Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Udara merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia, karena tanpa
udara kita tidak bisa bernapas. Namun, dengan semakin meningkatnya pembangunan
di sektor industri, semakin tinggi pula tingkat pencemaran udara. Pencemaran udara
terjadi karena adanya bahan kontaminasi di atmosfer akibat aktivitas manusia.
Pencemaran udara selain menyebabkan penyakit pada manusia, seperti
saluran pernapasan juga bisa sampai menyebabkan kanker yang mengancam
langsung kelangsungan makhluk hidup dan sekitarnya. Beberapa unsur pencemar
kembali ke bumi melalui proses deposisi asam yang dapat menyebabkan sifat korosif
pada bangunan, tanaman, dan hutan. Selain itu, unsur pencemar juga menyebabkan
sungai dan danau menjadi suatu lingkungan yang berbahaya bagi makhluk hidup
yang disekitarnya karena pH yang rendah.
Hujan asam dapat berdampak negatif terhadap ekosistem perairan dan
terestrial antara lain keasaman air bawah tanah, keasaman tanah dan air permukaan.
Dampak yang diberikan dapat secara langsung memberikan perubahan terhadap
lingkungan. Dengan adanya perubahan lingkungan, yaitu perubahan lingkungan
menjadi suasana asam serta kejenuhan asam nitrat dan asam sulfat akan
mengakibatkan gangguan kesehatan terhadap manusia. Efek atau gangguan
kesehatan yang ditimbulkan dari menghirup polutan tersebut adalah gangguan kerja
saluran pernapasan.
Dari permasalahan di atas dapat diketahui bahwa hujan asam tidak hanya
mengakibatkan dampak terhadap lingkungan namun juga kesehatan, maka
selayaknya kita mengetahui akan pengertian, proses, penyebab, dampak, dan
penanganan yang lebih jelas mengenai hujan asam. Oleh karena itu, disusunlah
makalah dengan judul Hujan Asam.

1.2 Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memahami dan mengetahui lebih
dalam tentang fenomena lingkungan yakni hujan asam sehingga kedepannya tidak

1
mengalami kekeliruan dalam upaya pengendalian terhadap dampak buruk yang akan
terjadi bagi kelangsungan hidup.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Hujan Asam

Fenomena hujan asam mulai dikenal sejak akhir abad 17. Hal ini diketahui
dari buku karya Robert Boyle pada tahun 1960 dengan judul A General History of
the Air. Buku tersebut menggambarkan fenomena hujan asam sebagai nitrous or
salino-sulforus spiris. Selanjutnya revolusi industri di Eropa yang dimulai sekitar
awal abad ke 18 memaksa penggunaan bahan bakar batubara dan minyak sebagai
sumber utama energi untuk mesin-mesin. Sebagai akibatnya, tingkat emisi precursor
(faktor penyebab) dari hujan asam yakni gas-gas SO2, NOX dan HCl meningkat.
Padahal biasanya precursor hanya berasal dari gas-gas gunung berapi dan kebakaran
hutan (Anonim, 2009).
Istilah hujan asam pertama kali digunakan oleh Robert Angus Smith pada
tahun 1872 saat menguraikan keadaan di Manchester, sebuah daerah industri di
Inggris bagian utara. Smith menjelaskan fenomena hujan pada bukunya yang
berjudul Air and Rain: The Beginnings of Chemical Technology.
Masalah hujan asam dalam skala yang cukup besar pertama terjadi pada
tahun 1960-an ketika sebuah danau di Skandinavia meningkat keasamannya hingga
mengakibatkan berkurangnya populasi ikan. Hal tersebut juga terjadi di Amerika
Utara, pada masa itu pula banyak hutan-hutan di bagian Eropa dan Amerika yang

3
rusak. Sejak saat itulah dimulai berbagai usaha penaggulangannya, baik melalui
bidang ilmu pengetahuan maupun teknis (Anonim, 2009).

2.2 Sumber Hujan Asam


Secara alami hujan asam dapat terjadi akibat semburan dari gunung berapi
dan dari proses biologis di tanah, rawa, dan laut. Akan tetapi, mayoritas hujan asam
disebabkan oleh aktivitas manusia seperti industri, pembangkit tenaga listrik,
kendaraan bermotor dan pabrik pengolahan pertanian (terutama amonia). Gas-gas
yang dihasilkan oleh proses ini dapat terbawa angin hingga ratusan kilometer di
atmosfer sebelum berubah menjadi asam dan terdeposit ke tanah.
Hujan asam karena proses industri telah menjadi masalah yang penting di
Republik Rakyat Cina, Eropa Barat, Rusia dan daerah-daerah di arahan anginnya.
Hujan asam dari pembangkit tenaga listrik di Amerika Serikat bagian Barat telah
merusak hutan-hutan di New York dan New England. Pembangkit tenaga listrik ini
umumnya menggunakan batu bara sebagai bahan bakarnya.

Hujan asam disebabkan oleh belerang (sulfur) yang merupakan pengotor


dalam bahan bakar fosil serta nitrogen di udara yang bereaksi dengan oksigen
membentuk sulfur dioksida dan nitrogen oksida. Zat-zat ini berdifusi ke atmosfer dan
bereaksi dengan air untuk membentuk asam sulfat dan asam nitrat yang mudah larut
sehingga jatuh bersama air hujan. Air hujan yang asam tersebut akan meningkatkan
kadar keasaman tanah dan air permukaan yang terbukti berbahaya bagi kehidupan

4
ikan dan tanaman. Usaha untuk mengatasi hal ini saat ini sedang gencar
dilaksanakan.
Pembangkit listrik tenaga batu bara, peleburan bijih logam, dan industri di
negara maju umumnya memiliki smokestack (cerobong asap) yang tinggi untuk
mengemisikan gas SO2, NO dan partikel tersuspensi di atas lapisan inversi suhu,
sehingga lebih efektif diencerkan oleh angin. Sehingga cerobong asap yang tinggi
mengurangi pencemaran udara lokal, tetapi meningkatkan pencemaran udara
regional.

2.3 Pengertian Hujan Asam


Istilah hujan asam pertama kali diperkenalkan oleh Angus Smith ketika ia
menulis tentang polusi industri di Inggris. Tetapi istilah hujan asam tidaklah tepat,
yang benar adalah deposisi asam. Deposisi asam ada dua jenis, yaitu deposisi kering
dan deposisi basah. Deposisi kering ialah peristiwa terkenanya benda dan makhluk
hidup oleh asam yang ada dalam udara. Ini dapat terjadi pada daerah perkotaan
karena pencemaran udara akibat kendaraan maupun asap pabrik. Selain itu deposisi
kering juga dapat terjadi di daerah perbukitan yang terkena angin yang membawa
udara yang mengandung asam. Biasanya deposisi jenis ini terjadi dekat dari sumber
pencemaran.
Deposisi basah ialah turunnya asam dalam bentuk hujan. Hal ini terjadi
apabila asap di dalam udara larut di dalam butir-butir air di awan. Jika turun hujan
dari awan tadi, maka air hujan yang turun bersifat asam. Deposisi asam dapat pula
terjadi karena hujan turun melalui udara yang mengandung asam sehingga asam itu
terlarut ke dalam air hujan dan turun ke bumi. Asam itu tercuci atau wash out.
Deposisi jenis ini dapat terjadi sangat jauh dari sumber pencemaran.
Hujan secara alami bersifat asam karena karbon dioksida (CO 2) di udara yang
larut dengan air hujan memiliki bentuk sebagai asam lemah. Jenis asam dalam hujan
ini sangat bermanfaat karena membantu melarutkan mineral dalam tanah yang
dibutuhkan oleh tumbuhan dan binatang.
Hujan pada dasarnya memiliki tingkat keasaman berkisar pH 5, apabila hujan
terkontaminasi dengan gas belerang yang bereaksi serta bercampur di atmosphere
sehingga tingkat keasaman lebih rendah dari pH 5, disebut dengan hujan asam.

5
2.4 Zat yang Terkandung dalam Hujan Asam
Deposisi asam terjadi di lapisan atmosfer terendah, yaitu di troposfer. Asam
yang terkandung didalam deposisi asam ialah asam sulfat (H2SO4) dan asam nitrat
(NHO3). Keduanya merupakan asam yang sangat kuat. Asam sulfat berasal dari gas
SO2 dan asam nitrat, terutama dari gas NOx yang melalui proses fisik dan kimia di
udara membentuk keasaman. Proses yang terjadi sangatlah kompleks yang
melibatkan proses transportasi dan transformasi. Kontribusi air hujan untuk mengikat
zat-zat polutan tersebut membentuk keasaman dalam bentuk senyawa H2SO4 dan
NHO3.

2.5 Penyebab terjadinya Hujan Asam


Pemakaian batu bara sebagai bahan bakar pada beberapa kegiatan industri
yang terjadi di beberapa Negara Eropa Barat dan Amerika, menyebabkan kadar gas
SOx di udara meningkat yang apabila bereaksi dengan uap air akan membentuk asam
sulfit dan asam sulfat. Asam-asam ini yang kemudian turun ke bumi bersama-sama
dengan jatuhnya hujan dan terjadilah yang dikenal dengan acid rain atau hujan asam.
Hujan asam sangat merugikan karena dapat merusak tanaman maupun kesuburan
tanah. Sumber utama pencemaran SOx yaitu barasal dari pembakaran stasioner
(generator listrik dan mesin-mesin) yang memakai bahan batu bara. Sumber
pencemaran SOx yang kedua adalah proses industri.

Belerang dalam batubara berupa mineral besi pirits atau FeS2 dan dapat pula
berbentuk mineral logam sulfida lainnya seperti PbS, HgS, ZnS, CuFeS 2, dan Cu2S.
Dalam proses industri besi dan baja (tanur logam) banyak dihasilkan SO x karena
mineral-mineral logam banyak terikat dalam bentuk sulfida. Pada poses peleburan
logam sulfida logam diubah menjadi oksida logam. Proses ini menghilangkan
belerang dari kandungan logam karena belerang merupakan pengotor logam. Selain
terbentuk oksida logam terbentuk pula logamnya secara langsung. Sehingga dapat
dipahami bahwa pada proses industri besi dan baja akan banyak menghasilkan gas
SOx yang dapat menyebar kelingkungan sekitar. Selain itu, penyebaran SO x juga
tergantung dari keadaan meteorologi dan geografi setempat. Kelembapan udara akan

6
mempngaruhi kecepatan perubahan SOx menjadi asam sulfit maupun asam sulfat
yang akan berkumpul bersama awan yang akhirnya jatuh sebagai hujan asam.

2.6 Proses Terjadinya Hujan Asam


Ada dua penyebab utama terjadinya hujan asam,yaitu penyebab alami dan
akibat ulah manusia. Contoh penyebab alami hujan asam adalah karena letusan
gunung berapi dan kebakaran hutan secara alami. Sedangkan contoh akibat ulah
manusia adalah pembakaran bahan bakar fosil yang biasa digunakan dalam industri
dan transportasi, semakin meningkat dan berkembangnya sebuah industri dan
transportasi maka semakin meningkat pula tingkat penggunaan bahan bakar dan akan
meningkatkan polusi dan gas buangan yang dihasilkan. Zat yang berbahaya dan
berperan penting dalam proses terjadinya hujan asam adalah zat Sulfur Dioksida
(SO2) dan Nitrogen Oksida (NOx).
Sekitar 50% SO2 tersebut terjadi secara alami dan sisanya akibat ulah
manusia. Minyak bumi mengandung belerang antara 0,1% sampai 3% dan batu bara
0,4% sampai 5%. Saat minyak bumi tersebut dibakar, belerang tersebut beroksidasi
menjadi belerang dioksida (SO2) dan lepas di udara. Oksida belerang itu selanjutnya
berubah menjadi asam sulfat (Soemarwoto O, 1992).
Menurut Soemarwoto O (1992), 50% NOx terdapat di atmosfer secara alami,
dan 50% lagi juga terbentuk akibat kegiatan manusia, terutama akibat pembakaran
Bahan Bakar Fosil (BFF). Pembakaran BBF mengoksidasi 5-50% nitrogen dalam
batu bara, 40-50% nitrogen dalam minyak berat dan 100% nitrogen dalam minyak
ringan dan gas. Makin tinggi suhu pembakaran, makin banyak pula NOx yang
terbentuk. Selain itu NOx juga berasal dari aktifitas jasad renik yang menggunakan
senyawa organic yang menggunakan senyawa organik yang mengandung N. oksida
N merupakan hasil samping aktifitas jasad renik itu. Di dalam tanah pupuk N yang
tidak terserap tumbuhan juga mengalami kimi-fisik dan biologik sehingga
menghasilkan N. Karena itu semakin banyak menggunakan pupuk N, makin tinggi
pula produksi oksida tersebut.
Sumber asam nitrat yang lain adalah ammonia (NH3). Sebenarnya NH3
bersifat basa, tetapi keberadaannya di udara menetralisasi asam dengan pembentukan
garam (NH4)2 dan NH4NO3 kemudian dioksidasi menjadi asam nitrat. Sumber utama
NH3 adalah pertanian dan peternakan yaitu pupuk dan kotoran ternak.

7
Senyawa-senyawa tersebut akan terkumpul di udara dan akan melakukan
perjalanan ribuan kilometer di atmosfer. Hujan asam terjadi ketika gas-gas tersebut di
atmosfer bereaksi dengan air, oksigen, dan berbagai zat kimia yang mengandung
asam. Sinar matahari meningkatkan kecepatan reaksi mereka. Hasilnya adalah
larutan Asam Sulfat dan Asam Nitrat.
Untuk mengukur keasaman hujan asam digunakan pH meter. Air murni
menunjukkan pH 7,0 air asam memiliki pH kurang dari 7 (0-7), dan air basa
menunjukkan pH lebih dari 7 (7-14). Air hujan normal memang agak asam, pH
sekitar 5,6 karena Karbon Dioksida (CO2) dan air bereaksi membentuk asam lemah.
Jika air hujan memiliki pH dibawah 5,6 maka dianggap sudah tercemari oleh gas
mengandung asam di atmosfer. Hujan dikatakan hujan asam jika telah memiliki pH
dibawah 5,0. Makin rendah pH air hujan tersebut, makin berat dampaknya bagi
mahluk hidup. Berikut gambar yang menunjukkan daur pembentukkan hujan asam
yang disebabkan oleh emisi gas industri.

Proses terjadinya hujan asam

1. Pembentukan Asam Sulfat (H2SO4)


Gas SO2, bersama dengan radikal hidroksil dan oksigen melalui reaksi
photokatalitik di atmosfer, akan membentuk asamnya.
SO2 + OH HSO3
HSO3 + O2 HO2 + SO3
SO3 + H2O H2SO4

8
Selanjutnya apabila diudara terdapat nitrogen monoksida (NO) maka radikan
hidroperoksil (HO2) yang terjadi pada salah satu reaksi diatas akan bereaksi kembali
seperti:
NO + HO2 NO2 + OH
Pada reaksi ini radikal hidroksil akan terbentuk kembali, jadi selama ada NO
diudara, maka reaksi radikal hidroksil akan terbantuk kembali, jadi semakin banyak
SO2, maka akan semakin banyak pula asam sulfat yang terbentuk.

2. Pembentukan Asam Nitrat (HNO3)


Pada siang hari, terjadi reaksi photokatalitik antara gas Nitrogen dioksida
denan radikal hidroksil.
NO2 + OH HNO3
Sedangkan pada malam hari terjadi reaksi antara Nitrogen dioksida dengan
ozon
NO2 + O3 NO3 + O2
NO2 + NO3 N2O5
N2O5 + H2O HNO3
Didaerah peternakan dan pertanian akan concong menghasilkan asam pada
tanahnya mengingat kotoran hewan banyak mengandung NH3 dan tanah pertanian
mengandung urea. Amoniak di tanah semula akan menetralkan asam, namun garam-
garam ammonia yang terbentuk akan teroksidasi menjadi asam nitrat dan asam
sulfat. Disisi lain amoniak yang menguap ke udara dengan uap air akan membentuk
ammonia hingga memungkinkan penetralan asam yang ada di udara.

2.7 Dampak terjadinya Hujan Asam


Beberapa Dampak Hujan Asam terhadap Danau, Tumbuhan, Hewan dan
Manusia diantaranya:
Danau
Kelebihan zat asam pada danau akan mengakibatkan sedikitnya spesies yang
bertahan. Jenis Plankton dan invertebrate merupakan mahkluk yang paling pertama
mati akibat pengaruh pengasaman selain itu lebih dari 75 % dari spesies ikan akan
hilang. Ini disebabkan oleh pengaruh rantai makanan, yang secara signifikan
berdampak pada keberlangsungan suatu ekosistem. Tidak semua danau yang terkena

9
hujan asam akan menjadi pengasaman karena ditemukan jenis batuan dan tanah
yang dapat membantu menetralkan keasaman dibeberapa danau.

Tanah
Pada tanah, hujan asam akan menghilangkan nutrisi yang dibutuhkan dari
tanah. Hujan asam juga dapat membebaskan senyawa-senyawa beracun ditanah
seperti alumunium dan merkuri, yang secara alamiah berada di tanah. Senyawa
beracun tersebut dapat mengkontaminasi aliran air sungai dan air tanah sehingga
meracuni tumbuh-tumbuhan disekitarnya. Akan tetapi sebagian besar tanah termasuk
jenis alkali dan dapat menetralisir asam secara tidak langsung. Akan tetapi lahan
pertanian pada dataran tinggi dan pegunungan dapat terkena dampak hujan asam.
Lapisan tanah yang tipis kurang mampu menetralisir asam. Petani dapat mencegah
kerusakan tanaman dari asam dengan cara menambahkan serpihan batu kapur untuk
menetralisir asam. Atau bila sejumlah besar nutrisi telah hilang karena hujan asam,
petani dapat menambahkan pupuk yang kaya akan nutrisi.

Tumbuhan dan hewan


Hujan asam yang larut bersama nutrisi di dalam tanah akan menghilangkan
kandungan tersebut sebelum pohon-pohon dapat menggunakannya untuk tumbuh.
Serta akan melepaskan zat kimia beracun seperti aluminium, yang akan bercampur di
dalam nutrisi. Sehingga apabila nutrisi ini dimakan oleh tumbuhan akan menghambat
pertumbuhan dan mempercepat daun berguguran, selebihnya pohon-pohon akan
terserang penyakit, kekeringan dan mati. Seperti halnya danau, Hutan juga
mempunyai kemampuan untuk menetralisir hujan asam dengan jenis batuan dan
tanah yang dapat mengurangi tingkat keasaman.
Pencemaran udara telah menghambat fotosintesis dan immobilisasi hasil
fotosintesis dengan pembentukan metabolit sekunder yang potensial beracun.
Sebagai akibatnya akan kekurangan energi, karena hasil fotosintesis tertahan di tajuk.
Sebaliknya tajuk mengakumulasikan zat yang potensial beracun tersebut. Dengan
demikian pertumbuhan akar dan mikoriza terhambat sedangkan daunpun menjadi
rontok. Pohon menjadi lemah dan mudah terserang penyakit dan hama. Penurunan
pH tanah akibat deposisi asam atau hujan asam juga menyebabkan terlepasnya

10
aluminium dari tanah dan menimbulkan keracunan. Akar yang halus akan mengalami
nekrosis sehingga penyerapan hara dan air terhambat. Hal ini menyebabkan pohon
kekurangan air dan hara serta akhirnya mati. Hanya tumbuhan tertentu yang dapat
bertahan hidup pada daerah tersebut, hal ini akan berakibat pada hilangnya beberapa
spesies. Ini juga berarti bahwa keragaman hayati tamanan juga semakin menurun.
Kadar SO2 yang tinggi di hutan menyebabkan noda putih atau coklat pada
permukaan daun, jika hal ini terjadi dalam jangka waktu yang lama akan
menyebabkan kematian tumbuhan tersebut. Menurut Soemarmoto (1992), dari
analisis daun yang terkena deposisi asam menunjukkan kadar magnesium yang
rendah. Sedangkan magnesium merupakan salah satu nutrisi essensial bagi tanaman.
Kekurangan magnesium disebabkan oleh pencucian magnesium dari tanah karena pH
yang rendah dan kerusakan daun meyebabkan pencucian magnesium di daun.
Sebagaimana tumbuhan, hewan juga memiliki ambang toleransi terhadap
hujan asam. Spesies hewan tanah yang mikroskopis akan langsung mati saat pH
tanah meningkat karena sifat hewan mikroskopis adalah sangat spesifik dan rentan
terhadap perubahan lingkungan yang ekstrim. Spesies hewan yang lain juga akan
terancam karena jumlah produsen (tumbuhan) semakin sedikit. Berbagai penyakit
juga akan terjadi pada hewan karena kulitnya terkena air dengan keasaman tinggi.
Hal ini jelas akan menyebabkan kepunahan spesies.

Kesehatan Manusia
Dampak deposisi asam terhadap kesehatan telah banyak diteliti, namun
belum ada yang nyata berhubungan langsung dengan pencemaran udara khususnya
oleh senyawa NOx dan SOx. Kesulitan yang dihadapi dikarenakan banyaknya faktor
yang mempengaruhi kesehatan seseorang, termasuk faktor kepekaan seseorang
terhadap pencemaran yang terjadi. Misalnya balita, orang berusia lanjut, orang
dengan status gizi buruk relatif lebih rentan terhadap pencemaran udara
dibandingkan dengan orang yang sehat.
Berdasarkan hasil penelitian, sulphur dioxide yang dihasilkan oleh hujan
asam juga dapat bereaksi secara kimia didalam udara, dengan terbentuknya partikel
halus suphate, yang mana partikel halus ini akan mengikat dalam paru-paru yang
akan menyebabkan penyakit pernapasan. Selain itu juga dapat mempertinggi resiko

11
terkena kanker kulit karena senyawa sulfat dan nitrat mengalami kontak langsung
dengan kulit.

Pengkaratan/ Korosi
Hujan asam dapat mempercepat proses pengkaratan dari beberapa material
seperti batu kapur, pasir besi, marmer, batu pada dinding beton serta logam.
Ancaman serius juga dapat terjadi pada bangunan tua serta monument termasuk
candi dan patung. Hujan asam dapat merusak batuan sebab akan melarutkan kalsium
karbonat, meninggalkan kristal pada batuan yang telah menguap. Seperti halnya sifat
kristal semakin banyak akan merusak batuan (Anonim, 2011).

2.8 Upaya Pengendalian Hujan Asam


Usaha untuk mengendalikan hujan asam ialah menggunakan bahan bakar
yang mengandung sedikit zat pencemar, menghindari terbentuknya zat pencemar saat
terjadinya pembakaran, menangkap zat pencemar dari gas buangan dan penghematan
energi.

Bahan Bakar Dengan kandungan Belerang Rendah


Kandungan belerang dalam bahan bakar bervariasi. Minyak bumi merupakan
sumber bahan bakar dengan kandungan belerang tinggi. Penggunaan gas alam akan
mengurangi emisi zat pembentuk asam, akan tetapi kebocoran gas ini dapat
menambah emisi metan. Usaha lain yaitu dengan menggunakan bahan bakar non-
belerang misalnya metanol, etanol dan hidrogen. Akan tetapi penggantian jenis bahan
bakar ini harus dilakukan dengan hati-hati, jika tidak akan menimbulkan masalah
yang lain. Misalnya pembakaran metanol menghasilkan dua sampai lima kali
formaldehide daripada pembakaran bensin. Zat ini mempunyai sifat karsinogenik
yaitu pemicu kanker.

Mengurangi kandungan Belerang sebelum Pembakaran


Kadar belarang dalam bahan bakar dapat dikurangi dengan menggunakan
teknologi tertentu. Dalam proses produksi, misalnya batubara, batubara biasanya
dicuci untuk membersihkan batubara dari pasir, tanah dan kotoran lain, serta

12
mengurangi kadar belerang yang berupa pirit yaitu belerang dalam bentuk besi
sulfide sampai 50-90 (Anonim, 2009).

Pengendalian Pencemaran Selama Pembakaran


Beberapa teknologi untuk mengurangi emisi SO2 dan NOx pada waktu
pembakaran telah dikembangkan. Salah satu teknologi ialah lime injection in
multiple burners (LIMB). Dengan teknologi ini, emisi SO 2 dapat dikurangi sampai
80% dan NOx 50%.
Caranya dengan menginjeksikan kapur dalam dapur pembakaran dan suhu
pembakaran diturunkan dengan alat pembakar khusus. Kapur akan bereaksi dengan
belerang dan membentuk gipsum yaitu kalsium sulfat dihidrat. Penurunan suhu
mengakibatkan penurunan pembentukan NOx baik dari nitrogen yang ada dalam
bahan bakar maupun dari nitrogen udara.
Pemisahan polutan dapat dilakukan menggunakan penyerap batu kapur atau
Ca(OH)2. Gas buang dari cerobong dimasukkan ke dalam fasilitas FGD. Ke dalam
alat ini kemudian disemprotkan udara sehingga SO2 dalam gas buang teroksidasi
oleh oksigen menjadi SO3. Gas buang selanjutnya didinginkan dengan air,
sehingga SO3 bereaksi dengan air (H2O) membentuk asam sulfat (H2SO4). Asam
sulfat selanjutnya direaksikan dengan Ca(OH)2 sehingga diperoleh hasil pemisahan
berupa gipsum (gypsum). Gas buang yang keluar dari sistem FGD sudah terbebas
dari oksida sulfur. Hasil samping proses FGD disebut gipsum sintetis karena
memiliki senyawa kimia yang sama dengan gipsum alam.

Pengendalian Pencemaran Setelah Pembakaran


Zat pencemar juga dapat dikurangi dengan gas ilmiah hasil pembakaran.
Teknologi yang sudah banyak dipakai ialah fle gas desulfurization (FGD). Prinsip
teknologi ini ialah untuk mengikat SO2 di dalam gas limbah di cerobong asap dengan
absorben, yang disebut scubbing. Dengan cara ini 70-95% SO 2 yang terbentuk dapat
diikat. Kerugian dari cara ini ialah terbentuknya limbah. Akan tetapi limbah dapat
pula diubah menjadi gipsum yang dapat digunakan dalam berbagai industri. Cara lain
ialah dengan menggunakan amonia sebagai zat pengikatnya sehingga limbah yang
dihasilkan dapat dipergunakan sebagi pupuk. Selain dapat mengurangi sumber

13
polutan penyebab hujan asam, gipsum yang dihasilkan melalui proses FGD ternyata
juga memiliki nilai ekonomi karena dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan,
misal untuk bahan bangunan.

Mengaplikasikan prinsip 3R (Reuse, Recycle, Reduce)


Prinsip ini dijadikan landasan saat memproduksi suatu barang, dimana
produk harus dapat digunakan kembali atau dapat didaur ulang sehingga jumlah
sampah atau limbah yang dihasilkan dapat dikurangi. Teknologi yang digunakan juga
harus diperhatikan, teknologi yang berpotensi mengeluarkan emisi hendaknya diganti
dengan teknologi yang lebih baik dan bersifat ramah lingkungan. Hal ini juga
berkaitan dengan perubahan gaya hidup.

2.9 Upaya Pencegahan Hujan Asam


Selain itu ada berbagai cara untuk dapat mencegah terjadinya kerusakan
lingkungan akibat hujan asam antara lain :
Tidak berlebihan menggunakan kendaraan yang mengeluarkan polusi.
Menyemprotkan kapur agar menetralkan hujan asam karena kapur bersifat basa.
Tidak membuang sampah sembarangan dan menanam pohon (reboisasi).
Mengurangi emisi gas buang (penggunaan pengubah katalik/catalyc converter).
Memperbanyak taman kota.
Menata kembali kawasan industri.

BAB III

14
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hujan asam merupakan suatu masalah lingkungan yang perlu diperhatikan
oleh manusia. Hujan asam terjadi akibat terkontaminasinya uap air di atmosfer
dengan gas SOx sehingga merusak lingkungan dan kesehatan manusia. Untuk itu
perlu dilakukan penanggulangn dengan menggunakan bahan bakar dengan
kandungan belerang rendah, pengunaan teknologi pengurang emisi SO2, serta
mengaplikasikan prinsip 3R (Reuse, Recycle, Reduce). Upaya pencegahan hujan
asam perlu diterapkan agar menghidari terjadinya hujan asam di beberapa daerah
yang diperkirakan terjadi maupun tidak. Upaya penanggulangan dan pencegahan
tersebut adalah untuk menjaga kelangsungan hidup.

3.2 Saran
Saran-saran yang dapat penyusun sampaikan antara lain:
1. Penggunaan bahan bakar fosil, terutama batu bara, lebih dikendalikan lagi
agar pencemaran udara bisa berkurang.
2. Pemerintah dan masyarakat harus lebih perhatian dan peduli terhadap
masalah-masalah lingkungan sekitar.
3. Pemerintah menerapkan sistem izin tentang peralatan yang digunakan oleh
industri.

DAFTAR PUSTAKA

15
Anonim. 2009. Hujan Asam Mencegah Global Warming. http://webache.google-
sercontent.com [diakses tanggal 8 Juni 2017]
Anonim. 2009. Yogyakarta Rawan Hujan Asam. http://www.forumkami.com [diakses
tanggal 8 Juni 2017]
Neiburger, Morris, et al.1982. Memahami Lingkungan Atmosfir Kita. Bandung: ITB
Sumahamijaya, Inra. 2009. Hujan Asam Menghancurkan Bumi.
http://majaakrimagazine.com [diakses tanggal 8 Juni 2017)
Wardhana, Wisnu Area. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi
Yogyakarta
Soegianto, Agoes. 2005. Ilmu Lingkungan. Airlangga University Press: Surabaya.

16

Anda mungkin juga menyukai