Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit yang merupakan salah satu dari sarana kesehatan, merupakan rujukan
pelayanan kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang
bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi pasien. Peran Rumah Sakit merupakan hal
yang urgen, maka dari itu mengenal Rumah Sakit tidak saja dilihat dari banyaknya
pasien, namun lebih kepada manfaat dan peran serta fungsinya. Dalam Rumah sakit
tentunya tidak saja diperlukan adanya fungsi dan peran, struktur dan yang lain, namun
rumah sakit juga memerlukan bentukan komite yang biasa disebut dengan kekomiten
rumah sakit.
Pelayanan kefarmasian adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung
profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Menurut PP 51 tahun 2009 pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Pelayanan kefarmasian di rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien,
penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang bermutu
dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan komite farmasi dan terapi?


2. Apa tujan komite farmasi dan terapi di rumah sakit?
3. Apa peran khusus komite farmasi dan terapi?
4. Apa saja fungsi dan ruang lingkup komite farmasi dan terapi?
5. Apa saja kewajiban komite farmasi dan terapi?
6. Siapa saja pelaksana komite farmasi dan terapi?
7. Bagaimana struktur organisasi dan kegiatan komite farmasi dan terapi?
8. Apa saja tugas apoteker dalam komite farmasi dan terapi?

1
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan komite farmasi dan terapi.
2. Mahasiswa dapat mengetahui tujan komite farmasi dan terapi di rumah sakit.
3. Mahasiswa dapat mengetahui peran khusus komite farmasi dan terapi.
4. Mahasiswa dapat mengetahui fungsi dan ruang lingkup komite farmasi dan terapi.
5. Mahasiswa dapat mengetahui kewajiban komite farmasi dan terapi.
6. Mahasiswa dapat mengetahui siapa saja pelaksana komite farmasi dan terapi.
7. Mahasiswa dapat mengetahui struktur organisasi dan kegiatan komite farmasi dan
terapi.
8. Mahasiswa dapat mengetahui tugas apoteker dalam komite farmasi dan terapi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Komite Farmasi dan Terapi

Komite atau Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) menurut Menteri Kesehatan RI No.
1197/Menkes/SK/X/2004 adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara
staf medik dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili
spesialisasi-spasialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari farmasi rumah
sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.
Panitia Farmasi dan Terapi merupakan sekelompok penasehat dari staf medik dan
bertindak sebagai garis komunikasi organisasi antara staf medik dan Instalasi Farmasi
Rumah Sakit (IFRS). Pembentukan suatu PFT yang efektif akan memberikan kemudahan
dalam pengadaan sistem formularium yang membawa perhatian staf medik pada obat
yang terbaik dan membantu mereka dalam menyeleksi obat terapi yang tepat bagi
pengobatan penderita tertentu. Komite ini difungsikan rumah sakit untuk mencapai terapi
obat yang rasional.
Panitia Farmasi dan Terapi dibentuk untuk mengantisipasi perkembangan bidang
farmasi yang begitu pesat dan untuk menghindari hal-hal berikut :
a. Penulisan terapi polifarmasi.
b. Pemberian obat yang rasional.
c. Timbulnya persaingan pabrik obat yang menjadikan rumah sakit sebagai lahan
pemasaran produknya.
PFT memberi rekomendasi atau membantu memformulasi program yang didesain
untuk memenuhi kebutuhan staf profesional (dokter, perawat, apoteker, dan praktisi
pelayanan kesehatan lainnya) untuk melengkapi pengetahuan tentang obat dan
penggunaan obat. PFT meningkatkan penggunaan obat secara rasional melalui
pengembangan kebijakan dan prosedur yang relevan untuk seleksi obat, pengadaan,
penggunaan, dan melalui edukasi tentang obat bagi penderita dan staf profesional.
Susunan anggota PFT dapat beragam di berbagai rumah sakit dan biasanya
bergantung pada kebijakan, lingkup fungsi PFT, dan besarnya tugas dan fungsi suatu
rumah sakit. Ketua PFT dipilih dari dokter yang diusulkan oleh komite medik dan
disetujui pimpinan rumah sakit. Ketua PFT adalah dokter praktisi senior yang dihormati
dan disegani karena pengabdian, prestasi ilmiah, bersikap objektif, dan berperilaku yang

3
menjadi panutan. Ketua adalah seorang anggota staf medik yang memahami benar dan
pendukung kemajuan pelayanan IFRS, dan ia adalah dokter yang mempunyai
pengetahuan mendalam tentang terapi obat. Sekretaris komite adalah kepala IFRS atau
apoteker senior lain yang ditunjuk oleh kepala IFRS. Susunan anggota PFT harus
mencakup dari tiap SMF yang besar, misalnya penyakit dalam, bedah, kesehatan anak,
kebidanan dan penyakit kandungan, dan SMF lainnya.

2.2 Tujuan Komite Farmasi dan Terapi Rumah Sakit

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/MenKes/SK/X/2004


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, tujuan Komite Farmasi dan Terapi yaitu :
Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat
serta evaluasinya.
Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru
yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai kebutuhan.

2.3 Peran Khusus Komite Farmasi dan Terapi

1) Penghentian otomatis obat berbahaya (Automatic Stop Order)


Komite farmasi dan terapi harus mengembangkan ketentuan atau prosedur
agar obat berbahaya diberikan secara tepat dibawah kendali staf medik. Dibawah
ini contoh dua kebijakan, salah satunya dapat digunakan.
a. Semua order obat narkotik, sedatif, hipnotik, antikoagulan dan antibiotik
yang diberikan secara oral dan parenteral harus secara otomatis dihentikan
setelah 48 jam, kecuali:
Order menyatakan suatu jumlah dosis yang tepat untuk
dikonsumsi.
Suatu periode waktu yang tepat untuk pengobatan dinyatakan, atau
Dokter yang bertugas mengorder kembali obat tersebut.
b. Semua order untuk narkotik, sedatif, hipnotik, wajib ditulis kembali
setelah 24 jam dan order tetap untuk semua obat harus berakhir pada pukul
10.00 pada hari ketujuh, kecuali diperbaharui.

4
2) Daftar obat darurat.
Daftar obat darurat harus ada disetiap sisi, karena merupakan obat yang
sangat dibutuhkan, dan hendaknya apoteker atau perawat selalu mengecek obat
tersebut.
3) Program pemantauan dan pelaporan reaksi obat merugikan (ROM)
PFT bertanggung jawa atas reaksi obat merugikan dan berhak untuk
menghapusnya dari formularium dan mendokumentasikan kasus ROM yang
terjadi di rumah sakit.
4) Evaluasi penggunaan obat
Evaluasi penggunaan obat atau EPO dilakukan pada obat yang telah
diterima dalam formularium rumah sakit.

2.4 Fungsi dan Ruang Lingkup Komite Farmasi dan Terapi

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/MenKes/SK/X/2004


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, fungsi dan ruang lingkup Komite Farmasi dan
Terapi adalah sebagai berikut:
1) Mengembangkan formularium di Rumah Sakit dan merevisi. Pemilihan obat
untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi secara
subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus
meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat yang sama.
2) Komite Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak
produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis.
3) Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang termasuk
dalam kategori khusus.
4) Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-
kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit
sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional.
5) Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan mengkaji
medical record dibandingkan dengan standar diagnosis dan terapi. Tinjauan ini
dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus-menerus penggunaan obat secara
rasional.
6) Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.

5
7) Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan
perawat.

2.5 Kewajiban Komite Farmasi dan Terapi

Memberikan rekomendasi pada pimpinan rumah sakit untuk mencapai budaya


pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional.
Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, formularium rumah
sakit, pedoman penggunaan antibiotika dan lain-lain.
Melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan penggunaan obat
terhadap pihak-pihak yang terkait.
Melaksanakan pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat serta memberikan
umpan balik atas hasil pengkajian tersebut.

2.6 Pelaksana Komite Farmasi dan Terapi

Dokter : ketua dan anggota (wakil dari spesialisasi yang ada)


Apoteker : sekretaris (dari Instalasi Farmasi)
Perawat : anggota (dari bidang Perawatan)
Manajemen RS dan Koordinator QA

2.7 Struktur Organisasi dan Kegiatan Komite Farmasi dan Terapi

Susunan Komite Farmasi dan Terapi serta kegiatan yang dilakukan bagi tiap rumah
sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat:
a. Komite Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) dokter,
apoteker dan perawat. Untuk rumah sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari
3 (tiga) orang yang mewakili semua Staf Medis Fungsional yang ada.
b. Ketua Komite Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada di dalam
kekomitean dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik,
maka sebagai ketua adalah farmakologi. Sekretarisnya adalah apoteker dari
instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk.
c. Komite Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2
(dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali.
Rapat Komite Farmasi dan Terapi dapat mengundang pakar-pakar dari dalam

6
maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan
Komite Farmasi dan Terapi.
d. Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT (Panitia Farmasi dan Terapi)
diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat.
e. Membina hubungan kerja dengan komite di dalam rumah sakit yang sasarannya
berhubungan dengan penggunaan obat.

Menurut Charles Siregar dalam bukunya Farmasi Rumah Sakit menyebutkan bahwa
keanggotaan PFT terdiri dari 8-15 orang. Semua anggota tersebut mempunyai hak suara
yang sama. Di rumah sakit umum besar (misalnya kelas A dan B) perlu diadakan suatu
struktur organisasi PFT yang terdiri atas keanggotaan inti yang mempunyai hak suara,
sebagai suatu tim pengarah dan pengambil keputusan. Anggota inti ini dibantu oleh
berbagai subkomite yang dipimpin oleh salah seorang anggota inti. Anggota dalan
subkomite adalah dokter praktisi spesialis, apoteker spesialis informasi obat, apoteker
spasialis farmasi klinik, dan berbagai ahli sesuai dengan keahlian yang diperlukan dalam
tiap subkomite

Selain subkomite yang pembentukannya didasarkan pada penggolongan penyakit


sasaran obat, di beberapa rumah sakit subkomite didasarkan pada SMF (Staf Medik
Fungsional) yang ada. PFT dapat juga membentuk subkomite untuk kegiatan tertentu,
misalnya subkomite pemantauan dan pelaporan reaksi obat merugikan, subkomite evaluasi
penggunaan obat, subkomite pemantauan resistensi antibiotik, subkomite formulasi
dietetik, atau subkomite khusus jika perlu. Dalam subkomite khusus ini, sering kali
melibatakan spesialis yang bukan anggota PFT.

7
STRUKTUR ORGANISASI KOMITE FARMASI DAN TERAPI

DIREKTUR RUMAH SAKIT

KOMITE MEDIK

KOMITE FARMASI DAN


TERAPI

Sub Komite Sub Komite Sub Komite Sub Komite Sub Komite
Obat Sub Komite Obat Obat Obat Obat
Antineoplastik Obat SSP Antiinfeksi Kardiovaskular Gastrointestinal Endokrinologi

2.8 Tugas Apoteker dalam Komite Farmasi dan Terapi

a. Menjadi salah seorang anggota komite (Wakil Ketua/Sekretaris).


b. Menetapkan jadwal pertemuan.
c. Mengajukan acara yang akan dibahas dalam pertemuan.
d. Menyiapkan dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk
pembahasan dalam pertemuan.
e. Mencatat semua hasil keputusan dalam pertemuan dan melaporkan pada
pimpinan rumah sakit.
f. Menyebarluaskan keputusan yang sudah disetujui oleh pimpinan kepada seluruh
pihak yang terkait.
g. Melaksanakan keputusan-keputusan yang sudah disepakati dalam pertemuan.
h. Menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, pedoman penggunaan
antibiotika dan pedoman penggunaan obat dalam kelas terapi lain.
i. Membuat formularium rumah sakit berdasarkan hasil kesepakatan Komite
Farmasi dan Terapi.
j. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan.
k. Melaksanakan pengkajian dan penggunaan obat.
l. Melaksanakan umpan balik hasil pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat
pada pihak terkait.

8
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Komite Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi
antara staf medik dengan staf farmasi. Komite farmasi dan terapi ini dapat meningkatkan
penggunaan obat secara rasional melalui pengembangan kebijakan dan prosedur yang relevan
untuk seleksi obat, pengadaan, penggunaan, dan melalui edukasi tentang obat bagi penderita
dan staf profesional. Tujuan dibentuknya komite farmasi dan terapi ini yaitu untuk :

Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat serta


evaluasinya.
Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru yang
berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai kebutuhan.

Tidak hanya itu, komite farmasi dan terapi juga memiliki beberapa kewajiban seperti :

Memberikan rekomendasi pada pimpinan rumah sakit untuk mencapai budaya


pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional.
Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, formularium rumah sakit,
pedoman penggunaan antibiotika dan lain-lain.
Melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan penggunaan obat terhadap
pihak-pihak yang terkait.
Melaksanakan pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat dan memberikan umpan
balik atas hasil pengkajian tersebut.

9
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2009. UU RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta : Depkes RI.

Depkes RI. 1999. Keputusan MenKes RI Nomor 1333/MENKES/SK/XII/1999 tentang


Standar Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta : Depkes RI.

Adikoesoemo. 2003. Manajemen Rumah Sakit. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Notoatmojo, Soekidjo. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.

Muninjaya, G. A. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta : EGC.

10

Anda mungkin juga menyukai