PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memahami dan mengetahui lebih
dalam tentang fenomena lingkungan yakni hujan asam sehingga kedepannya tidak
1
mengalami kekeliruan dalam upaya pengendalian terhadap dampak buruk yang akan
terjadi bagi kelangsungan hidup.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Fenomena hujan asam mulai dikenal sejak akhir abad 17. Hal ini diketahui
dari buku karya Robert Boyle pada tahun 1960 dengan judul A General History of
the Air. Buku tersebut menggambarkan fenomena hujan asam sebagai nitrous or
salino-sulforus spiris. Selanjutnya revolusi industri di Eropa yang dimulai sekitar
awal abad ke 18 memaksa penggunaan bahan bakar batubara dan minyak sebagai
sumber utama energi untuk mesin-mesin. Sebagai akibatnya, tingkat emisi precursor
(faktor penyebab) dari hujan asam yakni gas-gas SO2, NOX dan HCl meningkat.
Padahal biasanya precursor hanya berasal dari gas-gas gunung berapi dan kebakaran
hutan (Anonim, 2009).
Istilah hujan asam pertama kali digunakan oleh Robert Angus Smith pada
tahun 1872 saat menguraikan keadaan di Manchester, sebuah daerah industri di
Inggris bagian utara. Smith menjelaskan fenomena hujan pada bukunya yang
berjudul Air and Rain: The Beginnings of Chemical Technology.
Masalah hujan asam dalam skala yang cukup besar pertama terjadi pada
tahun 1960-an ketika sebuah danau di Skandinavia meningkat keasamannya hingga
mengakibatkan berkurangnya populasi ikan. Hal tersebut juga terjadi di Amerika
Utara, pada masa itu pula banyak hutan-hutan di bagian Eropa dan Amerika yang
3
rusak. Sejak saat itulah dimulai berbagai usaha penaggulangannya, baik melalui
bidang ilmu pengetahuan maupun teknis (Anonim, 2009).
4
ikan dan tanaman. Usaha untuk mengatasi hal ini saat ini sedang gencar
dilaksanakan.
Pembangkit listrik tenaga batu bara, peleburan bijih logam, dan industri di
negara maju umumnya memiliki smokestack (cerobong asap) yang tinggi untuk
mengemisikan gas SO2, NO dan partikel tersuspensi di atas lapisan inversi suhu,
sehingga lebih efektif diencerkan oleh angin. Sehingga cerobong asap yang tinggi
mengurangi pencemaran udara lokal, tetapi meningkatkan pencemaran udara
regional.
5
2.4 Zat yang Terkandung dalam Hujan Asam
Deposisi asam terjadi di lapisan atmosfer terendah, yaitu di troposfer. Asam
yang terkandung didalam deposisi asam ialah asam sulfat (H2SO4) dan asam nitrat
(NHO3). Keduanya merupakan asam yang sangat kuat. Asam sulfat berasal dari gas
SO2 dan asam nitrat, terutama dari gas NOx yang melalui proses fisik dan kimia di
udara membentuk keasaman. Proses yang terjadi sangatlah kompleks yang
melibatkan proses transportasi dan transformasi. Kontribusi air hujan untuk mengikat
zat-zat polutan tersebut membentuk keasaman dalam bentuk senyawa H2SO4 dan
NHO3.
Belerang dalam batubara berupa mineral besi pirits atau FeS2 dan dapat pula
berbentuk mineral logam sulfida lainnya seperti PbS, HgS, ZnS, CuFeS 2, dan Cu2S.
Dalam proses industri besi dan baja (tanur logam) banyak dihasilkan SO x karena
mineral-mineral logam banyak terikat dalam bentuk sulfida. Pada poses peleburan
logam sulfida logam diubah menjadi oksida logam. Proses ini menghilangkan
belerang dari kandungan logam karena belerang merupakan pengotor logam. Selain
terbentuk oksida logam terbentuk pula logamnya secara langsung. Sehingga dapat
dipahami bahwa pada proses industri besi dan baja akan banyak menghasilkan gas
SOx yang dapat menyebar kelingkungan sekitar. Selain itu, penyebaran SO x juga
tergantung dari keadaan meteorologi dan geografi setempat. Kelembapan udara akan
6
mempngaruhi kecepatan perubahan SOx menjadi asam sulfit maupun asam sulfat
yang akan berkumpul bersama awan yang akhirnya jatuh sebagai hujan asam.
7
Senyawa-senyawa tersebut akan terkumpul di udara dan akan melakukan
perjalanan ribuan kilometer di atmosfer. Hujan asam terjadi ketika gas-gas tersebut di
atmosfer bereaksi dengan air, oksigen, dan berbagai zat kimia yang mengandung
asam. Sinar matahari meningkatkan kecepatan reaksi mereka. Hasilnya adalah
larutan Asam Sulfat dan Asam Nitrat.
Untuk mengukur keasaman hujan asam digunakan pH meter. Air murni
menunjukkan pH 7,0 air asam memiliki pH kurang dari 7 (0-7), dan air basa
menunjukkan pH lebih dari 7 (7-14). Air hujan normal memang agak asam, pH
sekitar 5,6 karena Karbon Dioksida (CO2) dan air bereaksi membentuk asam lemah.
Jika air hujan memiliki pH dibawah 5,6 maka dianggap sudah tercemari oleh gas
mengandung asam di atmosfer. Hujan dikatakan hujan asam jika telah memiliki pH
dibawah 5,0. Makin rendah pH air hujan tersebut, makin berat dampaknya bagi
mahluk hidup. Berikut gambar yang menunjukkan daur pembentukkan hujan asam
yang disebabkan oleh emisi gas industri.
8
Selanjutnya apabila diudara terdapat nitrogen monoksida (NO) maka radikan
hidroperoksil (HO2) yang terjadi pada salah satu reaksi diatas akan bereaksi kembali
seperti:
NO + HO2 NO2 + OH
Pada reaksi ini radikal hidroksil akan terbentuk kembali, jadi selama ada NO
diudara, maka reaksi radikal hidroksil akan terbantuk kembali, jadi semakin banyak
SO2, maka akan semakin banyak pula asam sulfat yang terbentuk.
9
hujan asam akan menjadi pengasaman karena ditemukan jenis batuan dan tanah
yang dapat membantu menetralkan keasaman dibeberapa danau.
Tanah
Pada tanah, hujan asam akan menghilangkan nutrisi yang dibutuhkan dari
tanah. Hujan asam juga dapat membebaskan senyawa-senyawa beracun ditanah
seperti alumunium dan merkuri, yang secara alamiah berada di tanah. Senyawa
beracun tersebut dapat mengkontaminasi aliran air sungai dan air tanah sehingga
meracuni tumbuh-tumbuhan disekitarnya. Akan tetapi sebagian besar tanah termasuk
jenis alkali dan dapat menetralisir asam secara tidak langsung. Akan tetapi lahan
pertanian pada dataran tinggi dan pegunungan dapat terkena dampak hujan asam.
Lapisan tanah yang tipis kurang mampu menetralisir asam. Petani dapat mencegah
kerusakan tanaman dari asam dengan cara menambahkan serpihan batu kapur untuk
menetralisir asam. Atau bila sejumlah besar nutrisi telah hilang karena hujan asam,
petani dapat menambahkan pupuk yang kaya akan nutrisi.
10
aluminium dari tanah dan menimbulkan keracunan. Akar yang halus akan mengalami
nekrosis sehingga penyerapan hara dan air terhambat. Hal ini menyebabkan pohon
kekurangan air dan hara serta akhirnya mati. Hanya tumbuhan tertentu yang dapat
bertahan hidup pada daerah tersebut, hal ini akan berakibat pada hilangnya beberapa
spesies. Ini juga berarti bahwa keragaman hayati tamanan juga semakin menurun.
Kadar SO2 yang tinggi di hutan menyebabkan noda putih atau coklat pada
permukaan daun, jika hal ini terjadi dalam jangka waktu yang lama akan
menyebabkan kematian tumbuhan tersebut. Menurut Soemarmoto (1992), dari
analisis daun yang terkena deposisi asam menunjukkan kadar magnesium yang
rendah. Sedangkan magnesium merupakan salah satu nutrisi essensial bagi tanaman.
Kekurangan magnesium disebabkan oleh pencucian magnesium dari tanah karena pH
yang rendah dan kerusakan daun meyebabkan pencucian magnesium di daun.
Sebagaimana tumbuhan, hewan juga memiliki ambang toleransi terhadap
hujan asam. Spesies hewan tanah yang mikroskopis akan langsung mati saat pH
tanah meningkat karena sifat hewan mikroskopis adalah sangat spesifik dan rentan
terhadap perubahan lingkungan yang ekstrim. Spesies hewan yang lain juga akan
terancam karena jumlah produsen (tumbuhan) semakin sedikit. Berbagai penyakit
juga akan terjadi pada hewan karena kulitnya terkena air dengan keasaman tinggi.
Hal ini jelas akan menyebabkan kepunahan spesies.
Kesehatan Manusia
Dampak deposisi asam terhadap kesehatan telah banyak diteliti, namun
belum ada yang nyata berhubungan langsung dengan pencemaran udara khususnya
oleh senyawa NOx dan SOx. Kesulitan yang dihadapi dikarenakan banyaknya faktor
yang mempengaruhi kesehatan seseorang, termasuk faktor kepekaan seseorang
terhadap pencemaran yang terjadi. Misalnya balita, orang berusia lanjut, orang
dengan status gizi buruk relatif lebih rentan terhadap pencemaran udara
dibandingkan dengan orang yang sehat.
Berdasarkan hasil penelitian, sulphur dioxide yang dihasilkan oleh hujan
asam juga dapat bereaksi secara kimia didalam udara, dengan terbentuknya partikel
halus suphate, yang mana partikel halus ini akan mengikat dalam paru-paru yang
akan menyebabkan penyakit pernapasan. Selain itu juga dapat mempertinggi resiko
11
terkena kanker kulit karena senyawa sulfat dan nitrat mengalami kontak langsung
dengan kulit.
Pengkaratan/ Korosi
Hujan asam dapat mempercepat proses pengkaratan dari beberapa material
seperti batu kapur, pasir besi, marmer, batu pada dinding beton serta logam.
Ancaman serius juga dapat terjadi pada bangunan tua serta monument termasuk
candi dan patung. Hujan asam dapat merusak batuan sebab akan melarutkan kalsium
karbonat, meninggalkan kristal pada batuan yang telah menguap. Seperti halnya sifat
kristal semakin banyak akan merusak batuan (Anonim, 2011).
12
mengurangi kadar belerang yang berupa pirit yaitu belerang dalam bentuk besi
sulfide sampai 50-90 (Anonim, 2009).
13
polutan penyebab hujan asam, gipsum yang dihasilkan melalui proses FGD ternyata
juga memiliki nilai ekonomi karena dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan,
misal untuk bahan bangunan.
BAB III
14
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hujan asam merupakan suatu masalah lingkungan yang perlu diperhatikan
oleh manusia. Hujan asam terjadi akibat terkontaminasinya uap air di atmosfer
dengan gas SOx sehingga merusak lingkungan dan kesehatan manusia. Untuk itu
perlu dilakukan penanggulangn dengan menggunakan bahan bakar dengan
kandungan belerang rendah, pengunaan teknologi pengurang emisi SO2, serta
mengaplikasikan prinsip 3R (Reuse, Recycle, Reduce). Upaya pencegahan hujan
asam perlu diterapkan agar menghidari terjadinya hujan asam di beberapa daerah
yang diperkirakan terjadi maupun tidak. Upaya penanggulangan dan pencegahan
tersebut adalah untuk menjaga kelangsungan hidup.
3.2 Saran
Saran-saran yang dapat penyusun sampaikan antara lain:
1. Penggunaan bahan bakar fosil, terutama batu bara, lebih dikendalikan lagi
agar pencemaran udara bisa berkurang.
2. Pemerintah dan masyarakat harus lebih perhatian dan peduli terhadap
masalah-masalah lingkungan sekitar.
3. Pemerintah menerapkan sistem izin tentang peralatan yang digunakan oleh
industri.
DAFTAR PUSTAKA
15
Anonim. 2009. Hujan Asam Mencegah Global Warming. http://webache.google-
sercontent.com [diakses tanggal 8 Juni 2017]
Anonim. 2009. Yogyakarta Rawan Hujan Asam. http://www.forumkami.com [diakses
tanggal 8 Juni 2017]
Neiburger, Morris, et al.1982. Memahami Lingkungan Atmosfir Kita. Bandung: ITB
Sumahamijaya, Inra. 2009. Hujan Asam Menghancurkan Bumi.
http://majaakrimagazine.com [diakses tanggal 8 Juni 2017)
Wardhana, Wisnu Area. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi
Yogyakarta
Soegianto, Agoes. 2005. Ilmu Lingkungan. Airlangga University Press: Surabaya.
16