Anda di halaman 1dari 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anemia

2.1.1 Definisi

Anemia adalah suatu keadaan di dalam sirkulasi darah atau massa

hemoglobin dimana berkurangnya sel darah merah (eritrosit) sehingga

menyebabkan ketidakmampuan untuk memenuhi fungsinya untuk membawa

oksigen ke seluruh jaringan (Tarwoto & Wartonah, 2008).

Anemia adalah berkurangnya jumlah sel darah merah di bawah nilai normal,

kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cells (hematokrit) per 100 ml

darah (Price & Wilson, 2013).

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin lebih rendah dari

batas normal untuk kelompok orang yang bersangkutan (WHO, 1992, dalam

Tarwoto & Wartonah, 2008).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anemia adalah suatu

keadaan dimana terjadinya penurunan jumlah sel darah merah, hemoglobin dan

hematokrit di bawah nilai batas normal, sehingga dapat menyebabkan gangguan

pada fungsinya untuk membawa oksigen ke seluruh jaringan.

Penentuan anemia pada seseorang tergantung pada usia, jenis kelamin, dan

tempat tinggal.

3
4

Kriteria anemia menurut WHO (1968) adalah :

Laki-laki dewasa : Hemoglobin < 13 g/dl

Wanita dewasa tidak hamil : Hemoglobin < 12 g/dl

Wanita Hamil : Hemoglobin < 11 g/dl

Anak umur 6-14 tahun : Hemoglobin < 12 g/dl

Anak umur 6 bulan-6 tahun : Hemoglobin < 11 g/dl

Secara klinis kriteria anemia di Indonesia umumnya adalah:

1. Hemoglobin < 10 g/dl

2. Hematokrit < 30 %

3. Eritrosit < 2,8 juta/mm3

(I Made Bakta, 2003)

Derajat Anemia berdasarkan kadar Hemoglobin menurut WHO:

Ringan sekali : Hb 10 g/dl Batas Normal

Ringan : Hb 8 g/dl 9,9 g/dl

Sedang : Hb 6 g/dl 7,9 g/dl

Berat : Hb < 6 g/dl

Departemen Kesehatan menetapkan derajat anemia sebagai berikut:

Ringan sekali : Hb 11 g/dl Batas Normal

Ringan : Hb 8 g/dl 11 g/dl

Sedang : Hb 5 g/dl < 8 g/dl

Berat : Hb < 5 g/dl


5

2.2 Patofisiologi

Timbulnya anemia akibat adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan

sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang (misalnya,

berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, terpapar zat

toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat idiopatik. Sel darah merah dapat

hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi).

Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau

dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai efek

samping proses ini bilirubin, yang terbentuk dalam fagosit akan memasuki aliran

darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan

dengan peningkatan bilirubin plasma. Konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau

kurang; kadar di atas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sklera.

Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, seperti

yang terjadi pada berbagai kelainan hemolitik, maka hemoglobin akan muncul

dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi

kapasitas hemoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk

mengikat semuanya (missal, apabila jumlahnya lebih darinsekitar 100 mg/dl),

hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urine

(hemoglobinuria). Jadi ada atau tidaknya hemoglobinemia atau hemoglobinuria

dapat memberikan informasi mengenai lokasi penghancuran sel darah merah

abnormal pada klien dengan hemolisis dan dapat merupakan petunjuk untuk

mengetahui sifat proses hemolitik tersebut.


6

Etiologi
Eritropoesis
Kehilangan darah
Destruksi

Sel darah merah, hemoglobin


(kondisi anemik)

kemampuan membawa oksigen (hipoksemia)

Hipoksia Jaringan

Kelemahan, Pucat pada kulit Respirasi (RR, Sistem saraf


kelelahan mukosa mulut napas dalam, pusat (pusing,
dispneu) pingsan letargi

Mekanisme Kompensasi

Ginjal
Kebutuhan Kardiovaskuler Respon Reninalosteron
oksigen untuk Heart Rate, dilatasi kapiler Retensi garam dan air
kerja jantung stroke volume cairan ekstra seluler

eritropoetin Sirkulasi Hiperdinamik Cairan ekstra


seluler

Stimulasi
Murmur Gagal jantung
sumsum
tulang Jantung

Anda mungkin juga menyukai