien demam tifoid. Trombositopenia saja sering
dijumpai, hal ini mungkin karena menurunnya produksi trombosit di sumsum
21.
ILMU KESEHATAN ANAK
tulang selama proses infeksi atau meningkatnya destruksi trombosit di sistem
retikuloendotelial.
Penyebab KID pada demam tifoid belum jelas. Hal-hal lain yang sering
dikemukakan adalah endotoksin mengaktifkan beberapa sistem biologic,
koagulasi, dan fibrinolysis. Pelepasan kinin, prostaglandin, dan histamine
menyebabkan vasokonstriksi dan kerusakan endotel pembuluh darah dan
selanjutnya mengakibatkan perangsangan mekanisme koagulasi; baik KID
dekompensata maupun kompensata
c. Komplikasi paru: pneumonia, empyema, pleuritis
d. Komplikasi hepatobilier: hepatitis, kolesistitis
Pembengkakan hati ringan sampai sedang dijumpai pada 50% kasus
dengan demam tifoid dan lebih banyak dijumpai karena S. typhi dibandingkan
S. paratyphi. Untuk membedakan apakah hepatitis ini karena tifoid, virus,
malaria, atau amuba, maka perlu diperhatikan kelainan fisik, parameter
laboratorium, dan bila perlu histopatologik hati. Pada demam tifoid, kenaikan
enzim transaminase tidak relevan dengan kenaikan serum bilirubin (untuk
membedakan dengan hepatitis karena virus). Hepatitis tifosa dapat terjadi pada
pasien dengan malnutrisi dan sistem imun kurang. Meskipun sangat jarang,
komplikasi hepatoensefalopati dapat terjadi.
e. Komplikasi ginjal: glomerulonephritis, pielonefritis, perinefritis
f. Komplikasi tulang: osteomyelitis, periostitis, spondylitis, artritis
g. Komplikasi neuropsikiatrik/tifoid toksik
Dapat berupa delirium dengan atau tanpa kejang, semi-koma atau koma,
Parkinson rigidity/transient parkinsonism, sindrom otak akut, mioklonus generalisata,
meningismus, skizofrenia sitotoksik, mania akut, hipomania, ensefalomielitis,
meningitis, polyneuritis perifer, sindrom guillain-barre, dan psikosis.
Sindrom klinis berupa gangguan atau penurunan kesadaran akut (kesadaran
berkabut hingga koma) dengan atau tanpa disertai kelainan neurologis lainnya dan
pemeriksaan cairan otak dalam batas normal disebut tifoid toksik (demam tifoid
berat). Semua kasus tifoid toksik langsung diberikan pengobatan kombinasi
kloramfenikol dan ampisilin ditambah deksametason.
H. Pencegahan
22.
ILMU KESEHATAN ANAK
Pencegahan demam tifoid melalui gerakan nasional sangat diperlukan karena akan
berdampak cukup besar terhadap penurunan ksakitan dan kematian akibat demam tifoid,
menurunkan anggaran pengobatan pribadi maupun negara, mendatangkan devisa negara dari
wisatawan mancanegara karena telah hilangnya predikat negara endemic dan hiperendemik
sehingga mereka tidak takut lagi terserang tifoid saat di daerah kunjungan wisata.
Tindakan preventif berdasarkan lokasi daerah, yaitu:
1. Daerah non-endemik tanpa kejadian outbreak
a. Sanitasi air dan kebersihan lingkungan
b. Penyaringan pengelola pembuatan/distributor/penjualan makanan dan
minuman
c. Pencarian dan pengobatan tifoid karier
2. Daerah non-endemik dengan epidemi tifoid
a. Pencarian dan eliminasi sumber penularan
b. Pemeriksaan air minum dan mandi-cuci-kakus
c. Penyuluhan hygiene dan sanitasi pada populasi umum daerah tersebut
3. Daerah endemic
a. Memasyarakatkan pengelolaan bahan makanan dan minuman yang memenuhi
standar prosedur kesehatan (perebusan >570C, iodisasi, dan klorinisasi)
b. Pengunjung ke daerah ini harus minum air yang telah melalui pendidihan,
menjauhi makanan segar (sayur dan buah)
c. Vaksinasi menyeluruh pada masyarakat dan pengunjung. Indikasi vaksinasi
adalah:
i. Populasi: anak usia sekolah di daerah endemic, personil militer, petugas
rumah sakit, laboratorium kesehatan, industri makanan/minuman
ii. Individual: pengunjung/wisatawan ke daerah endemik, orang yang
kontak erat dengan pengidap tifoid (karier).
Anak usia 2-5 tahun toleransi dan respons imunologisnya sama dengan
anak usia lebih besar.
I. Prognosis
Prognosis demam tifoid tergantung pada kecepatan penegakkan diagnosis dan inisiasi
tatalaksana yang tepat. Secara umum, mortality rate dari demam tifoid yang untreated adalah
23.
ILMU KESEHATAN ANAK
sekitar 10%-20%. Pada demam tifoid yang mendapatkan penanganan tepat, angka
kematiannya kurang dari 1%.
Daftar Pustaka
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu. Penyakit
Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009
Pudjadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED. Pedoman
Pelayanan Medis, hal: 47, Jakarta, IDAI; 2016
World Health Organization. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
Switzerland : Geneva; 2009.
Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis fisis pada anak. Edisi 2. Jakarta:
CV Sagung Seto: 2013
Brusch, J. Typhoid Fever. Available from:http://emedicine.medscape.com/ (diakses 13 Juni
2017)
Tambunan T, Rundjan L, Satari HI, Windiastuti E, Somasetia DH, Kadim M. Formularium
Spesialistik Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: 2013
Rampengan NH. Antibiotik Terapi Demam Tifoid Tanpa Komplikasi pada Anak. Sari
Pediatri Vol. 14. Manado: 2013
24.
ILMU KESEHATAN ANAK
JURNAL PENDUKUNG
25.