TINJAUAN PUSTAKA
Vertebra adalah tulang yang membentuk punggung yang mudah digerakkan. Terdapat 33
vertebra pada manusia, 7 ruas vertebra cervicalis, 12 ruas vertebra thoracalis, 5 ruas vertebra
lumbalis, 5 ruas vertebra sacralis yang membentuk os sacrum, dan 4 ruas vertebra coccygealis
yang membentuk os coccygeus.2
Sebuah vertebra terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri dari corpus
vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari arcus vertebrae. Arcus vertebrae dibentuk oleh
dua pediculus dan dua lamina, serta didukung oleh procesus articularis, procesus transversus, dan
procesus spinosus. Procesus tersebut membentuk lubang yang disebut foramen vertebrale. Ketika
tulang punggung disusun, foramen ini akan membentuk saluran sebagai tempat medulla spinalis.
Di antara dua vertebra dapat ditemui celah yang disebut foramen intervertebrale. Dan di antara
satu corpus vertebra dengan corpus vertebra lainnya terdapat discus intervertebralis.2
2.2 Spondilitis tuberkulosis
Spondilitis tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi oleh kuman Micobacterium
tuberculosis yang menyerang tulang belakang. Kuman ini menyerang terutama di daerah paru yang
penderitanya banyak sekali kita temui di Indonesia. Ternyata dalam perjalanannya, kuman ini tidak
hanya menyerang paru, tetapi juga diketahui menyerang tulang belakang. Penyakit ini merupakan
penyebab paraplegia (kelumpuhan) terbanyak setelah trauma, dan banyak dijumpai di Negara
berkembang. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8 L3 dan paling jarang pada
vertebra C1 2.3, 4
Spondilitis tuberkulosa juga merupakan penyakit kronik dan lambat berkembang dengan
gejala yang telah berlangsung lama.5
2.2.1 Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri berbentuk basil (basilus). Bakteri yang paling sering
menjadi penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis, walaupun spesies Mycobacterium yang
lainpun dapat juga bertanggung jawab sebagai penyebabnya, seperti Mycobacterium africanum
(penyebab paling sering tuberkulosa di Afrika Barat), bovine tubercle baccilus, ataupun non-
tuberculous mycobacteria (banyak ditemukan pada penderita HIV). Perbedaan jenis spesies ini
menjadi penting karena sangat mempengaruhi pola resistensi obat.6
2.2.2 Patogenesis
Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran hematogen atau
penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui jalur limfatik ke tulang dari fokus
tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar tulang belakang. Pada penampakannya, fokus
infeksi primer tuberkulosa dapat bersifat tenang. Sumber infeksi yang paling sering adalah berasal
dari sistem pulmoner dan genitourinarius.6
Pada anak-anak biasanya infeksi tuberkulosa tulang belakang berasal dari fokus primer di
paru-paru sementara pada orang dewasa penyebaran terjadi dari fokus ekstrapulmoner (usus,
ginjal, tonsil).6
Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbal yang memberikan
suplai darah ke dua vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian bawah vertebra diatasnya
dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui pleksus Batsons yang mengelilingi columna
vertebralis yang menyebabkan banyak vertebra yang terkena. Hal inilah yang menyebabkan pada
kurang lebih 70% kasus, penyakit ini diawali dengan terkenanya dua vertebra yang berdekatan,
sementara pada 20% kasus melibatkan tiga atau lebih vertebra.6
Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra, dikenal tiga bentuk spondilitis :6
1. Peridiskal / paradiskal
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di bawah ligamentum
longitudinal anterior / area subkondral). Banyak ditemukan pada orang dewasa. Dapat
menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus. Terbanyak ditemukan di regio lumbal.
2. Sentral
Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga disalahartikan sebagai
tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini sering menimbulkan kolaps vertebra lebih
dini dibandingkan dengan tipe lain sehingga menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat.
Dapat terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat trauma. Terbanyak di temukan di
regio torakal.6, 7
3. Anterior
Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas dan dibawahnya.
Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped karena erosi di bagian anterior dari
sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola ini diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik
yang ditransmisikan melalui abses prevertebral dibawah ligamentum longitudinal anterior
atau karena adanya perubahan lokal dari suplai darah vertebral.6, 7
4. Bentuk atipikal
Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak dapat
diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal dengan keterlibatan
lengkung saraf saja dan granuloma yang terjadi di canalis spinalis tanpa keterlibatan tulang
(tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina, prosesus transversus dan spinosus, serta lesi artikuler
yang berada di sendi intervertebral posterior. Insidensi tuberkulosa yang melibatkan elemen
posterior tidak diketahui tetapi diperkirakan berkisar antara 2% - 10%.6
Infeksi tuberkulosa pada awalnya mengenai tulang cancellous dari vertebra. Area infeksi
secara bertahap bertambah besar dan meluas, berpenetrasi ke dalam korteks tipis korpus vertebra
sepanjang ligamen longitudinal anterior, melibatkan dua atau lebih vertebra yang berdekatan
melalui perluasan di bawah ligamentum longitudinal anterior atau secara langsung melewati diskus
intervertebralis. Terkadang dapat ditemukan fokus yang multipel yang dipisahkan oleh vertebra
yang normal, atau infeksi dapat juga berdiseminasi ke vertebra yang jauh melalui abses
paravertebral.6
Terjadinya nekrosis perkejuan yang meluas mencegah pembentukan tulang baru dan pada
saat yang bersamaan menyebabkan tulang menjadi avascular sehingga menimbulkan tuberculous
sequestra, terutama di regio thorakal. Discus intervertebralis yang avaskular, relatif lebih resisten
terhadap infeksi tuberkulosa. Penyempitan rongga diskus terjadi karena perluasan infeksi
paradiskal ke dalam ruang diskus, hilangnya tulang subchondral disertai dengan kolapsnya corpus
vertebra karena nekrosis dan lisis ataupun karena dehidrasi diskus, sekunder karena perubahan
kapasitas fungsional dari end plate. Suplai darah juga akan semakin terganggu dengan timbulnya
endarteritis yang menyebabkan tulang menjadi nekrosis.6
Destruksi progresif tulang di bagian anterior dan kolapsnya bagian tersebut akan
menyebabkan hilangnya kekuatan mekanis tulang untuk menahan berat badan sehingga kemudian
akan terjadi kolaps vertebra dengan sendi intervertebral dan lengkung saraf posterior tetap intak,
jadi akan timbul deformitas berbentuk kifosis yang progresifitasnya (angulasi posterior)
tergantung dari derajat kerusakan, level lesi, dan jumlah vertebra yang terlibat. Bila sudah timbul
deformitas ini, maka hal tersebut merupakan tanda bahwa penyakit ini sudah meluas.6
Di regio thorakal, kifosis tampak nyata karena adanya kurvatura dorsal yang normal di area
lumbal hanya tampak sedikit karena adanya normal lumbal lordosis dimana sebagian besar dari
berat badan ditransmisikan ke posterior sehingga akan terjadi parsial kolaps, sedangkan di bagian
servikal, kolaps hanya bersifat minimal, kalaupun tampak hal itu disebabkan karena sebagian besar
berat badan disalurkan melalui prosesus artikular.6
Dengan adanya peningkatan sudut kifosis di regio thorakal, tulang-tulang iga akan
menumpuk menimbulkan bentuk deformitas rongga dada berupa barrel chest.6
Proses penyembuhan kemudian terjadi secara bertahap dengan timbulnya fibrosis dan
kalsifikasi jaringan granulomatosa tuberkulosa. Terkadang jaringan fibrosa itu mengalami
osifikasi, sehingga mengakibatkan ankilosis tulang vertebra yang kolaps.6
Pembentukan abses paravertebral terjadi hampir pada setiap kasus. Dengan kolapsnya
korpus vertebra maka jaringan granulasi tuberkulosa, bahan perkejuan, dan tulang nekrotik serta
sumsum tulang akan menonjol keluar melalui korteks dan berakumulasi di bawah ligamentum
longitudinal anterior. Cold abcesss ini kemudian berjalan sesuai dengan pengaruh gaya gravitasi
sepanjang bidang fasial dan akan tampak secara eksternal pada jarak tertentu dari tempat lesi
aslinya.6
Di regio lumbal abses berjalan sepanjang otot psoas dan biasanya berjalan menuju lipat
paha dibawah ligamentum inguinal. Di regio thorakal, ligamentum longitudinal menghambat
jalannya abses, tampak pada radiogram sebagai gambaran bayangan berbentuk fusiform radioopak
pada atau sedikit dibawah level vertebra yang terkena, jika terdapat tegangan yang besar dapat
terjadi ruptur ke dalam mediastinum, membentuk gambaran abses paravertebral yang menyerupai
sarang burung. Terkadang, abses thorakal dapat mencapai dinding dada anterior di area
parasternal, memasuki area retrofaringeal atau berjalan sesuai gravitasi ke lateral menuju bagian
tepi leher.6
Sejumlah mekanisme yang menimbulkan defisit neurologis dapat timbul pada pasien
dengan spondilitis tuberkulosa. Kompresi saraf sendiri dapat terjadi karena kelainan pada tulang
(kifosis) atau dalam canalis spinalis (karena perluasan langsung dari infeksi granulomatosa) tanpa
keterlibatan dari tulang (seperti epidural granuloma, intradural granuloma, tuberculous
arachnoiditis).6
Salah satu defisit neurologis yang paling sering terjadi adalah paraplegia yang dikenal
dengan nama Potts paraplegia. Paraplegia ini dapat timbul secara akut ataupun kronis (setelah
hilangnya penyakit) tergantung dari kecepatan peningkatan tekanan mekanik kompresi medula
spinalis. Pada penelitian yang dilakukan Hodgson di Cleveland, paraplegia ini biasanya terjadi
pada pasien berusia kurang dari 10 tahun (kurang lebih 2/3 kasus) dan tidak ada predileksi
berdasarkan jenis kelamin untuk kejadian ini.6
Palpasi :
1. Bila terdapat abses maka akan teraba massa yang berfluktuasi dan kulit diatasnya terasa sedikit
hangat (disebut cold abcess, yang membedakan dengan abses piogenik yang teraba panas).
Dapat dipalpasi di daerah lipat paha, fossa iliaka, retropharynx, atau di sisi leher (di belakang
otot sternokleidomastoideus), tergantung dari level lesi. Dapat juga teraba di sekitar dinding
dada. Perlu diingat bahwa tidak ada hubungan antara ukuran lesi destruktif dan kuantitas pus
dalam cold abscess.6
2. Spasme otot protektif disertai keterbatasan pergerakan di segmen yang terkena.6
Perkusi :
Pada perkusi secara halus atau pemberian tekanan diatas prosessus spinosus vertebrae yang
terkena, sering tampak tenderness.6
Pemeriksaan Penunjang :
1. Laboratorium :
a. Laju endap darah meningkat (tidak spesifik), dari 20 sampai lebih dari 100mm/jam.6
b. Tuberculin skin tes/ Mantoux test/ Tuberculine Purified Protein Derivative (PPD) positif.
Hasil yang positif dapat timbul pada kondisi pemaparan dahulu maupun yang baru terjadi
oleh mycobacterium. Tuberculin skin test ini dikatakan positif jika tampak area berindurasi,
kemerahan dengan diameter 10mm di sekitar tempat suntikan selama 48-72 jam setelah
suntikan. Hasil yang negatif tampak pada 20% kasus dengan tuberkulosis berat
(tuberkulosis milier) dan pada pasien yang immunitas selulernya tertekan (seperti baru saja
terinfeksi, malnutrisi atau disertai penyakit lain).6, 8
c. Kultur urin pagi (membantu bila terlihat adanya keterlibatan ginjal), sputum dan bilas
lambung (hasil positif bila terdapat keterlibatan paru- paru yang aktif).6
d. Hapusan darah tepi menunjukkan leukositosis dengan limfositosis yang bersifat relatif.6
2. Radiologis
Gambarannya bervariasi tergantung tipe patologi dan kronisitas infeksi.6
o Foto rontgen dada dilakukan pada seluruh pasien untuk mencari bukti adanya tuberkulosa
di paru (2/3 kasus mempunyai foto rontgen yang abnormal).
o Foto polos seluruh tulang belakang juga diperlukan untuk mencari bukti adanya
tuberkulosa di tulang belakang. Tanda radiologis baru dapat terlihat setelah 3-8 minggu
onset penyakit.
o Tahap awal tampak lesi osteolitik di bagian anterior superior atau sudut inferior corpus
vertebrae, osteoporosis regional yang kemudian berlanjut sehingga tampak penyempitan
diskus intervertebralis yang berdekatan, serta erosi corpus vertebrae anterior yang
berbentuk scalloping karena penyebaran infeksi dari area subligamentous.
o Pada pasien dengan deformitas gibbus karena infeksi sekunder tuberkulosa yang sudah
lama akan tampak tulang vertebra yang mempunyai rasio tinggi lebih besar dari lebarnya
(vertebra yang normal mempunyai rasio lebar lebih besar terhadap tingginya). Bentuk ini
dikenal dengan nama long vertebra atau tall vertebra, terjadi karena adanya stress
biomekanik yang lama di bagian kaudal gibbus sehingga vertebra menjadi lebih tinggi.
Kondisi ini banyak terlihat pada kasus tuberkulosa dengan pusat pertumbuhan korpus
vertebra yang belum menutup saat terkena penyakit tuberkulosa yang melibatkan vertebra
thorakal.
o Dapat terlihat keterlibatan jaringan lunak, seperti abses paravertebral dan psoas. Tampak
bentuk fusiform atau pembengkakan berbentuk globular dengan kalsifikasi. Abses psoas
akan tampak sebagai bayangan jaringan lunak yang mengalami peningkatan densitas
dengan atau tanpa kalsifikasi pada saat penyembuhan. Deteksi (evaluasi) adanya abses
epidural sangatlah penting, oleh karena merupakan salah satu indikasi tindakan operasi
(tergantung ukuran abses).
Gambar 4. Gambaran Foto Polos Spondilitis Tuberkulosis. 9
o CT Scan bermanfaat untuk memvisualisasi regio thorakal dan keterlibatan iga yang sulit
dilihat pada foto polos. Keterlibatan lengkung saraf posterior seperti pedikel tampak lebih
baik dengan CT Scan.
Gambar 6. Gambaran CT Scan menunjukkan
penghancuran signifikan elemen posterior tulang. 10
o MRI dapat membantu memutuskan pilihan manajemen apakah akan bersifat konservatif
atau operatif, serta membantu menilai respon terapi.
A B
C
Gambar 7. MRI Spondilitis Tuberkulosis. A dan B gambaran potongan sagital dari vertebra
thorakal, menunjukkan gambar disk space loss dan kompresi vertebral dengan ekstensi jaringan
lunak paravertebral (panah). C menunjukkan abses paraspinal multiloculated besar. 11
2.2.4 Komplikasi
1. Cedera corda spinalis (spinal cord injury). Dapat terjadi karena adanya tekanan ekstradural
sekunder karena pus tuberkulosa, sekuestra tulang, sekuester dari diskus intervertebralis
(contoh: Potts paraplegia-prognosa baik) atau dapat juga langsung karena keterlibatan korda
spinalis oleh jaringan granulasi tuberkulosa (contoh: menigomyelitis-prognosa buruk). Jika
cepat diterapi sering berespon baik (berbeda dengan kondisi paralisis pada tumor). MRI dan
mielografi dapat membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau karena invasi dura dan
corda spinalis.6
2. Empyema tuberkulosa karena rupturnya abses paravertebral di thorakal ke dalam pleura.6
2.2.6 Terapi
Tujuan terapi pada kasus spondilitis tuberkulosa adalah :
1. Mengeradikasi infeksi atau setidaknya menahan progresifitas penyakit.
2. Mencegah atau mengkoreksi deformitas atau defisit neurologis.
Untuk mencapai tujuan itu maka terapi untuk spondilitis tuberkulosa terbagi menjadi :
A. Terapi Konservatif
1. Pemberian nutrisi yang bergizi.
2. Terapi antituberkulosa.
Pemberian antituberkulosa merupakan prinsip utama terapi pada seluruh kasus termasuk
tuberkulosa tulang belakang. Pemberian dini obat antituberkulosa dapat secara signifikan
mengurangi morbiditas dan mortalitas.6
The Medical Research Council telah menyimpulkan bahwa terapi pilihan untuk tuberkulosa
spinal di negara yang sedang berkembang adalah dengan regimen isoniazid dan rifamipicin
selama 6-9 bulan. Pemberian antituberkulosis dilakukan pada penyakit yang sifatnya dini atau
terbatas tanpa disertai dengan pembentukan abses. Terapi dapat diberikan selama 6-12 bulan
atau hingga foto rontgen menunjukkan adanya resolusi tulang. Masalah yang timbul dari
pemberian kemoterapi ini adalah masalah kepatuhan pasien. Durasi terapi pada tuberkulosa
ekstrapulmoner masih merupakan hal yang kontroversial. Terapi yang lama 12-18 bulan, dapat
menimbulkan ketidakpatuhan dan biaya yang cukup tinggi, sementara bila terlalu singkat akan
menyebabkan timbulnya relaps. Pasien yang tidak patuh akan dapat mengalami resistensi OAT.
Obat antituberkulosa yang utama adalah isoniazid (INH), rifamipicin (RMP), pyrazinamide
(PZA), streptomycin (SM) dan ethambutol (EMB).6
Pada pasien-pasien yang diberikan OAT harus selalu dilakukan pemeriksaan klinis,
radiologis dan pemeriksaan laboratorium secara periodik.
B. Terapi Operatif
Sebenarnya sebagian besar pasien dengan tuberkulosa tulang belakang mengalami
perbaikan dengan pemberian OAT saja. Intervensi operasi banyak bermanfaat untuk pasien yang
mempunyai lesi kompresif secara radiologis dan menyebabkan timbulnya kelainan neurologis.
Setelah tindakan operasi pasien biasanya beristirahat di tempat tidur selama 3-6 minggu.6
Tindakan operasi juga dilakukan bila setelah 3-4 minggu pemberian terapi OAT dan tirah
baring dilakukan tetapi tidak memberikan respon yang baik sehingga lesi spinal paling efektif
diterapi dengan operasi secara langsung dan untuk mengevakuasi pus tuberkulosa, mengambil
sekuester tuberkulosa serta tulang yang terinfeksi dan memfusikan segmen tulang belakang yang
terlibat.6, 14
2.2.7 Pencegahan
Vaksin Bacillus Calmette-Guerin (BCG) merupakan suatu strain Mycobacterium bovis
yang dilemahkan sehingga virulensinya berkurang. BCG akan menstimulasi immunitas,
meningkatkan daya tahan tubuh tanpa menimbulkan hal-hal yang membahayakan. Vaksinasi ini
bersifat aman tetapi efektifitas untuk pencegahannya masih kontroversial.6
2.2.8 Prognosis
Prognosa pasien dengan spondilitis tuberkulosa sangat tergantung dari usia dan kondisi
kesehatan umum pasien, derajat berat dan durasi defisit neurologis serta terapi yang diberikan.6, 15
a. Mortalitas
Mortalitas pasien spondilitis tuberkulosa mengalami penurunan seiring dengan ditemukannya
kemoterapi (menjadi kurang dari 5%, jika pasien didiagnosa dini dan patuh dengan regimen
terapi dan pengawasan ketat).
b. Relaps
Angka kemungkinan kekambuhan pasien yang diterapi antibiotik dengan regimen medis saat
ini dan pengawasan yang ketat hampir mencapai 0%.
c. Kifosis
Kifosis progresif selain merupakan deformitas yang mempengaruhi kosmetik secara
signifikan, tetapi juga dapat menyebabkan timbulnya defisit neurologis atau kegagalan
pernapasan dan jantung karena keterbatasan fungsi paru.
d. Defisit neurologis
Defisit neurologis pada pasien spondilitis tuberkulosa dapat membaik secara spontan tanpa
operasi atau kemoterapi. Tetapi secara umum, prognosis membaik dengan dilakukannya
operasi dini.
BAB III
MODALITAS RADIOLOGI
Pemeriksaan radiologis merupakan suatu pencitraan yang ideal harus dapat memberikan
keterangan mengenai:
Jumlah vertebra yang terlibat, sudut kifosis yang terjadi
Seberapa jauh destruksi tulang telah terjadi, apakah hanya terbatas pada kolumna anterior atau
sudah mencapai kolumna posterior
Ada tidaknya keterlibatan jaringan lunak, termasuk pembentukan abses dan sekuesterisasi diskus
interverbralis
Ada tidaknya kompresi medula spinalis dan tingkat keseriusannya
Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru. Hal in sangat diperlukan untuk
menyingkirkan diagnosa banding penyakit yang lain
Foto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus vertebra, disertai
penyempitan discus intervertebralis yang berada di antara korpus tersebut dan mungkin dapat
ditemukan adanya massa abses paravertebral. Pada foto AP, abses paravertebral di daerah
servikal berbentuk sarang burung (birds net), di daerah torakal berbentuk bulbus dan pada
daerah lumbal abses terlihat berbentuk fusiform. Pada stadium lanjut terjadi destruksi vertebra
yang hebat sehingga timbul kifosis.13
Dekplate korpus vertebra itu akan tampak kabur (tidak tajam) dan tidak teratur.
Diskus Intervertebrale akan tampak menyempit.
Abses dingin.
Foto Roentgen, abses dingin itu akan tampak sebagai suatu bayangan yang berbentuk kumparan
(Spindle). Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8-L3 dan paling jarang pada
vertebra C1-2.13
Gambar 4.3 Seorang laki-laki dengan spondylitis tuberkulosa mengalami low back pain (LBP)
selama 5 bulan. Gambaran radiografi nteroposterior (A) dan lateral (B) menunjukkan adanya
destrukdi corpus vertebra lumbal ! dan II dengan hilangnya discus intervertebralis. Destruksi
corpus vertebra terletak pada bagian anterior corpus, yang menyebabkan deformitas khas berupa
gibbus. Terdapat sklerosis reaktif yang merupakan ciri khas dari infeksi tuberkulosa.15
Gambar 4.4 Anak laki-laki berusia 5 tahun dengan infeksi tuberculosis pada vertebra thoracalis.
Gambaran radiografi lateral pada corpus vertebra thoracalis menunjukkan destruksi total dari
corpus vertebra thoracalis VI yang menyebabkan deformitas plana pada vertebra. Diskus
intervertebralis yang berdekatan tidak tervisualisasi dengan baik. Terdapat pula destruksi dari
corpus vertebra thoracalis VII bagian anterior dan posterior sehingga menyebabkan deformitas
gibbus.15
Gambar 4.5 Seorang laki-laki berusia 43 tahun dengan tuberculosis spinal. A. gambaran
radiografi lateral dari vertebra lumbal menunjukkan erosi fokal (tanda panah) pada aspek antero-
superior dari corpus vertebra lumbal IV. Subtle erosion juga terdapat pada endplate vertebra
lumbal III antero-inferior. B. gambaran radiografi didapat 3 bulan sebelumnya menunjukkan
perubahan erosi pada corpus vertebra, sklerosis pada end plate vertebra, hilangnya discus
intervertebralis yang berdekatan, tampak suatu massa jaringan lunak pada bagian anterior (tanda
panah), dan ada pembentukan gibbus awal.15
Gambar 4.6 Pria berusia 18 tahun dengan abses paraspinal tuberkulosa. Gambaran radiografi
thorax menunjukkan fusiform soft-tissue swelling (tanda panah) pada regio thorax bawah yang
menunjukkan adanya abses tuberkulosa paraspinal.15
Gambar 4.8 Pria berusia 45 tahun dengan tuberculosis yang melibatkan vertebra thoracalis. A.
Gambaran posterior dari whole-body CT scan menunjukkan peningkatan uptake radionuclide pada
vertebra thoracalis bagian tengah dan bawah. B. Axial single-photon emission CT scan
menunjukkan keterlibatan corpus vertebra dan meluas sampai bagian posterior (tanda panah) yang
tidak tampak pada foto polos.15
Gambar 4.9 Laki-laki berusia 43 tahun dengan tuberculosis spinal. Pada CT scan dengan kontras
abdomen menunjuuka destruksi litik pada bagian anterior dari corpus vertebra lumal I (tanda panah
hitam) dan pembentukan abses pada paraspinal terdekat dan psoas kanan (tanda panah putih).15
Gambar 4.10 Laki-laki berusia 42 tahun dengan spondylitis tuberculosis. Unenhanced CT scan
dari spine menunjukkan destruksi dan fragmentasi dari corpus vertebra lumbal I. Abses
interosseosa meluas sampai ke bagian posterior (tanda panah), menyebabkan perluasan minimal
pada saccus thecal.15
Gambar 4.11 Laki-laki 33 tahun dengan spinal tuberculosis. Gambar A, Terdapat penyengatan
kontras pada CT-scan abdomen dengan teknik bone window menunjukkan cloaca (panah) di
bagian anterolateral dari corpus vertebrae thorax XII. Gambar B, Gambaran CT-scan beberapa
sentimeter di bagian caudal dari gambar A menunjukkan abses besar pada muskulus psoas kiri
yang disebabkan oleh dekompresi spontan abses T12 intraosseous. Gambar C, CT-scan yang
melalui bagian bawah dada menunjukkan efusi pleura kiri yang besar dan atelektasis lobus bawah
kiri. Efusi ini disebabkan oleh perluasan cephalic dari rupture dan abses paraspinal ke dalam
rongga pleura kiri.15
.
Gambar 4.12 Gambar 6, laki-laki usia 43 tahun dengan spinal tuberculosis. Penyengatan kontras
CT-scan abdomen menunjukkan destruksi litik dari bagian anterior corpus vertebrae lumbal I
(panah hitam) dan pembentukan abses di psoas kanan dan paraspinal. Gambar 7, laki-laki 42 tahun
dengan spondilitis tuberkulosa. CT-scan tanpa penyengatan spina menunjukkan destruksi dan
fragmentasi dari corpus vertebrae lumbal I. Terdapat perluasan posterior dari abses intraosseus
(panah) yang menghasilkan gangguan ringan pada saccus thecal.15
Gambar 4.13 Terdapat keterlibatan endplate anterior dan pelebaran diskus intervertebrae dan
corpus vertebrae posterior. Pemeriksaan MRI ini dapat menunjukkan pembentukan abses dan
metode terbaik untuk menunjukkan kompresi saraf tulang belakang dan akar saraf.14
Gambar 4.14
Seorang laki-laki 41 tahun dengan spinal tuberculosis. Gambar A, MRI potongan sagital T1-
weighted enhanced menunjukkan peningkatan secara luas dalam corpus vertebrae thorax VIII yang
disebabkan infeksi tuberkulosa. Abses intraosseus dalam corpus vertebrae thorax IX menunjukkan
penebalan lingkar dari penyangatan. Terdapat penyangatan dari abses epidural dan perluasan
bagian cephalic dan caudal secara jelas tergambar dengan penggunaan kontras. Gambar B, MRI
potongan coronal T1 weighted (600/11) enhanced dari spina thorak menunjukkan ketebalan
lingkar dari penyangatan disekitar abses intraosseous. Abses paraspinal kecil terlihat secara
bilateral (panah).15
Gambar 4.15 Anak laki-laki usia 5 tahun dengan spinal tuberculosis. MRI potongan sagital T2
weighted yang berdekatan menunjukkan 2 level dari infeksi tuberkulosa. Adanya gibbus pada
region thorax atas karena destruksi lengkap dan kolaps dari corpus vertebrae thorax VI. Corpus
vertebrae VII sebagian hancur dan bersudut serta ruang diskus intervertebralis sulit tervisualisasi.
Adanya kolaps dan penyudutan dari corpus vertebrae lumbal IV pada setengah bagian anterior
dengan penyempitan diskus intervertebralis yang berdekatan. Corpus vertebrae lumbal V
menunjukkan peningkatan sinyal yang disebabkan oleh infeksi tuberkulosa. Kanalis medulla
spinalis terganggu secara minimal pada kedua level.15
Gambar A MRI potongan sagital T1 weight menunjukkan penurunan sinyal pada corpus vertebrae
thorax bagian bawah (T8-T11). Destruksi endplate vertebrae dan keterlibatan diskus
intervertebralis juga terdapat pada level ini. Abses paraspinal terlihat meluas secara anterior dan
posterior ke ruang epidural dan mengganggu saccus thecal. Gambar B dan C, MRI potongan
sagital proton densitas weighted (A) dan T2 weighted dari spina thoraks menunjukkan peningkatan
intensitas sinyal dalam corpus vertebrae dan ruang diskus intervertebralis. Perluasan abses
paraspinal secara anterior tervisualisasi lebih baik pada proton densitas weighted dan T2 weighted
dibandingkan T1 weighted. Abses epidural tidak tergambar baik pada T2 weighted image karena
intensitas sinyal tinggi dari CSF.15
Gambar 4.17 Laki-laki 45 tahun dengan spinal tuberculosis. MRI axial enhanced T1 weighted
pada corpus vertebrae thorax IX menunjukkan ketebalan lingkar dari penyangatan disekitar abses
intraosseus. Lingkar penyangatan juga terdapat disekitar abses paraspinal (panah). Penyangatan
abses epidural (panah) terlihat penekanan sacus thecal.15
Gambar 4.18, Gambar A, Anak perempuan usia 3 tahun dengan tuberculosis spinal dan paru. MRI
potongan coronal enhanced T1- weighted dari spina menunjukkan perluasan abses paraspinal. Penyebaran
infeksi subligamental dan abses intraosseus tervisualisasi baik pada pencitraan coronal ini. Adanya infiltrate
tuberkulosa pada lobus atas kiri. Gambar B, Laki-laki 42 tahun dengan tuberkulosa spinal. Pada MRI
potongan sagital T2 weighted fast spin-echo menunjukkan peningkatan sinyal dalam corpus vertebrae
lumbal I yang disebabkan oleh infeksi tuberkulosa. Adanya gangguan margo anterosuperior dari corpus
vertebrae menghasilkan abses paraspinal dan penyebaran subligamen secara anterior. Penurunan intensitas
sinyal dan penyempitan diskus intervertebralis Thorax XII-Lumbal I yang disebabkan penetrasi dari infeksi
melalui diskus. Adanya abses intraosseus pada corpus vertebrae lumbal IV. Gambar 3, Laki-laki 45 tahun
dengan riwayat tuberkulosa spinal. MRI potongan sagital contiguous T1 weighted yang didapat
postoperative menunjukkan cangkokan fibular autolog. Abses intraosseus tuberkulosa multiple didrainase
dan dibersihkan selama operasi sebelum penempatan cangkok dan stabilisasi spinal. Canalis spinalis
tervisualisasi baik dan tidak ada compromised.15
Gambar 4.19 Tuberkulosis spondilitis dari thorax VIII-IX (a, b, c). MRI pada spina thorax pada wanita
usia 58 tahun dengan adanya nyeri pinggang. (a) potongan sagital pre-gadolinum T1-weighted. (b)
Potongan sagital T2-weighted. (c) Potongan sagital post-gadolinum T1-weighted menunjukkan pola tipical
dari kerusakan corpus vertebrae dengan keterlibatan diskus, intensitas sinyal tinggi linear dari diskus pada
T2-weighted image tervisualisasi baik (panah putih). Setelah pemberian gadolinium, terdapat penyangatan
dari vertebrae bagian posterior, linkar diskus intervertebralis yang irregular (panah putih), dan kolaps dari
vertebrae thorax VIII.16