Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH MIKROBIOLOGI

MIKROBIOLOGI TANAH

OLEH:

Kelompok : IV

Ketua Kelompok : Ramses Batuan Sianipar (P00933014031)

Anggota : 1. Ade Fitri (P00933014001)

2. Ardiansyah Bangun (P00933014005)

3. Nia Situmorang (P00933014029)

4. Ramses Batuan Sianipar (P00933014031)

5. Sri Rezeki (P00933014038)

6. Theresia Margareta Pasaribu (P09933014040)

Tingkat/Semester : I-A/I

POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN KABANJAHE
T.A 2015
MIKROBIOLOGI TANAH

A. Mikroorganisme Tanah
Tanah merupakan suatu campuran bahan-bahan organik yang padat, misalnya: batu
batuan , mineral, air ,uadara dan jasad hidup beserta produk dari hasil pembusukanTanah
yang subur mengandung sejumlah binatang-binatang mulai dari bentuk mikroskopis,
nematoda, serangga, sampai hewan mamalia seperti tikus. Tanah banyak mengandung bahan
-bahan yang dibutuhkan oleh organisme, karena didalam tanah juga terkandung bahan
organik. Di dalam tanah juga terjadi interaksi antara tumbuhan dan mikroba yang dapat
merugikan atau menguntungkan tumbuhan. Beberapa mikroorganisme tanah bersifat
patogenik terhadap tumbuhan dan menyebabkan penyakit pada perakaran sehingga menjadi
layu dan busuk. Banyak tumbuhan bersimbiosis dengan jamur bernama mikoriza. Mikoriza
meningkatkan kemampuan tumbuhan untuk menyerap nutrisi dan air. Interaksi antara
mikroorganisme tanah dan akar tumbuhan banyak dikaji dalam ilmu mikrobiologi tanah.
Mikroorganisme tanah juga bermanfaat bagi kehidupan manusia. Salah satunya adalah
bakteri actinomycetes yang menghasilkan antibiotik.
Tanah adalah tempat hidup bakteri-bakteri penting. Mikroorganisme tanah dapat
menguraikan zat beracun yang berasal dari polusi. Hal ini menjadi dasar bioremediasi, yaitu
penggunaan mikroorganisme untuk mendetoksifikasi dan menguraikan zat berbahaya dalam
lingkungan atau setruktur tanah. Struktur tanah, kandungan gizi, ketersediaan hara, dan
menahan kapasitas air semuanya dipengaruhi oleh, atau tergantung pada mikroorganisme
tanah. Semua mikroorganisme tersebut adalah biota tanah yang berfungsi di ekosistem bawah
tanah di akar tumbuhan dan sampah sebagai sumber makanan. Mikrobiologi tanah modern
merupakan gabungan ilmu tanah, kimia, dan ekologi untuk memahami fungsi
mikroorganisme dalam ekosistem tanah. Telah dijelaskan diatas bahwa mokroorganisme
dapat memberi kesuburan tanah, dengan sejumlah cara yang antara lain adalah:
1. Dengan pembusukan bahan-bahan organik atau sisa-sisa jasad hidup yang mati
sehingga terbentuk humus.
2. Dengan membebaskan mineral-mineral tertentu dari partikel-partikel tanah sehingga
dapat digunakan oleh tumbuhan untuk pertumbuhannya.
3. Dapat membebaskan sejumlah nutrient dalam bentuk mineral yang terikan dalam
bentuk senyawa organik pada tanaman dan hewan yang mati.
4. Memegang peranan penting dalam transformasi senyawa nitrogen.
B. Ekosistem Tanah
Di permukaan tanah terdapat mikroorganisme dalam jumlah dan variasi yang banyak.
Hal tersebut karena permukaan tanah mengandung banyak sumber makanan dari tumbuhan
dan hewan. Biota tanah membentuk sistem berdasarkan energi dan nutrisi yang dihasilkan
dari proses dekomposisi tumbuhan dan hewan. Dekomposer primer adalah bakteri dan jamur.
Mikroorganisme seperti alga dan lumut kerak adalah koloni yang menghuni permukaan batu.
Kolonisasi organisme ini merupakan proses awal pembentukan tanah yang diperlukan oleh
tumbuhan tingkat tinggi melalui proses dekomposisi oleh dekomposer. Dekomposer
mengurai, mendaur ulang energi, karbon, dan nutrisi dalam tumbuhan dan hewan mati
menjadi bentuk yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan. Oleh karena itu, mikroorganisme
memegang peran penting dalam proses kehidupan di bumi. Perubahan bentuk elemen dalam
proses dekomposisi dijabarkan pada siklus elemen.

C. Jenis-Jenis Mikroorganisme Tanah


1. Bakteri
Bakteri (dari kata Latin bacterium; jamak: bacteria) adalah kelompok organisme
yang tidak memiliki membran inti sel. Organisme ini termasuk ke dalam domain prokariota
dan berukuran sangat kecil (mikroskopik), serta memiliki peran besar dalam kehidupan di
bumi. Beberapa kelompok bakteri dikenal sebagai agen penyebab infeksi dan penyakit,
sedangkan kelompok lainnya dapat memberikan manfaat dibidang pangan, pengobatan, dan
industri. Struktur sel bakteri relatif sederhana: tanpa nukleus/inti sel, kerangka sel, dan
organel-organel lain seperti mitokondria dan kloroplas.
Bakteri dapat ditemukan di hampir semua tempat: di tanah, air, udara, dalam
simbiosis dengan organisme lain maupun sebagai agen parasit (patogen), bahkan dalam tubuh
manusia. Pada umumnya, bakteri berukuran 0,5-5 m, tetapi ada bakteri tertentu yang dapat
berdiameter hingga 700 m, yaitu Thiomargarita. Mereka umumnya memiliki dinding sel,
seperti sel tumbuhan dan jamur, tetapi dengan bahan pembentuk sangat berbeda
(peptidoglikan). Beberapa jenis bakteri bersifat motil (mampu bergerak) dan mobilitasnya ini
disebabkan oleh flagel.
2. Virus
Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi
sel organisme biologis. Virus bersifat parasit, hal tersebut disebabkan karena virus hanya
dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi dan memanfaatkan sel
makhluk hidup karena virus tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri.
Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat (DNA atau RNA, tetapi tidak
kombinasi keduanya) yang diselubungi semacam bahan pelindung yang terdiri atas protein,
lipid, glikoprotein, atau kombinasi ketiganya. Genom virus akan diekspresikan menjadi baik
protein yang digunakan untuk memuat bahan genetik maupun protein yang dibutuhkan dalam
daur hidupnya.

3. Jamur
Jamur atau cendawan adalah tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga
bersifat heterotrof. Jamur ada yang uniseluler dan multiseluler. Tubuhnya terdiri dari benang-
benang yang disebut hifa. Hifa dapat membentuk anyaman bercabang-cabang yang disebut
miselium. Reproduksi jamur, ada yang dengan cara vegetatif ada juga dengan cara generatif.
Jamur menyerap zat organik dari lingkungan melalui hifa dan miseliumnya untuk
memperoleh makanannya. Setelah itu, menyimpannya dalam bentuk glikogen. Jamur
merupakan konsumen, maka dari itu jamur bergantung pada substrat yang menyediakan
karbohidrat, protein, vitamin, dan senyawa kimia lainnya Semua zat itu diperoleh dari
lingkungannya. Sebagai makhluk heterotrof, jamur dapat bersifat parasit obligat, parasit
fakultatif, atau saprofit.

4. Alga
Alga (jamak Algae) adalah sekelompok organisme autotrof yang tidak memiliki organ
dengan perbedaan fungsi yang nyata. Alga bahkan dapat dianggap tidak memiliki organ
seperti yang dimiliki tumbuhan (akar, batang, daun, dan sebagainya). Karena itu, alga pernah
digolongkan pula sebagai tumbuhan bertalus. Dalam taksonomi yang banyak didukung para
pakar biologi, alga tidak lagi dimasukkan dalam satu kelompok divisi atau kelas tersendiri,
namun dipisah-pisahkan sesuai dengan fakta-fakta yang bermunculan saat ini. Dengan
demikian alga bukanlah satu kelompok takson tersendiri.
5. Protozoa
Protozoa secara umum dapat dijelaskan bahwa protozoa adalah berasal dari bahasa
Yunani, yaitu protos artinya pertama dan zoon artinya hewan. Jadi,Protozoa adalah hewan
pertama. Protozoa merupakan kelompok lain protista eukariotik. Kadang-kadang antara algae
dan protozoa kurang jelas perbedaannya. Kebanyakan Protozoa hanya dapat dilihat di bawah
mikroskop.

D. Peranan Mikroorganisme Tanah


a. Siklus Karbon
Pada siklus karbon, mikroorganisme mengubah sisa-sisa jasad tumbuhan dan
hewan menjadi karbon dioksida dan bahan organik tanah yang disebut humus. Humus
meningkatkan kapasitas tanah untuk menampung air, menyediakan nutrisi bagi tumbuhan,
dan mendukung pembentukan tanah. Tahap pertama dalam siklus karbon (fotosintesis) CO
bergabung didalm senyawa-senyawa organic oleh jasad fotoautrotrof seperti tumbuhan hijau,
algae, dan bakteri. Tahap berikutnya pada siklus ini, kemoautotrof yang menggunakan
senyawa-senyawa organic. Hewan-hewan memakan jasad fotoautotrof terutama tumbuhan
hijau dan binatang lain, sehingga dengan peristiwa makan memakan inilah terjadi transfer
karbon dioksida dari jasad yang satu ke jasad yang lain.

b. Siklus Nitrogen
Nitrogen merupakan salah satu unsure yang diperlukan oleh semua jasad hidup unutk
sintesis. Mikroorganisme tanah berperan dalam siklus nitrogen. Atmosfer mengandung 80%
nitrogen (N2), yaitu bentuk nitrogen yang hanya dapat digunakan oleh tumbuhan jika diubah
dalam bentuk amonia (NH3). Perubahan bentuk menjadi amonia dilakukan oleh bakteri tanah
melalui proses fiksasi N2 atau oleh manusia (dengan menggunakan pupuk). Hampir semua
nitrogen yang terdapat dalam tanah berada dalam molekul-molekul organic, terutama dalam
molekul-molekul protein. Yang terkandung dalam jasad hidup. Jika jasad hidup mati maka
terjadi proses perombakan molekul protein menjadi asam-asam amino. Bakteri tanah juga
terlibat dalam proses denitrifikasi yang mengembalikan oksigen ke atmosfer dengan
mengubah NO3 menjadi N2 atau gas N2O. Contoh daro bakteri denitrifikasi antara lain
Streptomyces dan Rizhobium.
c. Siklus Sulphur
Mikroorganisme berperan penting dalam proses daur ulang sulfur, fosfor, besi, dan
banyak mikronutrien lainnya. Sulphur merupakan nutrient tumbuhan yang penting dan dapat
ditemukan dalam beberapa bentuk dialam misalnya: SO4, H2S. pengubahan sulphur dari
sulphur oksidasi menjadi bentuk lain dialam, biasanya disebabkan olehn kegiatan
mikroorganisme yaitu melalui proses reduksi sulfat dan oksidasi sulphur.

d. Siklus Karbondioksida
Karbon yang terdapat dalam senyawa organic berasal dari senyawa karbondioksida
yang disintesis melalui proses fotosintesis. CO2 diatmosfer akan diambil oleh tumbuhan yang
mempunyai klorofil dan bakteri kemosintetik untuk bahan mentah biosintetik sehingga
terbentuk senyawa-senyawa organik

E. Mikroorganisme Tanah Yang Pathogen


Kebanyakan mikroorganisme disini bersifat apatogen bagi manusia. Beberapa
mikroorganisme dapat bertahan melalui adanya ekskreta atau kadaver. Bakteri
patogen yang terdapat di tanah antara lain: Clostridium tetani, Clostridium
botulinum, Clostridium perfringens, dan Bacillus anthracis.

1. Clostridium Tetani
C. tetani termasuk dalam bakteri Gram positif, anaerob obligat, dapat membentuk
spora, dan berbentuk drumstick. Spora yang dibentuk oleh C. tetani ini sangat resisten
terhadap panas dan antiseptik. Ia dapat tahan walaupun telah di autoklaf (1210C, 10-15
menit) dan juga resisten terhadap fenol dan agen kimia lainnya. Bakteri C. tetani ini banyak
ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian.
Umumnya, spora bakteri ini terdistribusi pada tanah dan saluran penceranaan serta feses dari
kuda, domba, anjing, kucing, tikus, babi, dan ayam. Ketika bakteri tersebut berada di dalam
tubuh, ia akan menghasilkan neurotoksin (sejenis protein yang bertindak sebagai racun yang
menyerang bagian sistem saraf). C. tetani menghasilkan dua buah eksotoksin, yaitu
tetanolysin dan tetanospasmin. Fungsi dari tetanoysin tidak diketahui dengan pasti, namun
juga dapat memengaruhi tetanus. Tetanospasmin merupakan toksin yang cukup kuat.
Perkiraan dosis mematikan minimal dari kadar toksin (tenospamin) adalah 2,5 nanogram per
kilogram berat badan manusia. Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang
dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau
sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser yang
terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah
tulang jari dan luka pada pembedahan. Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3-12 hari,
namun dapat singkat 1-2 hari dan kadang lebih satu bulan. makin pendek masa inkubasi
makin buruk prognosis. Terdapat hubungan antara jarak tempat masuk kuman Clostridium
tetani dengan susunan saraf pusat, dengan interval antara terjadinya luka dengan permulaan
penyakit; makin jauh tempat invasi, masa inkubasi makin panjang. Penyakit ini khas dengan
adanya tonik pada ototv seran lintang, biasanya dimulai dari daerah sekitar perlukaan,
kemudian otot-otot pengunyahan, sehingga akan mengalami kesukaran dalam mengunyah.

2. Clostridium Botulinum
C. botulinum ditemukan dimana-mana, dalam tanah, sedimen didasar laut,
usus dan kotoran binatang. C. botulinum adalah bakteri anaerobik, Gram positif, membentuk
spora, berbentuk batang dan relatif besar. Spora bakteri dapat terhirup atau termakan, atau
dapat menginfeksi luka terbuka. Walaupun demikian bakteri dan sporanya tidak berbahaya.
Gejala botulism disebabkan oleh toksin yang diproduksi oleh bakteri tersebut. Toksin
botulism merupakan toksin yang berbahaya, dengan dosis mematikan 200-300 pg/kg, yang
berarti bila melebihi 100 gram dapat membunuh setiap manusia didunia (Anonimus 2006a).
Terdapat tujuh strain botulism, masing masing memproduksi protein yang berpotensi sebagai
neurotoxin. Tipe A, B, E dan F menyebabkan botulism pada manusia. Tipe C-alpha
menyebabkan botulinum pada unggas domestik dan liar. Tipe C-beta dan D menyebabkan
botulism pada ternak. Tipe ketujuh dari botulism, strain G, telah diisolasi dari contoh tanah,
tetapi jarang dan belum menunjukkan hubungan yang menyebabkan botulism manusia atau
binatang. Tipe A dan beberapa tipe B dan tipe F mendekomposisikan protein binatang dan
menyebabkan bau dari makanan yang membusuk, dan daging busuk. Tipe E dan beberapa
tipe B,C, D dan F tidak proteolytic (mereka tidak mencerna protein binatang). Ketika muncul,
tipe botulism ini tidak dapat terdeteksi dengan bau yang kuat (Anonimus 2006b). Bakteri
clostridium merupakan bakteri yang heat resistant dan dapat bertahan dari perebusan yang
lama. Untuk menghancurkan spora yang ada, makanan harus dipanaskan hingga temperatur
120oC atau lebih, seperti dalam penggunaan pressure cooker. Racun yang diproduksi oleh
bakteri dapat dihancurkan oleh panas. Untuk menghancurkan toxin yang bersumber dari
makanan, makanan harus dipanaskan hingga 85C atau lebih selama lima menit, atau
merebus sedikitnya selama 10 menit. Bakteri botulinum akan berbahaya bila aktif secara
metabolisme dan memproduksi racun botulinus. Dalam keadaan spora, botulinum tidak
berbahaya. Panas dapat memungkinkan spora aktif dan berkecambah dan panas juga dapat
membunuh bakteri lain yang menjadi saingan dengan Clostridium Botulinum dalam
mendapatkan host (Anonimus 2006a). Waktu inkubasi C. botulinum adalah 12 sampai 36
jam. Gejala klinis yang disebabkan intoksikasi diantaranya adalah gangguan pencernaan akut
yang diikuti oleh pusing-pusing dan muntah-muntah, bisa juga diare, lelah, pening dan sakit
kepala. Gejala lanjut konstipasi, kesulitan menelan dan berbicara, lidah bisa membengkak
dan tertutup, beberapa otot lumpuh, dan kelumpuhan bisa menyebar kehati dan saluran
pernafasan. Kematian bisa terjadi dalam waktu tiga sampai enam hari (Siagian 2002).
Menurut Bayrak AO and Tilky HE (2006), gejala klinis akan muncul 2- 36 jam setelah
mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi C. Botulinum (Anonimus, 2011).

3. Clostridium Perfringens
C. perfringens secara luas dapat ditemukan dalam tanah dan merupakan flora
normal dari saluran usus manusia dan hewan-hewan tertentu. Bakteri ini dapat tumbuh cepat
pada makanan yang telah dimasak dan menghasilkan enterotoksin yang dapat mengakibatkan
penyakit diare. Sayuran dan buah-buahan akan terkontaminasi sporanya melalui tanah.
Makanan asal hewan (daging dan olahannya) akan terkontaminasi melalui proses
pemotongan dengan spora dari lingkungan atau dari saluran usus hewan yang dipotong.
Makanan-makanan kering sering menjadi sumber bakteri ini dan pembentuk spora lainnya.
Ketahanan spora bakteri ini terhadap panas bervariasi di antara strain. Secara garis besar
spora dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu spora yang tahan panas (90 Celsius selama 15
sampai 145 menit) dan spora yang tidak tahan panas (90 Celsius, 3 sampai 5 menit). Spora
yang tahan panas secara umum membutuhkan heat shock 75-100 derajat Celsius selama 5
sampai 20 menit untuk proses germinasi (perubahan spora menjadi bentuk sel vegetatif).
Keracunan makanan oleh C. perfringens hampir selalu melibatkan peningkatan temperatur
dari makanan matang. Hal ini dapat dicegah dengan cara makanan matang segera dimakan
setelah dimasak, atau segera disimpan dalam refrigerator bila tidak dimakan, dan dipanaskan
kembali sebelum dikonsumsi untuk membunuh bakteri vegetatif.
Klostridia menghasilkan sejumlah besar toksin dan enzim yang mengakibatkan
penyebaran infeksi. Toksin alfa C. perfringens tipe A adalah suatu lesitinase, dan sifat
letalnya sebanding dengan laju pemecahan lesitin menjadi fosforilkolin dan digliserida.
Toksin teta mempunyai efek hemolitik dan nekrotik yang serupa tetapi bukan suatu lesitinase.
DNase dan hialuronidase, suatu kolagenase yang mencernakan kolagen jaringan subkutan
dan otot, dihasilkan juga.
4. Bacillus Anthracis
B. anthtracis merupakan bakteri berbentuk batang dengan ukuran 1 x 3-4 m,
dapat tersusun seperti bambu. Sporanya terletak di sentral dan gerak negatif. Pada kultur
tampak koloni putih abu2, tepi seperti rambut, tidak ada hemolisis pada agar darah. Kuman
anthrak bersifat zoonosis, biasanya menginfeksi ternak lembu, kambing, domba dan babi.
Kuman dikeluarkan melalui feses, urin dan saliva binatang yang terinfeksi dan bertahan
hidup di tanah dalam bentuk spora untuk waktu yang lama sekali yaitu sekitar 10 tahun. Pada
manusia kuman anthrax dapat menyebabkan infeksi kulit, yang dapat berkembang menjadi
toksemia. Biasanya terjadi pada peternak atau pekerja rumah pemotongan hewan. Infeksi
paru-paru; wool sorters disease yang terjadi karena inhalasi spora dari bulu domba. Biasanya
penyakit ini fatal. Selain itu B. anthtracis juga bisa menyebabkan infeksi selaput otak setelah
bakteremia dan infeksi pada usus, khususnya infeksi pada usus halus yang disertai dengan
gangren. Sebabnya adalah karena makan daging yang terinfeksi anthrax.
Beberapa alasan yang mendasari penyakit anthrax menjadi penting dan ditakuti
karena kemampuan menular yang tersifat zoonosis, bakteri mampu membentuk spora yang
mempunyai ketahanan tinggi di lingkungan, sehingga sulit dieradikasi. Pandangan umum
anthrax identik dengan kematian menyebabkan kepanikan tersendiri. Dewasa ini penyakit
anthrax semakin populer karena dapat digunakan sebagai senjata biologis.

Beberapa jamur yang biasa ditemukan pada tanah diantaranya adalah Penicillium sp.,
Trichoderma harzianum., Rhizopus sp., Humicola sp., Fusarium sp., Phytophthora infestans.,
dan Aspergillus sp. Jamur tanah merupakan salah satu mikroorganisme yyang paling banyak
ditemui di tanah. Kebanyakan jamur pathogen terhadap tanaman (Purwantisari dan Rini,
2009). Spesies Aspergillus merupakan jamur yang umum ditemukan di tanah. Meskipun
terdapat lebih dari 100 spesies, jenis yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia ialah
Aspergillus flavus, Aspergillus niger, dan Aspergillus fumigatus yang semuanya menular
dengan transmisi inhalasi. Umumnya Aspergillus akan menginfeksi paru-paru. Aspergillus
dapat menyebabkan banyak penyakit pada manusia, bisa jadi akibat reaksi hipersensitivitas
atau invasi langsung. Penyakit yang ditimbulkan diantaranya adalah aflatoxicosis,
aspergillosis, dan aspergillosis
DAFTAR PUSTAKA

1. http://id.wikipedia.org/wiki/Protozoa

2. J. Pelczar Michael dan Chan E.C.S. 2009, Dasar Dasar Mikrobiologi,


Universitas Indonesia : Jakarta

3. Hanafiah, Kemas Ali. Dkk. 2003. Ekologi Dan Mikrobiologi Tanah.Jakarta: Rajawali
Perss.

Anda mungkin juga menyukai