0
I. Pengumpulan Data Geologi
I. Pendahuluan
Salah satu kendala penting dalam kegiatan pertambangan, baik dalam tambang
terbuka maupun tambang bawah tanah, adalah kemantapan atau kestabilan daerah
operasi penambangan. Karena itu sebelum penambangan dimulai, harus dibuat suatu
rencana tambang yang sudah memperhitungkan kemantapan dan kestabilan daerah
tersebut, jika operasi penambangan dilaksanakan.
Gaya penahan maupun gaya penggerak pada lereng tanah/ batuan sangat erat
hubungannya dengan kondisi geologi dan airtanah di daerah yang bersangkutan.
Gaya penahan dicerminkan oleh kekuatan tanah/ batuan meliputi parameter sifat
mekanik tanah/ batuan yaitu kuat tekan (c), kohesi (C), dan sudut geser dalam ().
Sedangkan gaya penggerak adalah gaya-gaya yang ditimbulkan oleh gravitasi yaitu
bobot isi () dari tanah/ batuan pembentuk lereng, tekanan hidrostatik air, dan
geometri lereng (sudut dan tinggi lereng). Karena itu, untuk dapat membuat rencana
lereng tambang yang baik dan aman, maka data para-meter-parameter tersebut
diatas merupakan data yang sangat diperlukan.
Dalam kuliah ini yang akan dibahas adalah material geologi pembentuk daerah
(tanah dan batuan) beserta sifat-sifatnya, penyebaran dan karakteristik dari bidang
lemah (struktur) yang ada, serta bagaimana cara mendapatkan data tersebut di
lapangan.
II. Geologi
Dalam pertambangan, material yang selalu ada dan terlibat di dalam kegiatan per-
tambangan (digali, diangkut, dan ditimbun kembali) adalah tanah dan batuan dengan
segala sifat fisik maupun mekaniknya. Parameter-parameter yang mempe-ngaruhi
kemantapan/ kestabilan lereng tambang adalah a.l. jenis material, bobot isi, kohesi
dan sudut geser dari setiap material pembentuk lereng, homogenitas (kontinuitas)
material, dan untuk batuan : kehadiran bidang-bidang lemah pada naterial tersebut
beserta karakteristiknya.
1
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan mudah dimengerti, maka dibawah ini
akan diberikan uraian mengenai hal-hal tersebut diatas.
1. Tanah (soil): adalah material pembentuk kulit bumi yang relatif lunak dan
menurut Deere mempunyai kuat tekan (c ) 2 Mpa. Tanah terdiri dari ta-nah
organik dan anorganik, dapat berupa material lepas maupun kompak. Tanah
yang sudah mengalami konsolidasi kuat biasanya kompak dan mempunyai
sifat / karak-teristik mendekati sifat batuan. Tanah organik berasal dari hasil
pelapukan tumbuhan dll, sedangkan tanah anorganik berasal hasil pelapukan
batuan (berupa tanah residu dan sedimen) .
Jenis tanah
Jenis tanah dibedakan dari susunannya, yaitu komposisi campuran antara tanah
organik dengan tanah anorganik serta distribusi ukuran butirnya.
o Tanah residu, berasal dari pelapukan (kimia) batuan yang tidak mengalami
proses transportasi. Umumnya didominasi oleh mineral lempung (jenis
mineral lempung tergantung pada batuan asalnya) yang berasal dari hasil
pelabukan batuan, karena itu umumnya berukuran halus dan kadang-kadang
masih mengandung butiran sisa material batuan.
2
(lepas), sedangkan yang berumur tersier atau lebih tua umumnya sudah
terkonsolidasi dengan baik dan berubah menjadi batuan sedimen (batu pasir,
batu lanau, batu lempung, dll.).
Klasifikasi tanah
Struktur
o Pada tanah tidak ada struktur geologi yang dapat menjadi bidang lemah,
karena tanah sesuai dengan sifat dan karakteristiknya, merupakan material
yang menerus (kontinu). Seandainya ditemukan kenampakan struk-tur pada
batuan yang lapuk (tanah residual), maka bidang tersebut tidak menjadi
penting lagi karena kekuatan tanahnya sendiri relatif rendah ( deng-an c 2
Mpa).
2. Batuan (rock): adalah material yang kompak dan keras, yang menurut Deere
mempunyai kuat tekan (c ) > 2 Mpa. Batuan terdiri dari susunan mineral-
mineral yang berasal dari pembekuan magma (batuan beku), fragmen batuan
yang telah mengalami proses trans-portasi dan konsolidasi sangat kuat (batuan
sedimen), dan hasil ubahan dari batuan lain (batuan metamorf).
Jenis batuan
Berdasarkan genesanya, batuan dibagi menjadi 3 yaitu :
o Batuan beku : terbentuk dari pembekuan magma, umumnya keras, kompak,
kuat; kecuali yang sudah mulai lapuk. Dapat berupa batolit (yang
tersingkap), imtrusi, atau airan lava.
o Batuan sedimen : terbentuk dari sedimentasi material (tanah) tertransport dan
terendapkan, berlapis, sudah mengalami konsolidasi sangat kuat, umumnya
keras, kompak, kuat; terutama yang berumur tua. Sedangkan yang berumur
muda/ tidak terkonsolidasi kuat, atau yang sudah lapuk, umumnya
kekuatannya lebih rendah (breksi, konglomerat, batu pasir, batu lempung,
batu lanau, dll.).
o Batuan metamorf : terbentuk karena malihan (metamorfose) dari batuan lain
akibat tekanan dan/ atau panas yang sangat tinggi sehingga terjadi
rekristalisasi mineral yang ada di dalamnya. Kekuatan batuan metamorf
bervariasi, tergantung pada jenis, tingkat metamorfose, dan tekstur
batuannya. Batuan metamorf yang masif (kuarsit, marmer, filit) dapat
mempunyai kekuatan yang tingi, tetapi batuan metamorf yang berlapis
(misalnya sekis mika, batu sabak) kekuatannya sangat tergantung pada
3
kehadiran foliasi/ perlapisan atau bidang lemah lain yang terdapat pada
batuantersebut.
Klasifikasi batuan
Batuan diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
o Batuan utuh (intact rock) : adalah batuan yang tidak mempunyai bidang
lemah (kekar, sesar, retakan, rekahan dll.) sehingga benar-benar utuh dan
mempunyai kekuatan yang tinggi dan merata.
o Massa batuan (rock mass) : adalah batuan yang di dalamnya (padanya) ter-
dapat bidang-bidang lemah, sehingga kekuatannya berkurang dan peram-
batan tekanan/ tegangannya tidak merata. Bagian massa batuan yang pa-ling
lemah adalah bidang batas batuan utuhnya (struktur) yang karena itu disebut
sebagai bidang lemah.
Kekuatan batuan
Kekuatan batuan utuh dipengaruhi oleh sifat fisik (rapat massa/ densitas,
porositas, dll) dan sifat mekaniknya (kohesi, sudut geser dalam, modulus
elastisitas, modulus Young, kuat tekan, kuat geser, kuat tarik, dll.). Sedang-kan
massa batuan, selain dipengaruhi oleh parameter di atas, juga dipenga-ruhi oleh
kondisi, sifat, dan orientasi dari bidang-bidang lemahnya.
Meskipun umumnya batuan mempunyai kekuatan yang lebih tinggi dari tanah,
tetapi dalam kondisi tertentu dimana keberadaan/ penyebaran bidang lemah
sangat rapat, serta orientasinya tersebar merata, maka dalam analisisnya
diasumsikan sebagai tanah (karena kekuatannya kecil).
B. Struktur Geologi
Telah disebutkan di atas, bahwa salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi
kemantapan atau kestabilan suatu lereng batuan adalah kehadiran bidang lemah
yang dapat mengurangi kekuatan batuan utuh. Bidang lemah pada batuan umumnya
berupa struktur geologi, yang pembentukannya dipengaruhi oleh gaya dari dalam
batuan itu sendiri (yaitu kekuatan batuan) dan gaya dari luar yaitu berupa gaya tekan
atau tarik yang disebabkan oleh proses tektonik yang terjadi pada lapisan litosfer.
Karena itu pengetahuan dan pengenalan terhadap bermacam-macam bidang lemah
(struktur batuan) beserta sifat-sifatnya adalah sangat penting dalam analisis
kemantapan lereng pada suatu bukaan tambang.
4
f. Bidang kontak inrusi
1. Tektonik
Sesar regional (utama) tersebut diikuti oleh terbentuknya sesar-sesar yang lebih
kecil, maupun sistem kekar (geser) pada batuan-batuan disekitarnya. Sedangkan
perlipatan yang terjadi dapat mengakibatkan terbentuknya sis- tem kekar tarik,
terutama pada bagian yang terlipat kuat.
a. Sesar (fault)
Sesar atau patahan, adalah suatu bidang dengan ukuran besar yang posisi
masing-masing sisinya sudah bergeser. Pergeseran tersebut bisa hanya
beberapa meter sampai beberapa ratus meter, bahkan mungkin lebih.
Karena sifat pergeserannya tersebut, sesar dapat dibedakan menjadi :
Sesar normal
5
Sesar normal (normal fault) adalah sesar dengan pergeseran vertikal,
secara relatif foot walnya bergerak keatas terhadap hanging wallnya
(yang bergerak relatif kebawah).
Sesar naik
Sebaliknya sesar naik (thrust fault) adalah sesar dengan pergeseran
vertikal, dimana secara relatif hanging wallnya bergerak ke atas terha-
dap foot wallnya (yang bergerak relatif kebawah).
Sesar geser
Sesar geser adalah sesar yang bergerak secara horisontal, baik yang
kanan maju dan yang kiri mundur (dextral) atau sebaliknya yang kiri
maju dan yang kanan mundur (sinistral).
Sesar diagonal
Sesar diagonal adalah sesar normal yang juga bergeser secara horisntal.
(a)
6
(b)
Pada batuan sedimen, bidang batas antara lapisan batuan yang satu
dengan yang lainnya (bidang perlapisan) adalah merupakan bidang
lemah yang penting dalam kemantapan lereng, terutama kalau batuan
sedimen tersebut sudah terlipat dan bidang perlapisannya miring. Karena
itu keberadaan bidang perlapisan pada daerah yang akan digali sangat
perlu untuk dipertimbangkan.
Seringkali, pada lapisan satu jenis batuan tertentu, misalnya batu basir
atau batu lempung, terdapat juga bidang-bidang perlapisan. Bidang-
7
bidang tersebut, meskipun dalam satu lapisan batuan yang sama, tetap
harus mendapatkan perhatian yang sama karena dapat bertindak sebagai
bidang lemah.
c. Kekar (joints)
Kekar geser
Kekar geser terbentuk oleh adanya tekanan yang besar, umumnya lu-rus,
datar, kasar atau licin, bergelombang atau bergerigi, ada slicken slide,
umumnya rapat atau bukaannya tipis.
Kekar tarik
Sedangkan kekar tarik terbentuk oleh tarikan yang kuat(umumnya pada
perlipatan), tidak lurus, kasar, umumnya bukaannya lebar.
Sistem kekar
Pada suatu massa batuan seringkali terdapat lebih dari satu sistem kekar,
dengan orientasi kekar yang berbeda, secara bersama-sama. Perpotongan
antara sistem kekar tersebut akan membentuk blok-blok batuan yang
terpisah satu dengan lainnya, sehingga masing-masing blok tersebut akan
menjadi tidak stabil jika ada gangguan (misalnya adanya bukaan/ galian)
dan blok-blok tersebut mudah jatuh atau longsor.
8
Airtanah
Kehadiran air (aliran air) akan memperlemah ikatan antar blok karena
dapat berfungsi seperti pelumas, menambah tekanan hidraulik, tekanan
naik (uplift), dan memperlemah kekuatan material pengisi.
Material pengisi
Sedangkan keberadaan material pengisi (infilling material) dapat
memperlemah kekuatan massa batuan (jika berfungsi sebagai pelumas)
atau dapat memperkuatnya (apabila berfungsi sebagai perekat antar
blok).
9
III. Bidang Lemah (Struktur)
Seperti yang telah diuraikan diatas, bidang lemah adalah merupakan salah satu
parameter penting dalam kemantapan lereng, karena keberadaannya akan merubah
batuan utuh menjadi massa batuan dan karena itu kontinuitas kekuatannya menjadi
terganggu. Tetapi dalam analisis kemantapan lereng pada massa batuan, yang harus
diperhatikan dan diperhitungkan bukanlah keberadaan bidang lemah tersebut saja,
tetapi dalam hal ini kedudukan atau orientasi dari bidang-bidang lemah tersebut juga
merupakan faktor yang sangat penting, terutama untuk melakukan analisis terhadap
jenis longsoran, arah longsoran, serta besarnya gaya-gaya yang bekerja pada lereng
tersebut.
Untuk menyatakan kedudukan bidang lemah didalam dimensi ruang (agar dapat
dianalisis dengan mudah), maka untuk menentukan arah dipakai besaran sudut
terhadap posisi utara (azimuth), sedangkan untuk menentukan kemiringan dipakai
besaran sudut terhadap bidang datar.
a. Jurus (srike) adalah arah (azimuth) dari suatu garis lurus yang merupakan
perpotongan antara bidang obyek dengan bidang datar, ditulis sebagai N xx o
E (atau cara lainnya). Dalam hal ini bidang obyek berada di sebelah kanan.
b. Kemiringan (dip) besarnya sudut antara garis lurus pada bidang obyek yang
tegak lurus terhadap jurus dengan bidang datar.
Orientasi dari suatu bidang obyek dapat juga dinyatakan sebagai arah
kemiringan (dip direction). Untuk itu maka sudut azimuth jurus harus
ditambah dengan 90 o , sehingga orientasi bidang diatas dapat ditulis
sebagai : N (xx + 90) o E/ yy o atau yang lebih populer ditulis : yy o/ N (xx +
90) o E.
Hal penting yang harus diperhatikan adalah jangan sampai terjadi pengukuran
ulang atau terlewat, meskipun di lapangan hal ini mungkin sulit dilakukan
10
1. Peralatan pengukuran
Dalam melakukan pengukuran orientasi bidang lemah di lapangan, peralatan
yang dipergunakan adalah kompas geologi, meteran pita, dan alat bantu lainnya
(clipboard, palu geologi, dll.)
2. Metoda pengukuran
Dalam melakukan pengukuran kedudukan bidang lemah atau struktur ada 2 cara
yang sering dipergunakan, yaitu metoda fotogrametri dan metoda pengukuran
dengan kompas geologi langsung di lapangan pada garis pengukuran (metoda
scan line). Dalam kuliah ini yang akan dibicarakan hanya metoda yang kedua
yaitu pengukuran dengan kompas pada garis pengukuran (Gambar 6).
11
tersebut dapat dianggap cukup. (Cara pengecekan yang lebih detil diberikan oleh
Staufer (1966) dalam Hoek dan Bray, 1981).
12
13
Gambar 7: Contoh Formulir Pengamatan Lapangan
C. Karakteristik Bidang Lemah dan Kekuatan Massa Batuan
3. Lebar bukaan, bukaan bidang struktur yang lebar akan menghasilkan kekuatan
yang lebih rendah dibandingkan bukaan yang sempit.
4. Material pengisi dan sifat-sifatnya, kalau bukaan struktur terisi oleh material
yang kekuatannya rendah, lunak, lembab (misalnya mineral lempung) maka
kekuatan batuannyapun akan rendah karena material pengisi tersebut berfungsi
sebagai pelumas. Tetapi jika material pengisinya mem-punyai kekuatan yang
tinggi atau bertindak sebagai perekat (misalnya ku-arsa, kalsit, dll) maka
kekuatan massa batuannya akan lebih tinggi.
5. Jarak kekar, adalah jarak tegak lurus antara dua kekar yang berurutan pada
garis pengukuran. Jarak dan perpotongan antar kekar (bidang lemah) sangat
mempengaruhi kekuatan massa batuan. Massa batuan dengan sistem kekar
rapat dan/ atau saling berpotongan jelas kekuatannya jauh lebih kecil
dibandingkan yang kekarnya jarang, apalagi terhadap batuan utuh.
14
Klasifikasi jarak kekar menurut Attewel (1993)
Uraian Struktur planar Jarak
Sangat lebar Perlapisan sangat tebal >2m
Lebar dan luas Perlapisan tebal 600 2000 mm
Lebar sedang Perlapisan sedang 200 600 mm
Dekat Perlapisan tipis 60 200 mm
Sangat dekat Perlapisan sangat tipis 20 60 mm
Sangat berlapis (b sedimen) 6 20 mm
Perlapisan sempit 6 20 mm
(b metamorf & b beku)
Berfoliasi (b metamorf) 6 20 mm
Sangat dekat sekali < 20 mm
Perlapisan tipis (b sedimen) < 6 mm
Sangat berfoliasi (b metamorf) < 6 mm
6. Persistensi (panjang) kekar, kekar yang berukuran besar (sperti juga bidang
perlapisan dan sesar) akan menampakkan persistensi yang tinggi (kenampakan
kekar yang panjang). Persistensi kekar yang tinggi akan mengakibatkan
kemungkinan perpotongan antar kekar yang lebih tinggi, yang berarti
memperlemah kekuatan massa batuan.
7. Keberadaan air, aliran atau rembesan air di dalam bidang lemah akan
memperlemah kekuatan massa batuan karena air dapat menjadi pelumas
terjadinya pergeseran, dan keberadaan air juga akan meningkatkan beban
15
akibat tambahan tekanan hidraulik. Sedangkan bidang lemah yang tidak berair
(kering) tidak akan mengalami hal tersebut.
Dalam analisis longsoran kekuatan massa batuan yang berperan adalah kuat geser
(shear strength). Kuat geser untuk bidang lemah dapat ditentukan dari uji
laboratorium atau uji lapangan (insitu) dengan menggunakan kriteria selubung
Patton atau kurva selubung Barton sbb:
16
Gambar 10: Prediksi kekuatan bidang lemah yang kasar (Barton, 1977)
1. Batuan utuh (intact rock) adalah potongan atau blok batuan dengan ukuran
kecil atau besar, yang tidak dipsahkan oleh struktur (kekar, sesar, retakan,
rekahan dll.), bersifat homogen dan isotrop sehingga kekuatan maupun pe-
nyebaran tegangan pada semua bagiannya dapat dianggap sama kesemua arah.
2. Massa batuan (rock mass) adalah susunan potongan atau blok batuan yang
dipisahkan oleh bidang-bidang lemah yang umumnya adalah struktur geologi
(sesar, bidang perlapisan, sistem kekar, rekahan) sehingga kekuatannya
berkurang, dan perambatan tekanan/ tegangan ke semua arah pada batuan
tersebut tidak merata. Bagian dari massa batuan yang paling lemah adalah
pada bidang batas batuan utuhnya (struktur) yang karena itu disebut sebagai
bidang lemah.
3. Kondisi day light adalah kondisi dimana arah bidang lemah sama/ selaras
dengan arah lereng, dan keduanya saling berpotongan pada permukaan
terbuka.
17
RQD dapat ditentukan dengan 2 cara yaitu :
potongan core 10 cm
RQD = --------------------------------- x 100 %
panjang (run) pemboran
5. Rock Mass Rating (RMR) adalah suatu metoda penilaian peringkat kekuatan
massa batuan untuk tujuan-tujuan kemantapan bukaan. Meskipun secara
langsung tidak dapat dipakai untuk memprediksi kemantapan lereng, tetapi
secara kualitatif RMR juga dapat membantu analisis kemantapan lereng.
Semakin kecil nilai peringkat massa batuan semakin kecil pula tingkat
kemantapan lerengnya. Klasifikasi massa batuan dikenalkan a.l. oleh
Bieniawski (RMR, 1989) dan Barton (Q-System, 1974)
A. Jenis Longsosran
Longsoran bisa terjadi karena proses alami maupun karena akibat kegiatan
manusia. Jika ditinjau dari mekanisme dan bentuk bidang longsorannya, terdapat
beberapa jenis longsoran yang dapat terjadi, tergantung dari kondisi dan jenis
material pembentuk lereng yang bersangkutan.
18
Gambar 11: Beberapa jenis longsoran tanah
19
Gambar 11: Permukaan longsoran bidang
20
3. Longsoran baji (wedge failure)
Longsoran baji adalah longsoran bidang dengan 2 atau lebih bidang lemah.
Bongkah atau baji yang meluncur bisa bertumpu pada kedua bidang
lemahnya atau hanya pada salah satu bidang saja, tergantung dari posisi/
kedudukan bidang-bidang lemah tersebut.
21
Gambar 14: Analisis longsoran baji
4. Gulingan (toppling)
Sedangkan gulingan terjadi karena orientasi bidang lemah yang ada
memberikan arah kemiringan yang berlawanan dengan arah kemiringan
lereng, tetapi bidang lemah tersebut mempunyai sudut kemiringan yang
tinggi (hampir tegak).
22
(a)
(b)
23
B. Analisis Kemantapan Lereng dan Proyeksi Stereografis
1. Bidang lemah
Struktur geologi (besar maupun kecil) akan merupakan bidang lemah, karena
keberadaannya mengubah kontinuitas batuan jadi jelas mengganggu
kekuatan batuan dan penyebarannya.
24
Gambar 14: Sebaran bidang kekar yang rapat dan merata
Untuk memudahkan analisis struktur atau bidang lemah pada massa batuan (yang
jumlahnya banyak dan mempunyai orientasi yang beragam) dipakai metoda grafis
dengan bantuan proyeksi stereogafis. Caranya adalah dengan mengambarkan
kutub-kutub (poles) dari setiap bidang lemah tersebut pada suatu bola yang
kemudian diproyeksikan pada sebuah bidang datar.
25
Gambar 15: Proyeksi equatorial dan polar dari suatu bola
26
Gambar 16: Penggambaran stereonet
27
2. Equatorial equal-area stereonet (Schmidt net)
28
3. Polar equal area stereonet
29
4. Dennes curvilinear cell counting net
30
5. Penggambaran bidang lemah
31
32
33
34
Penghitungan kutub (pole)
35
6. Penentuan bidang-bidang utama (pembuatan kontur)
36
D. Pemanfaatan Data Struktur Dalam Kemantapan Lereng
Gambar 22: Sebaran bidang lemah dan jenis longsoran yang mungkin terjadi
37
2. Pendugaan arah longsoran
38
Gambar 24: Evaluasi stereografis kemungkinan longsoran pada open pit
39
(a)
40
(b)
41
Gambar 26: Tahapan analisis longsoran bidang
42
Gambar 27: Penentuan bidang potong pada baji
43
Gambar 28: Pendugaan longsoran bidang
44
I. Pengumpulan Data Geologi (Lapangan)
A. Pemetaan Geologi
Sebelum pengukuran struktur, lebih dulu dilakukan studi geologi pada daerah
yang lebih luas untuk mengetahui sebaran litologi (mengenali jenis batuan dan
tanah), penyebaran struktur (sesar, perlapisan, sistem perlipatan), dan
pertumbuhan sistem kekar di daerah penyelidikan. Studi ini meliputi semua data
yang sudah ada (peta geologi, pengukuran struktur, hasil analisis struk-tur, dll.),
maupun dengan melakukan pemetaan secara langsung (data primer). Termasuk
dalam kegiatan ini adalah pengumpulan data airtanah yang sudah ada.
45
Gambar 30: Sketsa peta geologi untuk lokasi pit
46
Gambar 31: Skema pembagian blok, penampang tegak, dan gambaran 3-D
47
B. Survei Geofisika
Survei geofisika meskipun dapat dilakukan tetapi tidak dapat memberikan data
kuantitatif yang diperlukan untuk analisis kemantapan lereng. Hasil survei
geofisika lebih membantu dalam mengetahui secara kualitatif penye-baran
horisontal maupun vertikal dari batuan terkekarkan yang menjadi obyek
penyelidikan.
Contoh tanah dan batuan merupakan bagian yang penting dari pengumpulan data
parameter yang diperlukan untuk analisis kemantapan lereng. Contoh-contoh
tersebut diperlukan untuk penelitian laboratorium untuk mendapatkan parameter-
parameter sifat fisik maupun sifat mekanik tanah dan batuan yang terlibat dalam
analisis kemantapan lereng. Oleh karena itu, contoh tersebut harus diambil dan
diperlakukan dengan menggunakan cara pengambilan contoh yang benar
(standar). Untuk contoh tanah, adalah sangat penting untuk melindunginya dari
goncangan dan pengurangan kandungan air-nya (undisturbed sample).
1. Langsung
Pada lokasi yang berada di permukaan atau bukaan yang sudah tersingkap oleh
penggalian, contoh tanah atau batuan dapat diambil secara langsung dan tidak
perlu lagi membuat sumuran, paritan, atau pemboran.
3. Pemboran
Untuk mengambil contoh batu atau tanah pada tempat yang cukup dalam,
umumnya diperlukan pemboran (core drilling).
4. Pengambilan contoh
48
(a)
(b)
49
Gambar 33: Pemilihan dan penanganan contoh core
50
Gambar 34: Penaganan contoh massa batuan
5. Spesifikasi contoh
a. Jenis contoh
Contoh terganggu adalah contoh yang diambil tidak dengan cara
pengambilan khusus dan tidak perlu dijaga keasliannya (kondisi yang
sama dengan keadaannya semula sebelum dia-mbil). Biasanya contoh
seperti ini tidak untuk uji laboratorim untuk parameter kekuatan batuan
atau kandungan air.
Contoh tak terganggu adalah contoh yang diambil secara khusus agar
sifat aslinya di alam tidak berubah (sifat mekanik, kandungan air,
kemas, dll.) dan contoh tersebut juga harus di-lindungi dari goncangan,
penguapan air, maupun perubahan lainnya.
b. Ukuran contoh
Ukuran contoh umumnya disesuaikan dengan uji yang akan dilakukan dan
ukuran alat uji yang digunakan di laboratorium.
51
Gambar 35: Penyiapan contoh untuk uji laboratorium
52
D. Pengujian di Lapangan (insitu test)
(a)
(b)
53
(a)
(b)
54
55
Penyelidikan Airtanah
Dalam analisis kemantapan lereng keberadan dan kondisi airtanah pada lokasi
lereng mempunyai pengaruh yang sangat penting dan harus mendapatkan
perhatian yang serius. Untuk itu maka posisi muka airtanah di daerah tersebut
harus diketahui dengan pasti, demikian juga sifat hidrogeologis lainnya (misalnya
konduktivitas hidraulik, dll.).
1. Mengukur muka air tanah pada sumur yang sudah ada atau sumur baru (dibuat
sumur gali atau sumur bor dangkal baru)
2. Memetakan litologi dan sistem akuifer yang ada di daerah yang bersangkutan
3. Melakukan analisa kimia airtanah (pengambilan contoh dan uji labora-torium).
Airtanah mungkin mengandung ion-ion yang dapat melarutkan semen dll.
4. Uji permeabilitas, dll.
Gambar ?? => dari Nopadol (3 gambar hal 5.5, 5.7, dan 5.8)
56
II. Pemodelan Geologi
Dari hasil pemetaan geologi/ hidrogeologi dibuat model penyebaran tanah/ batuan,
penampang geologi dan hidrogeologi, untuk mendapatkan gambaran mengenai
penyebaran litologi dengan batas-batasnya, penyebaran struktur, dan kondisi airtanah,
yang merupakan faktor-faktor penting dalam analisis kemantapan lereng dan
perencanaan dimensi lereng dengan segala konsekuensinya.
1. Peta geologi
Peta geologi merupakan gambaran mengenai penyebaran litologi dan struktur
geologi yang ada di daerah penyelidikan secara lateral
(a)
57
(b)
Gambar 38: Peta geologi (a) dan blok struktur dan orientasi kekar (b)
2. Diagram pagar
Diagram pagar adalah penampilan peta geologi secara perspektif 3-Dimensi, untuk
memperlihatkan konfigurasi geologi yang lebih jelas.
58
Gambar 39: Penampang geologi pit
(a)
59
(b)
Gambar 40: Pola kestabilan lereng di sekeliling pit hasil analisis streografis
60