Anda di halaman 1dari 61

Pengumpulan dan Pengolahan Data

Struktur untuk Analisis Kemantapan Lereng

Oleh : Sudarto Notosiswoyo

(versi 4 Mei 2003/ jam 17.42)

0
I. Pengumpulan Data Geologi

I. Pendahuluan

Salah satu kendala penting dalam kegiatan pertambangan, baik dalam tambang
terbuka maupun tambang bawah tanah, adalah kemantapan atau kestabilan daerah
operasi penambangan. Karena itu sebelum penambangan dimulai, harus dibuat suatu
rencana tambang yang sudah memperhitungkan kemantapan dan kestabilan daerah
tersebut, jika operasi penambangan dilaksanakan.

Gangguan terhadap kestabilan lereng maupun bukaan lainnya, akan mengganggu


kelancaran pelaksanaan penambangan, keselamatan kerja, dan akhirnya akan
menaikkan biaya produksi, yang jelas tidak diinginkan oleh suatu perusahaan
tambang.

Kenatapan lereng, secara sederhana dapat dinyatakan sebagai perbandingan antara


gaya-gaya penahan dengan gaya-gaya penggerak yang ada pada lereng yang
bersangkutan. Jika gaya penahan lebih besar dari gaya penggerak maka lereng
tersebut mantap, sedangkan kalau gaya penahan lebih kecil dari gaya penggerak
maka lereng tersebut tidak mantap dan akan terjadi longsoran.

Gaya penahan maupun gaya penggerak pada lereng tanah/ batuan sangat erat
hubungannya dengan kondisi geologi dan airtanah di daerah yang bersangkutan.
Gaya penahan dicerminkan oleh kekuatan tanah/ batuan meliputi parameter sifat
mekanik tanah/ batuan yaitu kuat tekan (c), kohesi (C), dan sudut geser dalam ().
Sedangkan gaya penggerak adalah gaya-gaya yang ditimbulkan oleh gravitasi yaitu
bobot isi () dari tanah/ batuan pembentuk lereng, tekanan hidrostatik air, dan
geometri lereng (sudut dan tinggi lereng). Karena itu, untuk dapat membuat rencana
lereng tambang yang baik dan aman, maka data para-meter-parameter tersebut
diatas merupakan data yang sangat diperlukan.

Dalam kuliah ini yang akan dibahas adalah material geologi pembentuk daerah
(tanah dan batuan) beserta sifat-sifatnya, penyebaran dan karakteristik dari bidang
lemah (struktur) yang ada, serta bagaimana cara mendapatkan data tersebut di
lapangan.

II. Geologi

Dalam pertambangan, material yang selalu ada dan terlibat di dalam kegiatan per-
tambangan (digali, diangkut, dan ditimbun kembali) adalah tanah dan batuan dengan
segala sifat fisik maupun mekaniknya. Parameter-parameter yang mempe-ngaruhi
kemantapan/ kestabilan lereng tambang adalah a.l. jenis material, bobot isi, kohesi
dan sudut geser dari setiap material pembentuk lereng, homogenitas (kontinuitas)
material, dan untuk batuan : kehadiran bidang-bidang lemah pada naterial tersebut
beserta karakteristiknya.

1
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan mudah dimengerti, maka dibawah ini
akan diberikan uraian mengenai hal-hal tersebut diatas.

A. Jenis Material (Litologi) Pembentuk Lereng

Jenis material/ litologi yang membentuk suatu lereng sangat mempengaruhi


kemantapan lereng yang bersangkutan. Lereng yang terbentuk dari material
yang mempunyai kekuatan kecil (tanah) akan lebih mudah longsor dibandingkan
dengan lereng yang terbentuk oleh material yang kuat (batu). Daerah dimana
pertambangan beroperasi, umumnya terdiri dari gabungan antara tanah dan
batuan, meskipun dapat juga hanya terdiri dari satu jenis material yaitu tanah
atau batuan. Biasanya lapisan yang berada didekat permukaan berupa tanah hasil
pelapukan dan pada bagian yang lebih dalam berupa batuan.

1. Tanah (soil): adalah material pembentuk kulit bumi yang relatif lunak dan
menurut Deere mempunyai kuat tekan (c ) 2 Mpa. Tanah terdiri dari ta-nah
organik dan anorganik, dapat berupa material lepas maupun kompak. Tanah
yang sudah mengalami konsolidasi kuat biasanya kompak dan mempunyai
sifat / karak-teristik mendekati sifat batuan. Tanah organik berasal dari hasil
pelapukan tumbuhan dll, sedangkan tanah anorganik berasal hasil pelapukan
batuan (berupa tanah residu dan sedimen) .

Jenis tanah
Jenis tanah dibedakan dari susunannya, yaitu komposisi campuran antara tanah
organik dengan tanah anorganik serta distribusi ukuran butirnya.

o Tanah organik, didominasi oleh hasil pelapukan tumbuhan (humus).


Tanah yang berada di dekat permukaan tanah umumnya bercampur dengan
tanah yang berasal dari pelapukan tumbuh-tumbuhan (humus) dan karena itu
mempunyai karakteristik yang berbeda dengan tanah anorganik, baik yang
berasal dari pelapukan batuan maupun yang berasal dari material sedimen
(diangkut dari tempat lain).

o Tanah residu, berasal dari pelapukan (kimia) batuan yang tidak mengalami
proses transportasi. Umumnya didominasi oleh mineral lempung (jenis
mineral lempung tergantung pada batuan asalnya) yang berasal dari hasil
pelabukan batuan, karena itu umumnya berukuran halus dan kadang-kadang
masih mengandung butiran sisa material batuan.

o Tanah anorganik tertransport (sedimen), berasal dari tanah organik maupun


tanah residu yang sudah tertransport dan terendapkan kembali. Transportasi
suspensi tersebut mengakibatkan terjadinya pemilahan berdasarkan ukuran
butir atau berat jenis, dan menghasilkan tanah sedimen dengan ukuran yang
berbeda (lempung, lanau, pasir, kerikil, dll.). Sedimen dengan umur yang
relatif muda (resen atau kuarter) umumnya belaum mengalami konsolidasi

2
(lepas), sedangkan yang berumur tersier atau lebih tua umumnya sudah
terkonsolidasi dengan baik dan berubah menjadi batuan sedimen (batu pasir,
batu lanau, batu lempung, dll.).

Klasifikasi tanah

o Umumnya tanah merupakan campuran dari beberapa jenis tanah, sehingga


untuk mempermudah pengenalannya perlu dibuat klasifikasi. Terdapat
banyak sistem klasifikasi tanah sesuai dengan keperluannya, yaitu untuk
keperluan teknik sipil, pertanian, dll., yang antara lain adalah berdasarkan
ukuran butir (MIT, 1931), (AASTHO, 1970), dan (Unified, 1953)

Struktur
o Pada tanah tidak ada struktur geologi yang dapat menjadi bidang lemah,
karena tanah sesuai dengan sifat dan karakteristiknya, merupakan material
yang menerus (kontinu). Seandainya ditemukan kenampakan struk-tur pada
batuan yang lapuk (tanah residual), maka bidang tersebut tidak menjadi
penting lagi karena kekuatan tanahnya sendiri relatif rendah ( deng-an c 2
Mpa).

2. Batuan (rock): adalah material yang kompak dan keras, yang menurut Deere
mempunyai kuat tekan (c ) > 2 Mpa. Batuan terdiri dari susunan mineral-
mineral yang berasal dari pembekuan magma (batuan beku), fragmen batuan
yang telah mengalami proses trans-portasi dan konsolidasi sangat kuat (batuan
sedimen), dan hasil ubahan dari batuan lain (batuan metamorf).

Jenis batuan
Berdasarkan genesanya, batuan dibagi menjadi 3 yaitu :
o Batuan beku : terbentuk dari pembekuan magma, umumnya keras, kompak,
kuat; kecuali yang sudah mulai lapuk. Dapat berupa batolit (yang
tersingkap), imtrusi, atau airan lava.
o Batuan sedimen : terbentuk dari sedimentasi material (tanah) tertransport dan
terendapkan, berlapis, sudah mengalami konsolidasi sangat kuat, umumnya
keras, kompak, kuat; terutama yang berumur tua. Sedangkan yang berumur
muda/ tidak terkonsolidasi kuat, atau yang sudah lapuk, umumnya
kekuatannya lebih rendah (breksi, konglomerat, batu pasir, batu lempung,
batu lanau, dll.).
o Batuan metamorf : terbentuk karena malihan (metamorfose) dari batuan lain
akibat tekanan dan/ atau panas yang sangat tinggi sehingga terjadi
rekristalisasi mineral yang ada di dalamnya. Kekuatan batuan metamorf
bervariasi, tergantung pada jenis, tingkat metamorfose, dan tekstur
batuannya. Batuan metamorf yang masif (kuarsit, marmer, filit) dapat
mempunyai kekuatan yang tingi, tetapi batuan metamorf yang berlapis
(misalnya sekis mika, batu sabak) kekuatannya sangat tergantung pada

3
kehadiran foliasi/ perlapisan atau bidang lemah lain yang terdapat pada
batuantersebut.
Klasifikasi batuan
Batuan diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :

o Batuan utuh (intact rock) : adalah batuan yang tidak mempunyai bidang
lemah (kekar, sesar, retakan, rekahan dll.) sehingga benar-benar utuh dan
mempunyai kekuatan yang tinggi dan merata.

o Massa batuan (rock mass) : adalah batuan yang di dalamnya (padanya) ter-
dapat bidang-bidang lemah, sehingga kekuatannya berkurang dan peram-
batan tekanan/ tegangannya tidak merata. Bagian massa batuan yang pa-ling
lemah adalah bidang batas batuan utuhnya (struktur) yang karena itu disebut
sebagai bidang lemah.

Kekuatan batuan
Kekuatan batuan utuh dipengaruhi oleh sifat fisik (rapat massa/ densitas,
porositas, dll) dan sifat mekaniknya (kohesi, sudut geser dalam, modulus
elastisitas, modulus Young, kuat tekan, kuat geser, kuat tarik, dll.). Sedang-kan
massa batuan, selain dipengaruhi oleh parameter di atas, juga dipenga-ruhi oleh
kondisi, sifat, dan orientasi dari bidang-bidang lemahnya.

Meskipun umumnya batuan mempunyai kekuatan yang lebih tinggi dari tanah,
tetapi dalam kondisi tertentu dimana keberadaan/ penyebaran bidang lemah
sangat rapat, serta orientasinya tersebar merata, maka dalam analisisnya
diasumsikan sebagai tanah (karena kekuatannya kecil).

B. Struktur Geologi

Telah disebutkan di atas, bahwa salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi
kemantapan atau kestabilan suatu lereng batuan adalah kehadiran bidang lemah
yang dapat mengurangi kekuatan batuan utuh. Bidang lemah pada batuan umumnya
berupa struktur geologi, yang pembentukannya dipengaruhi oleh gaya dari dalam
batuan itu sendiri (yaitu kekuatan batuan) dan gaya dari luar yaitu berupa gaya tekan
atau tarik yang disebabkan oleh proses tektonik yang terjadi pada lapisan litosfer.
Karena itu pengetahuan dan pengenalan terhadap bermacam-macam bidang lemah
(struktur batuan) beserta sifat-sifatnya adalah sangat penting dalam analisis
kemantapan lereng pada suatu bukaan tambang.

Struktur (geologi) yang dikenal pada batuan a.l. adalah :

a. Bidang sesar (fault)


b. Bidang perlapisan (bedding plane)
c. Bidang kekar (joints)
d. Foliasi (pada batuan metamorf)
e. Bidang batas litologi

4
f. Bidang kontak inrusi
1. Tektonik

Aktivitas tektonik yang bekerja di suatu daerah tertentu mempunyai penga-ruh


yang besar terhadap perubahan yang terjadi pada konfigurasi sistem geologi
yang ada. Gerakan-gerakan lempeng yang mempunyai kekuatan yang besarnya
melampaui kekuatan batuan akan mengakibatkan batuan/ lapisan batuan terlipat
atau terpatahkan, yang menghasilkan struktur perlipatan (pada batuan yang
elastik) dan struktur sesar (pada batuan yang getas) dalam skala regional seperti
terlihat pada Gambar 1.

Sesar regional (utama) tersebut diikuti oleh terbentuknya sesar-sesar yang lebih
kecil, maupun sistem kekar (geser) pada batuan-batuan disekitarnya. Sedangkan
perlipatan yang terjadi dapat mengakibatkan terbentuknya sis- tem kekar tarik,
terutama pada bagian yang terlipat kuat.

Pertumbuhan bidang-bidang lemah pada batuan sangat intensif pada daerah-


daerah yang mengalami kegiatan tektonik yang kuat, terutama pada batuan yang
berumur tua yang terdapat pada daerah aktif.

Gambar 1: Pergerakan Lempeng

2. Jenis Bidang Lemah (Struktur Geologi)

a. Sesar (fault)
Sesar atau patahan, adalah suatu bidang dengan ukuran besar yang posisi
masing-masing sisinya sudah bergeser. Pergeseran tersebut bisa hanya
beberapa meter sampai beberapa ratus meter, bahkan mungkin lebih.
Karena sifat pergeserannya tersebut, sesar dapat dibedakan menjadi :
Sesar normal

5
Sesar normal (normal fault) adalah sesar dengan pergeseran vertikal,
secara relatif foot walnya bergerak keatas terhadap hanging wallnya
(yang bergerak relatif kebawah).
Sesar naik
Sebaliknya sesar naik (thrust fault) adalah sesar dengan pergeseran
vertikal, dimana secara relatif hanging wallnya bergerak ke atas terha-
dap foot wallnya (yang bergerak relatif kebawah).

Sesar geser
Sesar geser adalah sesar yang bergerak secara horisontal, baik yang
kanan maju dan yang kiri mundur (dextral) atau sebaliknya yang kiri
maju dan yang kanan mundur (sinistral).

Sesar diagonal
Sesar diagonal adalah sesar normal yang juga bergeser secara horisntal.

Sesar miring (sesar rotasi)


Ssar miring (oblique fault) adalah sesar diagonal yang tidak sama
pergeseran vertikalnya (terpuntir).

Gambar 2 menunjukkan contoh dari beberapa macam sesar.

(a)

6
(b)

Gambar 2: Contoh sesar (a dan b)

b. Bidang perlapisan (bedding plane)

Pada batuan sedimen, bidang batas antara lapisan batuan yang satu
dengan yang lainnya (bidang perlapisan) adalah merupakan bidang
lemah yang penting dalam kemantapan lereng, terutama kalau batuan
sedimen tersebut sudah terlipat dan bidang perlapisannya miring. Karena
itu keberadaan bidang perlapisan pada daerah yang akan digali sangat
perlu untuk dipertimbangkan.

Gambar 3: Bidang perlapisan dan sesar normal

Seringkali, pada lapisan satu jenis batuan tertentu, misalnya batu basir
atau batu lempung, terdapat juga bidang-bidang perlapisan. Bidang-

7
bidang tersebut, meskipun dalam satu lapisan batuan yang sama, tetap
harus mendapatkan perhatian yang sama karena dapat bertindak sebagai
bidang lemah.

Pada batuan metamorf, bidang perlapisan seperti diatas umumnya tidak


ditemukan, tetapi pada batuan jenis ini terdapat apa yang disebut sebagai
foliasi yang kalau pada batu filit tidak merupakan bidang lemah, tetapi
jika terdapat pada batu sabak, sekis mika, atau gneis, perlu mendapat
perhatian yang cukup. Foliasi tersebut, meskipun tidak merupakan
bidang lemah langsung, keberadaannya dapat memperkecil kekuatan
batuan (kohesi, sudut geser dalam, dan kuat geser pada arah tertentu).

c. Kekar (joints)

Kekar geser
Kekar geser terbentuk oleh adanya tekanan yang besar, umumnya lu-rus,
datar, kasar atau licin, bergelombang atau bergerigi, ada slicken slide,
umumnya rapat atau bukaannya tipis.

Kekar tarik
Sedangkan kekar tarik terbentuk oleh tarikan yang kuat(umumnya pada
perlipatan), tidak lurus, kasar, umumnya bukaannya lebar.

Sistem kekar
Pada suatu massa batuan seringkali terdapat lebih dari satu sistem kekar,
dengan orientasi kekar yang berbeda, secara bersama-sama. Perpotongan
antara sistem kekar tersebut akan membentuk blok-blok batuan yang
terpisah satu dengan lainnya, sehingga masing-masing blok tersebut akan
menjadi tidak stabil jika ada gangguan (misalnya adanya bukaan/ galian)
dan blok-blok tersebut mudah jatuh atau longsor.

Gambar 4: Sistem kekar (joint set)

8
Airtanah
Kehadiran air (aliran air) akan memperlemah ikatan antar blok karena
dapat berfungsi seperti pelumas, menambah tekanan hidraulik, tekanan
naik (uplift), dan memperlemah kekuatan material pengisi.

Material pengisi
Sedangkan keberadaan material pengisi (infilling material) dapat
memperlemah kekuatan massa batuan (jika berfungsi sebagai pelumas)
atau dapat memperkuatnya (apabila berfungsi sebagai perekat antar
blok).

d. Bidang lemah lainnya

Disamping bidang-bidang lemah yang telah disebutkan diatas, terdapat pula


bidang-bidang lain yang juga berpotensi menjadi bidang lemah tergantung
pada kondisi dan karakteristiknya, yaitu bidang-bidang :
Unconformity
Disconformity
Nonconformity

Gambar 5: Bidang ketidak selarasan

9
III. Bidang Lemah (Struktur)

A. Kedudukan (orientasi) bidang lemah

Seperti yang telah diuraikan diatas, bidang lemah adalah merupakan salah satu
parameter penting dalam kemantapan lereng, karena keberadaannya akan merubah
batuan utuh menjadi massa batuan dan karena itu kontinuitas kekuatannya menjadi
terganggu. Tetapi dalam analisis kemantapan lereng pada massa batuan, yang harus
diperhatikan dan diperhitungkan bukanlah keberadaan bidang lemah tersebut saja,
tetapi dalam hal ini kedudukan atau orientasi dari bidang-bidang lemah tersebut juga
merupakan faktor yang sangat penting, terutama untuk melakukan analisis terhadap
jenis longsoran, arah longsoran, serta besarnya gaya-gaya yang bekerja pada lereng
tersebut.

Untuk menyatakan kedudukan bidang lemah didalam dimensi ruang (agar dapat
dianalisis dengan mudah), maka untuk menentukan arah dipakai besaran sudut
terhadap posisi utara (azimuth), sedangkan untuk menentukan kemiringan dipakai
besaran sudut terhadap bidang datar.

1. Jurus/ kemiringan (strike/dip)

a. Jurus (srike) adalah arah (azimuth) dari suatu garis lurus yang merupakan
perpotongan antara bidang obyek dengan bidang datar, ditulis sebagai N xx o
E (atau cara lainnya). Dalam hal ini bidang obyek berada di sebelah kanan.

b. Kemiringan (dip) besarnya sudut antara garis lurus pada bidang obyek yang
tegak lurus terhadap jurus dengan bidang datar.

c. Jurus/ kemiringan (strike/ dip) ditulis sebagai : N xx o E/ yy o

2. Arah kemiringan (dip/ dip direction)

Orientasi dari suatu bidang obyek dapat juga dinyatakan sebagai arah
kemiringan (dip direction). Untuk itu maka sudut azimuth jurus harus
ditambah dengan 90 o , sehingga orientasi bidang diatas dapat ditulis
sebagai : N (xx + 90) o E/ yy o atau yang lebih populer ditulis : yy o/ N (xx +
90) o E.

B. Pengukuran Orientasi Bidang Lemah

Pengukuran dilakukan dengan sistematik dan diusahakan dapat mewakili


penyebaran bidang lemah yang ada di seluruh daerah penyelidikan, agar hasil
analisis yang dilakukan dapat mendekati keadaan sebenarnya.

Hal penting yang harus diperhatikan adalah jangan sampai terjadi pengukuran
ulang atau terlewat, meskipun di lapangan hal ini mungkin sulit dilakukan

10
1. Peralatan pengukuran
Dalam melakukan pengukuran orientasi bidang lemah di lapangan, peralatan
yang dipergunakan adalah kompas geologi, meteran pita, dan alat bantu lainnya
(clipboard, palu geologi, dll.)

2. Metoda pengukuran
Dalam melakukan pengukuran kedudukan bidang lemah atau struktur ada 2 cara
yang sering dipergunakan, yaitu metoda fotogrametri dan metoda pengukuran
dengan kompas geologi langsung di lapangan pada garis pengukuran (metoda
scan line). Dalam kuliah ini yang akan dibicarakan hanya metoda yang kedua
yaitu pengukuran dengan kompas pada garis pengukuran (Gambar 6).

Untuk dapat melakukan pengukuran secara sistematik dan mengurangi


terjadinya pengukuran ulang adalah dengan menerapkan metoda garis
pengukuran (scan line). Dalam hal ini yang penting adalah bahwa jarak antara
garis pengukuran diusahakan sama dengan persistensi bidang lemah (panjang
garis perpotongan permukaan dengan bidang lemah). Tinggi garis pengukuran
dari lantai pengukuran paling tidak sama dengan ketinggian mata pengamat,
panjang bentangan garis pengukuran tidak kurang dari 10 X jarak kekar rata-rata
di daerah tersebut dan diusahakan tidak kurang dari 30 meter. Pengukuran strike/
dip dilakukan sepanjang garis pengukuran yang bersangkutan dan sebaiknya
dilakukan 2 X (maju dan mundur). Hasil pengukuran dan pengamatan bidang
lemah dicatat pada formulir pengamatan sepertui pada Gambar 7.

3. Pembagian blok pengukuran


Untuk suatu bukaan tambang (dimana dinding lereng akan membentuk su-atu
pola tertutup) atau jalan raya yang berbelok-belok, maka perlu dilaku-kan
pembagian blok sesuai dengan orientasi lereng yang akan dibuat atau sesuai
dengan pola orientasi bidang lemah yang ada. Hal ini akan mempermudah
pengukuran di lapangan maupun dalam melakukan analisis kestabilannya.

4. Pengecekan hasil pengukuran


Dalam suatu daerah/ blok/ permukaan tertentu, jumlah bidang lemah yang
diukur orientasinya bervariasi, tergantung pada kondisi dan sifat penyebar-
annya. Setelah pengukuran dilakukan pada beberapa scan line pada suatu blok
tertentu ( 100 hasil pengukuran), maka perlu dilakukan plotting + pembuatan
kontur kutub (pole) bidang lemah tersebut pada stereo net (Schmidt net/ equal
area net) di lapangan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah hasil
pengukuran yang telah dilakukan sudah mencukupi atau belum.

Jika hasil plotting belum menunjukkan suatu pola tertentu ( 20 %) maka


ditambah dengan 300 pengukuran berikutnya dan 400 hasil pengu-kuran tersebut
diplot/ kontur lagi sampai didapatkan pola orientasi yang jelas. Tetapi, kalau
sampai dengan 600 pengukuran atau lebih hasilnya tetap tidak menunjukkan
pola tertentu (tersebar merata pada stereo net), maka pengukuran untuk blok

11
tersebut dapat dianggap cukup. (Cara pengecekan yang lebih detil diberikan oleh
Staufer (1966) dalam Hoek dan Bray, 1981).

Gambar 6: Garis Pengukuran (scan line)

12
13
Gambar 7: Contoh Formulir Pengamatan Lapangan
C. Karakteristik Bidang Lemah dan Kekuatan Massa Batuan

Batuan umumnya mempunyai kekuatan yang jauh lebih tinggi dibandingkan


dengan kekuatan tanah, tetapi massa batuan kekuatannya umumnya lebih rendah
diban-dingkan terhadap kekuatan batuan utuhnya. Berkurangnya kekuatan massa
batuan tersebut adalah karena kehadiran bidang-bidang lemah (struktur geologi)
pada batuan yang tadinya merupakan batuan utuh tersebut.

Kekuatan massa batuan hampir sepenuhnya dipengaruhi oleh karakteristik bidang-


bidang lemahnya, terutama sistem kekarnya. Beberapa kondisi bidang lemah (baik
sendiri atau gabungan) sangat mem-pengaruhi kekuatan massa batuannya, yaitu
kohesi sisa (Cr) maupun sudut geser dalam sisanya ( r). Kondisi-kondisi tersebut
adalah :

1. Kekasaran (roughness), bidang struktur yang permukaannya kasar apabila


dikenai tegangan geser akan menghasilkan angka kohesi maupun sudut geser
dalam yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang permukaannya halus
(licin)

2. Kegelombangan (waviness), permukaan bidang struktur yang bergelombang


atau bergerigi juga akan menghasilkan angka kohesi yang lebih tinggi
dibandingkan permukaan yang tidak berkelombang (lurus).

3. Lebar bukaan, bukaan bidang struktur yang lebar akan menghasilkan kekuatan
yang lebih rendah dibandingkan bukaan yang sempit.

4. Material pengisi dan sifat-sifatnya, kalau bukaan struktur terisi oleh material
yang kekuatannya rendah, lunak, lembab (misalnya mineral lempung) maka
kekuatan batuannyapun akan rendah karena material pengisi tersebut berfungsi
sebagai pelumas. Tetapi jika material pengisinya mem-punyai kekuatan yang
tinggi atau bertindak sebagai perekat (misalnya ku-arsa, kalsit, dll) maka
kekuatan massa batuannya akan lebih tinggi.

5. Jarak kekar, adalah jarak tegak lurus antara dua kekar yang berurutan pada
garis pengukuran. Jarak dan perpotongan antar kekar (bidang lemah) sangat
mempengaruhi kekuatan massa batuan. Massa batuan dengan sistem kekar
rapat dan/ atau saling berpotongan jelas kekuatannya jauh lebih kecil
dibandingkan yang kekarnya jarang, apalagi terhadap batuan utuh.

ISRM merekomendasikan pemakaian standar jarak kekar yang dibuat oleh


Attewel (1981, yang telah diperbarui) seperti pada Tabel dibawah ini :

14
Klasifikasi jarak kekar menurut Attewel (1993)
Uraian Struktur planar Jarak
Sangat lebar Perlapisan sangat tebal >2m
Lebar dan luas Perlapisan tebal 600 2000 mm
Lebar sedang Perlapisan sedang 200 600 mm
Dekat Perlapisan tipis 60 200 mm
Sangat dekat Perlapisan sangat tipis 20 60 mm
Sangat berlapis (b sedimen) 6 20 mm
Perlapisan sempit 6 20 mm
(b metamorf & b beku)
Berfoliasi (b metamorf) 6 20 mm
Sangat dekat sekali < 20 mm
Perlapisan tipis (b sedimen) < 6 mm
Sangat berfoliasi (b metamorf) < 6 mm

Gambar 8: Contoh histogram jarak kekar

6. Persistensi (panjang) kekar, kekar yang berukuran besar (sperti juga bidang
perlapisan dan sesar) akan menampakkan persistensi yang tinggi (kenampakan
kekar yang panjang). Persistensi kekar yang tinggi akan mengakibatkan
kemungkinan perpotongan antar kekar yang lebih tinggi, yang berarti
memperlemah kekuatan massa batuan.

7. Keberadaan air, aliran atau rembesan air di dalam bidang lemah akan
memperlemah kekuatan massa batuan karena air dapat menjadi pelumas
terjadinya pergeseran, dan keberadaan air juga akan meningkatkan beban

15
akibat tambahan tekanan hidraulik. Sedangkan bidang lemah yang tidak berair
(kering) tidak akan mengalami hal tersebut.

Dalam analisis longsoran kekuatan massa batuan yang berperan adalah kuat geser
(shear strength). Kuat geser untuk bidang lemah dapat ditentukan dari uji
laboratorium atau uji lapangan (insitu) dengan menggunakan kriteria selubung
Patton atau kurva selubung Barton sbb:

1. Selubung bilinier Patton

a) untuk harga n kecil : p = n tan (r + i)

b) jika harga n besar : p = n tan (r)

dimana r = sudut geser dalam sisa (lab) dan


i = sudut kekasaran kekar (lapangan)

2. Kurva selubung Barton

p = n tan ( JRC log c / n + b )

dimana JRC = koefisien kekasaran kekar (Joint Roughness Coefficient)


c = kuat tekan dinding kekar
b = sudut geser dasar ( = r )

Gambar 9: Permukaan bidang yang kasar dan JRC (Barton, 1977)

16
Gambar 10: Prediksi kekuatan bidang lemah yang kasar (Barton, 1977)

D. Beberapa Istilah Penting

1. Batuan utuh (intact rock) adalah potongan atau blok batuan dengan ukuran
kecil atau besar, yang tidak dipsahkan oleh struktur (kekar, sesar, retakan,
rekahan dll.), bersifat homogen dan isotrop sehingga kekuatan maupun pe-
nyebaran tegangan pada semua bagiannya dapat dianggap sama kesemua arah.

2. Massa batuan (rock mass) adalah susunan potongan atau blok batuan yang
dipisahkan oleh bidang-bidang lemah yang umumnya adalah struktur geologi
(sesar, bidang perlapisan, sistem kekar, rekahan) sehingga kekuatannya
berkurang, dan perambatan tekanan/ tegangan ke semua arah pada batuan
tersebut tidak merata. Bagian dari massa batuan yang paling lemah adalah
pada bidang batas batuan utuhnya (struktur) yang karena itu disebut sebagai
bidang lemah.

3. Kondisi day light adalah kondisi dimana arah bidang lemah sama/ selaras
dengan arah lereng, dan keduanya saling berpotongan pada permukaan
terbuka.

4. Rock Quality Designation (RQD) menyatakan tingkat kerapatan kekar pada


massa batuan. RQD dapat dipakai sebagai data tambahan/ bahan pertimbangan
dalam analisis kestabilan/ kemantapan lereng batuan.

17
RQD dapat ditentukan dengan 2 cara yaitu :

Dari data pemboran (coring) :


RQD dihitung dari persentase dari jumlah panjang potongan batuan utuh
(core) yang lebih dari 10 cm terhadap panjang total penembusan pemboran
dengan panjang run minimum 2 meter.

potongan core 10 cm
RQD = --------------------------------- x 100 %
panjang (run) pemboran

Dari pemetaan struktur (pengukuran kekar) :


Priest dan Hudson (1976) mengusulkan perhitungan RQD dari data frekuensi
kekar pasda permukaan batuan dengan persamaan :

RQD = 100 e 0.1 (0.1 + 1)

dimana : = rata-rata frekuensi kekar / meter

5. Rock Mass Rating (RMR) adalah suatu metoda penilaian peringkat kekuatan
massa batuan untuk tujuan-tujuan kemantapan bukaan. Meskipun secara
langsung tidak dapat dipakai untuk memprediksi kemantapan lereng, tetapi
secara kualitatif RMR juga dapat membantu analisis kemantapan lereng.
Semakin kecil nilai peringkat massa batuan semakin kecil pula tingkat
kemantapan lerengnya. Klasifikasi massa batuan dikenalkan a.l. oleh
Bieniawski (RMR, 1989) dan Barton (Q-System, 1974)

IV. Distribusi struktur dengan kestabilan lereng

A. Jenis Longsosran

Longsoran bisa terjadi karena proses alami maupun karena akibat kegiatan
manusia. Jika ditinjau dari mekanisme dan bentuk bidang longsorannya, terdapat
beberapa jenis longsoran yang dapat terjadi, tergantung dari kondisi dan jenis
material pembentuk lereng yang bersangkutan.

1. Longsoran busur (circular failure)


Longsoran busur mempunyai bentuk dasar longsoran yang berupa busur dan
umumnya terjadi pada lereng yang material pembentuknya adalah tanah,
batuan yang sangat terkekarkan (heavily jointed rock mass), atau batuan
terkekarkan yang lapuk. Pada lereng tambang longsoran jenis ini sering
terjadi pada lereng bagian atas dimana batuannya sudah berubah menjadi
tanah.

18
Gambar 11: Beberapa jenis longsoran tanah

2. Longsoran bidang (plane failure)


Longsoran bidang dapat terjadi pada lereng dimana pembentuknya adalah
massa batuan yang orientasi bidang lemahnya sejajar dengan arah
kemiringan lereng. Jadi longsoran tersebut mengikuti arah bidang lemah
yang ada (Gambar 11 dan 12)..

19
Gambar 11: Permukaan longsoran bidang

Gambar 12: Kasus longsoran bidang/ baji

20
3. Longsoran baji (wedge failure)
Longsoran baji adalah longsoran bidang dengan 2 atau lebih bidang lemah.
Bongkah atau baji yang meluncur bisa bertumpu pada kedua bidang
lemahnya atau hanya pada salah satu bidang saja, tergantung dari posisi/
kedudukan bidang-bidang lemah tersebut.

Gambar 13: Permukaan longsoran baji

21
Gambar 14: Analisis longsoran baji

4. Gulingan (toppling)
Sedangkan gulingan terjadi karena orientasi bidang lemah yang ada
memberikan arah kemiringan yang berlawanan dengan arah kemiringan
lereng, tetapi bidang lemah tersebut mempunyai sudut kemiringan yang
tinggi (hampir tegak).

22
(a)

(b)

Gambar 13: Sketsa gulingan (toppling)

23
B. Analisis Kemantapan Lereng dan Proyeksi Stereografis

1. Bidang lemah
Struktur geologi (besar maupun kecil) akan merupakan bidang lemah, karena
keberadaannya mengubah kontinuitas batuan jadi jelas mengganggu
kekuatan batuan dan penyebarannya.

a. Distribusi bidang lemah


Di alam (lapangan) sebenarnya orientasi bidang-bidang lemah batuan
(struktur geologi) sangat bervariasi, tetapi pada dasarnya mempunyai
pola-pola tertentu yang menunjukkan/ memperlihatkan bahwa pola
tersebut mengikuti suatu sistem bidang lemah tertentu (bidang
perlapisan, atau sistem kekar/ joint set tertentu)

b. Kehadiran beberapa bidang lemah (hasil analisis stereografis)


Dengan proyeksi stereografis, yang pada hakekatnya adalah suatu
metoda statistik, penyebaran orientasi bidang lemah tersebut dapat
dikelompokkan dalam beberapa sistem yang masing-masing relatif sama/
berkelompok (mode). Dalam suatu populasi bidang lemah bisa terdapat
satu, dua, atau lebih kelompok populasi, atau bahkan ada yang tidak
dapat dikelompok-kan (random dan tersebar secara merata).

c. Arah kemiringan bidang lemah


Dari proyeksi stereografis diatas dapat dilihat bahwa di suatu daerah
penyebaran bidang lemah tertentu bisa terdapat beberapa arah
kemiringan bidang lemah yang masing-masing mewakili
(mempresentasikan) kelom-poknya (misalnya: bidang sesar, beberapa
bidang perlapisan, dan beberapa kelompok kekar/ joint set).

Dengan menyederhanakan seluruh sistem bidang lemah menjadi hanya


beberapa bidang lemah saja, maka analisis terhadap kemantapan lereng
dapat dilakukan dengan lebih mudah, cepat, dan murah.

d. Populasi, orientasi, dan kerapatan struktur (kekar)


Dalam keadaan tertentu, terutama pada daerah dengan sejarah tektonik
yang kuat, bidang-bidang lemah (terutama kekar) bisa terbentuk secara
intensif, rapat, dan dengan orientasi (strike/ dip) yang sangat bervariasi
sehingga tidak ada yang dominan. Keadaan tersebut akan membuat hasil
proyeksi stereografis tidak memberikan suatu pola/ pengelompokan
tertentu, tetapi menggambarkan penyebaran kutub bidang lemah yang
merata pada seluruh bidang proyeksi (random).

24
Gambar 14: Sebaran bidang kekar yang rapat dan merata

Pola seperti diatas menunjukkan bahwa tidak ada kecenderungan


terjadinya longsoran melalui bidang lemah tertentu, dan longsoran yang
mungkin terjadi adalah longsoran busur (seperti pada tanah). Hoek dan
Bray (1981) menyatakan bahwa massa batuan yang terkekarkan sangat
kuat dan mulai lapuk akan menghasilkan longsoran yang berbentuk
busur.

C. Proyeksi Stereografis dan Pengolahan Data Struktur

Untuk memudahkan analisis struktur atau bidang lemah pada massa batuan (yang
jumlahnya banyak dan mempunyai orientasi yang beragam) dipakai metoda grafis
dengan bantuan proyeksi stereogafis. Caranya adalah dengan mengambarkan
kutub-kutub (poles) dari setiap bidang lemah tersebut pada suatu bola yang
kemudian diproyeksikan pada sebuah bidang datar.

25
Gambar 15: Proyeksi equatorial dan polar dari suatu bola

26
Gambar 16: Penggambaran stereonet

27
2. Equatorial equal-area stereonet (Schmidt net)

Gambar 17: Stereonet ekuatorial luas-sama (Schmidtnet)

28
3. Polar equal area stereonet

Gambar 18: Stereonet polar luas-sama

29
4. Dennes curvilinear cell counting net

Gambar 19: Jaring penghitungan sel kurvilinier (Dennes tipe B)

30
5. Penggambaran bidang lemah

31
32
33
34
Penghitungan kutub (pole)

Gambar 20: Hasil penghitungan titik-titik kutub bidang lemah

35
6. Penentuan bidang-bidang utama (pembuatan kontur)

Gambar 21: Hasil penggambaran kontur sebaran bidang lemah

36
D. Pemanfaatan Data Struktur Dalam Kemantapan Lereng

1. Pendugaan jenis longsoran

Gambar 22: Sebaran bidang lemah dan jenis longsoran yang mungkin terjadi

37
2. Pendugaan arah longsoran

Gambar 23: Pendugaan arah longsoran dar hasil analisis stereografis

38
Gambar 24: Evaluasi stereografis kemungkinan longsoran pada open pit

39
(a)

40
(b)

Gambar 25: Hasil analisis kinematik potensi longsor (a dan b)

41
Gambar 26: Tahapan analisis longsoran bidang

42
Gambar 27: Penentuan bidang potong pada baji

43
Gambar 28: Pendugaan longsoran bidang

44
I. Pengumpulan Data Geologi (Lapangan)

A. Pemetaan Geologi

Sebelum pengukuran struktur, lebih dulu dilakukan studi geologi pada daerah
yang lebih luas untuk mengetahui sebaran litologi (mengenali jenis batuan dan
tanah), penyebaran struktur (sesar, perlapisan, sistem perlipatan), dan
pertumbuhan sistem kekar di daerah penyelidikan. Studi ini meliputi semua data
yang sudah ada (peta geologi, pengukuran struktur, hasil analisis struk-tur, dll.),
maupun dengan melakukan pemetaan secara langsung (data primer). Termasuk
dalam kegiatan ini adalah pengumpulan data airtanah yang sudah ada.

Gambar 29: Diagram alir penggunaan data geologi

45
Gambar 30: Sketsa peta geologi untuk lokasi pit

46
Gambar 31: Skema pembagian blok, penampang tegak, dan gambaran 3-D

47
B. Survei Geofisika

Survei geofisika meskipun dapat dilakukan tetapi tidak dapat memberikan data
kuantitatif yang diperlukan untuk analisis kemantapan lereng. Hasil survei
geofisika lebih membantu dalam mengetahui secara kualitatif penye-baran
horisontal maupun vertikal dari batuan terkekarkan yang menjadi obyek
penyelidikan.

C. Pengambilan Contoh Tanah dan Batuan

Contoh tanah dan batuan merupakan bagian yang penting dari pengumpulan data
parameter yang diperlukan untuk analisis kemantapan lereng. Contoh-contoh
tersebut diperlukan untuk penelitian laboratorium untuk mendapatkan parameter-
parameter sifat fisik maupun sifat mekanik tanah dan batuan yang terlibat dalam
analisis kemantapan lereng. Oleh karena itu, contoh tersebut harus diambil dan
diperlakukan dengan menggunakan cara pengambilan contoh yang benar
(standar). Untuk contoh tanah, adalah sangat penting untuk melindunginya dari
goncangan dan pengurangan kandungan air-nya (undisturbed sample).

1. Langsung
Pada lokasi yang berada di permukaan atau bukaan yang sudah tersingkap oleh
penggalian, contoh tanah atau batuan dapat diambil secara langsung dan tidak
perlu lagi membuat sumuran, paritan, atau pemboran.

2. Sumur dan paritan


Jika contoh (tanah) yang akan diambil berada pada lokasi yang belum
tersingkap tetapi tidak terlalu dalam maka perlu dilakukan pembuatan sumuran
atau paritan untuk mempermudah pengambilan con-tohnya.

3. Pemboran
Untuk mengambil contoh batu atau tanah pada tempat yang cukup dalam,
umumnya diperlukan pemboran (core drilling).

4. Pengambilan contoh

48
(a)

(b)

Gambar 32: Pemboran inti untuk sampling

49
Gambar 33: Pemilihan dan penanganan contoh core

50
Gambar 34: Penaganan contoh massa batuan

5. Spesifikasi contoh

a. Jenis contoh
Contoh terganggu adalah contoh yang diambil tidak dengan cara
pengambilan khusus dan tidak perlu dijaga keasliannya (kondisi yang
sama dengan keadaannya semula sebelum dia-mbil). Biasanya contoh
seperti ini tidak untuk uji laboratorim untuk parameter kekuatan batuan
atau kandungan air.

Contoh tak terganggu adalah contoh yang diambil secara khusus agar
sifat aslinya di alam tidak berubah (sifat mekanik, kandungan air,
kemas, dll.) dan contoh tersebut juga harus di-lindungi dari goncangan,
penguapan air, maupun perubahan lainnya.

b. Ukuran contoh
Ukuran contoh umumnya disesuaikan dengan uji yang akan dilakukan dan
ukuran alat uji yang digunakan di laboratorium.

51
Gambar 35: Penyiapan contoh untuk uji laboratorium

52
D. Pengujian di Lapangan (insitu test)

Beberapa jenis uji untuk mendapatkan parameter yang diperlukan untuk


analisis kemantapan lereng dapat (kadang-kadang disarankan) dilakukan
langsung di lapangan, misalnya uji geser langsung, baik untuk tanah maupun
batuan. Keuntungan uji langsung di lapangan adalah parameter yang
didapatkan lebih teliti karena skala pengujiannya lebih besar, contoh tidak
rusak di perjalanan, dan mengurangi beban transportasi contoh. Kerugiannya
adalah uji lapangan umumnya lebih mahal dan memerlukan waktu dan
persiapan yang lama.

(a)

(b)

Gambar 36: Uji geser langsung di lapangan

53
(a)

(b)

Gambar 37: Uji pembebanan di lapangan

54
55
Penyelidikan Airtanah

Dalam analisis kemantapan lereng keberadan dan kondisi airtanah pada lokasi
lereng mempunyai pengaruh yang sangat penting dan harus mendapatkan
perhatian yang serius. Untuk itu maka posisi muka airtanah di daerah tersebut
harus diketahui dengan pasti, demikian juga sifat hidrogeologis lainnya (misalnya
konduktivitas hidraulik, dll.).

Pengaruh airtanah terhadap lereng adalah dalam bentuk gangguan terhadap


kemantapannya a.l. :

1. Tekanan air (tekanan hidraulik) :


a. mengurangi kuat geser (tanah maupun massa batuan)
b. meningkatkan gaya penggerak
2. Meningkatkan beban (moisture content)
3. Menyebabkan erosi permukaan lereng :
a. pada muka lereng
b. pengisian rekahan
c. penyumbatan (clogging)
4. Menyebabkan pelapukan material pembentuk lereng
5. Menyebabkan likuifaksi pada tanah residu, lanau (tanah loss), atau timbunan

Penyelidikan kondisi airtanah dapat dilakukan dengan cara :

1. Mengukur muka air tanah pada sumur yang sudah ada atau sumur baru (dibuat
sumur gali atau sumur bor dangkal baru)
2. Memetakan litologi dan sistem akuifer yang ada di daerah yang bersangkutan
3. Melakukan analisa kimia airtanah (pengambilan contoh dan uji labora-torium).
Airtanah mungkin mengandung ion-ion yang dapat melarutkan semen dll.
4. Uji permeabilitas, dll.

Gambar ?? => dari Nopadol (3 gambar hal 5.5, 5.7, dan 5.8)

56
II. Pemodelan Geologi

Dari hasil pemetaan geologi/ hidrogeologi dibuat model penyebaran tanah/ batuan,
penampang geologi dan hidrogeologi, untuk mendapatkan gambaran mengenai
penyebaran litologi dengan batas-batasnya, penyebaran struktur, dan kondisi airtanah,
yang merupakan faktor-faktor penting dalam analisis kemantapan lereng dan
perencanaan dimensi lereng dengan segala konsekuensinya.

1. Peta geologi
Peta geologi merupakan gambaran mengenai penyebaran litologi dan struktur
geologi yang ada di daerah penyelidikan secara lateral

(a)

57
(b)

Gambar 38: Peta geologi (a) dan blok struktur dan orientasi kekar (b)

2. Diagram pagar
Diagram pagar adalah penampilan peta geologi secara perspektif 3-Dimensi, untuk
memperlihatkan konfigurasi geologi yang lebih jelas.

3. Penampang geologi dan kondisi airtanah


Penampang geologi merupakan gambaran mengenai penyebaran litologi, struktur
geologi/ bidang lemah yang ada secara vertikal. Penampang ini sebaiknya dibuat
sejajar dengan dengan penampang lereng yang akan dibuat. Sedangkan kondisi
airtanah dinyatakan dengan menggambarkan posisi muka airtanah pada
penampang geologi tersebut.

58
Gambar 39: Penampang geologi pit

(a)

59
(b)

Gambar 40: Pola kestabilan lereng di sekeliling pit hasil analisis streografis

60

Anda mungkin juga menyukai