DISKUSI
Skizofrenia adalah sindrom klinis dengan psikopatologi yang bervariasi,
termasuk di dalamnya gangguan kognisi, emosi, persepsi, dan aspek perilaku lainnya.
Manifestasi dari gangguan-gangguan ini dideskripsikan secara berbeda pada masing-
masing pasien dan berbeda pula seiring perjalanan penyakit, namun efek dari
gangguan ini selalu berat, dan biasanya jangka waktunya lama. Skizofrenia secara
merata ditemukan pada wanita dan pria. Namun onset pada pria biasanya lebih awal
pada pria dibandingkan wanita, dengan puncak onset pada usia 10-25 tahun. Pada
wanita, terdapat penyebaran usia yang bimodal, yaitu puncak onset pada usia 25-35
tahun dan usia pertengahan (>40 tahun). Gangguan skizofrenia biasanya bertahan
sampai seumur hidup, serta dapat menyerang orang dari berbagai kelas sosial.
Penyebab dari gangguan skizofrenia tidak diketahui. Beberapa studi
menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan dalam terjadinya gangguan
skizofrenia.
Halusinasi adalah suatu pengalaman perseptif yang terjadi tanpa stimulus
eksternal. Untuk dikatakan sebagai halusinasi, pasien harus dalam keadaan sensorium
yang jernih, tidak saat tertidur atau ketika bangun tidur. Halusinasi yang paling sering
pada skizofrenia adalah halusinasi auditorik, namun tidak menutup kemungkinan juga
halusinasi dapat terjadi pada modalitas sensori lainnya. Pada kasus ini halusinasi tidak
ditemukan pada hari pemeriksaan namun pasien memiliki riwayat halusinasi
auditorik, visual dan olfaktori
Pada pasien juga ditemukan riwayat adanya waham bizzare (aneh). Waham
adalah keyakinan palsu yang didasarkan pada kesimpulan yang salah tentang
kenyataan yang tidak sejalan dengan intelegensia dan latar belakang budaya pasien
dan tidak dapat dikoreksi dengan suatu alasan. Dengan kata lain, keyakinan yang
salah ini dipertahankan oleh seseorang. Berbagai jenis waham antara lain yaitu
waham bizzare/aneh, waham dikendalikan, waham kejar, waham kebesaran, dan
waham referensi. Dari alloanamnesis ditemukan bahwa pasien pernah mengatakan
bahwa ada sebuah bom dan kabel di dalam kepalanya. Hal ini merupakan waham
bizzare. Waham bizzare adalah keyakinan palsu yang aneh, mustahil, dan sama sekali
tidak masuk akal.
Tilikan (insight) pada pasien ini adalah derajat 1, yaitu pasien tidak
mengetahui dan menyangkal penyakit yang dideritanya. Pada kasus ini pasien tidak
tahu bahwa ia sakit dan mengapa ia berada di rumah sakit jiwa, ia hanya merasa
sering termenung. Tilikan adalah kemampuan pasien untuk mengerti penyebab
sebenarnya dan arti dari suatu situasi (dalam konteks ini, kumpulan gejala). Dengan
kata lain, tilikan adalah derajat kesadaran dan pengertian pasien bahwa mereka sakit.
Tilikan dikategorikan sebagai berikut:
Tilikan derajat 1: pasien menyangkat penyakitnya sama sekali.
Tilikan derajat 2: pasien agak menyadari bahwa mereka sakit dan
membutuhkan bantuan, tetapi dalam waktu bersamaan pasien juga
menyangkal penyakitnya (ambivalensi).
Tilikan derajat 3: pasien sadar bahwa mereka sakit, tetapi mereka
menyalahkan orang lain, faktor eksternal, atau faktor organik.
Tilikan derajat 4: pasien sadar bahwa penyakitnya disebabkan oleh
sesuatu yang tidak diketahui pada diri pasien.
Tilikan derajat 5: tilikan intelektual (pasien menerima bahwa
dirinya sakit dan bahwa gejala yang dialami disebabkan oleh
perasaan irasional atau gangguan tertentu dalam diri pasien sendiri
tanpa menerapkan pengetahuan tersebut untuk penanganan di masa
depan).
Tilikan derajat 6: tilikan emosional sesungguhnya (kesadaran
emosional tentang motif dan perasaan dalam diri pasien dan orang
yang penting dalam kehidupannya, yang dapat menyebabkan
perubahan dasar dalam perilaku).
Berdasarkan PPDGJ III, diagnosis pasien adalah F20.05 Skizofrenia Paranoid
dengan Remisi Sempurna. Pedoman diagnosis skizofrenia menurut PPDGJ III yaitu:
1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya 2 gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau
kurang jelas)
a. thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang
atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran
ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda;
atau
- thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing
dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi
pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya
(withdrawal); dan
- thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar
sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;
b. delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan
oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
- delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi
oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
- delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya
dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang
dirinya = secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota
gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus)
- delusional perception = pengalaman inderawi yang tidak
wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya
berdifat mistik atau mukjizat;
c. Halusinasi auditorik
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus
terhadap perilaku pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (di
antara berbagai suara yang berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian
tubuh
d. Waham-waham menetap jenis lainnya yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil,
misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau
kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya
mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
makhluk asing dari dunia lain).
2. Atau paling sedikitnya dua gejala di bawah ini yang harus ada secara
jelas
e. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila
disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas,
ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami
sisipan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau
pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement),
posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea,
negativism, mutisme, dan stupor;
h. Gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar,
biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan
sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa
semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi
neuroleptika;
3. Adapun gejala-gejala tersebut di atas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase
nonpriskotik prodromal).
4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna salam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi
(personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-
absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
Definisi
Skizofrenia adalah suatu sindroma klinis yang beraneka macam,
bersifat mengganggu, dan mempengaruhi kognisi, emosi, persepsi, dan aspek
lain dari perilaku seseorang. Gejala yang ditunjukkan oleh sindroma ini sangat
beraneka ragam antar orang dari waktu ke waktu, namun efeknya selalu berat
dan biasanya untuk waktu yang lama. Kelainan ini biasanya dimulai sebelum
usia 25 tahun dan menetap seumur hidup, mempengaruhi orang tersebut secara
personal dan sosial. Baik pasien maupun keluarganya mengalami penderitaan
akibat penyakit ini. Diagnosis skizofrenia harus dilakukan dengan melihat
sejarah psikiatrik secara keseluruhan dengan didukung pemeriksaan mental.
Epidemiologi dan faktor resiko
Indikator kesehatan jiwa yang dinilai pada Riskesdas 2013 antara lain
gangguan jiwa berat, gangguan mental emosional serta cakupan pengobatannya.
Gangguan jiwa berat adalah gangguan jiwa yang ditandai oleh terganggunya
kemampuan menilai realitas atau tilikan (insight) yang buruk. Gejala yang
menyertai gangguan ini antara lain berupa halusinasi, ilusi, waham, gangguan
proses pikir, kemampuan berpikir, serta tingkah laku aneh, misalnya agresivitas
atau katatonik. Gangguan jiwa berat dikenal dengan sebutan psikosis dan salah
satu contoh psikosis adalah skizofrenia.
Berdasarkan Tabel 2.3, terlihat bahwa prevalensi psikosis tertinggi di DI
Yogyakarta dan Aceh (masing-masing 2,7), sedangkan yang terendah di
Kalimantan Barat (0,7). Prevalensi gangguan jiwa berat nasional sebesar 1,7
per mil. Prevalensi gangguan jiwa berat berdasarkan tempat tinggal dan kuintil
indeks kepemilikan dipaparkan pada buku Riskesdas 2013 dalam Angka.
Angka prevalensi seumur hidup skizofrenia di dunia bervariasi berkisar 4
permil sampai dengan 1,4 persen (Lewis et al.,2001). Beberapa kepustakaan
menyebutkan secara umum prevalensi skizofrenia sebesar 1 persen penduduk.
Selanjutnya dipaparkan proporsi RT yang pernah melakukan pemasungan
terhadap ART dengan gangguan jiwa berat.
Riwayat Kehamilan
Terdapat bukti bahwa malnutrisi prenatal dapat menyebabkan
skizofrenia, namun belum ada penelitian lebih lanjut mengenai hal
ini.Beberapa penelitian mengatakan bahwa suatu periode kelaparan hebat
yang dialami ibu selama perikonsepsional berhubungan secara signifikan
terhadap terjadinya skizofrenia, yaitu meningkatkan 2 kali resiko
terjadinya skizofrenia.Suatu penelitian mengatakan bahwa kurangnya
nutrisi saat trimester pertama kehamilan meningkatkan terjadinya
abnormalitas pada otak anak yang berhubungan dnegan terbentuknya
skizofrenia. Terhambatnya perkembangan otak pada trimester pertama
karena penyebab lain juga meningkatkan resiko terjadinya skizofrenia,
termasuk terjadinya infeksi saat kehamilan. Beberapa penelitian
mengatakan bahwa skizofrenia dapat terbentuk jika ibu hamil terkena
influenza pada trimester kedua. Hal ini berhubungan dengan
meningkatnya insiden lahirnya anak-anak yang nantinya memiliki
skizofrenia yang lahir pada bulan-bulan tertentu pada musim tertentu di
berbagai daerah.
Etiologi
a. Genetik
Terdapat kontribusi genetik terhadap terjadinya skizofrenia yang
terlihat dengan adanya keluarga (baik derajat pertama ataupun derajat kedua)
yang terlebih dahulu mengalami skizofrenia. Pada bayi kembar monozigot,
terdapat konkordansi skizofrenia sekitar 50%.
b. Faktor Biokimia Otak
Dopamin.Hipotesis antara hubungan skizofrenia dengan dopamin
adalah pada pasien skizofrenia, terdapat aktivitas dopaminergik yang terlalu
banyak.Kombinasi jumlah pelepasan dopamin yang terlalu banyak, jumlah
reseptor dopamin yang banyak, dan hipersensitivitas reseptor pada pasien
skizofrenia memiliki hubungan dengan parahnya gejala positif (psikotik) yang
dialami pasien.
Neurotransmiter lain yang berhubungan dengan skizofrenia adalah
serotonin, norepinefrin, GABA, neuropeptida (seperti substansi P dan
neurotensin) yang berhubungan dengan neurotransmiter, glutamat, asetilkolin,
dan nikotin.
c. Neuropatologi
Kelainan otak yang terjadi pada pasien dnegan skizofrenia terletak
pada sistem limbik, ganglia basalis, termasuk kelainan pada kimia otak di
korteks serebral, talamus, dan batang otak. Pada pasien skizofrenia terdapat
pengurangan massa otak yang merupakan akibat dari berkurangnya akson,
dendrit, dan sinaps yang memediasi fungsi otak.
d. Teori Psikoanalitik
Postulasi yang dikatakan oleh Sigmund Freud menyatakan bahwa
skizofrenia berasal dari fiksasi developmental yang terjadi terlebih dahulu
saat pembentukan dan perkembangan neurosis. Fiksasi ini menyebabkan
gangguan pada perkembangan ego dimana ego berhubungan dengan
interpretasi terhadap kenyataan dan kontrol terhadap dorongan dalam diri
sehingga pada orang dengan skizofrenia, terdapat kelainan pada kemampuan
dirinya mengontrol dorongan seks dan lain-lain. Margaret Mahler
mengatakan bahwa pada pasien dengan skizofrenia, terdapat distorsi
terhadap hubungan ibu dan anak.
e. Teori Belajar
Pada teori ini, hubungan interpersonal yang buruk pada pasien dengan
skizofrenia terbentuk karena model yang buruk saat dia masih kanak-kanak.
f. Dinamika Keluarga
Pasien dengan hubungan yang buruk antara anak dan ibunya memiliki
resiko memiliki skizofrenia 6x lebih tinggi daripada orang pada umumnya.
1. Double Bind
Konsep ini mengatakan bahwa terdapat konflik pendapat orang
tua terhadap perilaku, tindakan, dan perasaan anak.Contoh dari kasus
ini adalah seorang anak yang diminta ibunya untuk membagi-bagikan
kue miliknya kepada teman-temannya, namun melarang anaknya untuk
memberikan kue yang terlalu banyak kepada teman-temannya tersebut.
4. Emosi
Orang tua atau pengasuh pasien mengkritik berlebihan,
memusuhi, dan terlalu ikut campur dalam kehidupan pasien. Beberapa
penelitian mengatakan bahwa keluarga dengan ciri-ciri seperti ini
memiliki rata-rata kekambuhan yang tinggi pada pasien dengan
skizofrenia.
b. Disorganisasi/Hebefrenik
Ciri khas pada tipe disorganisasi atau hebefrenik adalah regresi yang
mencolok pada perkembangan primitif, tidak dapat dihambat, dan perilaku
yang tidak terorganisasi dan tanpa adanya gejala pada kriteria katatonik.
Onset, usia15-25 tahun. Pasien ini biasanya aktif namun tanpa tujuan.
Kemampuan berpikirnya lemah dan kontak terhadap realitas juga kurang
baik. Pasien sering tertawa tanpa alasan yang jelas (giggling).
c. Katatonik
Ciri khas: dapat terjadi stupor, negativisme, kekakuan, kegirangan,
atau membentuk postur tertentu. Biasanya pasien menunjukkan perubahan
yang cepat diantara kegirangan yang ekstim dan stupor. Gejala lain yang
tampak termasuk stereotipik, manerisme, dan fleksibilitas yang mudah
dipengaruhi. Mutisme sering terjadi. Saat terjadi kegirangan tiba-tiba, harus
diperhatikan bahaya melukai diri sendiri. Pasien biasa mengalami malnutrisi,
kelelahan, hiperpireksia, dan luka karena melukai diri sendiri.
d. Tidak terdiferensiasi
Pasien tipe ini tidak dapat digolongkan tipe lainnya sehingga
digolongkan sebagai tipe tidak terdiferensiasi.
e. Residual
Karakteristik tipe ini, menurut DSM-IV-TR adalah adanya kelainan
skizofrenik yang terus menerus tanpa adanya gejala yang lengkap untuk
menandakan skizofrenia yang aktif jenis tertentu. Gejala tersebut termasuk
emosi yang tumpul, perilaku aneh yang eksentrik, pemikiran yang tidak
logis, asosiasi longgar.Saat delusi dan halusinasi muncul dampaknya tidak
nyata.
Tatalaksana
Manajemen tatalaksana akut skizofrenia dalam keadaan gaduh gelisah: 3
Lindungi diri anda
Tetap waspada
Pastikan bahwa terdapat jumlah staf yang cukup
Pengikatan
Evaluasi diagnostik cepat
Eksplorasi kemungkinan dilakukannya intervensi psikososial
Calon korban harus diperingatkan
Terapi psikofarmaka:
Flufenazin, trifluoperazin atau haloperidol diberikan 5 mg per-oral atau
IM
Olanzapine 2.5 10 mg per IM minimal 4 injeksi sehari dengan dosis
rata-rata per hari 13-14 mg
Lorazepam 2-4 mg, diazepam 5-10 mg per IV secara perlahan (dalam
2 menit)
Non medikamentosa:
Terapi Psikosial: merupakan terapi suportif untuk terapi jangka
panjang dapat dilakukan terapi perilaku, terapi berorientasi keluarga,
terapi kelompok, psikoterapi individual,
Terapi ECT: dapat digunakan untuk mengurangi beberapa gejala
psikotik akut. Alat yang digunakan adalah alat yang mengeluarkan
aliran listrik sinusoid sehingga penderita menerima aliran listrik yang
terputus putus. Tegangan yang digunakan 100-150 Volt dan waktu
yang digunakan 2-3 detik.3
2.1. Prognosis
Prognosis untuk skizofrenia pada umumnya kurang begitu
menggembirakan. Sekitar 25% pasien dapat kembali pulih dari episode awal
dan fungsinya dapat kembali pada tingkat prodromal (sebelum munculnya
gangguan tersebut). Sekitar 25% tidak akan pernah pulih dan perjalanan
penyakitnya cenderung memburuk. Sekitar 50% berada diantaranya, ditandai
dengan kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan efektif
kecuali untuk waktu yang singkat.4
DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim R, Diagnosis gangguan Jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ III. Jakarta;
1998.
2. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan and sadocks synopsis of psychiatry. Ed 11.
Philadeplhia: Wolters Kluwer; 2015.
3. Maslim R. Penggunaan klinis obat psikotropik. Ed 3. Jakarta; 2001.
4. American Psychiatric Assosiation. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders. Ed 4. USA; 1994.
5. Stefan M, Travis M, Murray, RM. The encyclopedia of visual medicine series: An
Atlas of Schizofrenia. The Parthenon Publishing Group. United Kingdom; 2002.