Anda di halaman 1dari 7

Proses menua pada hakikatnya akan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan biologis pada

lansia. Perubahan-perubahan ini tidak hanya dialami oleh lansia dengan kondisi sakit tetapi juga lansia
yang diketahui sebagai lansia sehat. Hadi-Martono dalam Boedhi-Darmojo (2009) menjabarkan aspek-
aspek fisiologik dan patologik akibat proses menua sebagai berikut:

1. System panca-indra

Perubahan morfologik pada mata, telinga, hidung, syaraf perasa di lidah dan di kulit terjadi sebagai salah
satu bentuk perubahan yang bersifat degenerative pada anatomic fungsional. Perubahan ini
mengakibatkan penurunan fungsi pada organ. Pada keadaan ekstrim dapat bersifat patologik.
Contohnya adalah: ektropion atau entropion, ulkus kornea, glaucoma, katarak, tuli konduktif dan
sindroma Meniere (gangguan keseimbangan).

2. System gastrointestinal

Mulai dari gigi sampai anus terjadi perubahan morfologik, antara lain: atrophy pada mukosa, kelenjar
dan otot pencernaan sehingga menyebabkan perubahan fungsional ataupun patologik (gangguan
mengunyah, gangguan menelan, perubahan nafsu makan dan penyakit yang berhubungan dengan GIT).

3. System kardiovaskuler

Seiring dengan bertumbuhnya usia, otot jantung akan mengalami penurunan kekuatan kontraksi,
kecepatan kontraksi dan jumlah isi sekuncup akan menurun pula. Selain itu, terjadi pula penurunan
kemampuan untuk meningkatkan kekuatan curah jantung pada saat-saat tertentu dimana tubuh
membutuhkannya (saat latihan atau beraktivitas) sehingga apabila gejala angina timbul pada usia lanjut
ketika melakukan latihan atau aktivitas ringan, hal ini sudah menandakan terjadinya penyakit koroner
yang berat.

4. System respirasi

Ketika seseorang mencapai usia 20-25 tahun, system respirasi dalam tubuhnya telah mencapai
kematangan pertumbuhan dan kemudian akan menurun lagi fungsinya. Terjadi penurunan gerak silia di
dinding sistem respirasi sehingga terjadi penurunan reflex batuk dan reflex fisiologik lainnya yang dapat
menyebabkan peningkatan terjadinya infeksi akut pada saluran napas bawah. Elastisitas paru menurun,
kekakuan dinding dada meningkat, kekuatan otot dada menurun sehingga berakibat menurunnya rasio
ventilasi-perfusi dibagian paru yang tidak bebas dan pelebaran gradient alveolar arteri untuk oksigen.
Keadaan ini tidak boleh disalahartikan sebagai adanya penyakit paru. Pada lansia sehat PaO2
dapatdihitung dengan menggunakan rumus:

PaO2 = 109 0,43 (umur) + 4

5. System endokrinologik

Perubahan pada system endokrinologik yang umum terjadi mempengaruhi metabolisme karbohidrat,
perubahan fungsi kelenjar tiroid dan terjadinya osteoporosis (akibat hormon esterogen khususnya pada
wanita). Sekitar 50% lansia menunjukkan intoleransi glukosa dengan kadar gula puasa yang normal.

Insidens hipertiroid tinggi pada usia lanjut dan sekitar 75% diantaranya mempunyai tanda dan gejala
klasik dan sisanya menunjukkan apathetic thyrotoxicosis.
Hipotiroid merupakan penyakit utama yang terjadi antara usia 50-70 tahun, gejalanya sering tidak
mencolok sehingga sering tidak terdiagnosis.

Osteoporosis umumnya terjadi pada wanita setelah mengalami menopause dan dapat pula meningkat
insidensinya pada pria apabila terdapat faktor-faktor inaktivitas, asupan kalsium kurang, pembuatan
vitamin D melalui kulit yang menurun dan juga faktor hormonal.

6. System hematologic

Pola pertumbuhan sel darah dan sel darah putih pada lansia tidak mengalami perubahan tetapi
susmsum tulang mengandung lebih sedikit sel hemopoetik dengan respons terhadap stimuli buatan
agak menurun. Respons regenerative terhadap hilang darah atau terapi anemia pernisiosa menurun.

7. System persendian

Pada synovial sendi terjadi perubahan bentuk tidak ratanya permukaan sendi, fibrilasi dan pembentukan
celah dan lekukan dipermukaan tulang rawan. Erosi tulang rawan hialin menyebabkan eburnasi tulang
dan pembentukan kista dirongga sub-kondural dan sumsum tulang. Keadaan tersebut belum bisa
dikatakan sebagai keadaan patologik, akan tetapi, apabila disertai dengan stress tambahan seperti
trauma atau terjadi pada sendi penanggung beban (lutut, tulang belakang) keadaan tersebut disebut
patologik.

8. System urogenital dan tekanan darah

Pada ginjal terjadi penebalan kapsula Bowman dan gangguan permeabilitas terhadap solute yang akan
diabsorbsi. Terdapat penurunan jumlah nefron (sampai dengan 50%) dan atrophy. Aliran darah di ginjal
menurun sampai 50% (usia 75 tahun) dibanding usia muda. Fungsi ginjal ketika sedang beristirahat tidak
mengalami perubahan akan tetapi ginjal sudah tidak mampu untuk mengatasi peningkatan kebutuhan
apabila terjadi stress fisik (latihan berat, gagal jantung) dan dapat mengalami gagal ginjal.

Pada usia lanjut nilai Kreatinin tidak lagi menggambarkan keadaan fungsi ginjal oleh karena perubahan
jumlah protein dan massa otot dalam tubuh. Oleh karena itu penilaian bersihan Kreatinin (Creatinine
Clearance) pada lansia sebaiknya menggunakan rumus Cockroft-Gault:

CCr= (140)x Berat badan (Kg)

72 x serum kreatinin

Pada wanita dikoreksi dengan 0.85


(ml/mnt)

Pada umumnya pembuluh darah pada usia lanjut sudah mengalami berbagai perubahan. Terjadi
penebalan pada intima (akibat ateroskeloris) dan tunika medika (akibat proses menua) sehingga
mengakibatkan peningkatan kelenturan pembuluh darah tepi dan menyebabkan peningkatan tekanan
darah terutama sistolik. Tekanan darah diastolic juga sering mengalami peningkatan yang disebabkan
oleh berbagai macam faktor termasuk genetik.

9. Infeksi dan imunologi

Pada lansia kelenjar timus sudah mengalami perubahan (resorbsi) akan tetapi jumlah sel T dan B tidak
mengalami perubahan. Terjadi peningkatan pembentukan auto-antibody sehingga insidensi penyakit
auto-imun meningkat. Pengenalan dan penyerangan terhadap sel-sel tumor juga menurun sehingga
menyebabkan insidensi penyakit neoplasma meningkat. Selain itu, respons makrofag terhadap benda
asing di sel mukosa, sel kulit, silia disistem respirasi serta pembentukan protein fase akut menurun
sehingga meningkatkan faktor predisposisi terhadap terjadinya infeksi. Terjadi nya infeksi pada lansia
dengan kekuatan imunologi yang rendah merupakan suatu ancaman kesehatan yang berat dan dapat
mengakibatkan kematian.

10. System syaraf pusat dan otonom

Berat otak akan menurun sebanyak 10% pada penuaan antara 30-70 tahun. Terjadi penebalan
meningen, giri dan sulci otak berkurang kedalamnya namun tidak menyebabkan gangguan patologik
yang berarti. Terdapat deposit lipofusin pada semua sitoplasma sel. Terjadinya degenerasi pigmen
substantia nigra, kekusutan neurofibriler dan pembentukan badan-badan Hirano merupakan perubahan
yang bersifat patologik dan terjadi pada insiden patologik sindroma Parkinson dan Dementia tipe
Alzheimer.

Penebalan pada tunika intima dan medika juga mengakibatkan ter-jadinya gangguan vaskularisasi otak
yang berakibat terjadinya TIA, stroke dan dementia vaskuler. Vaskularisasi yang menurun pada daerah
hipothalamus menyebabkan terjadinya gangguan syaraf otonom yang mungkin juga disebabkan oleh
berkurangnya jumlah neurotransmiter. Perubahan patologik pada jaringan syaraf sering menyertai
berbagai penyakit metabolic yang juga mengakibatkan gangguan pada susunan syaraf tepi.

11. System kulit dan integument

Pada lansia akan terjadi atrophy pada epidermis, kelenjar keringat, folikel rambut dan perubahan
pigmentasi dengan akibat penipisan kulit, perubahan warna (pigmentasi tidak merata). Kuku menipis
dan mudah patah, rambut rontok sampai terjadi kebotakan. Lemak subkutan berkurang menyebabkan
berkurang-nya bantalan kulit sehingga daya tahan terhadap tekanan dan perubahan suhu tubuh
berkurang dan meningkatkan resiko infeksi pada lansia.

12. Otot dan tulang

Atrophy otot pada lansia sering terjadi akibat gangguan metabolic, denervasi syaraf dan penurunan
aktivitas fisik. Dengan bertambahnya usia, proses berpasangan penulangan (coupling) yaitu perusakan
dan pembentukan tulang melambat. Hal ini bisa disebabkan oleh inaktivitas maupun perubahan kadar
hormon (esterogen, parathormon dan kalsitonin) dan vitamin D. Tulang-tulang terutama bagian
trabekular menjadi lebih berongga sehingga meningkatkan resiko patah tulang.

Ageing Process, Perubahan pada system tubuh lansia, Proses Menua

Leave a comment

PROSES MENUA

Posted by Windy Asih in Academic on June 26, 2012

Menjadi tua adalah bagian dari proses kehidupan yang tidak dapat dihindari oleh siapapun. Beberapa
perubahan akan terjadi pada seseorang yang sedang mengalami proses menua baik secara penampilan
fisik maupun kondisi psikososial, kognitif dan emosional. Sebagai contoh: lansia akan mengalami
penurunan kekuatan otot dan keseimbangan, kemampuan memori menurun, perubahan pada warna
rambut ataupun tekstur kulit.

Dalam proses menua, seorang lansia umumnya diperhadapkan dengan masalah kesehatan baik yang
mempengaruhi fungsi fisiologis ataupun penyakit kronis. Stanley dan Beare (2007) menyatakan bahwa
seiring dengan bertambahnya usia, insiden terjadinya penyakit kronis pada lansia juga akan bertambah.
Walaupun demikian, proses menua tidak bisa dinilai sebagai hal negatif yang terjadi pada seseorang.

Definisi

Constantides (1994 dalam Boedhi-Darmojo, 2009) memberikan definisi dari menua sebagai berikut:

Menua (menjadi tua=ageing) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan
yang diderita.

Dari definisi diatas dapat tergambar secara jelas bahwa proses menua pada manusia bukanlah proses
yang reversibel. Selain itu, penekanan pada menua bukan hanya pada perubahan yang tampak tetapi
juga pada fungsi.

Teori-teori Proses Menua

Terdapat beberapa teori penuaan yang dimuat dalam buku ajar keperawatan lansia. Donlon (2007
dalam Stanley dan Beare, 2007) mengelompokkan teori-teori tersebut kedalam kelompok teori biologis
dan teori psikososiologis (lihat bagan 2).

1. Teori Biologis

Kelompok teori ini menjabarkan proses fisik penuaan dimana terjadi perubahan fungsi dan struktur
(sampai tingkat molekuler) hingga kematian. Kelompok teori ini juga mencoba untuk menjelaskan pe-
nyebab terjadinya variansi dalam proses penuaan yang dialami oleh setiap individu yang berbeda.

a. Teori genetika

Menurut teori ini, penuaan adalah suatu proses yang secara tidak sadar diwariskan yang berjalan dari
waktu ke waktu untuk mengubah sel atau struktur jaringan. Teori ini terdiri dari teori asam
deoksiribonukleat (DNA), teori ketepatan dan kesalahan, mutasi somatic dan teori glikogen. Teori-teori
ini menyatakan bahwa proses replikasi pada tingkatan seluler menjadi tidak teratur karena adanya
informasi tidak sesuai yang diberikan dari inti sel. Molekul DNA menjadi saling bersilangan (crosslink)
dengan unsur yang lain sehingga mengubah informasi genetik dan mengakibatkan kesalahan pada
tingkat seluler dan menyebabkan system dan organ tubuh gagal untuk berfungsi.

b. Teori wear-tear (dipakai-rusak)

Teori ini menyatakan bahwa akumulasi sampah metabolic atau zat nutrisi dapat merusak sintesis DNA
sehingga mendorong malfungsi molekuler dan akhirnya malfungsi organ tubuh. Radikal bebas adalah
contoh dari produk sampah metabolisme yang me-nyebabkan kerusakan ketika akumulasi terjadi.
Radikal bebas adalah molekul atau atom dengan suatu electron tidak berpasangan. Ini merupakan jenis
yang sangat reaktif yang dihasilkan dari reaksi selama metabolisme.
Radikal bebas dengan cepat dihancurkan oleh system enzim pelindung pada kondisi normal. Beberapa
radikal bebas berhasil lolos dari proses perusakan ini dan berakumulasi didalam struktur biologis yang
penting, saat itu kerusakan organ terjadi.

c. Riwayat lingkungan

Teori ini menyatakan bahwa faktor-faktor yang berasal dari lingkungan seperti karsinogen dari industry,
cahaya matahari, trauma dan infeksi) membawa perubahan dalam pe-nuaan. Faktor lingkungan
diketahui dapat mempercepat proses penuaan tetapi hanya diketahui sebagai faktor sekunder saja.

d. Teori imunitas

Teori ini menggambarkan suatu kemunduran dalam system imun yang berhubungan dengan penuaan.
Ketika orang bertambah tua, pertahanan mereka terhadap organisme asing mengalami penurunan,
sehingga mereka lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi. Seiring
dengan berkurangnya fungsi system imun, terjadilah peningkatan dalam respons autoimun tubuh.
Ketika orang mengalami penuaan, mereka mungkin mengalami penyakit autoimun seperti arthritis
rheumatoid. Penganjur teori ini sering memusatkan pada peran kelenjar timus, dimana berat dan
ukuran kelenjar timus akan menurun sering bertambahnya umur sehingga mempengaruhi kemampuan
diferensiasi sel T dalam tubuh dan mengakibatkan menurunnya respons tubuh terhadap benda asing
didalam tubuh.

e. Teori neuroendokrin

Dalam teori sebelumnya dijelaskan bahwa terdapat hubungan antara penuaan dengan perlambatan
system metabolisme atau fungsi sel. Sebagai contoh dalam teori ini adalah sekresi hormon yang diatur
oleh system saraf. Salah satu area neurologi yang mengalami gangguan secara universal akibat penuaan
adalah waktu reaksi yang diperlukan untuk menerima, memproses dan bereaksi terhadap perintah.
Dikenal sebagai perlambatan tingkah laku, respons ini kadang-kadang di interpretasikan sebagai
tindakan melawan, ketulian, atau kurangnya pengetahuan.

Teori Biologis Tingkat Perubahan

Genetika Gen yang diwariskan


dari dampak lingkungan

Dipakai dan rusak Kerusakan oleh radikal


bebas

Lingkungan Meningkatnya pajanan


terhadap hal-hal yang
berbahaya

Imunitas Integritas system tubuh


untuk melawan kembali
Neuroendokrin Kelebihan atau ku-
rangnya produksi
hormone

Teori Psikososiologis Tingkat Proses

Kepribadian Introvert lawan


ekstrovert
Tugas perkembangan
Maturasi sepanjang
Disengagement
rentang kehidupan

Antisipasi menarik diri

Aktivitas Membantu
mengembangkan usaha

Kontinuitas Pengembangan
individualitas

Ketidakseimbangan Kompensasi melalui


sistem pengorganisasian diri
sendiri

Tabel 3 Teori-teori Penuaan (Donlon, 2007 dalam Stanley dan Beare 2007)

2. Teori Psikososiologis

Kelompok teori ini menyatakan bahwa penuaan dipengaruhi dan disertai oleh perubahan perilaku
maupun aspek lain sesuai konteks psikologi dan sosiologis.

a. Teori kepribadian

Teori ini menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan psikologis tanpa menggambarkan harapan atau tugas
spesifik lansia. Dalam teorinya Jung (1971) menyatakan bahwa terdapat kepribadian introvert dan
ekstrovert dan keseimbangan terhadap keduanya sangat penting bagi kesehatan. Dalam konsep
interioritas ini Jung mengungkapkan bahwa separuh kehidupan manusia berikutnya digambarkan
dengan memiliki tujuannya sendiri, yaitu untuk me-ngembangkan kesadaran diri sendiri melalui aktivitas
yang dapat merefleksikan dirinya sendiri. Lansia sering menemukan bahwa hidup telah memberikan
satu rangkaian pilihan yang sekali dipilih, akan membawa orang tersebut pada suatu arah yang tidak bisa
diubah.

b. Teori tugas perkembangan

Tugas perkembangan adalah aktivitas dan tantangan yang harus dipenuhi oleh seseorang pada tahap-
tahap spesifik dalam hidupnya untuk mencapai penuaan yang sukses. Erickson (1986) menguraikan
tugas utama lansia adalah mampu melihat kehidupan seseorang sebagai bagian kehidupan yang dijalani
dengan integritas. Pada kondisi tidak adanya pencapaian perasaan bahwa ia telah menikmati kehidupan
yang yang baik, maka lansia tersebut beresiko untuk disibukkan dengan rasa penyesalan atau putus asa.
c. Teori disengagement

Teori pemutusan hubungan, dikembangkan pertama kali pada awal tahun 1960-an, menggambarkan
proses penarikan diri oleh lansia dari peran bermasyarakat dan tanggung jawabnya. Proses penarikan
diri ini daoat diprediksi, sistematis, tidak dapat dihindari, dan penting untuk fungsi yang tepat dari
masyarakat yang sedang tumbuh. Lansia dikatakan akan bahagia apabila kontak sosial telah berkurang
dan tanggung jawab telah diambil oleh generasi yang lebih muda. Manfaat dari pengurangan kontak
sosial adalah agar ia dapat menyediakan waktu untuk merefleksikan pen-capaian hidupnya dan untuk
menghadapi harapan yang tidak terpenuhi, sedangkan manfaatnya bagi masyarakat adalah dalam
rangka memindahkan kekuasaan generasi tua ke generasi muda. Teori ini memiliki titik kelemahan
karena seolah-olah membatasi peran lansia di masyarakat dan pada kenyataannya banyak lansia yang
masih berkontribusi secara positif bagi masyarakat dalam usia senjanya.

d. Teori aktivitas

Teori ini dikatakan sebagai lawan dari teori disengagement yang menyatakan bahwa jalan menuju
penuaan yang sukses adalah dengan cara tetap aktif. Gagasan pemenuhan kebutuhan seseorang harus
seimbang dengan pentingnya perasaan dibutuhkan oleh orang lain ditunjukkan dalam teori ini. Sebuah
penelitian juga menunjukkan pen-tingnya aktivitas mental dan fisik yang berkesinambungan untuk
mencegah kehilangan dan pemeliharaan kesehatan sepanjang masa kehidupan manusia.

e. Teori kontinuitas

Teori ini dikenal juga sebagai teori perkembangan dan mencoba menjelaskan dampak kepribadian pada
kebutuhan untuk tetap aktif atau memisahkan diri agar mencapai kebahagiaan dan terpenuhinya
kebutuhan di usia tua. Teori ini menekankan pada kemampuan koping individu sebelumnya dan
kepribadian sebagai dasar untuk memprediksi bagaimana seseorang akan dapat menyesuaikan diri
terhadap perubahan akibat penuaan.

Lansia yang terbiasa memiliki kendali dalam membuat keputusan mereka sendiri tidak akan dengan
mudah menyerahkan peran ini hanya karena usia mereka yang telah lanjut. Selain itu, individu yang
telah melakukan manipulasi atau abrasi dalam interaksi interpersonal mereka selama masa mudanya
tidak akan tiba-tiba mengembangkan suatu pendekatan yang berbeda di dalam masa akhir
kehidupannya.

Anda mungkin juga menyukai