FARINGITIS AKUT
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT THT
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF PENYAKIT THT
RUMAH SAKIT BAYUKARTA
Nama Mahasiswa : Tanda Tangan :
I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Nn. EAS Jenis kelamin : Perempuan
II. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis
Tanggal : 14 November 2016
Pukul : 16.35 WIB
KELUHAN UTAMA
1
Sesak napas sejak 1 bulan yang lalu
KELUHAN TAMBAHAN .
Pasien merasa demam, nyeri menelan,nyeri tenggorok serta batuk pilek sejak 2 minggu yang lalu
Pasien datang ke poliklinik THT RS Bayukarta dengan keluhan sesak napas sejak 1 bulan
yang lalu. Sesak napas timbul pada saat pasien merasakan kelelahan. Sesak berkurang pada saat
pasien berbaring. Sesak tidak disertai dengan bunyi mengi ataupun nyeri dada. Keluhan disertai
demam, demam dirasakan pasien sepanjang hari sejak 2 minggu yang lalu, menggigil (-),
berkeringat(-),lemas (+). Pasien mengeluh adanya batuk dan pilek sejak 2 minggu yang lalu. .Rasa
nyeri di tenggorokan dan nyeri pada saat menelan kurang lebih 2 minggu yang lalu.Pasien juga
merasakan ada yang mengganjal di tenggorokannya. Pasien juga mengeluh nafsu makan menurun.
Nyeri pada telinga (-), keluar air (-),telinga berdengung (-), suara parau(-). Pasien tidak merasakan
adanya perubahan suara maupun gangguan pada telinga. Keluhan nyeri kepala disangkal.
Sebelumnya pasien datang dan berobat ke Poli Penyakit dalam kurang lebih sebanyak 3
kali untuk keluhan sesak napasnya, pasien sempat melakukan pemeriksaan foto rontgen dada dan
beberapa pemeriksaan lainnya oleh dokter dan tidak didapatkan adannya kelainan pada pasien.
Satu hari smrs, pasien masih merasakan sesak napas yang diikuti nyeri tenggorokan dan nyeri saat
menelan. Pasien juga masih merasakan demam. Karena keluhan yang tidak kunjung membaik,
sehingga pasien memutuskan untuk datang ke poliklinik THT keesokan harinya. Pasien tidak
memiliki riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan.
Pasien mengaku sering mengalami keluhan sesak napas berulang sejak pasien selesai melahirkan
anak pertamanya sekitar 5 tahun ysng lalu. Rasa nyeri tengorok dan nyeri menelan juga sudah
dialami pasien sejak 2 minggu terakhir dan membuat nafsu makan pasien menurun.Pasien tidak
mempunyai riwayat darah tinggi, kencing manis, maupun penyakit jantung. Pasien juga
mengatakan tidak memiliki riwayat asma, riwayat alergi makanan maupun obat.
2
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Di dalam keluarga pasien tidak ada yang memiliki gejala serupa seperti yang dialami pasien.
RIWAYAT PENGOBATAN
Pasien sudah mengkonsumsi obat untuk mengatasi keluhannya namun tidak membaik.
RIWAYAT ALERGI
RIWAYAT KEBIASAAN
Pasien sering mengkonsumsi makanan yang pedas, berminyak dan minuman yang dingin.
STATUS THT
TELINGA
KANAN KIRI
Bentuk daun telinga Normotia Normotia
Kelainan kongenital Tidak tampak Tidak tampak
Radang, tumor Tidak tampak Tidak tampak
Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada
Penarikan daun telinga Nyeri (-) Nyeri (-)
3
Kelainan pre-, infra-, Fistel (-),lesi (-), abses Fistel (-),lesi (-), abses
retroaurikuler (-)tanda randang (-), (-)tanda randang (-),
Region mastoid Nyeri (-), radang (-) Nyeri (-), radang (-)
Liang telinga Lapang, mukosa tenang, Lapang, mukosa tenang,
serumen minimal, sekret (-), serumen minimal, sekret (-),
benjolan (-), udem (-) benjolan (-), udem (-)
Membran timpani Intak, warna abu mengkilat, Intak, warna abu mengkilat,
refleks cahaya(+) arah jam refleks cahaya(+) arah jam
5, hiperemis (-), bulging (-), 7, hiperemis (-), bulging (-),
perforasi (-) perforasi (-)
Tes Penala
KANAN KIRI
Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Scwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Penala yang dipakai Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kesan : -
HIDUNG
Bentuk : simetris, bengkak (-), massa (-), tumor(-),
luka (-)
Tanda peradangan : tidak tampak
Daerah sinus frontalis dan maksilaris : radang (-), edema (-), nyeri tekan (-)
Vestibulum : lapang, mukosa tenang, lesi (-), massa
(-), nyeri (-)
Cavum nasi : lapang, mukosa tenang, sekret (+)
bening, lesi (-), massa (-), benda asing(-),
passase udara (+)
4
Konka inferior kanan/kiri : eutrofi, mukosa tenang, lesi (-)
Meatus nasi inferior kanan/kiri : lapang, sekret (+), obstruksi (-)
Konka medius kanan/kiri : tidak tampak
Meatus nasi medius kanan/kiri : tidak tampak
Septum nasi : deviasi (-), udem (-)
Rinofaring
Koana : tidak dilakukan
Septum nasi posterior : tidak dilakukan
Muara tuba eustachius : tidak dilakukan
Tuba eustachius : tidak dilakukan
Torus tubarius : tidak dilakukan
Post nasal drip : tidak dilakukan
Pemeriksaan Transluminasi
Sinus frontalis kanan, grade : tidak dilakukan
Sinus frontalis kiri, grade : tidak dilakukan
Sinus maksilaris kanan, grade : tidak dilakukan
Sinus maksilaris kiri, grade : tidak dilakukan
TENGGOROK
Faring
Dinding faring : hiperemis(+), eksudat (+),edema (-), massa (-), granul (-)
Arcus : simetris
Tonsil : T1 T1, hiperemis, detritus (-), kripta melebar(-)
Uvula : di tengah,tidak memanjang (-), edema (-), deviasi (-)
Gigi : lengkap, karies (-)
Oral hygene : baik, terawatt, tidak berbau
Lain-lain :-
5
Laring
Epiglottis : tidak dilakukan
Plica vocalis : tidak dilakukan
Arytenoid : tidak dilakukan
Ventricular band : tidak dilakukan
Pita suara : tidak dilakukan
Rima glottis : tidak dilakukan
Cincin trakea : tidak dilakukan
Sinus piriformis : tidak dilakukan
Pembesaran KGB Leher: massa (-), benjolan (-), hematom (-), udem (-)
IV. RESUME
Seorang wanita berusia 34 tahun datang dengan keluhan sesak napas sejak 1 bulan yang lalu.
Keluhan disertai dengan demam, nyeri tenggorok dan nyeri menelan sejak 2 minggu yang lalu.
Pasien juga merasakan seperti ada yang mengganjal di tenggorokannya. keluhan batuk dan pilek
ada sejak 2 minggu yang lalu. Pasien mengatakan keluhan sesak napas timbul berulang, nyeri
tenggorok dam nyeri menelan juga ada. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus,
penyakit jantung, penyakit asma atau riwayat alergi makanan dan obat. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan suhu tubuh 38,0C, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 88x/menit dan pernapasan
20x/menit. Pada pemeriksaan tenggorokan didapatkan dinding posterior faring hiperemis dan ada
eksudat berwarna putih, didapatkan juga tonsil kanan dan kiri hiperemis, tetapi tidak tampak
adanya perbesaran tonsil. Tonsil ukuran T1-T1, tidak ada kripta ataupun detritus. Pada
pemeriksaan hidung dan telinga tidak ditemukan adanya kelainan.
V. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
1. Faringitis Akut ec Viral infenction
2. Faringitis Akut ec Bacterial infection
VIII. PENATALAKSANAAN
Paracetamol 3x500 mg
Ambroxol syr 3x1C
Asam mefenamat 3x500 mg
Vit C 100 mg 2x1
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad Bonam
Quo ad functionam : ad Bonam
Quo ad sanationam : ad Bonam
X. EDUKASI
Menjaga higienitas mulut dan kumur dengan air hangat
Memperbanyak minum dan Menghindari minuman dingin/es
Menghindari makanan yang dapat menyebabkan iritasi seperti makanan
berminyak atau berlemak atau makanan pedas
Istirahat yang cukup
7
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Setiap tahunnya 40 juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena faringitis.
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat infeksi
(virus dan bakteri) maupun non infeksi (alergi, trauma, toksin dan lain-lain) Faringitis
dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita faringitis. Faktor resiko
penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi
makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan.
Virus dan bakteri melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi inflamasi local.
Infeksi bakteri grup A Streptokokus hemolitikus dapat menyebabkan kerusakan
jaringan yang hebat, karena bakteri ini melepaskan toksin ekstraselular yang dapat
menimbulkan demam reumatik, kerusakan katup jantung, glomerulonephritis akut karena
fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi. Bakteri ini
banyak menyerang anak usia sekolah, orang dewasa dan jarang pada anak umur kurang
dari 3 tahun. Penularan infeksi melalui secret hidung dan ludah (droplet infection)
2. Tujuan
Dalam tinjauan pustaka ini dibahas tentang definisi, etiologi, insidens, patofisiologi,
gejala klinis, diagnosis, dan terapi dari faringitis.
3. Manfaat
Tinjauan pustaka ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
a. Memberikan informasi pada dokter maupun tenaga kesehatan tentang Faringitis serta
berbagai hal lain yang berhubungan dengan penyakit ini.
b. Menambah pengetahuan penulis tentang penyakit Faringitis.
8
BAB II
PEMBAHASAN
Mukosa
Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung pada letaknya. Pada nasofaring karena
fungsinya untuk saluran respirasi, maka mukosanya bersilia, sedang epitelnya torak berlapis yang
mengandung sel goblet. Di bagian bawahnya, yaitu orofaring dan laringofaring, karena fungsinya
9
untuk saluran cerna, epitelnya gepeng berlapis dan tidak bersilia.
Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang terletak dalam
rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam system retikuloendotelial. Oleh karena itu faring
dapat disebut juga daerah pertahanan tubuh terdepan.
Otot
Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang (longitudinal).
Otot-otot yang sirkular terdiri dari m.konstriktor faring superior, media, dan inferior. Otot-otot ini
terletak disebelah luar. Otot-otot ini berbentuk kipas dengan tiap bagian bawahnya menutup
sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Disebelah depan, otot-otot ini bertemu satu sama lain
dan dibelakang bertemu pada jaringan bertemu pada jaringan ikat yang disebut rafe faring (raphe
pharyngis). Kerja otot konstriktor untuk mengecilkan lumen faring. Otot-otot ini dipersarafi oleh
n.vagus (n.X).
Otot-otot yang longitudinal adalah m.stilofaring dan m.palatofaring. Letak otot-otot ini di
sebelah dalam. M.stilofaring gunanya untuk melebarkan faring dan menarik laring, sedangkan
m.palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan laring.
Jadi kedua otot ini bekerja sebagai elevator. Kerja kedua otot itu penting pada waktu menelan.
M.Stilofaring dipersarafi oleh n.IX sedangkan m.palatofaring dipersarafi oleh n.X.
Pada palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu dalam satu sarung fasia
dari mukosa yaitu m.levator veli palatini, m.tensor veli palatini, m.palatoglossus, m.palatofaring,
dan m.azigos uvula.
M.levator veli palatini membentuk sebagian besar palatum mole dan kerjanya untuk
menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba Eustachius. Otot ini dipersarafi oleh
n.X.M.tensor veli palatini membentuk tenda palatum mole dan kerjanya untuk mengencangkan
bagian anterior palatum mole dan membuka tuba eustachius. Otot ini dipersarafi oleh
10
n.X.M.palatoglosus membentuk arkus anterior faring dan kerjanya menyempitkan ismus faring.
Otot ini dipersarafi oleh n.X.M.palatofaring membentuk arkus posterior faring. Otot ini dipersarafi
oleh n.X.M.Azigos uvula merupakan otot yang kecil, kerjanya memperpendek dan menaikkan
uvula ke belakang atas. Otot ini dipersarafi oleh n.X.
Perdarahan
Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan. Yang
utama berasal dari cabang a.karotis eksterna (cabang faring asendens dan cabang fausial) serta dari
cabang a.maksila interna yakni cabang palatine superior.
Persarafan
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang ekstensif.
Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari n.vagus, cabang dari n.glosofaring dan serabut
simpatis. Cabang faring dari n.vagus berisi serabut motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini
keluar cabang-cabang untuk otot-otot faring kecuali m.stilofaring yang dipersarafi langsung oleh
cabang n.glosofaring (n.IX).
11
Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni superior, media dan inferior.
Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofiring dan kelenjar getah bening
servikal dalam atas. Saluran limfa media mengalir ke kelenjar getah bening jugulo-digastrik dan
kelenjar servikal dalam atas, sedangkan saluran limfa inferior mengalir ke kelenjar getah bening
servikal dalam bawah.
2.Orofaring
Orofaring disebut juga mesofaring, dengan batas atasnya adalah palatum mole, batas
bawah adalah tepi atas epiglotis ke depan adalah rongga mulut sedangkan ke belakang adalah
vertebra servikalis.
Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatine,
fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum.
3.Laringofaring
12
Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglottis, batas anterior ialah
laring, batas inferior ialah esophagus, sertas batas posterior adalah vertebra servikal. Bila
laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak langsung atau
dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka struktur pertama yang tampak
dibawah dasar lidah ialah valekula.
13
Gambar 4. Fungsi faring untuk menelan
2. Defenisi Faringitis
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (40-
60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin, dan lain-lain.Virus dan bakteri melakukan invasi ke
faring dan menimbulkan reaksi inflamasi local. Infeksi bakteri grup A Streptokokus hemolitikus
dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat, karena bakteri ini melepaskan toksin
ekstraselular yang dapat menimbulkan demam reumatik, kerusakan katup jantung,
glomerulonephritis akut karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks
antigen-antibodi. Bakteri ini banyak menyerang anak usia sekolah, orang dewasa dan jarang pada
anak umur kurang dari 3 tahun. Penularan infeksi melalui secret hidung dan ludah (droplet
infection).
3. Etiologi Faringitis
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat infeksi
maupun non infeksi. Banyak microorganism yang dapat menyebabkan faringitis, virus (40-
14
60%) bakteri (5-40%). Respiratory viruses merupakan penyebab faringitis yang paling
banyak teridentifikasi dengan Rhinovirus (20%) dan coronaviruses (5%). Selain itu juga ada
Influenzavirus, Parainfluenza virus, adenovirus, Herpes simplex virus type 1&2, Coxsackie virus
A,cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus (EBV). Selain itu infeksi HIV juga dapat menyebabkan
terjadinya faringitis. Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh grup S.pyogenes
dengan 5-15% penyebab faringitis pada orang dewasa. Group A streptococcus merupakan
penyebab faringitis yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun, ini jarang ditemukan pada
anak berusia <3tahun.
Bakteri penyebab faringitis yang lainnya (<1%) antara lain Neisseria
gonorrhoeae,Corynebacterium diptheriae, Corynebacterium ulcerans, Yersinia eneterolitica dan
Treponema pallidum, Mycobacterium tuberculosis. Faringitis dapat menular melalui droplet
infection dari orang yang menderita faringitis.Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang
dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang
berlebihan.
15
Pada Faringitis kronik, faktor-faktor yang berpengaruh:
1. Infeksi persisten di sekitar faring. Pada rhinitis dan sinusitis kronik, mucus purulent secara
konstan jatuh ke faring dan menjadi sumber infeksi yang konstan. Tonsillitis kronik dan
sepsis dental juga bertanggung jawab dalam menyebabkan faringitis kronik dan odinofagia
yang rekuren.
2. Bernapas melalui mulut. Bernapas melalui mulut akan mengekspos faring ke udara yang
tidak difiltrasi, dilembabkan dan disesuaikan dengan suhu tubuh sehingga menyebabkan
lebih mudah terinfeksi. Bernapas melalui mulut biasa disebabkan oleh :
a. Obstruksi hidung
b. Obstruksi nasofaring
c. Gigi yang menonjol
d. Kebiasaan
3. Iritan kronik. Merokok yang berlebihan, mengunyah tembakau, peminum minuman keras,
makanan yang sangat pedas semuanya dapat menyebabkan faringitis kronik.
4. Polusi lingkungan. Asap atau lingkungan yang berdebu atau uap industry juga
menyebabkan faringitis kronik.
5. Faulty voice production. Penggunaan suara yang berlebihan atau faulty voice production
juga adalah salah satu penyebab faringitis kronik.
4. Epidemiologi Faringitis
16
Di USA, faringitis terjadi lebih sering terjadi pada anak-anak daripada pada dewasa.
Sekitar 15 30 % faringitis terjadi pada anak usia sekolah, terutama usia 4 7 tahun, dan sekitar
10%nya diderita oleh dewasa. Faringitis ini jarang terjadi pada anak usia <3 tahun.Penyebab
tersering dari faringitis ini yaitu streptokokus grup A, karena itu sering disebut faringitis GAS
(Group A Streptococci). Bakteri penyebab tersering yaitu Streptococcus pyogenes. Sedangkan,
penyebab virus tersering yaitu rhinovirus dan adenovirus. Masa infeksi GAS paling sering yaitu
pada akhir musim gugur hingga awal musim semi.
5. Patogenesis Faringitis
Bakteri S. Pyogenes memiliki sifat penularan yang tinggi dengan droplet udara yang
berasal dari pasien faringitis. Droplet ini dikeluarkan melalui batuk dan bersin. Jika bakteri ini
hinggap pada sel sehat, bakteri ini akan bermultiplikasi dan mensekresikan toksin. Toksin ini
menyebabkan kerusakan pada sel hidup dan inflamasi pada orofaring dan tonsil. Kerusakan
jaringan ini ditandai dengan adanya tampakan kemerahan pada faring. Periode inkubasi faringitis
hingga gejala muncul yaitu sekitar 24 72 jam.
Beberapa strain dari S. Pyogenes menghasilkan eksotoksin eritrogenik yang menyebabkan
bercak kemerahan pada kulit pada leher, dada, dan lengan. Bercak tersebut terjadi sebagai akibat
dari kumpulan darah pada pembuluh darah yang rusak akibat pengaruh toksin.
17
FARINGITIS AKUT
Faringitis Viral
Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan menimbulkan
faringitis.Gejala dan tanda faringitis viral adalah demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan,
sulit menelan.
Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, coxsachievirus dan
cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxachievirus dapat menimbulkan lesi vesicular di
orofaring dan lesi kulit berupa mauclopapular rash.
Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala konjungtivitis
terutama pada anak.
Epstein Barr Virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat pada
faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal
dan hepatosplenomegali.
Faringitis yang disebabkan HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan,
mual, dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati
akut di leher dan pasien tampak lemah.
Terapinya adalah istirahat dan minum yang cukup. Kumur dengan air hangat. Analgetika
jika perlu dan tablet isap.
Antivirus metisoprinol (Isoprenosine) diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan dosis
60-100 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak <5 tahun
diberikan 50 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari.
18
Faringitis bakterial
Infeksi grup A Streptokokus hemolitikus merupakan penyebab faringitis akut pada orang
dewasa (15%) dan pada anak (30%).
Gejala dan tandanya adalah nyeri kepala yang hebat, muntah kadang-kadang disertai
demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk.
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat
eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan
faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal, dan nyeri pada penekanan.
Terapi:
a. Antibiotik. Diberikan terutama bila diduga penyebab faringitis akut ini grup A
Streptokokus hemolitikus. Penicillin G Banzatin 50.000 U/kgBB, IM dosis tunggal, atau
amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3 x 500
mg selama 6-10 hariatau eritromisin 4 x 500 mg/hari
b. Kortikosteroid: deksametason 8-16 mg, IM, 1 kali. Pada anak 0.08-0.3 mg/kgBB, IM, 1
kali.
c. Analgetika
d. Kumur dengan air hangat atau antiseptic.
19
Pada modified Centor criteria ditambah kriteria umur:
- 3-14 tahun (+1)
- 15-44 tahun (0)
- 45 tahun keatas (-1)
Penilaian skornya:
- 0: Kemungkinan faringitis karena streptococcus 1%-2.5%. Tidak perlu pemeriksaan lebih
lanjut dan antibiotic.
- 1: Kemungkinan faringitis karena streptococcus 5%-10%. Tidak perlu pemeriksaan lebih
lanjut dan antibiotic.
- 2: Kemungkinan faringitis karena streptococcus 11%-17%. Kultur bakteri faring dan
antibiotic hanya bila hasil kultur positif
- 3: Kemungkinan faringitis karena streptococcus 28%-35%. Kultur bakteri faring dan
antibiotic hanya bila hasil kultur positif
- 4-5: Kemungkinan faringitis karena streptococcus 51%-53%. Terapi empiris dengan
antibiotic dan atau kultur bakteri faring
Faringitis Fungal
Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring. Keluhan nyeri tenggorok dan
nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan mukosa faring lainnya
hiperemis. Pembiakan jamur ini dilakukan dalam agar Saburoud dextrose.Terapi dengan Nystatin
100.000-400.000 2 kali/hari dan analgetika.
Faringitis Gonorea
20
Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital. Terapi dengan sefalosporin
generasi ke-3, ceftriaxone 250 mg, IV.
FARINGITIS KRONIK
Terdapat 2 bentuk yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis kronik atrofi. Factor
predisposisi proses radang kronik di faring ini ialah rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh
rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu. Factor lain
penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang biasa bernapas melalui mulut karena
hidungnya tersumbat.
FARINGITIS SPESIFIK
21
Faringitis luetika
Treponema palidum dapat menimbulkan infeksi didaerah faring seperti juga penyakit lues
di organ lain. Gambaran kliniknya tergantung pada stadium penyakit primer, sekunder atau tertier.
Stadium primer
Kelainan pada stadium primer terdapat pada lidah, palatum mole, tonsil, dan dinding
posterior faring berbentuk bercak keputihan. Bila infeksi terus berlangsung maka timbul ulkus
pada daerah faring seperti ulkus pada genitalia yaitu tidak nyeri. Juga didapatkan pembesaran
kelenjar mandibular yang tidak nyeri tekan.
Stadium sekunder
Stadium ini jarang ditemukan. Terdapat eritema pada dinding faring yang menjalar kearah
laring.
Stadium tertier
Pada stadium ini terdapat guma. Predileksinya pada tonsil dan palatum. Jarang pada
dinding posterior faring. Guma pada dinding posterior faring dapat meluas ke vertebra servikal
dan bila pecah dapat menyebabkan kematian. Guma yang terdapat di palatum mole, bila sembuh
akan terbentuk jaringan parut yang dapat menimbulkan gangguan fungsi palatum secara
permanen.Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan serologic. Terapi penisilin dalam dosis tinggi
merupakan obat pilihan utama.
Faringitis tuberculosis
Faringitis tuberculosis merupakan proses sekunder dari tuberculosis paru. Pada infeksi
kuman tahan asam jenis bovinum dapat timbul tuberculosis faring primer. Cara infeksi eksogen
yaitu kontak dengan sputum yang mengandung kuman atau inhalasi kuman melalui udara. Cara
infeksi endogen yaitu penyebaran melalui darah pada tuberculosis miliaris. Bila infeksi timbul
secara hematogen maka tonsil dapat terkena pada kedua sisi dan lesi sering ditemukan pada
dinding posterior faring, arkus faring anterior, dinding lateral hipofaring, palatum mole, dan
palatum durum. Kelenjar regional leher membengkak. Saat ini juga penyebaran secara limfogen.
Gejalanya yaitu keadaan umum pasien buruk karena anoreksia dan odinofagia. Pasien
mengeluh nyeri yang gebat di tenggorok, nyeri di telinga atau otalgia serta pembesaran kelenjar
limfa servikal.
Untuk menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan sputum basil tahan asam, foto toraks
22
untuk melihat adanya tuberculosis paru dan biopsy jaringan yang terinfeksi untuk menyingkirkan
proses keganasan serta mencari kuman basil tahan asam di jaringan. Terapi sesuai sengan terapi
tuberculosis paru.
7. Gejala klinis Faringitis
Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme yang
menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala-gejala seperti demam,
anorexia, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher, faring yang hiperemis, tonsil membesar,
pinggir palatum molle yang hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawah teraba dan nyeri bila
ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan darah mungkin dijumpai peningkatan laju endap darah
dan leukosit.
8. Diagnosis Faringitis
Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat dan
dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus, telinga, hidung dan
leher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang hiperemis, eksudat, tonsil yang membesar dan
hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di leher.
23
dibagi dalam 4-6kali pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak <5tahun diberikan
50mg/kgBb dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari.
Pada faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya streptococcus group A
diberikan antibiotik yaitu Penicillin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal atau
amoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3x500mg
selama 6-10 hari atau eritromisin 4x500mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan
kortikosteroid karena steroid telah menunjukan perbaikan klinis karena dapat menekan
reaksi inflamasi. Steroid yang dapat diberikan berupa deksametason 8-16mg/IM sekali dan
pada anak-anak 0,08-0,3 mg/kgBB/IM sekali. dan pada pasien dengan faringitis akibat
bakteri dapat diberikan analgetik, antipiretik dan dianjurkan pasien untuk berkumur-kumur
dengan menggunakan air hangat atau antiseptik.
Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi lokal dengan melakukan kaustik faring
dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter).
Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur, jika diperlukan dapat diberikann obat
batuk antitusif atau ekspetoran. Penyakit pada hidung dan sinus paranasal harus diobati.
Pada faringitis kronik atrofi pengobatannya ditujukan pada rhinitis atrofi dan untuk
faringitis kronik atrofi hanya ditambahkan dengan obat kumur dan pasien disuruh menjaga
kebersihan mulut.
24
encephalitis, anemia hemolitik, myocarditis, B-cell lymphoma, dan karsinoma nasofaring.
BAB III
25
PENUTUP
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran; alih bahasa Liliana
Sugiharto. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2006.h56-60
2. Guyton A.C. and J.E. Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC;
2007.h,116-24.
3. Mansjoer, A (ed). 2005. Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok :
Tenggorok dalam: Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. FK UI.Jakarta; h.118-34.
4. Pracy R, Buku Pelajaran Ringkas Telinga, Hidung dan Tenggorokan, Gramedia, Jakarta,
2004: 145-9.
5. Rusmarjono dan Soepardi EA. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. Edisi Keenam. Cetakan
ke-5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 2010; h.217-9
7. Hafil AF, Sosialisman, Helmi, Restuti RD. Kelainan telinga luar : Buku ajar ilmu kesehatan
telinga hidung tenggorok kepala & leher. Edisi ke-6. Jakarta: FKUI; 2011.h. 64-9
8. Efiaty Arsyad Soepardi, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok.
Edisi ke-7. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2012.h. 199-203
27