Anda di halaman 1dari 14

Home

Home

Saturday, August 31, 2013

Asuhan Keperawatan Anak Dengue Hemoragic Fever


BAB II
TINJAUAN TEORITIS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
DENGAN DEMAM BERDARAH DENGUE
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Menurut Suriadi (2006:57) Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit
yang disebabkan oleh Virus Dengue (arbovirus) yang masuk kedalam tubuh
melalui gigitan nyamuk aedes aegypti.

2. Etiologi
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1, DEN 2,
DEN 3 dan DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne
viruses (arboviruses). Virus dengue berbentuk batang, bersifat termoragil,
sensitif terhadap in aktivitas oleh diatiter dan natrium diaksikolat, stabil pada
suhu 70o C.Keempat type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia.Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue
dengan tipe satu dan tiga.
Virus ditularkan melalui perantaraan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini
berasal dari Mesir dan kemudian menyebar ke seluruh dunia.
Nyamuk hidup dengan subur di daerah yang beriklim tropis dan sub tropis.
Nyamuk Aedes aegypty hidup dan berkembang biak pada penampungan air
bersih yang tidak berhubungan langsung dengan tanah seperti bak mandi,
kaleng dan ban bekas.

3. Patofisiologi
Virus hanya dapat hidup pada sel hidup sehingga harus bersaing dengan
selmanusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut tergantung
pada daya tahan tubuh manusia. Sebagai reaksi dari infeksi terjadi :
a. Aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilatoksin yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan
plasma dari ruang intravaskuler ke ekstravaskuler.
b. Agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan

menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibat mobilisasi sel


trombosit muda dari sum-sum tulang
c. Kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang/mengaktivasi
faktor pembekuan.
Ketiga faktor diatas akan menyebabkan :
a. Peningkatan permeabilitas kapiler

b. Kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopenia,


dan koagulopati.

Bagan 2.1
Patofisiologi Demam Berdarah dengue (silahkan hubungi admin)

1. Klasifikasi Demam Berdarah Dengue


Derajat penyakit DBD berbeda-beda menurut tingkat keparahannya.
klasifikai DBD dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.1
Klasifikasi DBD Menurut WHO
Derajat I Demam disertai gejala klinis lain
tanpa perdarahan spontan, uji
torniket positif, trombositopenia dan
hemokonsentrasi
Derajat II Derajat I disertai perdarahan
spontan dibawah kulit dan atau
perdarahan lain
Derajat III Kegagalan sirkulasi: nadi cepat dan
lemah, hipotensi, kulit dingin
lembab, gelisah.
Derajat IV Renjatan berat, denyut nadi dan
tekanan darah tidak dapat diukur.

Sumber : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2000:76)

4. Manifestasi klinis
a. Demam tinggi selama 5 7 hari
b. Perdarahan terutama perdarahan dibawah kulit; ptekie, ekimosis,
hematoma
c. Epistaksis, hematemesis, melena, hematuri
d. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
e. Nyeri otot, tulang sendi, abdomen dan ulu hati
f. Sakit kepala
g. Pembengkakan sekitar mata
h. Pembesaran hati, limpa dan kelenjar getah bening.
i. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah
menurun, gelisah, capillary refill time lebih dari dua detik, nadi cepat
dan lemah).

4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Isolasi virus dengue
Isolasi virus dilakukan dengan penanaman specimen berupa
darah/serum atau plasma pada biakan jaringan nyamuk atau
inokulasi/penyuntikan pada nyamuk.
b. Darah lengkap : hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20 % atau
lebih), trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang).
c. Pemeriksaan Serologi
1) Uji H.I. (hemoaglutination inhibition test).
2) Tes pengikatan komplemen (Complement fixation test)
3) Tes Netralisasi (Neutralization test)
4) Tes Mac.Elisa (IgM capture enzyme-linked immunosorbent assay)
5) Tes IgG Elisa Indirek
d. Tes cepat dalam bentuk KIT
Tes cepat dalam bentuk KIT Untuk mendeteksi antibody IgM/IgG.
e. Pemeriksaan Radiologi dan USG
Pada pemeriksaan radiologi dan USG terdapat beberapa kelainan
yang dapat dideteksi yaitu :
1) Dilatasi pembuluh darah paru
2) Effusi pleura
3) Kardiomegali dan effuse perikard
4) Hepatomegali, dilatasi vena hepatica dan kelainan parenkim hati
5) Cairan dalam rongga peritoneum
6) Penebalan dinding vesica velea
5. Manajemen Medik Secara Umum
a. Minum banyak 1,5 2 liter/24 jam dengan air teh, gula atau susu.
b. Antipiretik jika terdapat demam
c. Antikonvulsan jika terdapat kejang
d. Pemberian cairan infus,dilakukan jika pasien mengalami kesulitan
minum atau nilai hematokrit cenderung meningkat. Pemberian cairan
biasanya ringer lactate atau nacl, ringer lactate merupakan cairan intra
vena yang paling sering digunakan, mengandung Na + 130 mEq/liter ,
K+ 4 mEq/liter, korektor basa 28 mEq/liter , Cl 109 mEq/liter dan Ca = 3
mEq/liter.
A. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Demam Berdarah Dengue.
1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien anak dengan DBD dapat dilakukan dengan teknik
wawancara, pengukuran, dan pemeriksaan fisik. Setelah data terkumpul selanjutnya
dilakukan pengelompokan data.
a. Identitas
Meliputi Identitas klien dan penanggung jawab yang terdiri darinama, umur,
jenis kelamin, sgama, status, pendidikan alamat, termasuk tanggal masuk rumah
sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan utama
Merupakan segala sesuatu yang paling dirasakan dan dikeluhkan pasien.
Klien dengan DBD biasanya mengeluh demam tinggi, nyeri pada anggota badan,
dan timbul ruam makulopapular (Mansjoer, 2000:420).
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Penjelasan mulai dari permulaan klien merasakan keluhan sampai
dengan dibawa ke rumah sakit, dilanjutkan sampai dengan saat dilakukan
pengkajian. Meliputi :
P : Paliatif/provokatif Apa yang menyebabkan demam, apa yang
memperberat dan yang memperingan demam.
Q : Quality-Quantity Bagaimana demam dirasakan, sejauh mana
demam dirasakan.
R : Region-radiasi dimana gejala dirasakan, apakah menyebar
S : Scale Severity seberapa tingkat keparahan dirasakan,.
T : Timed Kapan demam mulai timbul, seberapa sering, tiba-tiba
atau bertahap, seberapa lama demamdirasakan
Upaya yang dilakukan, terapi dan perawatan yang telah dilakukan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu
Dikaji apakah klien pernah menderita penyakit yang sama. Tanggal
dirawat, ada tidaknya alergi.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Dikaji apakah dalam keluarga ada yang mennderita penyakit yang
sama.
4) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
d. Pola kebiasaan sehari-hari
1) Pola nutrisi
Dikaji kebiasaan makan dan minum sehari-hari. Pada pasien DBD
biasanya ditemukan mual, muntah, tidak nafsu makan (Suriadi, 2001: 59).
Asupan minum harus dikaji karena pada pasien DBD terjadi kekurangan
volume cairan karena peningkatan permeabilitas kapiler.
2) Pola eliminasi
Pada pasien DBD dapat terjadi diare atau konstipasi. Dapat juga terjadi
melena dan hematuri (Suriadi, 2001:59).
3) Pola istirahat tidur
Gangguan istirahat tidur dapat disebabkan karena adanya nyeri pada
otot dan sakit kepala.
e. Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum
Dikaji keadaan umum klien. Pada pasien dengan renjatan biasanya
terdapat penurunan kesadaran, biasanya pasien gelisah. Nadi yang lemah
dan cepat, penurunan tekanan darah dan penurunan suhu menandakan
terjadinya syok. Dikaji pula berat badan dan tinggi badan untuk menentukan
status gizi.
2) Mata
Terdapat pembengkakan di sekitar mata (Suriadi,2001:59). Konjungtiva
anemis pada pasien dengan perdarahan.

3) Hidung
Kemungkinan terdapat epistaksis (Suriadi, 2001:59)
4) Mulut dan tenggorokan
Dikaji adanya tanda perdarahan pada gusi, tanda sianosis bibir jika
terjadi renjatan. Kemungkinan adanya muntah dan hematemesis (Suriadi,
2001:59)
5) Abdomen
Ditemukan adanya nyeri pada abdomen dan ulu hati, adanya
pembesaran hati dan limpa, serta adanya penumpukan cairan di rongga
peritoneum (Mansjoer, 2000 : 421)
6) Ekstremitas
Capilary refill time lebih dari dua detik dan kulit lembab dan dingin
menandakan adanya syok. Ptekie biasanya muncul pada lengan jika
terdapat trombositopeni (Mansjoer, 2000:59)
f. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan perkembangan
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai
organ fisik berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar,
ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 4 Kg / tahun
dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan ciri sex sekundernya.
Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk dan
fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi.
a. Aspek motorik
Dimulai pada aspek motorik, anak usia pra sekolah telah dapat berjalan naik tangga
dengan kaki secara berganti-ganti tetapi turun dengan 2 kaki pada satu anak tangga,
seringkali meompat pada anak tangga terakhir. Selain itu, anak usia ini mampu
mengendarai sepeda roda tiga dan dapat berjalan sambil berjingkat. Anak ini dapat
membangun sebuah menara kecil dengan menggunakan 9-10 kubus. Ia dapat berjalan,
membuka pakaian sendiri dan mulai dapat mengaitkan kancing. Manipulasi dengan pensil
berlanjut terus dan ia mampu untuk menjiplak suatu lingkaran.
Ketika menginjak usia 3-4 tahun, anak mulai mampu naik dan turun menggunakan satu
kaki per anak tangga. Ia mampu melompat dengan satu kaki untuk waktu yang pendek.
Kemudian anak ini juga dapat memperlihatkan ketangkasan yang besar pada tangan dan
jari-jari.
Dalam hal menggambar, anak usia pra sekolah dapat mengggambar orang dalam
beberapa bagian. Dari kesemua kemampuan tersebut di atas, pada usia 6 tahun, anak mulai
dapat menggunakan gunting dan pensil dengan baik, serta menjahit dengan kasar.

b. Aspek Bahasa
Dengan aspek bahasa, anak umur 3 tahun mampu untuk berbicara dengan normal
bahkan bisa dikatakan terlalu banyak bicara, tetapi kadang-kadang terdapat substitusi
fonetik yang infantil. Kosakata yang telah dikuasai kira-kira 900 kata. Anak dapat
menggunakan bentuk jamak dan kata ganti serta bahasa berlanjut dari fase holoprastik
menjadi fase pembentukan kalimat yang kompleks, secara spesifik kalimat tersebut terdiri
dari 6 kata. Anak dapat pula melakukan percakapan dengan berbagai derajat yang
kompleks dan menanyakan banyakmpertanyaan-pertanyaan. Dalam hal ini anak senang
sekali mendengarkan cerita-cerita dan seringkali mampu mengadakan improvisasi.
Ketika usia beranjak 4 tahun, anak menguasai 1500 kosakata, karena pencapaian
bahasa telah mencapai suatu tingkat yang tinggi. Anak dapat menghubungkan cerita dari
peristiwa-peristiwa dan pengalaman-pengalaman yang baru terjadi. Anak juga mampu
untuk bermain dengan kata-kata, mengetahui artinya dan secara kontinu mengajukan
pertanyaan-pertanyaan. Lagu-lagu sederhana dapat dikuasai dan memahami analogi
sederhana.
Berbeda ketika anak berusia 5 tahun, pembicaraannya sudah mulai lancar dan
perbendaharaan katanya sangat luas. Anak seringkali menanyakan arti dari suatu kata yang
didengarnya. Anak senang mendengarkan cerita dan menceritakannya kembali.
Anak dengan usia 6 tahun, perkembangan bahasanya ditunjukkan dengan menguraikan
objek-objek lewat gambar.
c. Aspek kognitif
Perkembangan kognitif anak usia pra sekolah mulai tampak dengan digunakannya
simbol-simbol untuk menuangkan apa yang dipikirkannya, bersikap egosentrik dan
berpikiran representatif. Permainan yang digemari oleh anak seusia ini berkaitan dengan
fantasi atau khayalan. Konsep waktu mulai dimengerti oleh anak secara bertahap.
Di usia 4 tahun, konsep waktu yang telah diketahui sebelumnya dihubungkan dengan
kejadian sehari-hari, senang belajar berhitung, meskipun belum paham dengan angka-
angka yang dihitung, sikap egosentrik berangsur menurun dan mampu menyebutkan satu
atau lebih uang logam.
Pada usia 5 tahun, anak mulai bisa memahami kata-kata yang keluar dari mulutnya,
dapat menyebutkan 4 warna dasar, mulai tertarik menghubungkan kenyataan yang ada
dengan lingkungan sekitarnya dan mampu menyebutkan nama hari.
Usia 6 tahun, anak menunjukkan perkembangan kognitifnya melalui kemampuan
membedakan antara kanan dan kiri, mengenali banyak bentuk dan mematuhi 3 perintah
berturut-turut.

d. Aspek sosialisasi
Di usia 3 tahun, perilaku anak usia pra sekalah mengarah pada negativisme, yaitu
perlawanan aktif terhadap permintaan dan perintah-perintah. Sikap ramah dimunculkan
kepada lingkungan, terdapat pemahaman terhadap perubahan, anak juga sudah mampu
membedakan jenis kelamin, peraturan-peraturan yang sifatnnya sederhana mulai dipelajari,
meskipun diinterpretasikan oleh dirinya sendiri, untuk anak laki-laki cenderung lebih dekat
dengan ayahnya. Dalam hal berpakaian, anak usia 3 tahun mampu melakukannya sendiri
dengan bantuan seminimal mungkin.
Saat usia beranjak 4 tahun, anak mampu makan sendiri (tidak disuapi), bisa
menggunakan garpu, walaupun dengan telapak tangan, dapat mengunyah seperti halnya
orang dewasa, ada ketakutan tersendiri terhadap gelap dan binatang. Sikap yang seringkali
diperlihatkan pada anak seusia ini adalah suka mengadu, merasa mandiri dan agresif.
Usia 5 tahun dalam perkembangan sosialisasi ditandai dengan melakukan agresi
kepada anggota keluarga, suasana hati dapat berubah-ubah, anak memasuki kelompok
bermain yang kooperatif, menikmati hiburan yang ada serta mengidentifikasi orang tuanya
dari jenis kelamin yang berbeda.

1) Motorik kasar
Motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara
bertahap meningkatkan irama dan kehalusan.
2) Motorik halus
Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan
3) Kognitif
a) Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi
b) Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan
masalah
c) Dapat memberikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak
awal
d) Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang
4) Bahasa
a) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak
b) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata
keterangan, kata penghubung dan kata depan
c) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal
d) Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan
g. Data psikososial anak
Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan
menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung
pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.
Penyebab anak stress meliputi ;
1) Psikososial
Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan
perubahan peran.
2) Fisiologis
a) Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri
b) Lingkungan asing
c) Kebiasaan sehari-hari berubah
d) Pemberian obat kimia
3) Reaksi anak saat dirawat di rumah sakit
a) Merasa khawatir akan perpisahan
b) Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap
rasa nyeri
c) Selalu ingin tahu alasan tindakan
d) Berusaha independen dan produktif
4) Reaksi orang tua
a) Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur,
pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan anak
b) Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan
serta tidak familiernya peraturan Rumah sakit.

h. Pengobatan/terapi
Obat yang diberikan, dosis, cara pemberian, waktu/jam pemberian obat dan
tanggal pemberian obat.. Menurut Mansjoer (2000) pada DBD obat yang
diberikan adalah :
1) Antipiretik jika terdapat demam
2) Antikonvulsan jika terdapat kejang
3) Pemberian cairan infus,
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan,
dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap masalah
aktual dan resiko tinggi (Doengoes, 2002).
Adapun diagnosa yang muncul pada klien dengan DBD menurut
Suriadi(2006: 60) antara lain :
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah, dan demam.
b. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, muntah, tidak ada nafsu makan.
d. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi anak.
e. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus.
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk
mencegah, mengurangi, atau mengoreksi masalah-masalah yang
diidentifikasi pada diagnosa keperawatan (Nursalam, 2001).
Perencanaan keperawatan pada anak dengan demam berdarah
dengue dapat dilihat pada bagan dibawah ini :
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah, dan demam.
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria : Anak menunjukan tanda-tanda terpenuhinya kebutuhan
cairan.
Intervensi Rasional
1. Observasi tanda vital paling 1. Tanda vital menunjukan

sedikit setiap 4 jam kondisi pasien


2. Monitor tanda-tanda 2. Menunjukan terjadinya
meningkatnya kekurangan dehidrasi
cairan: turgor tidak elastic,
ubun-ubun cekung,
produksi urin menurun.
3. Observasi dan catat intake 3. Memberikan informasi
output keseimbangan cairan
4. Memenuhi kebutuhan cairan
4. Berikan hidrasi yang
tubuh
adekuat sesuai dengan
kebutuhan tubuh 5. Menentukan kebutuhan

5. Monitor hasil laboratorium: penggantian dan terapi


elektrolit, BJ urin, serum 6. Menjaga kesimbangan cairan
albumin
6. Pertahankan intake dan 7. Penurunan berat badan
output yang adekuat mengindikasikan dehidrasi
7. Monitor dan catat berat 8. Untuk penggantian cairan
badan tubuh

8. Monitor pemberian cairan 9. Mengurangi


resiok
melalui intravena setiap jam terjadinyadehidrasi
9. Kurangi kehilangan cairan
yang tidak terlihat (IWL)

b. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan.


Tujuan : Perfusi jaringan adekuat
Kriteria : Anak menunjukan tanda-tanda perfusi jaringan
perifer adekuat
Intervensi Rasional
1. Kaji dan catat tanda-tanda Memberi informasi derajat
vital (kualitas dan frekuensi keadekuatan perfusi jaringan
denyut nadi, tekanan darah, dan membantu menentukan
capillary refill ) kebutuhan intervensi
2. Kaji dan catan sirkulasi pada
ekstremitas (Suhu,
kelembaban, warna)
3. Observasi tanda-tanda
kematian jaringan ekstremitas
seperi nyeri, dingin,
pembengkakan pada kaki.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


mual, muntah, tidak ada nafsu makan.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria : Anak menunjukan tanda-tanda kebutuhan nutrisi
yang adekuat.

Intervensi Rasional
1. Ijinkan anak untuk makan 1. Meningkatkan kerjasama
makanan yang dapat ditoleransi pasien dengan program
anak, rencanakan untuk diet
memperbaiki kualitas gizi pada
saat selera makan anak meningkat.
2. Berikan makanan disertai dengan 2. Memenuhi kebutuhan
suplemen nutrisi untuk nutrisi
meningkatkan kualitas asupan
nutrisi.
3. Anjurkan pada orang tua untuk 3. Meningkatkan jumlah
memberikan makanan dengan asupan nutrisi
tehnik sedikit tapi sering.
4. Timbang berat badan setiap hari 4. Mengidentifikasi status
dengan waktu dan skala yang nutrisi
sama. 5. Meningkatkan nafsu
5. Pertahankan kebersihan mulut makan
pasien. 6. Meningkatkan kerjasama
6. Jelaskan pentingnya intake nutrisi dengan pasien dan
yang adekuat untuk penyembuhan keluarga
penyakit.

d. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi anak.


Tujuan : Support koping keluarga adaptif
Kriteria : Keluarga menunjukan koping yang adaptif.
Intervensi Rasional
1. Kaji perasaan dan persepsi Membuat perasaan terbuka dan
orang tua atau anggota bekerjasama dan akan memberi
keluarga terhadap situasi yang informasi yang dapat membantu
penuh stress. dalam menentukan/mengatasi
2. Ijinkan orang tua dan keluarga masalah
untuk memberikan respon
secara panjang lebar, dan
identifikasi factor yang paling
mencemaskan keluarga.
3. Identifikasi koping yang biasa
digunakan dan seberapa besar
keberhasilannya dalam
mengatasi keadaan.
4. Tanyakan kepada keluarga apa
yang dapat dilakukan untuk
membuat anak/keluarga
menjadi lebih baik dan jika
memungkinkan berikan apa
yang diminta keluarga.
5. Penuhi kebutuhan dasar anak

e. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus.


Tujuan : Mempertahankan suhu tubuh normal.
Kriteria : Anak menunjukan tanda-tanda vital dalam batas
normal.
Intervensi Rasional
1. Ukur tanda vital : suhu 1. Pola demam membantu
dalam menentukan
2. Ajarkan keluarga dalam diagnosa
pengukuran suhu 2. Meningkatkan kerjasama
3. Lakukan tepid sponge (seka) keluarga
dengan air biasa 3. Membantu menurunkan
4. Tingkatkan intake cairan demam
4. Mengganti cairan yang
5. Berikan terapi untuk hilang akibat evaporasi
menurunkan suhu. 5. Mengurangi demam

dengan aksi sentral pada


hipotalamus

4. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan
keperawatan oleh perawat-klien. Hal yang harus dilakukan ketika
melakukan implementasi adalah sesuai dengan masalah yang dialami
klien dan intervensi yang telah ditulis.
Pada kasus DBD implementasi yang paling penting adalah untuk
pemenuhan kebutuhan cairan tubuh. Observasi keadaan umum dan
tanda vital juga sangat penting agar tidak terjadi syok atau renjatan. .
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh dignosa keperawatan,
rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai
(nursalam, 2006).
Evaluasi/hasil diharapkan dari setiap diagnosa keperawatan yang
muncul pada pasien dengan DBD adalah :
a. Mencegah terjadinya kekurangan volume cairan seperti :
1) Tanda vital dalam batas normal
2) Turgor kulit elastik, ubun-ubun datar, produksi urin dalam
batas normal.
3) Intake dan output cairan tercatat
b. Perfusi jaringan adekuat :
1) Tanda vital dalam rentang normal, Nadi teraba teratur, kuat,
penuh, capillary refill time kurang dari 2 detik.
2) Ekstremitas hangat
c. Mempertahankan asupan nutrisi yang tepat dan adekuat seperti :
1) Menunjukan adanya peningkatan berat badan.
2) Melaporkan berkurangnya mual, muntah dan anoreksia.
d. Menunjukan support koping keluarga adaptif
e. Mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes. (2010). Angka Kejadian Demam Berdarah Dengue Provinsi Jawa Barat.
www.bankdata.depkes.go.id. Dibuka tanggal 4 April 2010.

Ginanjar, Genis. (2008). Apa yang Dokter Anda Tidak Katakan Tentang demam Berdarah.
Yogyakarata. B. First.

Mansjoer, Arif, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Media Aesculapius.Jakarta.

Notoatmodjo, Soekidjo, Dr., (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan.Edisi Revisi. Jakarta. PT.
Rineka Cipta.

Nursalam.(2001). Proses & Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Praktik. Edisi I. Jakarta. EGC.

Pencegahan Demam Berdarah Melalui Metode Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN (2010).
www.scribd.com dibuka pada tanggal 21 Maret 2010.

Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. (2005). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Volume I. Jakarta.EGC.

Smeltzer, Suzzane C. Bare, Brenda G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Volume I. Jakarta. EGC.

Speer, Kathleen Morgan. ((2007) Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan Clinical
Pathways.Edisi III. Jakarta. EGC.

Suriadi, SKp, MSN dan Yuliani, Rita, SKp, M.Psi. (2006) Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta.
Sagung Seto.

Supartini, Yupi.(2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarata.EGC.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2000).Tatalaksana Demam Berdarah pada Anak.


Jakarta. Universitas Indonesia

Wilkinson, Judith, M. (2007). Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC.
Jakarta. EGC.

Wong, Donna L. (2003). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi III.Jakarta. EGC.
Kapevi Hatake di 3:09 AM

Share 1

No comments:

Post a Comment
Link ke posting ini
Create a Link

Home
View web version

Powered by Blogger.

About Me

Kapevi Hatake
Follow 181

View my complete profile

Anda mungkin juga menyukai