Anda di halaman 1dari 12

JURNAL PSIKOLOGI

2000, NO. 1, 48 - 59

KONSEP DIRI PEREMPUAN MARGINAL


Yanti Dewi Purwanti
Koentjoro
Esti Hayu Purnamaningsih
Universitas Gadjah Mada

ABSTRACT

The aim of this study was to make an objective description about self
concept of Perempuan Marginal (women in marginal social and economic
status) by concerning the rearing environment characterization. The hypotesis
was there is difference self-concept related in the rearing environmen.
Data was collected from 77 subjects, 34 subjects upbringing by original
family, 34 subject were reared in orphanage and the rest 9 subjects were taken
from street children community. Data was gathered by Q-Sort test modification,
observation, interview and also by Focus Group Discussion.
Result shows that female teenagers from orphanage have the highest self-
concept, meanwhile female teenagers from street children community have the
lowest self-concept.
Keywords: self-concept; perempuan marginal; teenager

Pembangunan nasional membutuhkan masyarakat yang miskin, budaya kemiskin-


manusia yang memiliki kepribadian penuh an cenderung melanggengkan dirinya dari
kepercayaan diri serta keberanian untuk generasi ke generasi, melalui pengaruh
dapat berpikir alternatif. Perempuan orang tua terhadap anak-anaknya. Orang
dengan kepribadian yang utuh dan kreatif miskin di daerah perkotaan hidup di
adalah manifestasi dari manusia berkualitas kawasan pemukiman yang memiliki
tinggi yang dibutuhkan untuk dapat ber- berbagai fasilitas tetapi tanpa akses yang
partisipasi aktif dalam upaya membangun memadai untuk dapat menikmatinya.
sebuah bangsa. Standar kualitas perempuan Mereka termasuk dalam kelompok
yang sesuai dengan wujud manusia masyarakat marginal, kalangan masyarakat
Indonesia seutuhnya diukur dengan menilai yang akhirnya terasing dan tersingkir
tingkat kebebasan dari segala bentuk akibat ketidakberdayaan mereka untuk
kemiskinan dan kebodohan. mengakses kebutuhan-kebutuhan hidup
Pernyataan tentang manusia berkualitas dengan layak.
tinggi bebas dari kemiskinan berkaitan Khusus untuk perempuan miskin,
dengan asumsi bahwa pada suatu kelompok Zulminarni (dalam Bainar, 1998)

ISSN : 0215 - 8884


KONSEP DIRI PEREMPUAN MARGINAL 49

menyatakan bahwa kondisi mereka jauh dapat mendorong perempuan marginal agar
lebih buruk daripada kaum laki-laki. lebih menyadari perasaan dan pengalaman
Kelaparan, kekurangan gizi, penyakit, yang sebenarnya, sehingga pada akhirnya
pelacuran, kekerasan, dan bahkan kematian mereka dapat menjadi manusia yang
merupakan dampak kemiskinan yang berfungsi sepenuhnya.
paling mendasar terhadap perempuan. Pendekatan tersebut hanya dapat di-
Sedangkan bagi perempuan marginal yang lakukan jika deskripsi yang objektif
berusia remaja, masalah kemiskinan biasa- mengenai kondisi psikologis manusia ter-
nya diartikan sebagai kurangnya penge- sebut tersedia dan melengkapi perhitungan-
tahuan dan ketrampilan akibat tingkat pen- perhitungan ekonomis yang seringkali
didikan formal serta penguasaan teknologi bersifat mekanis. Khusus untuk kaum
yang rendah (Laporan Situasi Anak dan perempuan, dengan kenyataan bahwa
Wanita 1994-1995). Fakta ini ditunjukkan ketahanan mental, motivasi berprestasi, dan
oleh data Profil Kesejahteraan Rakyat kemandirian yang rendah, maka salah satu
Propinsi D.I. Yogyakarta tahun 1997 yang dari deskripsi kondisi psikologis yang
menyatakan bahwa secara umum tingkat penting untuk diungkapkan adalah konsep
pendidikan perempuan lebih rendah dari diri.
laki-laki. Hal tersebut dapat dilihat dari
Pengertian konsep diri di sini adalah
perbandingan antara besarnya persentase
sebuah struktur mental yang merupakan
penduduk laki-laki dan perempuan yang
suatu totalitas dari persepsi realistik,
tamat SLTP dan SLTA ke atas yaitu 46,72
pengharapan, dan penilaian seseorang
persen berbanding 34,09 persen.
terhadap fisik, kemampuan kognitif, emosi,
Sedangkan jika dilihat dari angka buta
moral etika, keluarga, sosial, seksualitas,
huruf, perempuan mencapai angka 23,65
dan dirinya secara keseluruhan. Struktur
persen sedangkan laki-laki 9,95 persen.
tersebut terbentuk berdasarkan proses
Ironisnya, dengan bekal pendidikan belajar tentang nilai, sikap, peran, dan
formal yang sangat minim tersebut, identitas dalam hubungan interaksi
perempuan marginal, dengan alasan simbolis antara diri dengan berbagai
meringankan beban ekonomi keluarga, kelompok lingkungan asuh selama hidup-
seringkali terpaksa masuk ke dalam dunia nya. Sebagai suatu kesatuan, diri mem-
kerja. Akhirnya, mereka hanya dapat punyai komponen (menurut Rogers, 1951)
bekerja di bidang informal dengan peng- terdiri dari diri nyata (actual self), yaitu
hasilan yang minimal (Soetrisno, 1997) dan persepsi individu tentang dirinya atau
sulit untuk memperoleh kesempatan untuk persepsi diri sebagaimana individu tersebut
dapat menaikkan taraf hidupnya. Hasilnya, mengalaminya dan diri ideal (ideal self),
mereka tetap saja miskin. yaitu persepsi individu tentang dirinya
Secara khusus, masalah perempuan sebagaimana individu tersebut meng-
miskin di perkotaan dapat dipecahkan inginkannya.
dengan pendekatan humanistik, yaitu Deskripsi mengenai konsep diri
menjunjung nilai-nilai kemanusiaan, meng- dikatakan penting untuk dapat meningkat-
hormati potensi dan perbedaan individu kan kualitas perempuan marginal karena
atau kelompok yang ada. Pendekatan ini untuk membentuk sebuah pribadi lebih

ISSN : 0215 - 8884


50 YANTI D. PURWANTI, KOENTJORO, ESTI H. PURNAMANINGSIH

utuh, kuat, dan berani berjuang dibutuhkan dirinya sendiri, sebagaimana yang dialami
suatu pendekatan yang menyentuh sampai dalam kehidupan sehari-hari dan
pada inti kepribadian. Hurlock (1973) sebagaimana yang diinginkannya.
berpendapat bahwa konsep diri adalah inti Deskripsi mengenai karakteristik konsep
kepribadian individu saat remaja. Konsep diri tersebut diperoleh melalui kombinasi
diri juga menjadi salah satu faktor yang berbagai aspek yang terkandung di
mengarahkan perilaku remaja (Shavelson dalamnya (Fitts, 1971; Shavelson dalam
dalam Fuhrmann, 1990). Jika konsep diri Fuhrmann, 1990; Fuhrmann, 1990; Burns,
yang dimiliki remaja adalah negatif, maka 1993; dan Monks, 1996), baik pada konsep
ia akan berperilaku negatif juga (Fitts, diri riil maupun pada konsep diri idealnya.
1971). Remaja yang konsep dirinya negatif Selain kombinasi aspek-aspek yang
akan membiarkan dirinya larut dalam terkandung di dalam konsep diri harus
mimpi tanpa berusaha untuk mewujudkan- dilihat secara terperinci, perlu disadari
nya, tidak menjalin hubungan yang bahwa kualitas manusia banyak bergantung
harmonis dengan lingkungan, dan usaha pada lingkungan asuh yang mewadahi
untuk meraih prestasi sangat kurang. keberadaan manusia tersebut. Hal ini sesuai
Pendekatan yang humanistik dapat dengan pernyataan Rogers (dalam Hall &
membantu remaja perempuan untuk Lindzey, 1993) bahwa meskipun organisme
menggali potensi di dalam dirinya dan dan diri yang merupakan konstruk dari
meraih konsep diri yang positif, dengan kepribadian mempunyai tendensi inheren
demikian, mereka juga akan berperilaku untuk mengaktualisasikan diri, namun
positif (Burns, 1993) sehingga dapat sangat mudah untuk dipengaruhi oleh
meningkatkan kemampuan aktualnya. lingkungan. Dapat dikatakan bahwa per-
Perilaku positif yang dimaksud di sini bandingan kombinasi aspek konsep diri di
adalah berusaha untuk meraih prestasi antara berbagai kelompok-kelompok
setinggi mungkin (Burns, 1993), membina perempuan marginal yang berbeda
hubungan interpersonal dengan lingkungan lingkungan asuhnya perlu dicermati lebih
secara efektif, mandiri, mampu mengguna- dalam.
kan pengalaman untuk memperkaya diri, Lingkungan asuh sendiri didefinisikan
dan menyiapkan diri dalam menghadapi sebagai seluruh bagian yang berada dalam
hal-hal yang baru (Fitts, 1971), mampu suatu daerah tertentu yang berfungsi untuk
merancang masa depannya, serta tidak merawat, mendidik, membantu, dan
berputus asa untuk terus berjuang meraih melatih orang-orang yang berada di
penghargaan terhadap hakikatnya sebagai dalamnya agar dapat berdiri sendiri.
manusia. Khusus pada perempuan marginal,
Pengungkapan konsep diri perempuan lingkungan asuh ini dapat dibedakan
marginal, baik karakteristik konsep diri menjadi tiga kelompok, yaitu keluarga asli,
ideal maupun konsep diri riil tidak panti asuhan, dan lingkungan jalanan.
dimaksudkan untuk merubah pandangan Walaupun alasan anak tinggal di
masyarakat mengenai posisi perempuan penampungan dan jalanan tidak selalu
secara drastis, tetapi lebih pada penyadaran masalah keterbatasan ekonomi, tetapi
pribadi perempuan untuk memahami banyak juga anak perempuan miskin lain

ISSN : 0215 - 8884


KONSEP DIRI PEREMPUAN MARGINAL 51

yang terpaksa berpisah dari keluarga asli b. Ada perbedaan pada konsep diri ideal
dan harus tinggal di panti asuhan atau di remaja perempuan yang berasal dari
jalanan hidup dengan kenyataan bahwa lingkungan asuh keluarga, panti asuhan,
mereka adalah anak-anak tanpa keluarga dan jalanan.
yang mengasuh dan juga hidup pada batas
kelayakan manusia yang bermartabat. 2. Sub-penelitian B:
Remaja perempuan yang berasal dari tiga a. Ada perbedaan aspek fisik, kognitif,
kelompok lingkungan asuh tersebut, emosi, sosial, moral, seksual, keluarga,
memiliki satu persamaan, yaitu hanya dapat maupun aspek diri secara keseluruhan
menonton remaja perempuan lain me- dalam konsep diri riil pada kelompok
nikmati hasil pembangunan tanpa dapat remaja perempuan marginal yang
berperan aktif untuk mengakses fasilitas berbeda lingkungan asuhnya.
tersebut secara layak. Perbedaan mereka b. Ada perbedaan aspek fisik, kognitif,
terletak pada lingkungan di mana mereka emosi, sosial, moral, seksual, keluarga,
tumbuh dan berkembang menuju manusia maupun aspek diri secara keseluruhan
yang dewasa. Proses interaksi pada masing- dalam konsep diri ideal pada kelompok
masing lingkungan telah menghasilkan remaja perempuan marginal yang
variasi nilai dalam kombinasi aspek konsep berbeda lingkungan asuhnya.
diri.
Berangkat dengan asumsi bahwa 3. Sub-penelitian C:
peningkatan kualitas perempuan marginal, a. Terdapat variasi peringkat pada aspek-
khususnya yang masih berusia remaja, aspek dalam konsep diri riil remaja
untuk dapat lepas dari masalah kemiskinan, perempuan marginal.
harus menggunakan pendekatan yang
b. Terdapat variasi peringkat aspek-aspek
bersifat humanistik, maka penelitian ini
dalam konsep diri ideal remaja
dimaksudkan untuk memberikan jawaban
perempuan marginal.
dari dua buah pertanyaan mendasar, yaitu
apakah ada perbedaan konsep diri remaja
perempuan marginal yang diasuh dalam METODE PENELITIAN
lingkungan keluarga, panti asuhan dan
Subjek Penelitian berjumlah 77 orang,
jalanan? Jika ada perbedaan, di manakah
terdiri dri 34 orang berasal dari lingkungan
letak perbedaannya dan mengapa berbeda?
asuh keluarga, 34 orang dari lingkungan
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, asuh panti asuhan dan 9 orang dari
maka peneliti mengajukan hipotesis kerja lingkungan jalanan. Penelitian ini
yang dirangkum dalam beberapa sub- menggunakan metode triangulasi dengan
penelitian, yaitu: mengkombinasikan pendekatan kuantitatif
dan kualitatif, dengan bobot yang seimbang
1. Sub-penelitian A:
dalam pengambilan data dan analisisnya
a. Ada perbedaan pada konsep diri riil (Yin, 1994). Data tentang tingkat konsep
remaja perempuan yang berasal dari diri diambil dengan menggunakan tes Q-
lingkungan asuh keluarga, panti asuhan, sort guna memperoleh data kuantitatif,
dan jalanan. serta wawancara observasi dan diskusi

ISSN : 0215 - 8884


52 YANTI D. PURWANTI, KOENTJORO, ESTI H. PURNAMANINGSIH

kelompok terarah guna memperoleh data bahwa memang ada perbedaan aspek
kualitatif. fisik dalam konsep diri riil di antara
Analisis data kuantitatif dilakukan kelompok remaja yang berbeda
secara bertingkat dengan pijakan awal lingkungan asuhnya. Aspek fisik
analisis varians satu jalur pada masing- konsep diri riil yang tertinggi diraih
masing subjek. Hasil analisis varians oleh kelompok remaja dari lingkungan
diperdalam dengan prosedur perbandingan asuh keluarga, sedangkan yang terendah
berganda model least-significance adalah jalanan. Sementara untuk aspek
difference (LSD) dalam SPSS for Win 8.0. kognitif, angka chi-square 9.432
Analisis data kualitatif didasarkan pada dengan signifikasi perbedaan sebesar
wawancara dan diskusi kelompok. 0.009 menunjukkan bahwa ada
perbedaan aspek kognitif dalam konsep
HASIL PENELITIAN diri riil di antara kelompok remaja yang
berbeda lingkungan asuhnya dengan
1. Intisari Hasil Penelitian Kuantitatif urutan yang sama dengan aspek fisik
a. Hasil analisis varians ranking satu arah konsep diri riil.
Kruskal-Wallis menunjukkan angka d. Aspek-aspek dalam konsep diri ideal
chi-square 11.016 dengan signifikasi yang telah diidentifikasikan perbedaan-
perbedaan sebesar 0.004 sehingga nya adalah aspek emosi dan aspek
hipotesis kerja 1.a. diterima, dengan moral. Pada aspek emosi, angka chi-
urutan peringkat mulai yang tertinggi square 8.170 dengan signifikasi
adalah remaja perempuan yang berasal perbedaan sebesar 0.017 menunjukkan
dari lingkungan asuh panti asuhan, bahwa peringkat yang tertinggi adalah
keluarga, dan yang terendah adalah perempuan yang berasal dari komunitas
jalanan. jalanan dan yang terendah adalah
b. Analisis varians ranking satu arah perempuan yang diasuh oleh keluarga
Kruskal-Wallis juga membuktikan sendiri. Sedangkan pada aspek moral,
hipotesis kerja 1.b. diterima dengan angka chi-square 6.051 dengan
memperlihatkan angka chi-square signifikasi perbedaan sebesar 0.049
11.728 dengan signifikasi perbedaan menunjukkan bahwa yang terendah
sebesar 0.003. Urutan peringkat mulai adalah remaja jalanan, dan tertinggi
yang tertinggi adalah remaja perempuan panti asuhan.
yang berasal dari lingkungan asuh panti e. Hasil pengujian hipotesis 3.a. dengan
asuhan, keluarga, dan yang terendah menggunakan Friedman Test didapat-
adalah jalanan. kan nilai chi-square sebesar 147,486
c. Aspek-aspek yang diindikasikan ber- dan angka signifikansi sebesar 0,000
beda, sesuai dengan hasil analisis sehingga dapat dikatakan bahwa
varians ranking satu arah Kruskal- hipotesis kerja dapat diterima dengan
Wallis, adalah aspek fisik dan aspek urutan peringkat mulai dari yang
kognitif. Pada aspek fisik, angka chi- terendah adalah aspek kognitif, emosi,
square 5.998 dengan signifikasi fisik, diri secara keseluruhan, seksual,
perbedaan sebesar 0.050 menunjukkan

ISSN : 0215 - 8884


KONSEP DIRI PEREMPUAN MARGINAL 53

moral, sosial, dan yang tertinggi adalah sekolah-sekolah yang lebih dekat lokasinya
keluarga. dengan rumah atau panti dan biaya pen-
f. Hasil pengujian hipotesis 3.b. diperoleh didikannya lebih murah.
nilai chi-square sebesar 75.746 dan Sebagian besar subjek terpaksa
angka signifikansi sebesar 0.000 menempuh pendidikan tersebut karena nilai
sehingga dapat dikatakan bahwa urutan yang tidak mencukupi untuk masuk ke
peringkat mulai dari yang terendah sekolah-sekolah dengan kualitas yang baik.
adalah aspek fisik, seksual, emosi, Khusus pada subjek yang tinggal di panti
kognitif, diri secara keseluruhan, sosial, asuhan, hal ini dapat dimaklumi sebab
keluarga, dan terakhir adalah moral. selain menyesuaikan diri dengan kehidupan
panti yang menyita pikiran cukup besar,
2. Intisari Hasil Penelitian Kualitatif sebagian besar anak asuh berasal dari desa-
desa dan beberapa di antaranya pernah
Remaja yang tinggal di panti asuhan
tidak bersekolah selama beberapa tahun.
jauh lebih beruntung jika dibandingkan
Berbeda dengan remaja panti, rendahnya
dengan dua kelompok subjek yang lain jika
nilai-nilai yang diperoleh subjek komunitas
dilihat dari segi fasilitas yang mereka
jalanan lebih disebabkan oleh ketidak-
dapatkan. Fasilitas yang diberikan oleh
seriusan dan rendahnya konsentrasi mereka
panti telah diusahakan semaksimal
dalam menekuni pendidikan formal.
mungkin untuk memenuhi kewajiban
Mencari uang untuk mempertahankan
sebuah keluarga kepada anggota-anggota-
hidup jauh lebih penting daripada duduk
nya. Walaupun demikian, label sebagai
diam di bangku sekolah.
anak panti cukup mengganggu eksistensi
diri mereka, sehingga mereka merasa Berlakunya hukum rimba di jalanan
rendah diri jika harus berhubungan dengan telah menjadi alasan bagi ketidakteraturan
orang-orang di luar panti. Istilah asrama remaja jalanan dalam menjalani hari demi
lebih mereka sukai karena cukup membuat hari kehidupan mereka. Orang yang tidak
mereka merasa tidak terlalu berbeda pernah mengikuti norma masyarakat, tetapi
dengan remaja-remaja lain yang masih aturan yang dibuat sendiri agar tetap dapat
tinggal bersama keluarganya. Selain label hidup dan bertahan merupakan identitas
anak panti, faktor gaya pengasuhan juga diri yang diyakini oleh remaja jalanan,
mempengaruhi konsep diri mereka. sebagaimana mereka meyakini bahwa
mereka bukan lagi orang baik-baik.
Berkenaan dengan pendidikan formal,
persamaan tiga kelompok subjek dalam Remaja perempuan yang murni hidup di
penelitian ini adalah rendahnya kualitas dalam komunitas jalanan adalah anak-anak
pendidikan formal yang mereka tempuh. hilang yang sudah terlanjur menjadi orang-
Hal ini terlihat dari beberapa subjek yang orang yang tidak punya harapan.
sudah tidak bersekolah lagi dan kualitas Sedangkan remaja perempuan yang bekerja
pendidikan formal yang ditempuh di jalanan adalah anak-anak yang rentan
cenderung menengah ke bawah. Mereka dan berpeluang untuk lepas dari ikatan
terpaksa menempuh pendidikan di sekolah keluarga karena kedekatan mereka dengan
yang dipilihkan orang tua atau pengasuh di kebebasan di dunia keras yang mereka
temui di jalanan.

ISSN : 0215 - 8884


54 YANTI D. PURWANTI, KOENTJORO, ESTI H. PURNAMANINGSIH

Dapat dikatakan bahwa keteraturan lebih tinggi jika dibandingkan dengan ke-
hidup dan norma-norma yang menjaga dua kelompok remaja perempuan lainnya.
setiap langkah dalam kehidupan adalah Bagi perempuan marginal yang tinggal
indikasi yang terpenting dalam mem- bersama keluarganya, peranan keluarga
bedakan antara lingkungan asuh keluarga dalam memenuhi semua kebutuhan anak
marginal, panti asuhan, dengan komunitas dalam proses pertumbuhan dan per-
jalanan. Di antara ketiga kelompok ter- kembangan mereka tidak dapat terlaksana
sebut, remaja panti berada dalam lingkung- secara optimal (Bainar, 1998). Memakan
an asuh yang paling teratur dan paling makanan yang tidak bergizi dan berkualitas
terjaga, dengan adanya sanksi-sanksi yang rendah menjadi hal yang biasa bagi
sudah ditetapkan jika melanggar aturan mereka. Pakaian, tempat tidur, tempat
panti. Remaja yang tinggal bersama belajar, tempat bermain, alat-alat sekolah,
keluarganya tidak terlalu terjaga karena atau pendidikan formal hanya sekedar ada
rumah yang mereka tinggali terlalu dekat tanpa perhitungan kuantitas dan kualitas
dengan rumah keluarga lain, sehingga yang cermat.
pergesekan kepentingan antara satu orang
Pada remaja yang hidup dalam
dengan orang lainnya seringkali tidak dapat
komunitas jalanan, detik demi detik yang
dihindari.
mereka jalani sangat rentan dan seperti
yang dikatakan Darwin (1998) harus diraih
DISKUSI dengan penuh perjuangan. Berbagai macam
Menurut Rogers (dalam Schultz, 1993), fasilitas dan materi yang dapat dimiliki
segi pertumbuhan dan perkembangan oleh teman-teman sebaya mereka seringkali
manusia selalu beroperasi dengan proses hanya menjadi impian yang justru mem-
aktualisasi diri yang pada tingkat dasar buat mereka tetap hidup, sekaligus menjadi
berkenaan dengan kebutuhan-kebutuhan pisau tajam yang menikam ulu hati saat
fisiologis dasar akan makanan, air, dan merasakan betapa tidak beruntungnya
udara. Terhambatnya kebutuhan fisiologis, mereka. Hak-hak yang seharusnya dapat
yang jelas-jelas tidak dapat dikekang untuk mereka nikmati nyaris menjadi mimpi yang
mendorong individu melangkah ke tingkat sulit diraih jika mereka tidak berusaha
pematangan yang berikutnya, membuat sangat keras untuk mewujudkannya.
anak terlalu disibukkan dengan upayanya Selain kebutuhan fisiologis dasar yang
sendiri untuk memenuhi kebutuhan dasar- terhambat, remaja perempuan yang berada
nya. Mereka tidak sempat mengembangkan dalam komunitas jalanan terjebak dalam
diri sesuai keinginannya dan proses bentuk perilaku delinkuen, yaitu perilaku
individu dalam pencapaian aktualitas diri yang melanggar status, membahayakan diri
akan terhambat, apalagi untuk menjadi sendiri maupun orang lain, menimbulkan
manusia yang utuh. korban materi, dan korban fisik (Elfida,
Penelitian ini telah membuktikan bahwa 1995). Perilaku ini menunjukkan sikap
memang terdapat perbedaan konsep diri riil defensif yang mengakibatkan kebebasan
maupun ideal pada ketiga kelompok individu terbatas dan dirinya yang sejati
subjek. Konsep diri kelompok remaja tidak dapat diungkapkan secara jujur dan
perempuan yang dibesarkan di panti asuhan sepenuhnya. Individu-individu seperti ini

ISSN : 0215 - 8884


KONSEP DIRI PEREMPUAN MARGINAL 55

tidak dapat sepenuhnya berinteraksi dengan pertumbuhannya, kurang pendididikan dan


terbuka serta mengembangkan ketidak- pengetahuan, tidak memiliki bekal
harmonisan antara konsep diri riil, konsep ketrampilan untuk hidupnya, kurang
diri ideal, dan kenyataan yang sebenarnya pakaian, kurang gizi dan vitamin, kurang
(Rogers dalam Schultz, 1993). bermain dan bergaul dengan teman sebaya
Sementara itu, kelompok remaja di luar panti, dan tidak punya kepastian
perempuan yang tinggal di panti asuhan mengenai hari esok menjadi alasan bagi
jauh lebih beruntung dan hanya sedikit masyarakat untuk memberikan perlakuan
mengalami hambatan dalam proses menjadi yang khusus bagi anak-anak panti asuhan.
diri sendiri serta mengembangkan potensi Perlakuan khusus, yang seringkali
psikologisnya. Remaja perempuan yang ditangkap sebagai sebuah perwujudan rasa
tinggal di panti asuhan, walaupun hidup iba, telah membuat remaja yang diasuh
dalam keterbatasan materi, namun menolak sebutan panti untuk rumah yang
kebutuhan fisik dasarnya sudah dapat mereka tinggali. Mereka lebih menyukai
terpenuhi karena mereka mendapatkan sebutan asrama karena terkesan netral dan
berbagai macam fasilitas yang disediakan tidak berbeda jauh dengan teman sebaya
oleh panti. Mereka juga tidak perlu yang diasuh keluarganya.
memikirkan kebutuhan fisiologisnya Sejalan dengan gambaran masyarakat
karena semua yang diperlukan sudah umum mengenai kondisi mereka yang
disediakan oleh pengelola panti sesuai dianggap mengenaskan, jika pengasuh
dengan Keputusan Menteri Sosial Republik panti terlalu kaku dalam menerapkan
Indonesia No. 3-3-8/239 tahun 1974 tugasnya sebagai pengganti orang tua maka
tentang peraturan Panti Sosial. penghargaan anak asuh terhadap
Kebutuhan psikologis yang meliputi pengasuhan di panti menjadi berkurang.
rasa aman, kebutuhan untuk mencintai dan Penerapan yang kaku tersebut dapat
dicintai, serta pengakuan atas keberadaan ditemukan pada panti-panti yang
anak dan remaja yang tinggal di panti mempekerjakan orang sebagai pengasuh,
asuhan, sebagaimana yang diamanatkan sementara suasana kekeluargaan yang
oleh UU nomor 4 tahun 1974 tentang luwes dapat dilihat pada panti-panti yang
Kesejahteraan Anak, dapat dikatakan relatif diasuh oleh keluarga yang memang
terpenuhi. Kondisi psikologis yang mengabdikan hidupnya untuk anak-anak.
dibangun dalam lingkungan yang aman
tersebut ternyata masih terusik oleh label a. Konsep Diri Riil
sebagai anak panti yang cukup Aspek-aspek dalam konsep diri riil
mengganggu eksistensi diri remaja yang yang diindikasikan berbeda antara remaja
berada dalam pengasuhan panti dan gaya perempuan yang berasal dari lingkungan
pengasuhan dalam panti yang terkesan asuh keluarga, panti asuhan, dan dengan
otoriter. Adanya pandangan bahwa kondisi yang berada dalam komunitas jalanan
anak yatim dan atau piatu adalah kurang adalah aspek fisik dan aspek kognitif. Pada
perhatian, kurang kasih sayang, dan aspek-aspek yang lainnya tidak ditemukan
bimbingan orang tua, lingkungan hidup adanya perbedaan yang berarti di antara
keluarganya kurang bersifat membantu ketiga kelompok lingkungan asuh tersebut.

ISSN : 0215 - 8884


56 YANTI D. PURWANTI, KOENTJORO, ESTI H. PURNAMANINGSIH

Kelompok perempuan marginal yang negatif penampilan mereka sendiri (Rogers


memiliki konsep diri riil, khususnya aspek dalam Schultz, 1993).
fisik, yang terendah adalah kelompok Sementara itu, remaja yang tinggal di
remaja perempuan yang tinggal di jalanan, panti asuhan tidak khawatir akan
sedangkan yang tertinggi adalah kelompok pemenuhan kebutuhan fisik dasarnya,
perempuan marginal yang tinggal bersama walaupun sebagian besar berasal dari
keluarganya. sumbangan beberapa lembaga ataupun
Kenyataan ini dapat dimengerti meng- perorangan yang tidak dapat dipastikan
ingat bila dibandingkan dengan teman- jumlahnya dan kapan datangnya. Status
temannya yang masih tinggal bersama barang pemberian, yang seringkali berupa
keluarga dan di panti asuhan, dapat barang bekas layak pakai, menjadi salah
dikatakan bahwa remaja yang tinggal di satu penyebab aspek fisik dalam konsep
jalanan memiliki pakaian, kondisi tubuh, diri riil remaja perempuan panti asuhan
dan ketrampilan fisik yang sangat terbatas lebih rendah jika dibandingkan dengan
seperti yang telah ditemukan oleh yang tinggal bersama keluarganya karena
penelitian mengenai pola hidup anak mereka menjadi tidak percaya diri, merasa
jalanan yang dilakukan Supartinah pada rendah diri, dan kadang-kadang merasa
tahun 1998. Keterbatasan biaya dan tidak berarti jika dibandingkan dengan
pandangan minor masyarakat menghalangi anak-anak maupun remaja lainnya.
mereka untuk dapat mengeksplorasi Aspek kognitif yang pada kenyataannya
kemampuan, terutama untuk mengasah memperoleh nilai yang terendah, yang
ketrampilan fisik yang sebenarnya dapat artinya secara keseluruhan, subjek-subjek
menjadi sumber mata pencaharian mereka. dalam penelitian ini memandang rendah
Remaja yang hidup dalam komunitas daya ingat, kemampuan mengolah data,
jalanan juga memiliki karakteristik pe- kemampuan matematika, verbal, dan
nampilan yang khas jika dibandingkan akademik secara umum, tampaknya masih
dengan remaja pada umumnya. Dandanan saja berkaitan dengan kualitas pendidikan
dengan berbagai macam pernik-pernik yang dapat mereka nikmati. Hampir
kecil sebagai aksesori yang menempel seluruh subjek penelitian menempuh
tidak hanya pada pakaian, tetapi juga pada pendidikan di sekolah dengan kualitas yang
tubuh, membuat mereka terlihat aneh di patut dipertanyakan, seperti guru yang
mata masyarakat. Terlebih dengan kenyata- jarang hadir dan sarana pra sarana kegiatan
an bahwa mereka jarang membersihkan belajar mengajar yang tidak memadai.
diri, baik mandi maupun sikat gigi, seperti Putus sekolah, yang terjadi pada 16,9
yang diungkapkan oleh salah satu subjek persen dari seluruh jumlah subjek, juga
jalanan, membuat mereka terlihat kumuh merupakan salah satu penyebab dari
dan berpenampilan yang tidak sesuai rendahnya konsep diri kognitif selain
dengan norma yang berlaku dalam kualitas pendidikan formal yang rendah.
masyarakat. Pandangan negatif dan reaksi Selain biaya tinggi harus dibayar jika
penolakan dari masyarakat membuat mereka belajar di sekolah berkualitas baik,
remaja perempuan jalanan memandang nilai mereka di sekolah pun tidak men-
cukupi untuk dapat menempuh pendidikan

ISSN : 0215 - 8884


KONSEP DIRI PEREMPUAN MARGINAL 57

di sekolah-sekolah yang baik. Rendahnya anak-anak mereka ketika mengalami stress


nilai ini wajar terjadi mengingat bahwa akibat proses sosialisasinya di luar rumah
pendidikan tinggi bukan prioritas utama (Andayani, 2000).
bagi mereka karena yang terpenting adalah Selain itu, penelitian ini juga menemu-
ijazah pendidikan formal untuk mendapat- kan bahwa sejauh apapun hubungan antara
kan pekerjaan yang layak. ayah ibu dan subjek penelitian, rasa
Pada aspek kognitif, kelompok subjek tanggung jawab akan keberlangsungan
yang tinggal di panti asuhan kembali men- hidup seluruh keluarga menjadi sebuah
capai ranking yang tertinggi, jauh berada di prioritas yang utama pada seluruh subjek.
atas kedua kelompok subjek yang lainnya. Hal ini berkaitan dengan ditanamkannya
Hal ini wajar jika dilihat dari kualitas kepatuhan dan rasa hormat terhadap orang
pendidikan formal yang mereka tempuh tua (Ihromi, 1999) serta cara berpikir yang
dan sarana belajar mereka saat di luar sering disebut dengan maternal thinking,
sekolah. Remaja yang berada di panti yaitu cara berpikir yang bercirikan minat
asuhan relatif lebih terjamin keber- terhadap pelestarian, perkembangan, dan
langsungan proses belajar-mengajarnya penerimaan atas segala sesuatu yang
karena kebutuhan pendidikan adalah salah mempunyai hak untuk hidup, baik itu
satu fasilitas yang diprioritaskan oleh keluarga asli maupun anak kandung yang
pengurus dan pengasuh panti. Berbeda akan dilahirkan.
dengan remaja yang tinggal bersama Prioritas ini terlihat pada usaha para
keluarganya, sarana belajar untuk menutupi subjek, baik yang masih tinggal bersama
kualitas pendidikan formal yang mereka orang tuanya, tinggal di panti asuhan,
tempuh dapat dikatakan tidak tersedia maupun remaja jalanan yang masih tinggal
secara optimal. Terlebih jika dibandingkan bersama orang tua, untuk membantu
dengan anak jalanan yang tidak jelas pen- keluarganya dalam memenuhi kebutuhan
didikan yang sudah atau sedang ditempuh. rumah tangga sehari-hari. Keberhasilan
Dibandingkan dengan aspek kognitif mereka dalam meraih sesuatu, yang
yang memperoleh peringkat terendah, terbukti telah dapat menolong keluarga
aspek keluarga jauh berada di atasnya. untuk melewati satu hari lagi dalam
Keberadaan diri dalam keluarga dan juga rangkaian hari-hari dalam kehidupan dan
keberartian keluarga itu sendiri sangat memenuhi kewajibannya sesuai dengan
positif karena seburuk apa pun kenyataan peran jenis yang diemban, membuat
yang mereka hadapi dalam kehidupan kebermaknaan dirinya di dalam keluarga
sehari-hari, keluarga tetap menjadi lebih positif.
alternatif utama bagi perempuan marginal
untuk berlindung. Conger (1977) menguat- b. Konsep Diri Ideal
kan hal ini dengan menyatakan bahwa anak Aspek moral mendapatkan peringkat
perempuan mempunyai ketergantungan yang tertinggi, mengingat bahwa bagai-
pada keluarga yang lebih lama dan stabil. manapun semua subjek remaja perempuan
Hal ini juga sehubungan dengan fungsi yang diteliti hidup bersama dengan
keluarga dalam mendidik anak, yaitu masyarakat lain. Mereka berbaur dan tetap
sebagai pelindung yang paling aman bagi menjadi bagian masyarakat, yang pada

ISSN : 0215 - 8884


58 YANTI D. PURWANTI, KOENTJORO, ESTI H. PURNAMANINGSIH

dasarnya mempunyai standar norma moral sedangkan yang tertinggi adalah kelompok
yang harus ditaati oleh semua anggotanya. perempuan marginal yang tinggal dalam
Pengakuan masyarakat terhadap keber- panti asuhan.
adaannya dan kedekatan dengan Tuhan Hal ini dapat dimengerti karena
yang menciptakannya adalah impian bagi memang pada kenyataannya, remaja yang
semua orang, tidak terkecuali perempuan tinggal di panti asuhan selalu berada dalam
marginal yang berasal dari bermacam- bimbingan norma-norma agama yang kuat.
macam lingkungan asuh. Mereka juga diikat oleh aturan-aturan yang
Penerimaan keluarga dan lingkungan mendidik dan membiasakan mereka untuk
sosial jauh lebih berarti dan sangat berperilaku sesuai dengan etika. Mereka
membantu perempuan marginal untuk memiliki jadwal untuk meningkatkan ke-
merasa aman, yang pada akhirnya mereka mampuan dalam mengkaji agama sehingga
dapat mengembangkan diri. Keberartian pengenalan dan pemahaman terhadap nilai-
diri dalam keluarga dan lingkungan sosial- nilai moral cukup mendalam. Mereka tahu
nya, yang ditunjukkan dalam bentuk apa yang seharusnya dilakukan dan apa
kepatuhan terhadap norma yang telah yang sebaiknya tidak dilakukan berkaitan
ditanamkan sejak dini, memang sangat dengan nilai-nilai moral ini.
penting bagi anak dari kalangan marginal. Sementara bagi remaja perempuan yang
Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh hidup di jalan sangat miskin pengetahuan
Kohn (dalam Ihromi, 1999) bahwa orang tentang nilai-nilai moral kemasyarakatan
tua dari kelas pekerja mempunyai nilai- sehingga mereka menggunakan kerangka
nilai tradisional yang lebih menekankan berpikir mereka sendiri dalam menentukan
pada kebersihan, kerapihan, kepatuhan, dan apa yang seharusnya mereka lakukan dan
menghormati orang dewasa. Mereka meng- apa yang sebaiknya dihindari, mereka
inginkan anak tumbuh sesuai dengan aturan belajar dari pengalaman hidup mereka
yang diberikan oleh masyarakat dan nilai sehari-hari di jalan. Prinsip siapa yang kuat
kejujuran merupakan sifat yang diciptakan akan bertahan membuat mereka seringkali
untuk mendapatkan kepercayaan dari orang mengingkari dan bahkan melupakan
lain. Kebutuhan lain yang juga penting norma-norma umum yang hanya akan
untuk dipenuhi adalah kemampuan membuat mereka terlihat lemah. Mereka
perempuan marginal untuk dapat mengenal bahkan mengembangkan kiat-kiat untuk
diri sendiri, menerima keadaan dirinya, dan menghadapi tekanan atau intimidasi oleh
kemampuan dalam mengolah pikiran kelompok dan atau individu lain (Irwanto,
maupun pemecahan masalah. 1998).
Berbeda dengan konsep diri riil, pada Sedangkan pada remaja perempuan
konsep diri ideal hanya ditemukan dua yang tinggal bersama orang tua, pendidikan
aspek yang berbeda tingkatnya, yaitu pada moral dan etika telah diberikan. Mereka
aspek emosi dan aspek moral. Kelompok wajib mengikuti norma maupun etika yang
perempuan marginal yang memiliki konsep berlaku di lingkungan masyarakat tempat
diri ideal, khususnya aspek moral, yang tinggalnya, karena jika mereka tidak
terendah adalah kelompok remaja mengindahkannya maka sanksi moral dari
perempuan yang tinggal di jalan, masyarakat akan diberlakukan.

ISSN : 0215 - 8884


KONSEP DIRI PEREMPUAN MARGINAL 59

DAFTAR PUSTAKA Hall, C.S. & Lindzey, G. 1993. Teori-teori


Holistik (Organismik-Fenomenologis).
Andayani, B. 2000. Profil Keluarga Anak-
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
anak Bermasalah Laporan Penelitian
(tidak diterbitkan). Yogyakarta: Hurlock, E.B. 1973. Adolesenct
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Development. Tokyo: McGraw Hill
Mada. Kogashuka Ltd.
Bainar. 1998. Wacana Perempuan dalam Ihromi, T. O. 1999. Bunga Rampai
Keindonesiaan dan Kemodernan. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Yayasan
Yogyakarta: PT Pustaka CIDESINDO. Obor Indonesia
BPS. 1997. Profil Kesejahteraan Rakyat Irwanto. 1998. Aspek Psikososial dalam
Propinsi D.I. Yogyakarta tahun 1997. Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui
Yogyakarta: Kerja sama antara Kantor Pendidikan Alternatif. Yogyakarta:
Statistik dan Bappeda DIY. Pusat Kajian Pembangunan
Masyarakat, Unika Atmajaya Jakarta.
Burns, R.B. (alih bahasa, Eddy ; editor,
Surya Setyanegara). 1993. Konsep Diri. Mnks, F.J. 1996. High Ability: Self
Teori, Pengukuran, Perkembangan dan Concept and Underachievement.
Perilaku. Jakarta: Penerbit Arcan. Makalah disampaikan pada seminar
Optimizing the development of Gifted
Conger, J.J. 1977. Adolescence and
Children. Yogyakarta: Fakultas
Youth Psychological Development in
Psikologi UGM.
A Changing World. 3rd.ed. New
York:MnGraw-Hill. Pusat Studi Wanita UGM. 1995. Laporan
Akhir Analisa Situasi Anak dan Wanita
Darwin, M. 1998. Kekerasan terhadap
di Propinsi DIY (1994-1995).
perempuan. Solo: Yayasan Indonesia
Yogyakarta: Pusat Studi Wanita UGM.
Sejahtera.
Rogers, C.R. 1951. Client Centered
Elfida, D. 1995. Hubungan antara
Therapy. Boston: Houghton Mifflin
Kemampuan Mengontrol Diri dengan
Company.
Kecenderungan Berperilaku
Delinkuen pada Remaja. Skripsi Schultz, D. 1993. Psikologi
(tidak diterbitkan). Yogyakarta: Pertumbuhan. Yogyakarta: Penerbit
Fakultas Psikologi Universitas Kanisius.
Gadjah Mada. Soetrisno, L. 1997. Kemiskinan,
Fitts, W.H., et.al. 1971. The Self Concept Perempuan, dan Pemberdayaan.
and Self Actualization. Tennesee: Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Social and Rehabilitation Service. Supartinah, E. 1999. Kehidupan Anak
Fhrmann, B.S. 1990. Adolescende, Jalanan di Perkotaan. Skripsi. (Tidak
Adolescent. 2nd.ed Illinois: Scott, Diterbitkan). Yogyakarta: Jurusan
Foresman/Little, Brown Higher Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan
Educations & Sons. Politik UGM.

ISSN : 0215 - 8884

Anda mungkin juga menyukai