Anda di halaman 1dari 19

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kata Hortikultura berasal dari Bahasa Latin hortus yang artinya kebun dan

colere yang artinya membudidayakan. Jadi hortikultura adalah membudidayakan

tanaman di kebun. Konsep ini berbeda dengan Agronomi, yang merupakan

membudidayakan tanaman di lapangan. Budidaya di kebun bersifat lebih intensif,

padat modal dan tenaga kerja. Namun, hortikultura akan akan menghasilkan

pengembalian, apakah berupa keuntungan ekonomi atau kesenangan pribadi, yang

sesuai dengan usaha yang intensif tersebut. Praktek hortikultura merupakan tradisi

yang telah berkembang sejak sangat lama. Hortikultura merupakan perpaduan

antara ilmu, teknologi, seni, dan ekonomi.

Praktek hortikultura modern berkembang berdasarkan pengembangan ilmu

yang menghasilkan teknologi untuk memproduksi dan menangani komoditas

hortikultura yang ditujukan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi maupun

kesenangan pribadi. Dalam prakteknya, semua itu tidak terlepas dari seni. Akan

tetapi tidak jarang dalam tiap kegiatan pembudidayaannya, seringkali berhadapan

dengan berbagai macam kendala diantaranya adalah serangan hama. Hama

merupakan semua binatang yang aktifitasnya menimbulkan kerusakan pada

tanaman sehingga mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman

menjadi terganggu dan berdampak pada kerugian secara ekonomis. Salah satu jenis

15
hama yang menyerang tanaman adalah hama jenis serangga (Insekta). Serangga

terbagi dalam beberapa ordo sesuai dengan ciri khas masing-masing.

B. Tujuan

Praktikum Pengelolaan Hama dan Penyakit Terpadu acara Pengenalan dan

Pengamatan Serangan Hama pada Tanaman Hortikultura bertujuan untuk :

1. Mengenal jenis hama utama pada tanaman hortikultura.

2. Mengenal gejala serangan hama utama pada tanaman hortikultura.

3. Membuat analisis agroekosistem berdasarkan hasil pengamatan.

16
II. TINJAUAN PUSTAKA

Salah satu jenis buah asal luar negeri yang telah lama berkembang dan

ditanam di wilayah Nusantara adalah Pepaya. Tanaman pepaya (Carica papaya L.)

merupakan salah satu buah tropis asal Amerika Tengah dan Hindia Barat, bahkan

kawasan sekitar Meksiko dan Costa Rica. Tanaman ini diketahui tumbuh di daerah-

daerah basah, kering, daerah dataran rendah, serta pegunungan (sampai ketinggian

1.000 m dpl). Di daerah dataran tinggi, sebenarnya pepaya dapat tumbuh, tetapi

buah yang dihasilkan kurang optimal. Tanaman pepaya termasuk tanaman yang

mudah tumbuh dimana saja, oleh karena tanaman pepaya dibudidayakan dan

dikembangkan secara luas di daerah tropis maupun sub tropis (Sujuprihati, 2009).

Pepaya merupakan buah yang dikenal dan cukup digemari masyarakat.

Buah pepaya mengandung zat pembangun dan pengatur proses dalam tubuh, berupa

air, mineral, dan vitamin. Selain itu, buah pepaya mempunyai banyak manfaat,

seperti terapi untuk memperlancar pencernaan, menghaluskan kulit, mengobati

lambung (sakit maag), sariawan, sembelit, mengurangi panas tubuh, dan membantu

membuang lemak dalam tubuh. Nilai gizi buah ini cukup tinggi karena

mengandung banyak vitamin A, C, dan mineral. Selain itu, dengan mengkonsumsi

buah ini akan memudahkan buang air besar. Batang, daun, dan buah pepaya muda

mengandung getah berwarna putih.Getah ini mengandung enzim pemecah protein

atau enzim proteilitik yang disebut Papain. Apabila makan daun Pepaya muda

(tanpa dimasak), dapat menambah nafsu makan, hal ini diduga disebabkan oleh

adanya enzim Papain (Anonim, 2003).

17
Salah satu kendala dalam budidaya tanaman Pepaya yaitu adanya serangan

hama dan penyakit. Kerusakan akibat serangan hama dan penyakit, bukan hanya

mengakibatkan kemerosotan produksi secara kualitas, juga secara kuantitas. Akibat

yang lebih serius adalah dapat mengakibatkan kematian tanaman. Berdasarkan hal

itu maka pencegahan dan pengendalian organisme pengganggu tanaman

merupakan tindakan operasional usahatani yang perlu direncanakan dan

dilaksanakan secara serius. Akhir-akhir ini terdapat hama baru yang menyerang

tanaman Pepaya, yaitu kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus (Muniappan, et

al., 2008; Sembel dan Moniaga, 2009; Sembel, dkk., 2012). Selain itu, dijumpai

pula organisme yang berasosiasi pada tanaman Pepaya antara lain: Aonidiella

orientalis (Homoptera: Diaspididae), Bactrocera papayae Hendel (Diptera:

Tephritidae), Myzus persicae Sulzer (Hemiptera: Aphididae), tungau merah, lalat,

coccinellidae dan sejumlah organisme yang bersifat sebagai parasitoid dan predator

(Anonim, 2006).

18
III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Bahan dan alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain, pertanaman

padi, gunting, kantong plastik, kamera, kertas plano, dan alat tulis.

B. Prosedur Kerja

Di Laboratorium

1. Praktikan dikelompokkan sesuai dengan rombongannya (tiap kelompok 45

mahasiswa).

2. Hasil pengamatan dipaparkan dengan presentasi perkelompok.

Di Lapangan

1. Praktikan dikelompokkan sesuai dengan rombongannya (tiap kelompok 45

mahasiswa).

2. Alat dan bahan disiapkan

3. Gejala serangan hama dilapangan diamati oleh masing masing kelompok

sesuai dengan pembagian kelompok kerjanya.

4. Gejala serangan dicatat dan diidentifikasi nama hama penyebabnya.

5. Intensitas serangan hama tersebut diprediksi.

19
6. Bagian tanaman yang diamati kemudian dibawa untuk ditunjukkan kepada

mahasiswa lain bagaimana gejala yang ditimbulkannya.

7. Hasil analisis agroekosistem ditulis pada kertas plano, meliputi gambar keadaan

umum agroekosistem, data hasil pengamatan, serangga netral, pembahasan,

simpulan, dan rencana tindak lanjut.

20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Hari, tanggal : Sabtu, 01 Oktober 2016


Lokasi : Desa Kebanggan kec. Sumampir
Luas : 420 m
Waktu pengamatan : 11.30 WIB

B. Pembahasan

Faktor yang dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan dan produksi

secara umum diantaranya adalah patogen tumbuhan, cuaca yang tidak

menguntungkan, gulma dan serangan hama (Agrios, 1988). Menurut Pracaya

(2008), banyak petani tidak begitu paham perbedaan antara pengertian hama dan

penyakit yang mengakibatkan kekeliruan dalam upaya pengendaliannya sehingga

hama dan penyakit tidak dapat terkendalikan secara efektif.

21
Hama merupakan golongan binatang dalam dunia pertanian yang siklus /

aktivitas hidupnya mengganggu dan merusak tanaman sehingga menimbulkan

kerugian secara ekonomis. Hama dapat menjadi pesaing, perusak, penyebar

penyakit, bahkan pengganggu semua sumber daya yang dibutuhkan oleh manusia

(Hendromuntarjo, 2008).

Hama dikategorikan berdasarkan sumber daya yang mempengaruhinya.

Tiga kategori umum hama adalah hama estetika, hama kesehatan, serta hama

pertanian dan kehutanan. Hama estetika merupakan hama yang mengganggu

suasana keindahan, kenyamanan, dan kenikmatan manusia. Hama kesehatan adalah

hama yang menimbulkan dampak pada kesehatan dan kesejahteraan manusia

seperti luka, ketidaknyamanan, stress, sakit, pingsan, dan bahkan kematian.

Sedangkan hama pertanian dan kehutanan adalah hama yang menimbulkan

kerugian secara ekonomis pada tanaman pertanian atau perkebunan yang

menurunkan hasil produksi. Sekitar 50% dari seluruh jenis serangga penghuni bumi

merupakan serangga herbivora yang dapat merusak tanaman pertanian dan

kehutanan secara langsung atau pun tidak langsung (Aidaghaissani, 2010).

Praktikum Pengelolaan Hama dan Penyakit Terpadu acara Pengenalan dan

Pengamatan Serangan Hama pada Tanaman Hortikultura dilakukan dengan

melaksanakan pengamatan terhadap hama pertanaman pepaya di daerah desa

Kebanggan pada tanggal 01 Oktober 2016.

Hama yang ditemukan di areal pertanaman pepaya diantaranya adalah hama

belalang , ulat jengkal, kutu kebul , tungau merah dan lalat buah Dapat dijelaskan

yaitu :

22
1. Belalang

Belalang adalah serangga herbivora dari subordo Caelifera dalam ordo

Orthoptera. Serangga ini memiliki antena yang hampir selalu lebih pendek dari

tubuhnya dan juga memiliki ovipositor pendek. Suara yang ditimbulkan beberapa

spesies belalang biasanya dihasilkan dengan menggosokkan femur belakangnya

terhadap sayap depan atau abdomen (disebut stridulasi), atau karena kepakan

sayapnya sewaktu terbang. Femur belakangnya umumnya panjang dan kuat yang

cocok untuk melompat. Serangga ini umumnya bersayap, walaupun sayapnya

kadang tidak dapat dipergunakan untuk terbang. (Fortunecity, 2009).

Belalang betina umumnya berukuran lebih besar dari belalang jantan,

Belalang kayu ( Valanga nigricornis ) memiliki klasifikasi sebagai berikut,

kingdom animalia ,fhylum arthropoda, klass insecta ,ordo orthoptera, family

acridoidea, genus valanga, spesies Valanga nigricornis (Fortunecity, 2009).

Gejala serangan yang ditimbulkan oleh belalang (Valanga nigricornis),

menyebabkan tanaman yang terserang berlubang pada bagian daun dan mengalami

perubahan warna kemerah-merahan dan kecoklatan, Pengendalian yang dilakukan

yaitu memilih tanaman yang baik dan mengatur jarak tanam agar tidak terlalu rapat

(Fortunecity, 2009).

2. Tungau

Menurut Pracaya (2008), tungau banyak menyerang bagian batang, daun dan

buah yang dapat mengakibatkan perubahan warna dan bentuk. Gejala daun yang

terserang tungau yaitu daun berbayang putih perak pada permukaan bawah

sedangkan pada permukaan atas menjadi kuning, selanjutnya timbul bercak- bercak

23
cokelat yang akhirnya menjadi hitam. Terdapat tiga jenis tungau yang dapat

menjadi hama penting pada tanaman pepaya di Indonesia, antara lain

Polyphagotarsonemous latus, Tetranychus telarius L, dan Brevipalpus phoenicis

Geysk (Kalie, 2010). Ukuran tubuh tungau sangat kecil, tidak lebih dari 0,5 mm.

Oleh sebab itu, sulit untuk melihatnya dengan mata telanjang, sehingga

pengendalian keberadaan tungau tidak terlalu intensif. Perkembangbiakan tungau

dapat terjadi secara seksual, baik oviparous atau viviparous dengan daur hidup yang

kurang lebih 7 - 14 hari (Pracaya, 2008).

3. Lalat Buah Dacus dorsalis (Hend.) dan Dacus cucurbitae Coq.

Dacus dorsalis (Hend.) lebih dikenal sebagai Oriental Fruit Fly (famili

Tephritidae) memiliki tanaman inang utama antara lain jambu biji, mangga, jeruk,

pisang, alpukat dan pepaya (Hill, 1987). Sedangkan, Dacus cucurbitae Coq.

memiliki tanaman inang labu-labuan seperti ketimun, waluh, semangka dan melon.

Kedua jenis lalat ini menyerang buah pepaya yang sudah matang (Kalie,2010).

Lalat betina meletakkan telur sekitar 5 mm ke dalam permukaan buah,

larva/belatung memakan daging buah yang juga berasosiasi dengan cendawan dan

bakteri sehingga terjadi busuk.

4. Kutu kebul / kutu putih

Kutu putih pepaya P.marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera:

Pseudococci- dae) merupakan hama baru yang menjadi masalah penting pada

pertanaman pepaya di Indonesia. Serangga ini diketahui keberadaan- nya pertama

kali pada bulan Mei 2008 pada tanaman pepaya di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat

(Rauf, 2008). P. marginatus termasuk jenis kutu-kutuan yang seluruh tubuhnya

24
diselimuti oleh lapisan lilin berwarna putih. Tubuh berbentuk oval dengan embelan

seperti rambut-rambut berwarna putih dengan ukuran yang pendek.

Hama ini terdiri dari jantan dan betina, dan memiliki beberapa fase

perkembangan yaitu: fase telur, pradewasa (nimfa), dan imago. Telur P. marginatus

berbentuk bulat berwarna kuning kehijauan dan ditutupi oleh massa seperti kapas

dan akan menetas dalam waktu 10 hari setelah diletakkan (Walker et al., 2003).

Hama kutu putih biasanya bergerombol sampai puluhan ribu ekor. Mereka merusak

dengan cara mengisap cairan. Semua bagian tanaman bisa diserangnya dari buah

sampai pucuk. Serangan pada pucuk menyebabkan daun kerdil dan keriput seperti

terbakar. Hama ini juga menghasilkan embun madu yang kemudian ditumbuhi

cendawan jelaga sehingga tanaman yang diserang akan berwarna hitam. Kutu putih

dewasa jantan bisa berukuran 3 mm dan bersayap. Induk betinanya mampu bertelur

hingga 500 butir, yang diletakkan dalam satu kantung telur terbuat dari lilin.

Dengan siklus hidup sepanjang sebulan. P. marginatus bisa berbiak 11-12 generasi

dalam setahun (Rauf, 2008).

5. Ulat grayak

Klasifikasi hama ulat grayak menurut Kalsoven (1981) adalah sebagai

berikut :

Kingdom : Animalia

Divisio : Arthropoda

Class : Insecta

Ordo : Lepidoptera

Family : Noctuidae

25
Genus : Spodoptera

Spesies : Spodoptera litura F.

Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadang

tersusun 2 lapis), warna coklat kekuning-kuningan, berkelompok (masing-masing

berisi 25 500 butir) tertutup bulu seperti beludru (Tenrirawe dan Talanca, 2008).

Stadia telur berlangsung selama 3 hari (Rahayu, dkk, 2009).

Setelah 3 hari, telur menetas menjadi larva. Ulat yang keluar dari telur

berkelompok dipermukaan daun. Setelah beberapa hari, ulat mulai hidup berpencar.

Panjang tubuh ulat yang telah tumbuh penuh 50 mm (Balitbang, 2006).

Masa stadia larva berlangsung selama 15 30 hari (Rahayu, dkk, 2009).

Setelah cukup dewasa, yaitu lebih kurang berumur 2 minggu, ulat mulai

berkepompong. Masa pupa berlangsung didalam tanah dan dibungkus dengan tanah

(Kalsoven, 1981). Setelah 9-10 hari kepompong akan berubah menjadingengat

dewasa (Balitbang, 2006).

Serangga dewasa berupa ngengat abu-abu, meletakkan telur secara

berkelompok. Ukuran tubuh ngengat betina 14 mm sedangkan ngengat jantan 17

mm (Balitbang, 2006). Imago S. litura memiliki umur yang singkat

(Kalsoven, 1981).

Ulat grayak aktif makan pada malam hari, meninggalkan epidermis atas dan

tulang daun sehingga daun yang terserang dari jauh terlihat berwarna

putih(Balitbang, 2006). Larva yang masih kecil merusak daun dan menyerang

secara serentak berkelompok. dengan meninggalkan sisa-sisa bagian atas epidermis

daun, transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja. Biasanya larva berada di

26
permukaan bawah daun, umumnya terjadi pada musim kemarau (Tenrirawe dan

Talanca, 2008).

Selain pada daun, ulat dewasa makan polong muda dan tulang daun muda,

sedangkan pada daun yang tua, tulang-tulangnya akan tersisa. Selain menyerang

kedelai, ulat grayak juga menyerang jagung, kentang, tembakau, kacang hijau,

bayam dan kubis (Balitbang, 2006).

Intensitas serangan hama yang kami temukan adalah tinggi karena dari hasil

perhitungan didapat 65% dari 10 sampel tanaman. Pengendalian atau pencegahan

yang dapat dilakukan adalah sanitasi kebun secara rutin sebagai upaya preventif

dan kontrol terhadap hama. Untuk penanggulangan dapat dilakukan secara

komprehensif dari pendekatan bilogis, fisik, maupun kimiawi. Salah satunya

dengan menggunakan musuh alaminya, namun musuh alami kutu ini belum

ditemukan di Indonesia (Sobir,2009). Penggunaan insektisida kimia mampu

membunuh hama dan penyakit tanaman, namun apabila cara pemakaiannya tidak

tepat dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan (Tarumingkeng, 1992).

Upaya pengendalian alternatif adalah penggunaan insektisida nabati yang

ramah lingkungan berasal dari tumbuhan. Insektisida nabati mudah terdegradasi di

alam, sehingga aman bagi manusia dan lingkungan (Tukimin dan Rizal, 2002).

Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai insektisida nabati adalah daun

gamal (Gliricidia maculata) karena menurut Tukimin dan Rizal (2002) ekstrak air

tanaman ini yang dicampurkan dengan detergen dan minyak tanah dapat menekan

hama kutu daun kapas setelah 24 jam penyemprotan dan mampu membunuh hama

kutu daun sebesar 70% setelah 48 jam pada skala laboratorium.

27
Alternatif pengendalian yang lebih aman baik bagi produk maupun

lingkungan sekitarnya perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan hama ini.

Karena produk buah pepaya dikonsumsi segar, maka produk dituntut bebas dari

residu racun. Pengendalian hayati adalah salah satu alternatif pengendalian hama

pepaya ini. Pengendalian hayati dengan memanfaatkan cendawan entomopatogen

berpotensi untuk dikembangkan. Jenis cendawan entomopatogen yang telah

ditemukan di ekosistem rawa lebak Sumatera Selatan adalah Beauveria bassiana

(Herlinda et al. 2006a; Herlinda 2010), dan Metarhizium anisopliae (Herlinda et al.

2008a, b; Herlinda et al. 2010). Cendawan ini terbukti cukup efektif membunuh

serangga hama dari ordo Hemiptera (Herlinda et al. 2006a) dan Lepidoptera

(Nunilahwati et al. 2012). Metarhizium juga efektif mematikan telur dan larva

Spodoptera litura (Trizelia et al. 2011). Selain itu, cendawan lainnya yang

dimanfaatkan untuk pengendalian serangga hama adalah Nomuraea rileyi (Trizelia

2008). Dalam pemanfaatan cendawan ini perlu perlu upaya untuk mempertahankan

keefektifan dan persistensinya melalui pengembangan formulasi- nya. Keefektifan

dan persistensi formulasi di- pengaruhi media perbanyakan, carrier (bahan

pembawa), dan konidia cendawannya (Feng et al. 1994).

28
I. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Hama utama pada pepaya adalah hama kutu putih, belalang , lalat buah, ulat

grayak dan tungau merah.

2. Serangan hama utama pada tanaman padi menyebabkan tanaman mengalami

kerusakan pada bagian daun dan buah.

3. Cara pengendalian pada serangan hama tersebut dilakukan dengan sanitasi dan

mekanis dan juga secara hayati

B. Saran

Sebaiknya pengendalian yang dilakukan terhadap tanaman pangan adalah

dengan menggunakan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) seperti

penggunaan musuh alami (biologis), pemangkasan (mekanik), dan caracara

lain yang bersifat ramah lingkungan sehingga tidak merusak ekosistem dan

dapat mempertahankan keseimbangan ekosistem.

29
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2003. Nilai Gizi, Manfaat dan Teknologi Pengolahan Pepaya.


http://www.deptan.go.id.
Anonim , 2006. Pengenalan dan Pengendalian Hama dan Penyakit Penting
Tanaman Pepaya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Balai
Penelitian Tanaman Buah Tropika. 11 hal.
Feng MG, Poprowski TJ, Khachatourians GG. 1994. Production, formulation,
and application of the entomopathogenic fungus Beauveria bassiana for insect
control: current status. Biocontrol Science and Technology 4:30-34.
Kalie MB. 2010. Bertanam Pepaya. Edisi revisi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Herlinda S. 2010. Spore density and viability of entomopathogenic fungal isolates
from Indonesia, and its virulence against Aphis gossypii Glover Homoptera:
Aphididae). Tropical Life Sciences Research 21:1321. Herlinda S, Irsan C,
Mayasari R, Septariani S. 2010. Identification and selection of
entomopathogenic fungi as biocontrol agents for Aphis gossypii from South
Sumatra. Microbiology Indonesia 4:137- 142.
Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Edisi revisi. Jakarta: Penebar
Swadaya.
R. Muniappan, Shepard B. M, Waston. G.W, Carner. G.R, Sartiami. D, Rauf. A,
and Hamming. M. D, 2008. First Report of the papaya Mealybug, Paracoccus
marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae), in Indonesia and india marginatus.
Rauf, A. 2008. Hama Kutu Putih Paracoccus marginatus. Pusat Penelitian Ilmu
Hama Tanaman. Institut Pertanian Bogor.
Sujuprihati, S. 2009. Budidaya Pepaya Unggul, Penebar Swadaya Jakarta.
Trizelia. 2008. Patogenitas cendawan cntomopatogen Nomuraea rileyi (Farl.)
Sams. terhadap hama Spodoptera exigua Hbner (Lepidoptera: Noctu- idae).
Jurnal Entomologi Indonesia 5:108-115.
Walker A, Hoy M, and Meyerdirk D. 2003. Papaya mealybug (Paracoccus
marginatus Williams and Granada de Willink (Insecta: Hemiptera:

30
Pseudococcidae). Featured creatures. Institut of Food and Agricultural
Sciences, University of Florida, [7 Maret 2009]

31
LAMPIRAN

Perhitungan sintensitas seragan


0 = tidak ada
1 = 1-25% terserang.
2=26-50% terserang.
3=51-75% terserang.
4=76-100% terserang.

Kategori dari 10 sampel tanaman


1. 40% = 2
2. 70% = 3
3. 30% = 2
4. 20% = 1
5. 55% = 3
6. 50% = 2
7. 60% = 3
8. 80%= 3
9. 80,90%= 4
10. 75%= 3

1=1
2=3
3=5
4=1

I= n x v/ (n x 2) x 100%
= (1x1)+(2x3)+(3x5)+(4 x 1) / 10 x 4 x 100% = 65%

32
Lampiran foto

33

Anda mungkin juga menyukai