PENDAHULUAN
Rumah sakit yang merupakan salah satu dari sarana kesehatan, merupakan rujukan
pelayanan kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang
bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi pasien. Peran Rumah Sakit merupakan hal
yang urgen, maka dari itu mengenal Rumah Sakit tidak saja dilihat dari banyaknya
pasien, namun lebih kepada manfaat dan peran serta fungsinya. Dalam Rumah sakit
tentunya tidak saja diperlukan adanya fungsi dan peran, struktur dan yang lain, namun
rumah sakit juga memerlukan bentukan komite yang biasa disebut dengan kekomiten
rumah sakit.
Pelayanan kefarmasian adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung
profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Menurut PP 51 tahun 2009 pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Pelayanan kefarmasian di rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien,
penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang bermutu
dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik.
1
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan komite farmasi dan terapi.
2. Mahasiswa dapat mengetahui tujan komite farmasi dan terapi di rumah sakit.
3. Mahasiswa dapat mengetahui peran khusus komite farmasi dan terapi.
4. Mahasiswa dapat mengetahui fungsi dan ruang lingkup komite farmasi dan terapi.
5. Mahasiswa dapat mengetahui kewajiban komite farmasi dan terapi.
6. Mahasiswa dapat mengetahui siapa saja pelaksana komite farmasi dan terapi.
7. Mahasiswa dapat mengetahui struktur organisasi dan kegiatan komite farmasi dan
terapi.
8. Mahasiswa dapat mengetahui tugas apoteker dalam komite farmasi dan terapi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Komite atau Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) menurut Menteri Kesehatan RI No.
1197/Menkes/SK/X/2004 adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara
staf medik dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili
spesialisasi-spasialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari farmasi rumah
sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.
Panitia Farmasi dan Terapi merupakan sekelompok penasehat dari staf medik dan
bertindak sebagai garis komunikasi organisasi antara staf medik dan Instalasi Farmasi
Rumah Sakit (IFRS). Pembentukan suatu PFT yang efektif akan memberikan kemudahan
dalam pengadaan sistem formularium yang membawa perhatian staf medik pada obat
yang terbaik dan membantu mereka dalam menyeleksi obat terapi yang tepat bagi
pengobatan penderita tertentu. Komite ini difungsikan rumah sakit untuk mencapai terapi
obat yang rasional.
Panitia Farmasi dan Terapi dibentuk untuk mengantisipasi perkembangan bidang
farmasi yang begitu pesat dan untuk menghindari hal-hal berikut :
a. Penulisan terapi polifarmasi.
b. Pemberian obat yang rasional.
c. Timbulnya persaingan pabrik obat yang menjadikan rumah sakit sebagai lahan
pemasaran produknya.
PFT memberi rekomendasi atau membantu memformulasi program yang didesain
untuk memenuhi kebutuhan staf profesional (dokter, perawat, apoteker, dan praktisi
pelayanan kesehatan lainnya) untuk melengkapi pengetahuan tentang obat dan
penggunaan obat. PFT meningkatkan penggunaan obat secara rasional melalui
pengembangan kebijakan dan prosedur yang relevan untuk seleksi obat, pengadaan,
penggunaan, dan melalui edukasi tentang obat bagi penderita dan staf profesional.
Susunan anggota PFT dapat beragam di berbagai rumah sakit dan biasanya
bergantung pada kebijakan, lingkup fungsi PFT, dan besarnya tugas dan fungsi suatu
rumah sakit. Ketua PFT dipilih dari dokter yang diusulkan oleh komite medik dan
disetujui pimpinan rumah sakit. Ketua PFT adalah dokter praktisi senior yang dihormati
dan disegani karena pengabdian, prestasi ilmiah, bersikap objektif, dan berperilaku yang
3
menjadi panutan. Ketua adalah seorang anggota staf medik yang memahami benar dan
pendukung kemajuan pelayanan IFRS, dan ia adalah dokter yang mempunyai
pengetahuan mendalam tentang terapi obat. Sekretaris komite adalah kepala IFRS atau
apoteker senior lain yang ditunjuk oleh kepala IFRS. Susunan anggota PFT harus
mencakup dari tiap SMF yang besar, misalnya penyakit dalam, bedah, kesehatan anak,
kebidanan dan penyakit kandungan, dan SMF lainnya.
4
2) Daftar obat darurat.
Daftar obat darurat harus ada disetiap sisi, karena merupakan obat yang
sangat dibutuhkan, dan hendaknya apoteker atau perawat selalu mengecek obat
tersebut.
3) Program pemantauan dan pelaporan reaksi obat merugikan (ROM)
PFT bertanggung jawa atas reaksi obat merugikan dan berhak untuk
menghapusnya dari formularium dan mendokumentasikan kasus ROM yang
terjadi di rumah sakit.
4) Evaluasi penggunaan obat
Evaluasi penggunaan obat atau EPO dilakukan pada obat yang telah
diterima dalam formularium rumah sakit.
5
7) Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan
perawat.
Susunan Komite Farmasi dan Terapi serta kegiatan yang dilakukan bagi tiap rumah
sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat:
a. Komite Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) dokter,
apoteker dan perawat. Untuk rumah sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari
3 (tiga) orang yang mewakili semua Staf Medis Fungsional yang ada.
b. Ketua Komite Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada di dalam
kekomitean dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik,
maka sebagai ketua adalah farmakologi. Sekretarisnya adalah apoteker dari
instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk.
c. Komite Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2
(dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali.
Rapat Komite Farmasi dan Terapi dapat mengundang pakar-pakar dari dalam
6
maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan
Komite Farmasi dan Terapi.
d. Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT (Panitia Farmasi dan Terapi)
diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat.
e. Membina hubungan kerja dengan komite di dalam rumah sakit yang sasarannya
berhubungan dengan penggunaan obat.
Menurut Charles Siregar dalam bukunya Farmasi Rumah Sakit menyebutkan bahwa
keanggotaan PFT terdiri dari 8-15 orang. Semua anggota tersebut mempunyai hak suara
yang sama. Di rumah sakit umum besar (misalnya kelas A dan B) perlu diadakan suatu
struktur organisasi PFT yang terdiri atas keanggotaan inti yang mempunyai hak suara,
sebagai suatu tim pengarah dan pengambil keputusan. Anggota inti ini dibantu oleh
berbagai subkomite yang dipimpin oleh salah seorang anggota inti. Anggota dalan
subkomite adalah dokter praktisi spesialis, apoteker spesialis informasi obat, apoteker
spasialis farmasi klinik, dan berbagai ahli sesuai dengan keahlian yang diperlukan dalam
tiap subkomite
7
STRUKTUR ORGANISASI KOMITE FARMASI DAN TERAPI
KOMITE MEDIK
Sub Komite Sub Komite Sub Komite Sub Komite Sub Komite
Obat Sub Komite Obat Obat Obat Obat
Antineoplastik Obat SSP Antiinfeksi Kardiovaskular Gastrointestinal Endokrinologi
8
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Komite Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi
antara staf medik dengan staf farmasi. Komite farmasi dan terapi ini dapat meningkatkan
penggunaan obat secara rasional melalui pengembangan kebijakan dan prosedur yang relevan
untuk seleksi obat, pengadaan, penggunaan, dan melalui edukasi tentang obat bagi penderita
dan staf profesional. Tujuan dibentuknya komite farmasi dan terapi ini yaitu untuk :
Tidak hanya itu, komite farmasi dan terapi juga memiliki beberapa kewajiban seperti :
9
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2009. UU RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta : Depkes RI.
10