Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

LEUKIMIA DAN HEMOFILIA

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Kesehatan Anak

Dosen Pengampu : Ribkha Itha, S.Pd, M.Kes

Disusun oleh :

1. Christina Ayu Indraswari (P1337424517095)


2. Hani Uswah Hasanah (P1337424517096)
3. Mariana Maratussolihah (P1337424517097)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG


PRODI ALIH JENJANG SARJANA TERAPAN KEBIDANAN MAGELANG
TAHUN AJARAN 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini walaupun
masih banyak kekurangan.
Makalah yang berjudul Leukimia dan Hemofilia pada Anak ini adalah
sebagai tugas kelompok untuk memenuhi mata kuliah Ilmu Kesehatan Anak.
Penulisan makalah ini dapat terselesaikan atas bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Ribkha Itha, S.Pd, M.Kes selaku dosen/pengampu mata kuliah Ilmu
Kesehatan Anak.
2. Teman-teman prodi Alih Jenjang Sarjana Terapan Poltekkes Kemenkes
Semarang Prodi Kebidanan Magelang.
3. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini.

Semoga dengan kehadiran makalah ini dapat memberikan wawasan


yang baru bagi teman-teman maupun dosen yang membacanya dan berguna bagi
semua pihak.

Magelang, 15 Oktober 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul

Kata Pengantar ................................................................................................... i

Daftar isi ............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................................... 1


B. Rumusan Masaah ................................................................................... 1
C. Tujuan .................................................................................................... 2

BAB II ISI

A. Leukimia ................................................................................................ 3
B. Hemofilia ................................................................................................ 14

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................ 20
B. Saran ....................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA

ii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Leukemia adalah istilah umum yang digunakan untuk keganasan pada
sumsum tulang dan sistem limpatik (Wong, 1995). Sedangkan menurut Robbins
& Kummar (1995), leukemia adalah neoplasma ganas sel induk hematopoesis
yang ditandai oleh penggantian secara merata sumsum tulang oleh sel neoplasi.
Pada keadaan leukemia terjadi proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas,
sering disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal, jumlahnya berlebihan
dan dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian.
Penderita leukemia memerlukan perhatian khusus dan memerlukan penanganan
yang komprehensif baik dari keluarga, perawat, dokter karena leukemia dapat
menimbulkan permasalah-permasalah tersendiri disamping dari masalah
kesehatan sehingga masalah masalah yang timbul dapat diminimalisir.
Hemofilia adalah penyakit genetik/turunan, merupakan suatu bentuk
kelainan perdarahan yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya dimana
protein yang diperlukan untuk pembekuan darah tidak ada atau jumlahnya sangat
sedikit.Penyakit ini ditandai dengan sulitnya darah untuk membeku secara
normal. Apabila penyakit ini tidak ditanggulangi dengan baik maka akan
menyebabkan kelumpuhan, kerusakan pada persendian hingga cacat dan
kematian dini akibat perdarahan yang berlebihan. Penyakit ini ditandai dengan
perdarahan spontan yang berat dan kelainan sendi yang nyeri dan menahun.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan leukemia dan hemophilia?
2. Apa penyebab leukemia dan hemophilia?
3. Bagaimana penatalaksanaan leukemia dan hemophilia?
C. Tujuan
1. Untuk menjelaskan tentang hal-hal yang berhubungan dengan penyakit
leukemia dan hemophilia.
2. Untuk menjelaskan asuhan keperawatan pada klien leukemia dan
hemophilia.
3. Untuk menambah pengetahuan tentang penyakit leukemia dan hemophilia.

2
3

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Leukimia
1. Definisi
Leukemia merupakan penyakit ganas, progresif pada organ-organ
pembentukan darah yang ditandai dengan proliferasi dan perkembangan
leukosit serta pendahulunya secara abnormal di dalam darah dan sumsum
tulang belakang (Ahmad Ramadi, 1998). Proliferasi sel leukosit yang
abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang tidak abnormal,
jumlahnya berlebihan, dapat ,menyebabkan anemia, trombositopenia, dan
diakhiri dengan kematian (Mansjoer, 1999).
Leukemia adalah istilah umum yang digunakan untuk keganasan pada
sumsum tulang dan sistem limpatik (Wong, 1995). Leukemia adalah
neoplasma ganas sel induk hematopoesis yang ditandai oelh penggantian
secara merata sumsum tulang oleh sel neoplasi. (Robbins & Kummar, 1995).
Menurut jenisnya, leukemia dapat dibagi atas leukemia mieloid dan
limfoid. Masing-masing ada yang akut dan kronik. Secara garis besar ,
pembagian leukemia adalah sebagai berikut yaitu :
a. Leukemia limfoid
1) Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
Merupakan kanker yang paling sering menyerang anak-anak
dibawah umur 15 tahun, dengan puncak insidensi antara umur 3
sampai 4 tahun.
Manifestasi dari LLA adalah berupa proliferasi limpoblas abnormal
dalam sum-sum tulang dan tempat-tempat ekstramedular. Paling
sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Merupakan
LLA yang paling sering terjadi.
Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum tulang gagal
menghasilkan sel darah merah dalam jumlah yang memadai, yaitu
berupa : lemah dan sesak nafas karena anemia (sel darah merah
terlalu sedikit), infeksi dan demam karena berkurangnya jumlah
sel darah putih, perdarahan karena jumlah trombosit yang terlalu
sedikit. Manifestasi klinis :
a. Hematopoesis normal terhambat
b. Penurunan jumlah leukosit
c. Penurunan sel darah merah
d. Penurunan trombosit
2) Leukeumia Limfositik Kronik (LLK)
Leukemia Limfositik Kronik (LLK) ditandai dengan adanya
sejumlah besar limfosit (salah satu jenis sel darah putih) matang
yang bersifat ganas dan pembesaran kelenjar getah bening. Lebih
dari 3/4 penderita berumur lebih dari 60 tahun, dan 2-3 kali lebih
sering menyerang pria. Pada awalnya penambahan jumlah limfosit
matang yang ganas terjadi di kelenjar getah bening. Kemudian
menyebar ke hati dan limpa, dan keduanya mulai membesar.
Masuknya limfosit ini ke dalam sumsum tulang akan menggeser
sel-sel yang normal, sehingga terjadi anemia dan penurunan jumlah
sel darah putih dan trombosit di dalam darah. Kadar dan aktivitas
antibodi (protein untuk melawan infeksi) juga berkurang. Sistem
kekebalan yang biasanya melindungi tubuh terhadap serangan dari
luar, seringkali menjadi salah arah dan menghancurkan jaringan
tubuh yang normal.
Manifestasinya adalah :
a) Adanya anemia
b) Pembesaran nodus limfa
c) Pembesaran organ abdomen
d) Jumlah eritrosit dan trombosit mungkin normal atau menurun

4
e) Terjadi penurunan jumlah limfosit (limfositopenia)
b. Leukemia Mieloid
1) Leukemia Mielositik akut (LMA)
Leukemia akut ini mengenai sel stem hematopoetik yang kelak
berdiferensiasi ke sel myeloid, monosit, granulosit, eritrosit, dan
trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena. Insidensi meningkat
sesuai dengan bertambahnya usia. Merupakan leukemia
nonlimfositik yang paling sering terjadi.
Gambaran klinis LMA, antara lain yaitu : terdapat peningkatan
leukosit, pembesaran pada limfe, rasa lelah, pucat, nafsu makan
menurun, anemia, ptekie, perdarahan , nyeri tulang, infeksi
2) Leukemia Mielogenus Kronik (LMK)
Leukemia Mielositik (mieloid, mielogenous, granulositik, LMK)
adalah suatu penyakit dimana sebuah sel di dalam sumsum tulang
berubah menjadi ganas dan menghasilkan sejumlah besar granulosit
(salah satu jenis sel darah putih) yang abnormal.
Dimasukkan kedalam keganasan sel stem mieloid. Namun lebih
banyak terdapat sel normal dibanding dalam bentuk akut, sehingga
penyakit ini lebih ringan, jarang menyerang individu di bawah umur
20 tahun, namun insidensinya meningkat sesuai pertambahan umur.
Gambaran klinis LMK mirip dengan LMA, tetapi gejalanya lebih
ringan yaitu : Pada stadium awal, LMK bisa tidak menimbulkan
gejala. Tetapi beberapa penderita bisa mengalami kelelahan dan
kelemahan, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan,
demam atau berkeringat dimalam hari, perasaan penuh di perutnya
(karena pembesaran limpa).

2. Gejala
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penyakit leukemia adalah
sebagai berikut :

5
a. Pilek tidak sembuh-sembuh
b. Pucat, lesu, anemia, mudah terstimulasi
c. Demam dan anorexia
d. Berat badan menurun
e. Ptechiae, perdarahan, epistaksis, memar tanpa sebab
f. Nyeri pada tulang dan persendian
g. Nyeri abdomen

3. Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor
predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu :
a. Faktor genetik : virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan
struktur gen (Human T Leukemia Virus) / HLTV).
b. Radiasi
c. Obat-obat imunosupresif, obat-obat kardiogenik seperti
diethylstilbestrol.
d. Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot.
e. Kelainan kromosom, misalnya pada down sindrom.

4. Komplikasi
Adapun komplikasi dari leukemia secara umum yaitu berupa :
a. Pembesaran hati (hepatomegali) dan pembesaran limpa (splenomegali)
yaitu kompensasi dari beban organ yang semakin berat kerjanya akibat
pemindahan proses pembentukan sel darah dari intramedular (sumsum
tulang) ke ekstramedular (hati dan limpa)
b. Osteonekrosis yaitu suatu keadaan yang berpotensi melumpuhkan
tulang akibat dari komplikasi kombinasi kemoterapi berups dosis
tinggi steroid. Insiden dan resiko faktor utama untuk gejala
osteonekrosis telah diperiksa pada kelompok perlakuan anak dengan

6
dosis tinggi steroid, prednison dan dexametason untuk anak Leukemia
Limfoblas Akut
c. Thrombosis meningkat pada pasien dengan Leukemia Limfoblas Akut.
d. Selain itu dari pengobatan leukemia menyebabkan beberapa komplikasi
oral. Masalah mulut mungkin menyusahkan penderita untuk menerima
semua pengobatan kankernya. Pada banyak pasien leukemia, komplikasi
oral yang paling menyakitkan dan berpotensi kematian. Terkadang,
pengobatan leukemia harus dihentikan seluruhnya. Komplikasi pada
oral tersebut antara lain :
1) Masalah oral yang paling umum adalah peradangan pada membrane
mucus pada mulut, infeksi dan penekanan terhadap pembentukan
leukosit, masalah dengan sensasi rasa; nyeri, mulut kering, dan
lemahnya system imun.
2) Mucositis, merupakan peradangan garis oral pada mulut
(mukosanya) berlanjut dengan kemerahan, kehilangan epitel barier
dan ulserasi. Pada beberapa pasien, mucositis merupakan bagian
terburuk dari pengobatan kanker. Mucositis oral mungkin muncul
selama 4 sampai 7 hari setelah permulaan kemoterapi. Mucositis
oral terutama mempengaruhi mukosa oral yang soft (non-keratin)
termasuk palatum molle, orofaring, buccal dan mukosa labia, dasar
mulut, dan sisi bawah (ventral) dan permukaan lateral lidah.
Resolusi lengkap pada mucositis terjadi 7 sampai 14 hari setelah
kemunculannya.
3) Penurunan dramatis jumlah immunoglobulin ludah (IgA dan IgG).
4) Penurunan dramatis jumlah neutrofil yang melawan infeksi.
Sebagai hasilnya, terjadi oral infeksi.
5) Infeksi jamur (candida) pada mukosa sering terjadi, dan dapat
menyebabkan sensasi terbakar, distorsi rasa, dan masalah
penguyahan.

7
6) Infeksi virus, terutama reaktivasi herpes simplex virus type I (HSV-
1), sangat serius karena dapat menyebabkan nyeri dan masalah
cairan dan nutrisi.
7) Perdarahan spontan pada oral yang disebabkan oleh sitotoksik,
induksi obat, penurunan jumlah platelet (thrombocytopenia).
Penurunan dramatis pada platelet mengawali perdarahan spontan
oral ketika jumlah platelet dibawah 20,000 per mm3.
8) Sel yang membentuk dentin (odontoblasts), dan sel yang
membentuk enamel (ameloblasts), dapat dirusak oleh agen
kemoterapi. Hasil akhirnya menyebabkan gigi lebih pendek, tipis,
akar meruncing, atau hipomineralisasi atau enamel hipomatur.

5. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hitung darah lengkap complete blood cell (CBC). CBC kurang dari
10.000/mm3 saat didiagnosis memiliki memiliki prognosis paling baik;
jumlah lekosit lebih dari 50.000/mm3 adalah tanda prognosis kurang
baik
b. Pungsi lumbal untuk mengkaji keterlibatan susunan saraf pusat
c. Foto toraks untuk mendeteksi keterlibatan mediastinum.
d. Aspirasi sumsum tulang. Ditemukannya 25% sel blas memperkuat diagnosis.
e. Pemindaian tulang atau survei kerangka untuk mengkaji keterlibatan tulang.
f. Pemindaian ginjal, hati, limpa untuk mengkaji infiltrat leukemik.
g. Jumlah trombosit menunjukkan kapasitas pembekuan.

6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan farmakologis
Ada banyak cara penanganan yang dapat dilakukan pada penderita
leukemia dan setiap penanganan mempunyai keunggulan masing-
masing. Tujuan pengobatan pasien leukemia adalah meneapai
kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel leukemia. Untuk itu,

8
penderita leukemia harus menjalani kemoterapi dan harus dirawat di
rumah sakit. Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal,
penderita mungkin memerlukan transfusi sel darah merah untuk
mengatasi anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan,
antibiotik untuk mengatasi infeksi. Beberapa kombinasi dari obat
kemoterapi sering digunakan dan dosisnya diulang selama beberapa hari
atau beberapa minggu.Secara umum penanganan pada penderita
leukemia sebagai berikut:
1) Kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis
pengobatan kanker ini menggunakan obat-obatan untuk membunuh
sel-sel leukemia. Tergantung pada jenis leukemia, pasien bisa
mendapatkan satu jenis obat atau kombinasi dari dua obat atau
lebih.Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan
berbagai cara:
a) Melalui mulut
b) Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah (atau intravena)
c) Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan
di dalam pembuluh darah balik besar, seringkali di dada bagian
atas. Perawat akan menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk
menghindari suntikan yang berulang kali. Cara ini akan
mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau cedera pada pembuluh
darah/kulit.
d) Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal - jika ahli
patologi menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang
mengisi ruang di otak dan sumsum tulang belakang, dokter bisa
memerintahkan kemoterapi intratekal. Dokter akan
menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan cerebrospinal.
Metode ini digunakan karena obat yang diberikan melalui

9
suntikan IV atau diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di
otak dan sumsum tulang belakang.
2) Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason, dan sebagainya)
secara tappering off.
3) Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-
MP, metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru
dan lebih poten seperti vinkristin (Oncovin), rudidomisin
(daunorubycine), sitosin, arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid
atau CPA, adriamisin, dan sebagainya. Umunya sitostatika
diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada
pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa
alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis.
Hendaknya lebih berhati-hati bila jumlah leukosit kurang dari
2.000/mm3.Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita
diisolasi) dalam kamar yang suci hama.
b. Penatalaksanaan non farmakologis ( TransplantasiSel Induk/Stem Cell)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk
(stem cell). Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati
dengan dosis obat yang tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini
akan menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah normal
dalam sumsum tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel
induk (stem cell) yang sehat melalui tabung fleksibel yang dipasang di
pembuluh darah besar di daerah dada atau leher. Sel-sel darah yang baru
akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi ini. Setelah
transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus menginap di
rumah sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi
pasien dari infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi
mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah yang memadai.
Transplantasi sumsum tulang merupakan prosedur dimana sumsum
tulang yang rusak digantikan dengan sumsum tulang yang sehat.

10
Sumsum tulang yang rusak dapat disebabkan oleh dosis tinggi
kemoterapi atau terapi radiasi. Selain itu, transplantasi sumsum tulang
juga berguna untuk mengganti sel-sel darah yang rusak karena kanker.
Transplantasi sumsum tulang dapat menggunakan sumsum tulang pasien
sendiri yang masih sehat. Hal ini disebut transplantasi sumsum tulang
autologus. Transplantasi sumsum tulang juga dapat diperoleh dari orang
lain. Bila didapat dari kembar identik, dinamakan transplantasi
syngeneic. Sedangkan bila didapat dari bukan kembar identik, misalnya
dari saudara kandung, dinamakan transplantasi allogenik. Sekarang ini,
transplantasi sumsum tulang paling sering dilakukan secara allogenik.
Alasan utama dilakukannya transplantasi sumsum tulang adalah
agar pasien tersebut dapat diberikan pengobatan dengan kemoterapi
dosis tinggi dan atau terapi radiasi. untuk mengerti kenapa transplantasi
sumsum tulang diperlukan, perlu mengerti pula bagaimana kemoterapi
dan terapi radiasi bekerja. Kemoterapi dan terapi radiasi secara umum
mempengaruhi sel yang membelah diri secara cepat. Mereka digunakan
karena sel kanker membelah diri lebih cepat dibandingkan sel yang
sehat. Namun, karena sel sumsum tulang juga membelah diri cukup
sering, pengobatan dengan dosis tinggi dapat merusak sel-sel sumsum
tulang tersebut. Tanpa sumsum tulang yang sehat, pasien tidak dapat
memproduksi sel-sel darah yang diperlukan. Sumsum tulang sehat yang
ditransplantasikan dapat mengembalikan kemampuan memproduksi sel-
sel darah yang pasien perlukan.
Efek samping transplantasi sumsum tulang tetap ada, yaitu
kemungkinan infeksi dan juga kemungkinan perdarahan karena
pengobatan kanker dosis tinggi. Hal ini dapat ditanggulangi dengan
pemberian antibiotik ataupun transfusi darah untuk mencegah anemia.
Apabila berhasil dilakukan transplantasi sumsum tulang, kemungkinan
pasien sembuh sebesar 70-80%, tapi masih memungkinkan untuk

11
kambuh lagi. Kalau tidak dilakukan transplantasi sumsum tulang, angka
kesembuhan hanya 40-50%.
Terapi stem cell yang rutin digunakan untuk mengobati penyakit
saat ini adalah transplantasi stem cell dewasa dari sumsum tulang
belakang dan darah perifer serta darah tali pusat bayi.
1) Stem Cell Sumsum Tulang Belakang
Terapi stem cell yang dikenal baik sekarang ini adalah
transplantasi stem cell sumsum tulang belakang yang digunakan
untuk mengobati leukimia dan kanker lain yang termasuk penyakit
keganasan darah. Leukimia adalah kanker sel-sel darah atau
leukosit. Seperti sel-sel darah lain, leukosit dibuat dalam sumsum
tulang belakang melalui sebuah proses yang dimulai dengan stem
cell dewasa multipoten (dapat berdiferensiasi menjadi sel-sel
penting dalam tubuh). Leukosit dewasa dilepaskan ke dalam aliran
darah dimana mereka bekerja untuk melawan infeksi dalam tubuh.
Disebut leukimia ketika leukosit mulai tumbuh dan berfungsi
abnormal menjadi kanker. Sel-sel abnormal ini tidak dapat melawan
infeksi dan dapat mengganggu fungsi organ lain.
Terapi leukimia bergantung pada menghilangkan leukosit
abnormal pada pasien dan membiarkan sel yang sehat untuk tumbuh
pada tempatnya. Satu cara untuk lakukan ini melalui kemoterapi
menggunakan obat yang keras untuk mencari dan membunuh sel-
sel abnormal. Ketika kemoterapi sendiri tidak dapat menghancurkan
sel-sel abnormal, tenaga medis kadang lebih memilih transplantasi
sumsum tulang belakang. Pada transplantasi sumsum tulang
belakang, stem cell sumsum tulang belakang pasien tergantikan
dengan donor sehat yang cocok. Untuk melakukan hal ini, sumsum
tulang belakang pasien dan leukosit abnormal pertama-tama
dihancurkan menggunakan kombinasi terapi dan radiasi.
Selanjutnya, sampel donor sumsum tulang belakang yang

12
mengandung stem cell yang sehat dimasukkan ke dalam aliran
darah pasien. Jika transplantasi sukses, stem cell akan berpindah ke
sumsum tulang belakang pasien dan memproduksi leukosit sehat
yang baru untuk menggantikan sel-sel abnormal.
2) Stem Cell Darah Perifer
Sebagian besar stem cell darah tersimpan di dalam sumsum
tulang belakang, sementara sejumlah stem cell muncul dalam aliran
darah. Stem cell darah perifer multipoten dapat digunakan seperti
sumsum tulang belakang untuk mengobati leukemia, kanker lain
dan berbagai gangguan darah. Stem cell dari darah perifer lebih
mudah untuk dikumpulkan dibandingkan dengan stem cell sumsum
tulang belakang yang harus diekstrak dari dalam tulang. Hal ini
yang membuat stem cell darah perifer merupakan pilihan
pengobatan yang tidak seefektif stem cell sumsum tulang belakang.
Karena ternyata, stem cell darah perifer jumlahnya sedikit dalam
aliran darah sehingga mengumpulkan untuk melakukan
transplantasi dapat menimbulkan masalah.
3) Stem Cell Darah Tali Pusat
Bayi baru lahir tidak membutuhkan tali pusat sehingga tali pusat
ini akan dibuang. Dalam beberapa tahun ini, darah kaya akan stem
cell multipoten ditemukan dalam tali pusat terbukti berguna dalam
mengobati beberapa jenis masalah kesehatan yang sama pada
pasien yang diterapi dengan stem cell sumsum tulang belakang dan
darah perifer. Transplantasi stem cell darah tali pusat lebih sedikit
untuk ditolak dibandingkan stem cell sumsum tulang belakang dan
darah perifer. Hal ini mungkin disebabkan stem cell sumsum tulang
belakang dan darah perifer belum berkembang sehingga dapat
dikenali dan diserang oleh kekebalan tubuh resipien. Juga, karena
darah tali pusat baru memiliki sedikit sel-sel kekebalan yang
berkembang, sehingga risiko kecil sel-sel yang ditransplantasi akan

13
menyerang tubuh resipien, sebuah masalah yang disebut penyakit
graft versus host. Baik keanekaragaman dan ketersediaan stem cell
darah tali pusat membuat menjadi sumber poten untuk terapi
transplantasi.

B. Hemofilia
1. Definisi
Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak
kekurangan faktor pembekuan VIII (Hemofilia A) atau factor IX (Hemofilia
B). Hemofilia adalah diatesis hemoragik yang terjadi dalam 2 bentuk:
hemofiia A, defisiensi faktor koagulasi VIII, dan hemofilia B, defisiensi
faktor koagulasi IX. Kedua bentuk ditentukan oleh sebuah gen mutan dekat
telomer lengan panjang kromosom X (Xq), tetapi pada lokus yang berbeda,
dan ditandai oleh pendarahan intramuskular dan subkutis; perdarahan mulut,
gusi, bibir, dan lidah; hematuria; serta hemartrosis.
Hemofilia A, hemofilia yang paling umum ditemukan, keadaan terkait
X yang disebabkan oleh kekurangan faktor koagulasi VIII. Disebut juga
hemofilia klasik.Hemofilia B, jenis hemofilia yang umum ditemukan,
keadaan terkait-X yang disebabkan oleh kekurangan faktor koagulasi IX.
Disebut juga chrismast disease.Hemofilia B Leyden, bentuk peralihan
defisiensi faktor koagulasi IX, tendensi perdarahan menurun setelah
pubertas.
Hemofilia C, gangguan autosomal yang disebabkan oleh kekurangan
faktor koagulasi XI, terutama terlihat pada orang turunan Yahudi Aohkenazi
dan ditandai dengan episode berulang perdarahan dan memar ringan,
menoragia,perdarahan pascabedah yang hebat dan lama, dan masa
rekalsifikasi dan tromboplastin parsial yang memanjang. Disebut juga
plasma tromboplastin antecedent deficiency.

14
2. Etiologi
Penyebab Hemofilia adalah karena anak kekurangan factor pembekuan
VIII (Hemofilia A) atau factor IX (Hemofilia B), terjadi hambatan
pembentukan trombin yang sangat penting untuk pembentukan normal
bekuan fibrin fungsional yang normal dan pemadatan sumbat trombosit yang
telah terbentuk pada daerah jejas vaskular.

3. Klasifikasi
Klasifikasi Kadar Faktor VIII dan Keterangan
Faktor IX di dalam
darah
Berat Kurang dari 1 % dari Penderita hemofilia
jumlah normal berat dapat mengalami
beberapa kali
perdarahan dalam
sebulan. Kadang-
kadang perdarahan
terjadi begitu saja
tanpa sebab yang jelas.
Sedang 1% 5% dari jumlah Penderita hemofilia
normalnya sedang lebih jarang
mengalami perdarahan
dibandingkan
hemofilia berat.
Perdarahan kadang
terjadi akibat aktivitas
tubuh yang terlalu
berat, seperti olahraga
yang berlebihan.

15
Ringan 6 % 50 % dari Penderita hemofilia
jumlah normalnya ringan mengalami
perdarahan hanya
dalam situasi tertentu,
seperti operasi, cabut
gigi, atau mengalami
luka yang serius.
Hemofilia A: atau hemofilia klasik adalah hemofilia akibat defisiensi
faktor VIII (Faktor antihemofili/AHF atau faktor anti hemoglobulin/AHG).
Hemofilia B: atau penyakit Christmas adalah hemofilia akibat defisiensi
faktor IX (komponen tromboplastin plasma). Hemofilia C: adalah penyakit
autosomal yang disebabkan tidak adanya faktor XI. Penyakit Von
Willebrand: adalah penyakit dominan autosomal akibat abnormalitas faktor
(vWF). Faktor ini dilepaskan dari sel endotel dan trombosit, yang memiliki
peran penting dalam pembentukan sumbat trombosit. Jika vWF mengalami
penurunan, kadar fVIII juga akan menurun.
Sampai saat ini dikenal 2 macam hemofilia yang diturunkan secara x-
linked recessive yaitu:
a. Hemofilia A (hemofilia klasik), akibat dfisiensi atau disfungsi faktor
pembekuan VIII (F VIII)
b. Hemofilia B (Christmas disease), akibat defisiensi atau disfungsi F IX
(faktor christmas)
Sedangkan hemofilia C merupakan penyakit perdarahan akibat
kekurangan faktor XI yang diturunkan secara autosomal resesif pada
kromosom 4q32q35.
Hematuria masif sering ditemukan dan dapat menyebabkan kolok ginjal
(kerusakan ginjal).
Usia awitan pada hemofilia :
a. Hemofilia berat kurang dari 1 tahun
b. Hemofila sedang 1 sampai 2 tahun

16
c. Hemofilia ringan lebih dari 2 tahun

4. Manifestasi Klinis
Perdarahan berlebihan dari tali pusat atau setelah sirkumsisi pada bayi
hemophilia baru lahir.Hemofilia ringan, perdarahan lama hanya ketika
luka.Hemofilia sedang, perdarahan lama jika terjadi trauma/pembedahan.
Hemofilia berat, perdarahan lama terjadi secara spontan tanpa cedera
Manifestasi umum: kulit memar, perdarahan memanjang akibat luka,
hematuria spontan
a. Masa Bayi (untuk diagnosis)
1) Perdarahan berkepanjangan setelah sirkumsisi
2) Ekimosis subkutan di atas tonjolan-tonjolan tulang (saat berumur 3-4
bulan)
3) Hematoma besar setelah infeksi
4) Perdarahan dari mukosa oral.
5) Perdarahan Jaringan Lunak
b. Episode Perdarahan (selama rentang hidup)
1) Gejala awal : nyeri
2) Setelah nyeri : bengkak, hangat dan penurunan mobilitas
c. Sekuela Jangka Panjang
Perdarahan berkepanjangan dalam otot menyebabkan kompresi saraf dan
fibrosis otot.

5. Komplikasi
a. Artropati progresif, melumpuhkan
b. Perdarahan intra kranial
c. Hipertensi
d. Kerusakan ginjal
e. Hepatitis
f. AIDS (HIV) karena terpajan produk darah yang terkontaminasi.

17
g. Antibodi terbentuk sebagai antagonis terhadap faktor VIII dan IX
h. Reaksi transfusi alergi terhadap produk darah
i. Trombosis atau tromboembolisme

6. Uji Laboratorium dan Diagnostik


a. Uji Laboratorium (uji skrining untuk koagulasi darah)
1) Jumlah trombosit (normal)
2) Masa protrombin (normal)
3) Masa trompoplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan faktor
koagulasi intrinsik)
4) Masa perdarahan (normal, mengkaji pembentukan sumbatan trombosit
dalam kapiler)
5) Assays fungsional terhadap faktor VIII dan IX (memastikan
diagnostik)
6) Masa pembekuan trombin
b. Uji fungsi hati (SGPT, SGOT, Fosfatase alkali, bilirubin)

7. Penatalaksanaan
a. Terapi suportif
1) Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan
2) Lakukan Rice, Ice, Compressio, Elevation (RICE) pada lokasi
perdarahan untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi
3) Kortikosteroid, untuk menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis
akut yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis
4) Analgetik, diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri hebat,
hindari analgetik yang mengganggu agregasi trombosit
b. Terapi pengganti factor pembekuan
Dilakukan dengan memberikan F VIII atau F IX baik rekombinan,
konsentrat maupun komponen darah yang mengandung cukup banyak
factor pembekuan tersebut. Hal ini berfungsi untuk profilaktik/untuk

18
mengatasi episode perdarahan. Jumlah yang diberikan bergantung pada
kadar plasma faktor yang kurang.
1) Pemberian DDAVP (desmopresin) pada anak dengan hemophilia A
ringan sampai sedang. DDAVP meningkatkan pelepasan faktor VIII
dan tidak lagi digunakan pada hemophilia B.
2) Bila terjadi pendarahan/ luka pada penderita Hemofilia pengobatan
definitif yang bisa dilakukan adalah dengan metode RICE, singkatan
dari Rest, Ice, Compression, dan Elevation. Rest. Penderita harus
senantiasa beristirahat, jangan banyak melakukan kegiatan yang
sifatnya kontak fisik. Ice. Jika terjadi luka segera perdarahan itu
dibekukan dengan mengkompresnya dengan es. Compression. Dalam
hal ini, luka itu juga harus dibebat atau dibalut dengan perban.
Elevation. Berbaring dan meninggikan luka tersebut lebih tinggi dari
posisi jantung.
3) Pemberian kortikosteroid sangat membantu dalam untuk
menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut hemartrosis.
Pemberian prednisone 0.5-1 mg/kg/bb/hari selama 5-7 haridapat
mencegah terjadinya gejala sisaberupa kaku sendi (artrosis) yang
mengganggu aktivitas harian serta menurunkan kualitas hidup pasien
hemophilia.
4) Menghindari luka atau benturan
Kriopresipitate AHF. Salah satu komponen darah non selular yang
merupakan konsentrat plasma tertentu yang mengandung Faktor VIII,
fibrinogen, dan factor von Willebrand. Efek sampinya adalah alergi
dan demam. Terapi Gen merupakan vector retrovirus, adenovirus,
dan adeno-associated virus. Dengan cara memindahkan vector
adenovirus yang membawa gen hemophilia ke dalam sel hati.

19
20

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Leukemia merupakan penyakit ganas, progresif pada organ-organ
pembentukan darah yang ditandai dengan proliferasi dan perkembangan leukosit
serta pendahulunya secara abnormal di dalam darah dan sumsum tulang belakang.
Dan hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak
kekurangan faktor pembekuan VIII (Hemofilia A) atau factor IX (Hemofilia B).

B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat lebih mengetahui
hal-hal yang berhubungan dengan penyakit leukemia dan hemofilia.
DAFTAR PUSTAKA

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan
Anak 1, Infomedika, Jakarta.

Nelson.2010.Esensi Pediatri Nelson,Edisi 4.Jakarta:EGC

Betz, Cecily L..2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik E/3.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Dorlands Ilustrated Medical Dictionary, 29/E. 2002. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC

(https://diniyulia.wordpress.com/2012/12/21/makalah-hemofilia/)

Anda mungkin juga menyukai