PENDAHULUAN
1
Saat ini sudah terbukti bahwa sindrom ovarium polikistik tidak hanya
menyebabkan kelainan pada bidang ginekologi saja tetapi juga berkaitan
dengan kelainan metabolisme lain, yaitu adanya resistensi insulin yang
berimplikasi pada kesehatan jangka panjang pasien. perempuan dengan
kelainan ini mempunyai risiko lebih besar untuk mendapat penyakit diabetes
melitus, penyakit jantung koroner dan karsinoma endometrium.4
Oleh karena SOPK sering menunjukkan beragam manifestasi klinis
maka pemahaman gejala klinis sangat penting sehingga diagnosis dapat
ditegakkan seakurat mungkin, dengan demikian penatalaksanaan yang
diberikan dapat serasional mungkin dan bermanfaat baik secara
medikamentosa ataupun operatif.
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui tentang
sindroma polikistik ovarium meliputi definisi, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan
diagnosis, dan terapi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, sindrom ovarium polikistik (SOPK) adalah salah
satu gangguan endokrin yang paling sering pada perempuan usia reproduktif,
dengan prevalensi 4-12%. Hingga 10% dari wanita dalam kunjungan
ginekologi terdiagnosis SOPK. Pada beberapa penelitian di Eropa, prevalensi
SOPK telah dilaporkan mencapai 6,5-8%.9
3
Terdapat banyak variabilitas etnis pada hirsutisme telah diamati.
Sebagai contoh, perempuan Asia (Timur dan Asia Tenggara) memiliki
hirsutisme yang kurang daripada wanita kulit putih dengan nilai serum
androgen yang sama. Dalam sebuah studi yang menilai hirsutisme pada
perempuan China selatan, peneliti menemukan prevalensi 10,5%. Pada
wanita dengan hirsutisme, ada peningkatan yang signifikan dalam
kemunculan jerawat, ketidakteraturan menstruasi, ovarium polikistik, dan
acanthosis nigricans.9
4
(bisphenol A) dan zat kimia pengganggu-androgen dari lingkungan dapat
berakumulasi dalam jumlah besar pada individu dengan SOPK karena
berkurangnya klirens hati; hal ini juga menginduksi produksi androgen dan
resistensi insulin.5
Faktor lain yang berpengaruh adalah faktor endokrine (kenaikan
LH/FSH ratio, hiperandrogenisme) dan faktor metabolik (resistensi
insulin).4Obesitas, meskipun tidak diyakini menyebabkan PCOS, diketahui
memperburuk gejala penyakit. Obesitas ada pada 30-75% dari perempuan
dengan SOPK. disfungsi adiposa memberikan kontribusi terhadap
munculnya intoleransi glukosa dan hiperinsulinemia, yang kemudian dapat
memperparah manifestasi dari hiperandrogenisme. Perempuan obesitas
dengan SOPK berada pada peningkatan risiko untuk anovulasi dan
selanjutnya subfertilitas.5
2.4. Patofisiologi
Patofisiologi dari SOPK sangat kompleks. Pada SOPK terjadi suatu
anovulasi kronik yang menyebabkan infertilitas dan bersifat hiperandrogenik,
di mana terjadi gangguan hubungan umpan balik antara pusat
hipotalamushipofisis) dan ovarium sehingga kadar estrogen selalu tinggi
yang mengakibatkan tidak pernah terjadi kenaikan kadar FSH yang cukup
adekuat.1
a) Hiperandrogenisme5
Hiperandrogenisme adalah fitur yang paling karakteristik dari
SOPK, dan beberapa berpendapat bahwa itu adalah ciri dari penyakit.
Hiperandrogenisme diperburuk oleh hiperinsulinemia dan arrest folikel
antral dan dapat sendirinya meningkatkan risiko arrest folikel.
Karakteristik ovarium serupa telah diketahui pada perempuan dengan
kondisi lain berupa kelebihan androgen seperti hiperplasia adrenal
kongenital.
b) Kelainan Neuroendokrin5
Perempuan dengan SOPK memiliki peningkatan frekuensi pulsasi
GnRH; pulsasi yang lebih pendek terutama mendorong produksi
5
luteinizing hormone (LH) dan mengakibatkan penurunan produksi
hormon perangsang folikel (FSH). Pasien dengan SOPK sering
menunjukkan peningkatan rasio LH:FSH, yang dapat berkontribusi
terhadap kelebihan androgen ovarium relatif terhadap estrogen.
Belum diketahui apakah pasien dengan SOPK secara intrinsik
memiliki mekanisme pulsasi GnRH yang lebih cepat yang menyebabkan
hiperandrogenisme di ovarium, atau jika oligoanovulasi sendiri
mendorong pulsasi lebih cepat pada GnRH melalui pengurangan
progesteron yang beredar.
Biasanya, progesteron dilepaskan oleh korpus luteum setelah
ovulasi. Progesteron bertindak untuk memperlambat pulsasi GnRH. Pada
SOPK, penurunan peristiwa ovulasi dapat menyebabkan penurunan
sirkulasi progesteron.
Paparan terhadap androgen ketika dalam rahim atau prepubertas
dapat menurunkan efek penghambatan estrogen dan progesteron pada
hipotalamus dan berkontribusi terhadap peningkatan pulsatilitas.
c) Resistensi insulin dan DM Tipe 25
Pada SOPK, 50-70% pasien menunjukkan kelainan metabolik,
termasuk toleransi glukosa yang buruk dan hiperinsulinemia. Ini bukan
semata-mata konsekuensi dari peningkatan obesitas sentral; melainkan,
obesitas dan kelainan hormonal diduga memberikan kontribusi tambahan
terhadap resistensi insulin. Pasien dengan SOPK menunjukkan tingkat
resistensi insulin yang lebih tinggi dibandingkan pasien dengan BMI dan
adipositas viseral yang sama yang tidak memiliki SOPK.
Resistensi insulin fungsional dianggap sebagai konsekuensi dari
defek pada transportasi glukosa yang dimediasi insulin dan penyinalan
pada adiposit dan miosit; ini mungkin akibat dari disregulasi produksi
adipokine dan penyinalan dari jaringan adiposa tetapi mekanisme ini tidak
sepenuhnya dimengerti.
Hiperinsulinemia yang dihasilkan berujung kepada luapan insulin
ke jaringan lain, terutama kulit. Insulin bekerja melalui insulin-like
6
growth factor receptor menyebabkan pertumbuhan keratinosit berlebih
yang menyebabkan acanthosis nigricans.
d) Ovarium polikistik5
Ovarium polikistik ada pada 20-30% perempuan dan tidak penting
dalam mendiagnosis SOPK. Kista pada ovarium polikistik bukan kista
sejati, melainkan folikel antral yang telah arrest dalam perkembangannya.
Hal ini diduga terjadi karena kelainan hormonal:
Hiperandrogenisme: arrest terjadi ketika sel-sel granulosa ovarium
secara normal mulai memproduksi estrogen dengan aromatisasi
androstenedion yang diproduksi oleh sel-sel teka; kelebihan 5a-
reduced androgen pada ovarium dianggap menghambat aksi
aromatisasi dan karena itu mengurangi sintesis estradiol, yang
diperlukan untuk pematangan lebih lanjut.
Hiperinsulinemia: memperparah hiperandrogenisme ovarium
dengan (1) meningkatkan aktivitas 17a-hidroksilase dalam sel teka
dan mendorong produksi androstenedion dan testosteron; (2)
mendorong produksi androgen yang distimulasi oleh LH dan IGF1
(Insulin-like growth factor 1); dan (3) meningkatkan testosteron
bebas dengan mengurangi produksi globulin pengikat hormon seks
(SHBG).
7
Gambar 1. Patofisiologi Sindroma Ovarium Polikistik5
9
a. Hiperandrogenisme:
hirsutisme
jerawat
b. Alopecia: alopesia androgenik
c. hiperinsulinemia:
nigricans acanthosis
Sejumlah besar pasienSOPK mengalami obesitas (30-75%); obesitas
diperkirakan memperburuk gejala hiperandrogenisme dan
hiperinsulinemia.Sebagian pasien mungkin tidak menunjukkan tanda-tanda jelas
dari hiperandrogenisme atau hiperinsulinemia, dan riwayat klinis mereka harus
dipertimbangkan bersama dengan tanda-tanda fisik dan tanda-tanda biokimia
mereka.
2.6. Dampak Klinis
1) Infertilitas
Infertilitas pada sindrom ovarium polikistik berkaitan dengan dua
hal. Pertama karena adanya oligoovulasi/anovulasi. Keadaan ini berkaitan
dengan hiperinsulinemia di mana terdapat resistensi insulin karena sel-sel
jaringan perifer khususnya otot dan jaringan lemak tidak dapat
menggunakan insulin sehingga banyak dijumpai pada sirkulasi darah.
Makin tinggi kadar insulin seorang perempuan, makin jarang perempuan
tersebut mengalami menstruasi.11 Penyebab yang kedua adalah adanya
kadar LH yang tinggi sehingga merangsang sintesa androgen. Testosteron
menekan sekresi SHBG oleh hati sehingga kadar testosteron dan estradiol
bebas meningkat. Kenaikan kadar estradiol memberi umpan balik positif
terhadap LH sehingga kadar LH makin meningkat lagi sedangkan kadar
FSH tetap rendah. Hal ini menyebabkan pertumbuhan folikel terhambat,
tidak pernah menjadi matang apalagi terjadi ovulasi.13
2) Hipertensi dan penyakit jantung koroner1
Diketahui bahwa obesitas sering diderita oleh pasien sindrom
ovarium polikistik. Lemak tubuh yang berlebihan ini memberi
konsekuensi terjadinya resistensi insulin. Obesitas dan resistensi insulin
10
mengarah pada perubahan respons sel-sel lemak terhadap insulin, di mana
terjadi gangguan supresi pengeluaran lemak bebas dari jaringan lemak.
Peningkatan lemak bebas yang masuk ke dalam sirkulasi portal
meningkatkan produksi trigliserida, selain itu juga terdapat peningkatan
aktivitas enzim lipase yang bertugas mengubah partikel lipoprotein yang
besar menjadi lebih kecil. Akibatnya ditemukan penurunan konsentrasi
kolesterol high density lipoprotein (HDL) dan peningkatan kadar
kolesterol low density lipoprotein (LDL) yang bersifat aterogenik
sehingga mempercepat proses aterosklerosis pembuluh darah dengan
akibat berkurangnya kelenturan yang berhubungan dengan terjadinya
hipertensi. Kombinasi trigliserida yang tinggi dan kolesterol HDL yang
rendah berkaitan erat dengan penyakit kardiovaskuler, yang pada pasien
sindrom ovarium polikistik muncul di usia yang relatif lebih muda.
3) Diabetes melitus
Sindrom ovarium polikistik berkaitan erat dengan masalah insulin.
Adanya resistensi sel-sel tubuh terhadap insulin menyebabkan organ
tubuh tidak dapat menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen sehingga
kadarnya meningkat di dalam darah.1
4) Masalah kulit dan hirsutisme
Keadaan ini berkaitan dengan hiperandrogenisme. Kadar androgen
yang tinggi menyebabkan pengeluaran sebum yang berlebihan sehingga
menyebabkan masalah pada kulit dan rambut. Pasien mengeluhkan
seringnya terjadi peradangan pada kulit akibat penyumbatan pori serta
pertumbuhan rambut pada tubuh yang berlebihan. Kelainan yang biasanya
timbul adalah dermatitis seboroik, hidradenitis supuratif, akantosis
nigrikans dan kebotakan. Akantosis nigrikans selain berhubungan dengan
keadaan hiperandrogen juga terkait dengan adanya
hiperinsulinemia.10,12,13
5) Obesitas
Obesitas pada sindrom ovarium polikistik dideskripsikan sebagai
obesitas sentripetal, di mana distribusi lemak ada di bagian sentral tubuh
terutama di punggung dan paha. perempuan dengan sindrom ini sangat
11
mudah bertambah berat tubuhnya. Obesitas tipe ini berkaitan dengan
peningkatan risiko menderita hipertensi dan diabetes.1
6) Kanker endometrium
Risiko lain yang dihadapi perempuan dengan sindrom ini adalah
meningkatnya insiden kejadian kanker endometrium. Hal ini berhubungan
dengan kadar estrogen yang selalu tinggi sehingga endometrium selalu
terpapar oleh estrogen ditambah adanya defisiensi progesteron. Kanker ini
biasanya berdiferensiasi baik, angka kesembuhan lesi tingkat I mencapai
angka >90%. Kadar estrogen yang tinggi kemungkinan juga
meningkatkan terjadinya kanker payudara.1
1. Sindroma Cushing
12
gangguan menstruasi, dengan hirsurtisme tanpa oligomenore, serta
sebanyak 22% mengalami peningkatan androgen sirkulasi tanpa
manifestasi klinis.6
2.8. Diagnosis
1. Anamnesis
13
panjang. Gejala sisa pada penderita SOPK dapat berupa penyakit
kardiovaskular dan dislipidemia, intoleransi glukosa atau diabetes mellitus
yang tidak tergantung insulin (DM tipe 2), hiperplasia endometrium atau
adenokarsinoma akibat pajanan estrogen kronik pada uterus.8
2. Pemeriksaan fisik
14
Obesitas
Meningkatnya rasio LH:FSH> 2,5
Gambaran ovarium polikistik pada USG
Pada tabel di atas, terdapat dua kriteria mayor dan 5 kriteria minor
untuk mendiagnosis SOPK. Diagnosis SOPK ditegakkan bilapaling sedikit
ditemukan 1 kriteria mayor dan 2kriteria minor.
Sedangkan berdasarkan Konsensus Rotterdam (2003) SOPK
didiagnosis dengan adanya minimal 2 dari 3 hal di bawah:5
hiperandrogenisme klinis dan/atau hiperandrogenemia
Oligoanovulasi
ovarium polikistik pada USG
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium seperti testosterone (T) atau
dehidroepiandrosteron sulfat (DHEAS) bermanfaat untuk menunjukkan
hiperandrogenisme ovarium. Tumor yang mensekresi androgen pada
ovarium atau kelenjar adrenal juga selalu disertai dengan kadar androgen
dalam sirkulasi yang meningkat, tetapi tidak terdapat kadar absolut yang
bersifat patognomonik untuk suatu tumor atau kadar minimum yang dapat
menyingkirkan kemungkinan adanya tumor. Kadar T yang tinggi selalu
berasal dari ovarium (> 1,5 ng/ml), sedangkan kadar DHEAS yang tinggi
selalu berasal dari suprarenal (> 5-7ng/ml).7,8
15
10 mm. Baik dengan USG, maupun dengan laparoskopi, ke dua, atau salah
satu ovarium pasti tampak membesar.7
Prolaktin Menyingkirkan
hiperprolaktinemia
16
Testosteron (bebas) 20-30 tahun: 0,06-2,57 pg/mL Menegakkan diagnosis atau
(0,20-8,90 pmol/L) monitoring terapi
40-59 tahun: 0,4-2,03 pg/mL (1,40-
7,00 pmol/L)
DHEAS 600-3.400 ng/mL (1,6-9,2 mol/L) Menyingkirkan tumor yang
menghasilkan androgen
Androstenedione 0,4-2,7 ng/mL (1,4-9,4 nmol/L) Menegakkan diagnosis
17- Menyingkirkan NCAH (non-
hydroxyprogesterone classic congenital adrenal
hyperplasia)
Insulin puasa Menyingkirkan
hiperinsulinemia
Glukosa puasa 65-119 mg/dL (3,6-6,6 mmol/L) Menyingkirkan diabetes tipe
2 atau intoleransi glukosa
Rasio glukosa puasa 4,5 Menyingkirkan resistensi
: insulin insulin
Kolesterol (total) 150-200 mg/dL (1,5-2 g/L) Monitor perubahan gaya
hidup
Kolesterol HDL 35-85 mg/dL (0,9-2,2 mmol/L) Monitor perubahan gaya
hidup
17
HDL = high-density lipoprotein;
LDL = low-density lipoprotein
18
mengembalikan gejala hirsutisme. Dosis 150 mg intramuskuler
setiap 6 minggu selama 3 bulan atau 20-40 mg perhari.
Antiandrogen
Fungsinya untuk menurunkan produksi testosteron maupun
untuk mengurangi kerja dari testosteron. Beberapa antiandrogen
yang tersedia adalah : Cyproteron acetat yang bersifat kompetitif-
inhibisi terhadap testosteron dan dyhirotestosteron pada reseptor
androgen. Dosis 100mg per hari pada hari 5-15 siklus haid.
Flutamide bersifat menekan biosintesa testosteron. Dosis 250 mg 3
kali pemberian perhari selama 3 bulan. Finasteride yang merupakan
inhibitor spesifik enzym 5 reduktase digunakan dengan dosis 5
mg/hari.
GnRh analog
Pemberian GnRh agonis akan memperbaiki denyut sekresi
LH sehingga luteinisasi prematur dari folikel dapat di cegah dan
dapat memperbaiki rasio FSH/LH.
Metformin
Betujuan untuk menekan aktifitas cytochrom P450c-17
ovarium, yang akan menurunkan kadar androgen, LH dan
hiperinsulinemia. Diberikan dosis 500 mg 3 kali pemberian perhari
selama 30 hari.
Clomiphene Citrat
Merupakan terapi pilihan untuk induksi ovulasi dan
mengembalikan fungsi fertilisasi. Pada keadaan hiperandrogen pada
perempuan yang anovulasi. Dosisnya 50 mg satu kali pemberian
perhari dengan dosis maksimal perhari dapat ditingkatkan menjadi
200 mg.
c. Operatif
Terapi pembedahan kadang-kadang dilakukan pada kasus
infertilitas akibat SOPK yang tidak segera mengalami ovulasi setelah
pemberian terapi medikamentosa. Melalui pembedahan, fungsi ovarium di
19
pulihkan dengan mengangkat sejumlah kista kecil. Pilihan tindakan
diantara lain:2
a. Wedge Resection
20
Dewasa ini tindakan pembedahan reseksi baji tidak dilakukan lagi.
Dengan berkembangnya laparoskopi, dapat dilakukan drilling pada ovarium.
Tujuannya untuk mengeluarkan cairan folikel yang banyak mengandung T.
Jumlah lubang lebih kurang 10 buah.7
2.10. Prognosis
21
SOPK meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular dan cerebrovaskular
dengan adanya hiperandrogenisme dan peningkatan apolipoprotein. Sekitar 40%
pasien dengan SOPK memiliki resiko resistensi insulin, independen dari berat
badan, sehingga meningkatkan resiko diabetes mellitus tipe 2 dengan
konsekuensi komplikasi kardiovaskular. Penderita SOPK juga beresiko
mengalami karsinoma endometrium.9
BAB III
KESIMPULAN
22
didiagnosis dengan adanya minimal 2 dari 3 hal yaitu hiperandrogenisme klinis
dan/atau hiperandrogenemia, oligoanovulasi, ovarium polikistik pada USG.
DAFTAR PUSTAKA
23
2. Budi R. Hadibroto. 2005. Sindroma Ovarium Polikistik. Medan: Departemen
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/
RSUP H. Adam Malik Medan.
3. Impey, Lawrence. Oxford Obstetrics and Gynaecology: Fertility and
Subfertility. USA: Blackwell Science; 2002. p: 69 71.
4. Schorge, J.O., Schaffer, J.I., Halvorson, L.M., Hoffman, B.L., Bradshaw,
K.D., Cunningham,F.G. 2008. Williams Gynecology. The Mcgraw-Hill
Companies: USA
5. Rotstein A. Polycystic ovarian syndrome (PCOS) | McMaster
Pathophysiology Review. Pathophys.org. 2016 [dikutip 8 April 2017].
Tersedia dari: http://www.pathophys.org/pcos/
6. William, Lippincott., Wilkins. Berek & Novak's Gynecology: The Polycystic
Ovary Syndrome. Edisi 14. California: Johns Hopkins University School of
Medicine; 2011. p: 256 71.
7. POGI. Standar pelayanan medik obstetrik dan ginekologi: sindroma ovarium
polikistik. Jakarta: Perkumpulan obstetrik dan ginekologi indonesia; 2006. p:
100 102.
8. Norwitz, Errol, Schorge, John. At Glance: Obstetrik dan Ginekologi. Edisi
kedua. Jakarta: Erlangga medical series (EMS); 2012. p: 74 78
9. Lucidi R. Polycystic Ovarian Syndrome: Practice Essentials, Background,
Etiology. Emedicine.medscape.com. 2016 [dikutip 8 April 2017]. Tersedia
dari: http://emedicine.medscape.com/article/256806-overview#a6
10. Franks S. Medical progress: polycystic ovarysyndrome. N Engl J Med 1995;
333: 853-61.
11. Samsulhadi. Ovarium polikistik danpermasalahannya. Maj Obstet Ginekol
1999; 8:9-13.
12. Thatcher SS. What is polycystic ovariansyndrome?. The Center For Applied
ReproductiveScience. Tersedia dari: URL:
http://www.ivfet.com/pcosstate.html.
13. Hershlag A, Peterson CM. Endocrine disorders.In: Berek JS, Adashi EY,
Hillard PA, editors. Novaksgynecology. 12th ed. Baltimore: Williams &
Wilkins;1996. p 837-45.
24