Anda di halaman 1dari 10

LEARNING TASK I

Konsep Asuhan Keperawatan Dalam

MERS (Middle East Respiratory Syndrom)

Oleh SGD 5 :

I Dewa Ayu Alit Maharani Laras (1502105012)

Putu Rossi Widyasari (1502105015)

I Gede Abdi Sarya Permana (1502105016)

Rika Septiani (1502105020)

Ni Kadek Dwi Yanti Anggreni (1502105033)

Putu Santya Novita Lestari (1502105039)

Made Edi Pramana Putra (1502105046)

Ni Putu Sandra Widiarsani (1502105052)

Ni Komang Ayu Eka Jayanti (1502105053)

Putu Gede Indrayasa (1502105063)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2017
Pertanyaan

Seorang perempuan (29 tahun) datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak nafas.
Hasil pengkajian didapatkan data : klien diare, suhu tubun 39,2 derajar Celsius, RR: 30x/m,
klien mengalami gejala tersebut sejak 6 hari yang lalu. Keluarga mengatakan seminggu yang
lalu klien berada di Iran untuk urusan bisnis. Berdasarkan hasil pengkajian dan pemeriksaan
penunjang makan pasien didiagnosa suspek (MERS).

1. Apa definisi MERS ?


2. Apa etiologi MERS ?
3. Bagaimana patofisiologi MERS ?
4. Apa saja tanda dan gejala dari MERS ?
5. Pemeriksaan fisik dan penunjang apa saja yang perlu dilakukan pada pasien diatas
?
6. Terapi apa yang tepat diberikan untuk pasien diatas ?
7. Apa komplikasi dari MERS ?
8. Health Education apa yang perlu diberikan untuk klien dengan MERS ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan untuk pasien tersebut diatas (dilengkapi dengan
pohon masalah) ?
10. Lampirkan sebuah jurnal yang hasil penelitiannya bisa dijadikan sebagai evidence
based practice (EBP) untuk kasus diatas dan berikan alasan kepada anda memilih
jurnal tersebut !
PEMBAHASAN

1. Definisi MERS adalah penyakit sindrom pernapasan yang disebabkan oleh virus Corona
yang menyerang saluran pernapasan mulai dari yg ringan hingga berat. Gejalanya adalah
demam, batuk dan sesak nafas, bersifat akut, biasanya pasien memiliki penyakit ko-
morbid. Virus ini merupakan jenis baru dari kelompok Corona virus (Novel Corona
Virus). Virus ini pertama kali dilaporkan pada bulan September 2012 di Arab Saudi. Virus
SARS tahun 2003 juga merupakan kelompok virus Corona dan dapat menimbulkan
pneumonia berat akan tetapi berbeda dari virus MERS CoV. Virus ini termasuk baru dan
hingga kini belum ditemukan vaksin untuk mencegahnya. Namun, virus ini cepat
menghilang di udara. Virus Corona sangat mudah menyebar melalui udara.
(Rampengan,2016)

2. Etiologi MERS dijelaskan dalam jurnal Middle East Respiratory Syndrome karya
Rampengan mengemukakan bahwa pada awalnya, virus ini dinamakan Human
Coronavirus-EC, tapi kemudian oleh konsensus global diubah menjadi MERS-CoV. Virus
ini merupakan spesies beta Coronavirus garis keturunan C yang baru saja ditemukan dan
menginfeksi manusia. Struktur genom MERS-CoV menggambar-kan dipeptil-peptidase 4
(DPP4, atau CD26) diidentiikasi sebagai reseptor host-sel untuk entry sel. MERS-CoV
berasal dari keluarga Corona virus. Corona virus pada manusia pertama kali
diklasifikasikan pada pertengahan 1960-an. Alpha, beta, gamma dan delta merupakan sub
kelompok Corona virus. Saat ini ada enam Corona virus yang dapat memengaruhi
manusia yaitu:
- Corona virus Alpha: Corona virus 229E manusia dan Corona virus NL63 manusia
(HCoV-NL63, New Haven coronavirus).
- Corona virus Beta: Corona virus OC43 manusia, Corona virus HKU1 manusia,
SARS-CoV, dan MERS-CoV
MERS-CoV pertama kali dilaporkan di Arab Saudi. Asal virus ini masih belum
diketahui. Studi awal menunjukkan bahwa MERS-CoV mungkin berhubungan
dengan virus Zoonosis yang ditemukan di kelelawar, tetapi bukti yang terbaru
menunjukkan bahwa virus ini mungkin lebih banyak ditemukan pada unta. Corona
virus biasanya menginfeksi satu jenis spesies atau yang terkait erat. Hal ini
berdasarkan penyelidikan 2 kasus manusia yang terinfeksi MERS-CoV bulan Oktober
2013 dan dilakukan pemeriksaan pada unta Dromedaris di sebuah peternakan di Qatar
yang terkait dengan 2 kasus tersebut. MERS-CoV secara virologi dikonfirmasi
melalui spesimen hidung unta tersebut. Kemungkinan penularan MERS dapat melalui
kontak langsung dari percikan dahak dan tidak langsung melalui kontak dengan benda
yang terkontaminasi virus. (Rampengan,2016)
3. Patofisiologi MERS. MERS-CoV menyerang sel makrofag, menyebabkan pelepasan
sitokin proinflamasi, dapat berakibat pneumonia berat dan kegagalan pernapasan. Sel
endotel pembuluh darah jaringan interstisial paru juga dapat terinfeksi oleh MERS-CoV.
Karena reseptor virus DPP4 juga terdapat pada sel dan jaringan tubuh manusia lainnya,
dapat terjadi penyebaran infeksi ke organ lain yang bisa berakibat fatal. Kebanyakan
pasien yang terinfeksi MERS-CoV mengalami penurunan jumlah sel limfosit seperti pada
pasien yang terinfeksi SARS. Hal ini akibat penyerapan sel imun yang diinduksi sitokin
dan pelepasan serta induksi monocyte chemotactic protein-1 (MCP-1) dan interferon
gamma-inducible protein-10 (IP-10), yang menekan proliferasi sel-sel progenitor mieloid
manusia.
4. Tanda dan gejala dari MERS adalah memiliki kemiripan dengan sindrom pernapasan
akut berat (SARS). Keduanya sama-sama pneumonia yang disebabkan oleh virus.
Meskipun gejala pneumonia yang disebabkan oleh bakteri dan virus sama, namun virus
lebih berbahaya dari pada bakteri. Ini karena virus penyebab pneumonia tinggi sekali
virulensinya. Virulensi merupakan kemampuan virus menyebabkan penyakit. Pada
pneumonia yang disebabkan virus, perkembangan penyakit bisa hanya dalam hitungan
jam, bukan hari lagi. Sehingga sekali gejala muncul, pasien perlu segera memeriksakan
diri untuk mencegah perkembangan penyakit semakin luas. Masa inkubasi dari virus
hingga menyebabkan penyakit adalah dua hingga 14 hari. Sehingga mungkin saja
seseorang terinfeksi virus corona MERS di Timur Tengah dan kemudian gejala baru
timbul begitu sudah kembali ke negara asal.
Ada beberapa hal yang bisa kita ketahui dalam rangka mengenali apa saja yang
menjadi tanda-tanda orang terkena virus yang satu ini. Karena menyerang
saluran pernafasan maka berikut tanda-tanda penyakit MERS antara lain adalah sebagai b
erikut :

- Gangguan pernapasan (napas pendek dan susah bernapas)


- Demam tinggi di atas 38 derajat celcius, bukan panas dalam yang biasa
- Batuk-batuk dan bersin-bersin berkelanjutan
- Keluar mucus (lendir) yang berlebihan dari hidungnya
- Sakit dada dan sering terasa nyeri
- Mengalami pneumonia
- Mengalami diare
- Gagal ginjal

Namun, tidak semua gejala tersebut akan terjadi pada setiap orang. Seperti diare
dan gagal ginjal, hanya beberapa orang saja yang mengalaminya.Virus ini akan
menyerang penderita yang miliki kekebalan tubuh rendah. Mereka seperti lansia, orang
yang mudah lelah, anak kecil, serta mereka yang sedang dalam perjalanan.
(Rampengan,2016)

5. Pemeriksaan fisik dan penunjang yang perlu dilakukan pada pasien diatas yaitu
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada pasien dengan MERS pada umumnya
mengacu pada prinsip B6 yaitu Breathing, Blood, Brain, Bladder, Bowel, dan Bone.
Sedangkan berdasarkan kasus maka pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk pasien
adalah sebagai berikut :
- B1 (breathing)
Pada inspeksi didapatkan pasien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronki pada pasien dengan peningkatan
produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada
pasien penurunan tingkat kesadaran (koma). Pada pasien dengan tingkat
kesadaran komposmentis, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan.
Palpasi torak didapatkan taktil vremitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak
didapatkan bunyi napas tambahan.
- B5 (bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya
inkontinensia yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas
(Rampengan, 2016).

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penyakit MERS sesuai dengan
kasus adalah sebagai berikut :
- Spesimen dari Saluran Napas Atas dan Bawah
Berdasarkan kasus pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas.
Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan virus Influenza A dan B, virus
influenza A subtype H1 dan H3 dan H5, dan H5N1 yang mungkin ada di tubuh
pasien.

- Pemeriksaan Spesimen Corona Virus Baru


Pemeriksaan specimen corona virus baru dilakukan dengan menggunakan
Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) untuk konfirmasi
diagnosa apakah pasien memang terkena MERS. Selain itu perlu dilakukan juga
pemeriksaan darah untuk menilai viremia, urin, tinja/feses. Berdasarkan kasus
pasien pernah mengunjungi daerah dengan penyebaran MERS yaitu Iran sekitar
seminggu yang lalu sebelum tanda dan gejala muncul maka pemeriksaan
specimen corona virus baru perlu dilakukan. Selain itu pasien juga mengalami
diare sehingga perlu dilakukan pemeriksaan tinja/feses dari pasien.
- Pemeriksaan Radiologi
Perlu dilakukan pemeriksaan foto toraks dapat ditemukan infiltrat, konsolidasi
sampai gambaran ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrom) (Rampengan,
2016).
6. Terapi yang tepat diberikan untuk pasien diatas yaitu
Seiring dengan perkembangan pesat, pilihan terapi yang efektif merupakan sebuah
prioritas yang tinggi karena beli ada antivirus yang disepakati untuk pengobatan infeksi
corona virus maupun vaksin yang tersedia untuk pencegahan. Terapi infeksi MERS pada
umumnya bersifat suportif tergantung kondisi keadaan pasien berupa pemberian hidrasi,
antipiretik, analgesik, bantuan pernapasan, dan antibiotik jika diperlukan untuk mengatasi
infeksi sekunder. Berdasarkan kasus diatas terapi yang cocok adalah sebagai berikut:
- Memberikan terapi oksigen pada pasien karena pasien mengalami sesak mulai dari
terapi oksigen dengan 5L/menit lalu titrasi sampai SpO2 90%.
- Pemantauan secara ketat pasien dengan ISPA berat/SARI bila terdapat tanda-tanda
perburukan klinis, seperti gagal nafas, hipoperfusi jaringan, syok dan memerlukan
perawatan intensif (ICU) (Rampengan, 2016).
7. Komplikasi dari MERS berdasarkan data Kemenkes RI tahun 2013, kasus MERS-CoV
sebagian besar menunjukkan tanda dan gejala pneumonia. Hanya satu kasus dengan
gangguan kekebalan tubuh (immunocompromised) yang gejala awalnya demam dan
diare, berlanjut pneumonia. Komplikasi kasus MERS-CoV adalah pneumonia berat
dengan gagal napas yang membutuhkan alat bantu napas non invasif atau invasif, Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dengan kegagalan multi-organ yaitu gagal ginjal,
Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC) dan perikarditis. Beberapa kasus juga
memiliki gejala gangguan gastrointestinal seperti diare. Dari seluruh kasus konfirmasi,
separuh diantaranya meninggal dunia. Sedangkan menurut dinkes ponorogo tahun 2014
komplikasi mers adalah pneumonia berat dengan gagal napas yg membutuhkan alat bantu
invasive dan Noninvasive,acute respiratory distress syndrome (ARDs) dengan kegagalan
multiorgan yaitu gagal ginjal, Disseminated intravascular coagulopathy(DIC) dan
perikarditis. Komplikasi MERS Menurut Kemenkes RI tahun 2013 secara umum :
- Pneumonia berat dengan gagal napas yang membutuhkan alat bantu napas non
invasive atau invasive
- Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dengan kegagalan multi organ
yaitu gagal ginjal, Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC)
- Perikarditis
8. Health Education yang perlu diberikan untuk klien dengan MERS adalah
Kebersihan pernapasan/etika batuk menurut WHO 2007
Pencegahan dan pengendalian penyebaran patogen dari pasien yang terinfeksi
(pencegahan dan pengendalian sumber) menjadi kunci untuk menghindari penularan
akibat kontak tanpa pelindung. Untuk penyakit yang ditularkan melalui droplet besar
dan/atau droplet nuklei, kebersihan pernapasan/etika batuk harus diterapkan oleh semua
orang yang memperlihatkan gejala infeksi pernapasan. Semua orang (petugas kesehatan,
pasien, dan pengunjung) yang memperlihatkan tanda-tanda dan gejala infeksi pernapasan
harus:

- Menutup mulut dan hidung mereka saat batuk/bersin;


- Menggunakan tisu, saputangan, masker linen, atau masker bedah bila tersedia,
sebagai pencegahan dan pengendalian sumber untuk menahan sekret pernapasan,
dan membuangnya ke tempat limbah
- Menggunakan masker bedah menghadapi orang yang batuk/bersin bila
memungkinkan; dan
- Membersihkan tangan.
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan harus meningkatkan kebersihan
pernapasan/etika batuk:
- Mempromosikan penerapan kebersihan pernapasan/etika batuk oleh semua
petugas kesehatan, pasien, dan anggota keluarga yang menderita penyakit
pernapasan akut yang disertai demam
- Berikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien, anggota keluarga, dan
pengunjung mengenai pentingnya menahan aerosol dan sekret pernapasan untuk
membantu mencegah penularan penyakit pernapasan
- pertimbangkan penyediaan sumber daya untuk kebersihan tangan (misalnya,
dispenser antiseptik berbasis alkohol, perlengkapan sarana cuci tangan) dan
pembersihan pernapasan (misalnya, tisu); tempat berkumpul, seperti ruang
tunggu, harus diutamakan.
Begitu pula berdasarkan Jurnal Biomedik dengan judul Middle East
Respiratory Syndrome oleh Novie tahun 2016 didapat kesimpulan bahwa pendidikan
kesehatan atau health education yang dapat diberikan pada pasien dengan positif
MERS salah satunya etika batuk berguna untuk pengendalian infeksi MERS yang
menyebar melalui airbone.
9. Asuhan keperawatan untuk pasien tersebut diatas (dilengkapi dengan pohon
masalah) : TERLAMPIR
10. Sebuah jurnal yang hasil penelitiannya bisa dijadikan sebagai evidence based practice
(EBP) untuk kasus diatas serta alasan memilih jurnal tersebut :
Berdasarkan jurnal Middle East Respiratory Syndrome Corona virus, MERS-CoV.
Conclusions from the 2nd Scientic Advisory Board Meeting of the WHO Collaborating
Center for Mass Gathering Medicine, Riyadh tahun 2014 mengemukakan bahwa pasien
dengan penyakit MERS-CoV harus mendapat perawatan intensif apabila dengan
kegagalan pernafasan dan mungkin mengalami gangguan organ terutama kegagalan
ginjal. Sehingga disarankan untuk melihat data dari SARS-CoV mengenai obat MERS
yaitu Ribavirin dan Interferon Beta atau Lopinavir yang dikombinasikan dengan
Ritonavir. Berdasarkan hasil jurnal yang didapat bahwa jurnal Middle East Respiratory
Syndrome Corona virus, MERS-CoV. Conclusions from the 2nd Scientic Advisory Board
Meeting of the WHO Collaborating Center for Mass Gathering Medicine, Riyadh ini
sangat cocok diterapkan pada pasien sesuai kasus diatas. Pasien mengeluh sesak nafas
dan didiagnosa suspek MERS sehingga perlu dilakukan intervensi perawatan intensif
serta pemberian obat. Obat yang diberikan yaitu Ribavirin dan Interferon Beta atau
Lopinavir yang dikombinasikan dengan Ritonavir.
Terdapat jurnal pendukung dalam penggunaan obat MERS ini. Dalam jurnal
Pengelolaan dan Pencegahan Middle East Respiratory Syndrome (MERS) tahun 2017
oleh Kartika, R. W. et al. mengemukakan bahwa beberapa penelitian telah menyimpulkan
bahwa pengobatan terapeutik mungkin dapat dicapai melalui beberapa jenis obat
antiviral, yaitu ribavirin dan interferon-2a, karena kedua obat ini digunakan pada pasien
SARS. Penggunaan ribavirin dan interferon2a ini harus mengikuti protokol dan dosis
yang tepat. Hal ini sangat sesuai dengan jurnal utama bahwa penggunaan obat ribavirin
dan interferon-2a untuk pasien MERS disarakan namun tetap memperhatikan protokol
dan dosis yang tepat.

Dosis
Agent
CrCl>50mL/min CrCl2050mL/min CrCl<20mL/min or on dialysis
Dosis 2000 mg
2000 mg dosis,
po, diikuti 600
diimbuhi 1200 mg po Dosis 250 mg po, diikuti 200 mg
mg po per 8 jam
per 8 jam selama 4 po setiap 6 jam selama 4 hari
Ribavirin selama 4 hari
hari kemudian 600 mg kemudian 200 mg po setiap 12 jam
kemudian 200 mg
po per 8 jam selama selama 4-6 hari.
po per 8 jam
4-6 hari.
selama 4-6 hari.
interferon-
180 mcg subkutan sekali seminggu (sampai 2 minggu)
2a
Daftar Pustaka

Elsevier. (2014). Middle East Respiratory Syndrome Corona virus, MERS-Cov. Conclusions
from the 2nd Scientific Advisory Board Meeting of the WHO Collaborating Center for Mass
Gathering Medicine, Riyadh. International Journal of Infectious Disease, 51-53

Kartika, R. W. (2017). Pengelolaan dan Pencegahan Middle East Respiratory Syndrome


(MERS). Continuing Medical Education, 44,245-247

Kementrian Kesehatan RI .2013. Infection prevention and control during health care for
probable or confirmed cases of novel coronavirus (nCoV) infection - Interim Guidance.
Retrieved May, 24 2017 from http://www.depkes.go.id/resources/download/puskes-haji/5-
pedoman-pencegahandan-pengendalian-infeksi-mers-cov.PDF

Rampengan, N,. H. (2016). Middle Respiratory East Syndrom. Junal E-Biomedik Vol. 8, No.
1. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Manado

World Health Organization. (2007). Pencegahan dan pengendalian infeksi saluran


pernapasan akut (ISPA) yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi di fasilitas pelayanan
kesehatan Pedoman Interim WHO

Anda mungkin juga menyukai