Pukul 5 pagi kami tiba di Padang. Namun untuk ke lokasi penginapan, kami
mesti melanjutkan perjalanan sekitar 30 menit. Ohiya, jadi selama di
Padang kami nginap di rumahnya nenek teman kami Agam. Kebetulan sih
Agam ini orang Padang gan. Sesampainya di tempat penginapan, kami
disambut oleh neneknya di Agam. Nenek ini kemudian kami panggil
dengan nama Makwo. Makwo ini orangnya super duper baik banget gan.
Pas kami sampai saja, kami langsung disuguhi makanan dan minuman ala
ditempat pesta-pesta pernikahan gitu. Disana juga ada keluarga-keluarga
Agam yang menemani kami sarapan. Rumah Makwo ini lumayan besar
gan. Apalagi Makwo ini cuma tinggal sendirian. Kegiatan sehari-hari
Makwo ini adalah dari pagi sampai sore, beliau jaga warung di pasar.
Kebetulan tempat tinggal kami ini berdekatan dengan pasar. Disini kami full
istirahat serta berbaur dengan warga-warga sekitar.
Pukul 11.00 siang kami sudah siap berangkat ke tkp. Sialnya orang yg
akan menjadi pemandu kami ini ngabarin kalau dianya tidak bisa datang
untuk menemani kami pergi mendaki. Lah, kan padahal sebelumnya kami
sudah bilang bahwa kami butuh seseorang yang sudah paham dengan
Gunung Marapi ini. Kebetulan pada waktu itu cuaca pun seakan turut tidak
mendukung kami untuk pergi mendaki. Hujan lebat ditambah dengan suhu
di kaki gunung ini membuat kami buntu akal. Ditambah dengan tidak
adanya pemandu, beberapa dari kami memutuskan untuk mencancel
pendakian. Tapi mau tidak mau, rundown kegiatan kami sudah terlanjur
dibuat. Kalau nantinya pendakian ini ditunda, takutnya malah kedampak ke
kegiatan hari-hari berikutnya dari rundown kami.
Pukul 13.00 hujan pun masih setia menemani kegalauan kami. Beberapa
dari kami bahkan tetap ngotot untuk melanjuti pendakian walaupun tanpa
seorang pemandu dan hujan yang lebat sekalipun. Setelah terjadi
perdebatan yg alot sesama anggota pendakian, akhirnya kami
memutuskan untuk mencancel pendakian. Dengan catatan, kami tetap
mencari seseorang yang mampu menemani kami mendaki nantinya
melalui Agam yang notaben punya keluarga asli di daerah sana.
Pukul 15.00 hujan pun masih meliputi kegalauan kami. Tapi sepertinya
Tuhan punya rencana lain. Ada salah satu keluarga sih Agam yg lainnya
bersedia menemani kami. Rencana untuk mencancel pendakian pun batal.
Ya, kami tetap melanjutkan pendakian sesuai dengan jadwal yang sudah
kami tetapkan. Si pemandu kami ini adalah kakak sepupunya Agam
sendiri. Namanya Angga. Si Angga ternyata tidak datang sendiri melainkan
bersama 2 orang temannya yg bernama Can dan satunya lagi saya lupa
namanya tapi disini saya sebut saja dengan TA (Teman Angga). Akhirnya
kami berdiskusi dulu dengan Angga dan teman-temannya. Intinya sih
Angga ini mau menemani kami mendaki tapi dengan catatan mereka
meminta untuk mendapatkan "service" dari kami. Mereka meminta uang
belanja, tenda, makanan & minuman serta rokok. Parah gak tuh? Secara
kan sih Angga itu adalah kakak sepupunya sih Agam itu sendiri. Mungkin
untuk masalah makan, minum dan rokok kami bisa memaklumin. Lah, tp
kalau tenda sama uang belanja, jujur saja kami sangat keberatan. Secara
kalau dari masalah tenda, kan kami udah pas untuk per kelompok. Kalau
mereka bertiga (Angga dan teman-temannya) meminta tenda, otomatis
kami ber 16 orang mesti membagi 3 tenda per orang. Akhirnya mau tidak
mau kami setuju untuk masalah tenda dan yang lainnya.
Pukul 16.30 hujan masih tidak kunjung berhenti. Tapi kemudian si
pemandu kami Angga bilang kepada John & Agam agar diminta dibelikan
kemenyan dan sejenisnya. Saya lupa detailnya bagaimana secara waktu
itu saya lagi berada di kamar bersama teman-teman yang lain dan
kebetulan si Angga itu cuma bilang sama John & Agam saja. Setelah
permintaan Angga terpenuhi, mereka bertiga lalu pergi ntah kemana.
Seperti kebetulan atau bagaimana, hujan pun berhenti! Otomatis kan kami
pun senang karena cuaca sangat mendukung untuk tetap melanjutkan
perjalanan pendakian.
Pukul 16.30 kami melakukan perjalanan ke pos Gunung Marapi. Butuh
waktu kurang lebih 1 jam perjalanan dari rumah Makwo ke Pos tersebut.
Dalam perjalanan yang menggunakan 2 angkot, khususnya angkot yang
saya naikin, si Angga dan berdua temannya itu tampak santai dan mau
berbaur dengan kami.
Jam 18.00 kami daftar di pos Gunung Marapi. Setelah bayar registrasi
serta tinggalin nomer hp, kamipun ditanya oleh penjaga pos mau berapa
lama kami nanti di Gunung Marapi. Ada 1 pertanyaan terakhir yang bikin
kaget penjaga pos ini. Kira-kira percakapan antara penjaga pos (PP) dan
Can gini (dalam bahasa padang tapi ini saya artikan ke dalam bahasa
Indonesia)
(NB: tempat Simabur yg dibilang oleh Can itu adalah nama desa tempat
kami tinggal dirumah Makwo. Sedangkan kami pergi mendaki saja lewat
pos Gunung Marapi dan butuh waktu 1 jam perjalanan kesana. Saya lupa
dimana & apa nama pos Gunung Marapi tersebut)
PP : Wah, gak bisa bang. Pergi lewat pos sini pulangnya harus lewat sini
lagi.
Can : Ah lama itu. Langsung ke Simabur saja!
PP : Gak bisa gitu bang. Ini udah peraturan dari sananya. Kalo abg tetap
maksa utk pulang lewat Simabur, kami selaku penjaga pos bakal lepas
tangan dan semua akibatnya kami gak bakal tanggung jawab!
Can : Iya, santai saja.
Sore menjelang maghrib, kamipun akhirnya memulai pendakian. Melewati
jalur perkebunan masyarakat sekitar, ditambah cuaca yg dingin sehabis
seharian diguyur hujan membuat beberapa kabut tipis yg setia menemani
perjalanan kami. Melihat hasil perkebunan masyarakat disana, timbul
keinginan untuk mengambil beberapa sayuran yg ada. Cuma karena
memang kita nya tau diri, ya akhirnya gak jd deh ambil tuh sayuran.
Setelah diambil kembali ranting pohon td, si Can pun langsung membakar
ranting itu. Kami pun hanya diam dan saling tanya satu sama lain. Tidak
ada satupun dari kami yg berani nanya untuk apa ranting yg dibakar itu.
Tanpa komando, si Can mengambil botol air minum yg ada di sisi tas salah
satu dari kami yg masih berada di dalam pondok. Dibukanya botol
minuman itu dan langsung dicelupkannya ranting pohon yg dibakar td.
Dipanggilnya imam td dan disuruh minum air bekas ranting pohon yg
dibakar itu.
(Kok Can tau kalo imam ngambil sayuran itu. Padahal logikanya, pas waktu
Can lg ngambil sayuran itu, posisi Imam jauh diatas dari posisi Can. Dan si
Can pun ngambil sayurannya bukan di pinggiran kebun melainkan
langsung masuk ke tengah kebun dan sedangkan si Imam cuma iseng2
ngambil sambil tetap jalan)
Imam pun heran gitu. Secara beberapa dari kami saja bahkan gatau kalo
imam ternyata juga ngambil sayuran itu.
Tiba-tiba Can berlari kencang kearah paling depan tempatnya Angga. Kami
pun kaget bukan kepalang. Kami tanya sama John ada apa. Tapi John nya
sendiri aja kaget kenapa pas lagi asik2 bercerita tiba2 tuh orang langsung
berlari ke depan. Sambil berbisik ketelinga angga, (ntah ngomong apa) si
Angga pun akhirnya pindah posisi ke paling belakang. Jadi sekarang Can
yg memimpin perjalanan.
"boy, nanti kita harus kumpul disana ya!" Ucap Can sambil nunjukin pake
lampu senter
Mau ikut lari mengejar Can sebenarnya kami bisa. Tapi gak mungkin kami
lakukan mengingat beberapa fisik teman kami yg sudah kecapekan. Kalo
dipaksa, kami takutnya malah bisa kesesat! Kini tinggal kami ber 16 tanpa
pemandu. Kebetulan waktu itu yg berada paling depan adalah Nopan dan
tepat dibelakangnya adalah ane.
Sampai akhirnya kami di jalan buntu!! Didepan kami adalah tebing tinggi!
Ntah kemana arah jalan untuk menyusul Can dan teman2nya. Tiba-tiba, si
Can berteriak dari atas sambil ngomong pake bahasa Padang
"Hoy Pa*tek, capek saketek!" (Hoy Pa*tek, cepatan dikit) teriak Can
"Lewat mana bang? Tungguin la" balas Nopan
*sunyi tanpa ada balasan lagi dari Can*
"Ah A*jing ngapain pake ninggal2in. Ku tusuk juga pake pisau ini nanti"
caci ane. (Ane bawa pisau lipat kecil yg ane jadiin kalung. Dan sebenarnya
dari awal pendakian ane gak pernah keluarin soalnya ni pisau berada di
balik kaos dan dibalik jaket)
"Lewat sini" tiba2 suara Can muncul dari atas sana sambil nunjukin jalan
pake arah lampu senter.
Pukul 01 malam lewat kami tiba di tempat camp. Setelah membuat tenda,
masak, minum dan sebagainya akhirnya kami tertidur di cuaca yg sangat
dingin. Ditambah hujan yg lumayan lebat membuat kami saling peluk 1
sama yg lain.
Dingin sekaligus sejuknya udara pagi dipegunungan berhasil
membangunkan kami dari lelahnya perjalanan 6 jam td malam. Satu per
satu dr setiap tenda yg dihuni tanpa komando sudah melakukan berbagai
kegiatan. Kopi! Ya, minum secangkir kopi hangat di pagi hari adalah suatu
kenikmatan yg tiada tara. Ditambah dgn pemandangan dr atas gunung
seperti menambah semangat2 kami utk melanjutkan misi ke puncak
gunung Marapi. Tidak lupa kami mengabadikan momen2 ini dgn foto2.
Saat lagi asik dgn berfoto2, tiba2 kabut tebal datang dengan sangat cepat
sehingga hampir menutupi jalan utk turun dr puncak. Sedangkan beberapa
teman kami yg sudah duluan berada di puncak, berada di bawah.
Terdengar suara2 teriakan dr bawah yg intinya suruh kami segera turun
dari puncak! Dengan sedikit perasaan agak cemas membuat kami ber 6 lsg
buru2 utk turun dr puncak mengingat kabut yg sudah terlalu tebal. Belum
juga sampai ditempat teman2 kami yg sudah menunggu di bawah puncak,
gerimis pun datang! Otomatis kabut pun semakin menebal dan berhasil
menutupi jalan kami utk turun!!! Dengan bantuan cahaya senter yg kami
hidupin akhirnya kami berhasil menembus tebalnya kabut td. Akhirnya kami
sudah bisa kembali melihat teman2 kami yg sedari td menunggu kehadiran
kami. Dan anehnya setelah menembus tebalnya kabut td, gerimisnya
hilang!! (?)
"Lama bgt kalian tu. Ngapain aja kalian di sana? (Puncak)" tanya Nopan
"Cuma foto2 kok" balas kami ber 6 kompak
"Terus ngapain kalian td pas turun hidupin senter? Masih siang juga.
Hemat2 batere lah!" Ucap yg lain (ane lupa siapa yg ngmng tp bener ada
yg ngmng gitu)
"Tadi di puncak kabut tebal mngknya kami pake lampu utk turun. Mana
gerimis lg tadi" Balas kami ber 6
"Gerimis? Disini dr td gak gerimis kok. Kirain kalian basah2 gini krn kalian
keringatan krn lari td" kata John
"Kalo cuma keringat gak mungkin la kami bs sampai sebasah ini jon (?)"
Balas ane
"Mungkin hujan lokal doang" kata yg lain
TAMAN EDELWEIS
Tiba akhirnya kami di taman Edelweis. Bunga yg konon terkenal dgn bunga
abadi ini memang mempunyai bentuk yg unik. Taman Edelweis ini sangat
sangat luas. Sejauh mata memandang hanya tampak taman2 yg berwarna
putih. Apa lg tampaknya hanya segerombolan kami saja yg berada disini.
Tidak kelihatan satu orangpun selain dr anggota kami.
Kami mendapat "lampu hijau" dari Can utk mengambil beberapa pucuk
bunga edelweis. Dengan catatan kami cuma diperbolehkan hanya
mengambil pucuk yg sudah tua bukan yg masih muda. Namun blm sampai
dsitu, ada 1 pesan lg dari Can.
"Boy, jgn sesekali kalian coba2 ke arah sana! Mati ang beko!!! (Mati kamu
nanti)" ucap Can sambil menunjuk ke arah lembah edelweis yg terlihat
lebih gelap dari tempat kami ini.
Sekitar pukul 14 siang lewat kami msh asik mengambil bunga edelweis.
Dan karena keasikan ternyata kami telah agak terpisah beberapa jarak dari
satu sama yg lain. Waktu itu kebetulan ane lg sama Rio
"Udah lah, aman kok gak mungkin yg lain sampe ketempat itu. Tuh
buktinya dr td byk suara2 ribut (yg Can bilang td)" Tiba2 Rio ngmng ke ane.
"Iya yo. Tapi kok rame ya? (Kyk lg di deket2 segerombolan orang2)" Balas
ane
Ane dan Rio diam sejenak sambil sesekali menguping dari mana asal
sumber suara itu, apa yg di omongin & itu suaranya siapa. Setelah paham
itu bukan dr suaranya teman2 kami, ane dan Rio pun mencari keberadaan
teman2 ane lainnya.
Dingin, panik dan sedikit takut menyelimuti kami satu per satu
Tiba2 Can dan kedua temannya lari kearah taman edelweis. Teriakan dr
kami yg menanyakan "mau kemana kalian bang?" diabaikan saja oleh
mereka. Nopan, John dan Agam mencoba menyusul Can dan teman2nya.
Tp kami tahan mereka. Melihat kondisi yg semakin gelap ditambah
terbatasnya jarak pandang kami karena tebalnya kabut, membuat Can dan
teman2nya HILANG!!!
(Lah, dr mana Agam tau secara langit aja terang benderang gini)
Kembali perjalanan utk turun ini dipimpin Can kedua temannya di posisi
paling depan. Melewati taman edelweis kami sedikit
mencium "aroma" kemenyan!
Pertanyaan itu menjadi tanda tanya besar utk kami. Namun tidak ada
satupun yg berani menanyakan ke Can masalah "aroma" ini. Belum lepas
dari "aroma" ini, kembali ane mendengar suara khalayak ramai! Seperti
suara org lg demo. Tp bedanya suara ini terdengar samar2 gitu. Yg bikin
ane super duper kaget adalah jelas bgt ane dengar suara Orgen kyk lg
dangdutan gitu. Suaranya juga samar2 hilang2 timbul gitu. Dan kejadian ini
untungnya bkn cm ane sendiri yg ngalamin.
"Kok ada suara dangdutan? Siapa yg ngidupin Mp3?" Tanya salah satu dr
kami.
"Kok kyk lg ada pesta nikahan disini ya?" Tambah celoteh kami
"Sssttttttttttt gak usah byk tanya. Gak usah di dengerin. Tetap fokus
tetap dalam satu barisan. Kita ini lg ada di "pasar" mereka. Kalo mau
selamat, jalan trs jgn sesekali berhenti!" Suara Can yg berhasil
membuat kami MERINDING!!!
Setelah sktr 2 jam jalan, akhirnya kami diperbolehkan utk beristirahat dan
makan2. Dan ternyata kami sudah jauh berjalan. Terlihat jelas dr posisi
skrg dmn km bisa melihat taman edelweis tadi. Dan benar kata Agam td,
bahwa dsana akan hujan deras. Terlihat dari sesekali tampak kilat yg
menyambar2, awan gelap serta suara hujan dari sini.
Menjelang sore hari, semangat dr kami seakan tidak pernah hilang. Hal itu
juga yg membuat Can sesekali tertawa ketika mendengar kami sdng ejek
satu sama yg lain. Masih sambil sesekali tertawa setelah mendengar
lelucon dari Galih, Can pun segera memerintahkan utk berhenti sejenak di
jalan setapak menurun yg kiri-kanannya adalah jurang.
"Boy, kalian lihat hutan dibawah sana yg gelap datar itu?" Tanya Can kpd
kami.
"Iya, bang. Knp? Respon kami.
"Itu namanya HUTAN TERLARANG. Sblm adzan Maghrib ( jam 18.30an)
kita semua udah mesti dsna!" Ucap Can dgn raut muka yg kali ini tampak
lebih serius.
"Memangnya knp bng kalo stlh adzan maghrib kita blm disana?" Tanya
Nopan yg berada tepat di blkng Can.
"Kita bakal masuk dunia mereka! Kesesat & bisa jd tinggal nama!" Respon
Angga
Percaya? Wallahualam...
Atau ini cuma akal2an Can dan kedua temannya aja biar kami jd lebih
cepat dlm perjalanan ini?
Tiba kami di salah satu track menurun yg sgt curam. Dmn kiri dan kanan
nya adalah jurang bebatuan. Can yg awal turun kebawah sblmnya bilang
kpd kami agar nantinya utk turun selanjutnya hrs gantian satu per satu.
Mengingat memang track ini yg begitu curam dan kecil, akhirnya membuat
kami menuruti pesan dari Can. Krn jarak dr atas ke bawah itu agak lmyan
tinggi dan membutuhkan konsentrasi penuh agar menjaga keseimbangan,
membuat kami menjadi sgt lama dlm urusan waktu. Dan sedangkan waktu
itu total dari kami semua ada 17 org (Can sdh dibawah brsma TA (teman
Angga)).
Syukur giliran ane lancar dan ane udah duduk santai di bawah dmn tempat
yg lain udah berhasil melewati track berbahaya trsbt. Tidak lupa ane
pribadi mengganti baju mengingat baju ane yg udah sgt kotor dan udah
bau keringet.
Tiba giliran Galih. (FYI, Galih ini badanya agak besar dan gemuk).
Setengah perjalanan utk turun kebawah, tiba2 Galih terpeleset dan
akhirnya dia malah merosot dr atas sana sambil sesekali lari2 kecil gitu.
Sampe di bawah trnyata kaki Galih keseleo.
Diambil parang dr pinggang Can dan lsg menebang batang2 pohon kecil
yg ditemukan disekitar sana. Setelah tandu jadi, akhirnya Galih baringan
diatas tandu. Tp krn badan Galih yg besar atau medan tracknya yg susah,
malah membuat kami kewalahan jadinya. Kan tandu itu mestinya cuma
dibawa oleh 2 org, tp krn bebad Galih yg sgt berat otomatis jadinya kami
memerlukan 4 org utk mengangkat tandu itu. Dan kembali tiba di track
menurun yg curam dan sempit. Gak mungkin kan 4 org yg mengangkat
tandu melewati jalan kecil ini. Logikanya pasti 4 org ni bakal nyungsep ke
jurang. Mau 2 org saja tp gak ada yg sanggup.
Akhirnya tanpa bantuan tandu, Galih kami rangkul. Butuh 2 org utk
pekerjaan ini. Satu di dpn Galih dan satunya lg di blkng Galih. Sambil
sesekali terjatuh2, membuat waktu smkin kian mendekat ke adzan
Maghrib.
Cuaca semakin gelap serta sesekali terdengar suara gemuruh. Dgn sisa2
smngt kami trs gantian membantu Galih jalan utk bisa sampai ke "hutan
terlarang". Terlihat jelas raut muka panik Angga mengingat kita juga blm
sampai ke tempat tujuan!
"Boy, jgn nangis! Kau lihat dibalik pohon besar itu?(sambil nunjukin kearah
pohon besar dr tempat kami berisirahat ini). Kita ketemuan disana ya!"
Ucap Can sambil mukanya melihat kearah sekitar jurang-hutan-langit (?)
"Kau mau ninggalin kita lg bang!? Tega nian kau" Tanya kami
"Gak separah itu. Kalo udah niat jahat udah dr td aku tinggalin kalian, boy!"
Balas Can
"Trs mau ngapain kau main tinggalin kami lg?" Balas kami
"Sudahlah, kalian serahkan saja sm aku. Aku yg urus. NYAWA KALIAN
ITU TANGGUNG JAWAB AKU SEKARANG! Percaya sm aku, biar aku
enak "kerja" nantinya ya boy!" Respon Can
"Nanti di setiap pohon yg aku lewatin, aku tinggalin jejak pake parang ku.
Ikutin saja petunjukku itu!" Tambah Can
Hari semakin gelap. Suana pun semakin mencekam. Perasaan gelisah
sekaligus takut seakan setia menemani kami saat itu. Ya. Mengingat pesan
Can yg sblmnya bilang bahwa sblm maghrib tiba kami harus sudah berada
di hutan terlarang.
Gerimis!
Ya. Gerimis pun tiba. Seakan menambah penderitaan kami semua. Kami
sempat berhenti sebentar hanya utk kembali memakai jaket yg tadinya
kami lepas. Dan ada 1 lagi masalah. Stok air minum per orang sudah
habis! Dengan sisa2 tenaga akhirnya kami melanjuti perjalanan ke tempat
yg Can tunjuk tadi.
Tiba akhirnya kami ditempat dimana Can beserta kedua temannya sudah
berteduh sambil merokok.
Kok Can tau kalo kami kekurangan air minum. Dan...darimana ia dapat
sumber air? Sedangkan ia tidak pernah membawa botol minuman (?)
"Ambil air dimana bang? Kita juga mau isi ulang" Tanya Agam ke Can
"Nemu disini tadi" Ucap Can
Dimana? Disini cuma tanah lapang yg dikelilingi oleh jurang!
"Sudahlah, minum saja air itu. Nanti kita cari lagi ditempat lain" Jawab Can
kembali
"Jangan kau sentuh bunga itu!" Teriak Can tiba2 mengagetkan kami. Iya.
Aby yg penasaran (sama dgn kami) mencoba mengambil hanya utk
mencium aroma dari bunga kembang itu.
"Ayo boy lanjut sblm hujan semakin deras. Siapin semua alat penerangan!
Ajak Can
"Boy! Nanti kita bakal istirahat disana. Jangan berpencar. Jalan agak
cepat. Kalo nanti sudah waktunya Isya (19.30an) blm juga tiba disana,
kalian mesti berhenti sktr 5 menit." Teriak Can yg tiba2 mengagetkan kami.
Tiba2 tanpa komando, Can dan berdua temanya lari meninggalkan kami!
"Pantek!" Teriak Imam
Kembali kami melanjutkan perjalanan sendiri yg kali ini tanpa sedikitpun
jejak yg ditinggalkan oleh Can.
"Gila gak mau la aku. Gak tau jalan aku. Hilang kita nanti!" Respon ane pas
ditunjuk jadi petunjuk jalan
"Sudahlah gpp. Kami percaya sm kau. Hilang 1 hilang semua. Kami ttp
berada di belakang kau" Teriak Nopan yg dibelakang ane
Dengan berat hati akhirnya ane memantapkan diri agar untuk trs jalan.
Medan semakin berat. Hujan deras, tidak ada air minum sedikitpun dan
tentunya..becek! Masalah terberat kami adalah pacat/lintah. Dan seperti
kebiasaan ane waktu mendaki sblm2nya, ane gak hobi pake sepatu.
Jadinya waktu itu ane cuma pake sandal eiger.
Dari ujung kearah bukit dibawah kami melihat beberapa kilatan cahaya
senter. Mungkin itu tanda dari Can batin kami. Dan tiba2 kami dikagetkan
oleh teriakan Nopan.
(2) "Astaga woi woi woi woiiii" teriak Rio sambil menutupi matanya dengan
kedua telapak tangan kotornya
"Kenapa yo?" Tanya Jon
"Itu di atas pohon besar Jon!" Balas Jon
Dengan sedikit takut dan penasaran, Jon menyenter ke arah yg Rio
maksud. Dan....
Ane jujur waktu itu gak liat sih. Secara Ane berada paling depan sibuk cari
jalan. Dan Rio berada agak dibagian tengah sampe kebelakang. Ane pun
heran jadinya.
"Hoy!! Jgn lari seenaknya. Nanti kita kepisah. Sesat nanti kitaa" teriak yg
lainnya yg gak lari (yg gak liat kejadian tsb)
Dimana sumber mata air? Apa ada sungai di dekat sini? Dari mana
asal air minum di botol ini?
"Bang masih ada air minum lagi gak? Kurang ini" tanya Agam ke Can
"Cuma ada segitu. Nanti kita cari lagi. Habisin aja itu" jawab Can datar
Cari kemana?
Hujan semakin deras. Malam semakin larut. Kami melihat jam tangan. Jam
10 kurang. Gelap! Dingin! Haus! Lapar! Capek! Takut! Ya semua nya
campur aduk menjadi satu.
Istirahat kali ini kami disibukan oleh pacet/lintah. Keadaan tanah berlumpur
yg becek karena hujan deras, membuat pacet/lintah berhasil menggerayapi
kaki sampai badan kami. Geli dan takut akan keadaan pacet/lintah yg ada
di badan kami, membuat tubuh kami semakin melemah. Ya darah kami yg
berkurang karna telah dihisap oleh makhluk ini.
Dan 1 hal lagi yg membuat kami saling tanya satu sama yg lain.
Bertaburannya bunga kembang berwarnah putih! Dari mana asalnya?
"Bang, disini ada hewan buas gak? Secara kan disini hutannya kayaknya
masih belum dijama oleh manusia" tiba2 John nanya ke bang Can
"Ada kok. Disini masih ada Harimau, Beruang, Ular bahkan sampai ke
monyet pun ada. Kenapa?" Jawab Can
"Tapi kenapa dari tadi gak kelihatan?" Tanya John heran
"Ohh kalian mau ketemu?" Respon Can
"Ya jangan bang!" Jawab beberapa dari kami kompak
"Harus nya kalian beruntung karna gak ketemu sama hewan2 disini.
Mereka pasti ada. Cuma mereka kyknya takut akan keberadaan kalian.
Mungkin kyknya mereka cuma mengawasi kalian dari jauh" jawab Can yg
sontak membuat nyali kami menciut
"Ayo lanjut. Sedikit lagi sudah sampe kok." semangat Can kpd kami
"Bentar lagi bang masih capek kita" balas beberapa dari kami
"Kalian mau istirahat disini apa dirumah? Apa kalian mau nanti kita semua
di mangsa makhluk2 sini?" Teriak Can
Kami kembali melanjutkan perjalanan. Lagi dan lagi perjalanan ini disertai
oleh hujan deras yg tak kunjung reda. Kali ini perjalanan dipimpin oleh
Angga dan TA (teman Angga). Can sendiri berada paling belakang tepat di
belakang Agam. Mereka agak berpisah dari kami. Mereka tampak sedang
membicarakan sesuatu. Ntahlah..(3)
Perjalanan normal2 saja tanpa adanya suatu hal ganjil. Tapi kami tetap
saja berjibaku dengan lumpur, lintah, hujan, haus. Terpeleset? Wajib
hukumnya. Secara track semakin menurun dan keadaan tanah berlumpur
yg menjadi licin ketika di tapaki.
Sunyi & gelap. Hanya suara hujan deras dan beberapa cahaya dari
senter2 kami saja yg ada
Tiba akhirnya Can kembali menuju ke arah barisan. Namun Can tidak
masuk ke barisan kami dan yg anehnya dia malah menjauh ke sisi sebelah
kanan kami. Sambil menyenter ke arah jalan dan sesekali Can menyabet
rerumputan menggunakan Parang nya.
"Lewat sini. Putar jalan. Cepat!" Teriak Can tiba ke rombongan kami
semua.
(4) Tersesat? Hampir saja... Tapi suara "auuuu" dan sekelebat bola
api tadi maksudnya apa???
Kali ini Can yg menjadi penujuk jalan kami. Tampak Can sibuk menyabet
beberapa rerumputan yg menghalangi perjalanan ini.
Tiba2 Can berhenti jalan. Dan artinya kami juga harus berhenti.
"Kali ini kita mesti pisah kembali boy! Jgn kalian pikir yg macam2 sama
aku. Semua ini serahin sama aku. Percayakan saja sama aku, Insya Allah
kita selamat" teriak Can tiba2 yg kembali membuat kami sedikit kesal, takut
sekaligus senang.
"Jadi kami ditinggal lagi ini bang? Gmn caranya kami tau jalan tanpa abang
yg sebagai petunjuk jalan?" Tanya John
"Tenang nanti aku bakal ninggalin jejak sayatan di pohon2 pake parang
ini." Jawab Can datar sambil nunjuk ke arah parang nya
"Terus dimana kita akan ketemu bang?" Tanya kami heran
"Gak tau. Pokoknya nanti aku kodein pake lampu senter ini" jawab Can
singkat
"Agam! Kau mesti berada di tengah2 barisan ya! Biar teman2 mu
"terlindungi". Ingat pesan yg aku bilang tadi!" Lanjut Can
"Oke bang!" Jawab Agam cepat
"Dan satu lagi... nanti kalian bakal ketemu pohon yg berbentuk seperti
portal (pintu). Sebelum kalian lewatin itu, kalian semua wajib dan harus
mengucap salam..." perintah Can
"Itu syarat agar kita keluar dari sini (hutan terlarang)" lanjut can serius.
"(5)Dan Galih! Jgn pikir macam2. Kau fokus jalan saja. Biar yg di
"belakangmu" saja yg sibuk" kembali perintah Can
Tanpa sempat Galih dan yg lain nanya, Can beserta kedua temannya
langsung berlari meninggalkan kami
Tidak lama dan juga tidak ada hal2 yg mencolok, akhirnya kami tiba di
tempat Can. Kami tau karna kami melihat kilatan lampu senter dan
beberapa teriakan dari Can dan kedua temannya.
Kali ini tempat beristirahat kami seperti sebuah lapangan. Tanah nya datar
dan tidak berlumpur. Tepat di depan kami telah melintang 1 pohon besar.
Seperti baru roboh. Terlihat jelas Can dan beserta kedua teman2 nya lagi
duduk2 di atas pohon roboh itu. Can asik memainkan parang nya. Sesekali
Can melepaskan beberpa lintah di kakinya dgn menggunakan parang itu.
Suasana sunyi mencekam. Untung pada waktu itu tempat beristirahat kami
ditutupi oleh rindangnya beberapa pohon besar sehingga membuat tempat
itu terlindungi dari hujan. Kami menyulut beberapa rokok. Untung saja
rokok ini gak ikut basah.
Dan lagi2 hal yg kali ini tidak membuat kami aneh dan kaget adalah
adanya bekas api unggun yg blm dibakar dan beberapa taburan bunga
kembang berwarna putih. Kami abaikan sajam toh sebelumnya kami sudah
cukup kaget dan memaklumi keberadaan benda itu.
Kami masih saling diam sekaligus mencoba menelaah apa mksd dari
omongan Can tadi. Semua rasa haus, capek & takut sudah kami buang
jauh. Sekarang yg ada kami hanya penasaran apa yg Can maksud tadi.
Sungguh membuat batin kami jengkel ketika mendengar Can ngmng "anak
kurang ajar".
Sesaat kemudian Can beranjak turun dari pohon besar itu. Dengan tatapan
tajam, dia mulai berbicara
"Lanjut jalan. Kali ini kita semua bagi 3 kelompok. Kita jalan pake sistem 2
1" teriak Can
"Mksdnya gmn bang sistem 2 1?" Jawab kami
"Dari 16 org kalian semua itu dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok
pertama jalan duluan. Setelah agak jauh, nanti 2 org terakhir dr kelompok
pertama kembali menjemput kelompok kedua disini (tempat kami
beristirahat). Dan begitu seterusnya!" Jawab Can ketus
"Serius gitu bang? Apa gak berbahaya?" Tanya kami kemudian
"Terserah kalian. Aku udah jengkel sama sifat kalian. Kalo mau selamat ya
nurut. Kalo gak mau ya terserah" Jawab Can yg kemudian meninggalkan
kami
Karna pada dasarnya kami cukup tidak mengerti gmn maksud Can,
akhirnya kami kewalahan. Dan ya tau sendiri, kami tersesat! Kami
mencoba teriak utk memanggil teman kami di kelompok kedua. Teriakan
kami di jawab tp kami ttp tidak menemukan dari mana asal jawaban
teriakan dari teman kami itu.
Apa itu benar Rio? Asli atau kah? Ntahlah yg penting kami agak
senang
"Pantek kau Sep (Septian). Kenapa lama kau jemput mereka (kelompok
ane)?" Bentak Rio ke arah Septian
"Kami tersesat yo. Sumpah!" Jawab Septian pasrah ke Rio
"Mana yg lain yo? Knp kau sendirian?" Tanya ane heran
"Ini gara2 Septian yg lama jemput kalian. Akhirnya aku juga ditinggal oleh
rombongan di dpn. Mau aku susul mereka tp gak mungkin ninggalin kalian
(kelompok ane)." Jawab Rio
Berarti Rio sengaja menunggu kelompok ane. Bisa saja Rio mengikuti
kelompok di dpn tapi Rio malah menunggu kelompok ane. Dan saat
menunggu kelompok ane, Rio hanya sendirian di tengah hutan.
Setelah sekitar 1 jam berjalan, tibalah kami di hutan bambu. Rio berhenti
sejenak. Sambil memperhatikan disekeliling, Rio tampak kebingungan.
Akhirnya kami mencoba untuk beristirahat sejenak. Rasa haus sudah jelas
kami rasakan. Tanpa pikir panjang kami meminum air dari pakaian kami yg
telah basah di guyur oleh hujan sejak seharian. Jemari kami pun tampak
sudah berkeriput akibat menahannya suhu dingin ini. Sembari beristirahat,
sesekali kami kembali mencoba berteriak arah depan. Sunyi.....tanpa ada
suara balasan dari depan.
Tanpa pikir panjang kami mencoba melihat ke arah yg John sebut. Dan...
Benar saja! Langkah seribu akhirnya kami ambil. Lari kedepan. Sesekali
kami terjatuh bahkan ada beberapa dari kami yg terguling.
"Woiiiiiii" tiba2 kami mendengar beberapa teriakan dari depan, ntah dari
mana tepatnya asal suara itu berasal.
"Woiiii kalian dimana?" Balas teriakan kami.
Sesaat kemudian suara teriakan itu hilang. Harapan kami kembali sirna.
Sempat terpikirkan oleh kami untuk melanjutkan perjalanan ketika matahari
sudah mucul. Tapi setelah berdiskusi kami akhirnya tetap melanjutkan
perjalanan saat itu juga.
Baru juga jalan sekitar 10 menit, Aby yg berada di paling belakang berlari
ke arah depan. "Woi jgn duhului kami bi!" Teriak kami ke arah Aby.
Tiba2 saja kami semua mendengar suara seperti auman.
Ane lsg keluarin pisau di balik jaket ane. Sekedar utk jaga2 saja. Sambil
beberapa dr kami saling mengawasi di daerah sekitar kami. Tiba2 dari arah
kanan kami, dibalik pohon2 bambu, kami melihat seperti kain putih terbang
ke arah belakang kami. Kami saling pandang. Lariiiiiiii...
Kali ini kami lari tanpa tujuan. Kebetulan waktu itu tracknya datar sehingga
membuat kami agak leluasa berlari. Jalan yg berbentuk setapak ini adalah
rute kami berlari. Ane waktu itu yg cuma pake sandal sedikit kewalahan
ketika berlari. Alhasil akhirnya ane lepasin tu sendal. Masa bodoh dgn duri,
lumpur, lintah atau ranting bambu. Yg penting lari saja.
Kemudian kami kembali mendengar teriakan dari depan. Ya kali ini suara
nya sangat dekat. Sambil lari2 kecil kami membalas teriakan mereka
(kelompok di depan)
Seketika ada beberapa cahaya lampu senter ke arah atas. Jauh! Jauh dari
perkiraan. Ya mereka jelas agak jauh dari arah kami. Mereka di bawah
sana dan malah ke arah sisi kanan kami. Kali ini kami telah melewati hutan
bambu.
"Tunggu kami. Kami ketempat kalian" teriak kami
"Oke" balas mereka. Lalu hening.
Kami mengikuti arah cahaya senter dan sumber suara dr teriakan mereka.
Setelah melewati beberapa pohon rindang, akhirnya kami sedikit lega
karna kami sudah bisa melihat lampu2 penduduk dibawah sana. Ya kyknya
masih jauh. Tp masa bodoh yg penting kami sudah bisa melihat tanda2
penduduk dibawah sana. Kebahagiaan kami semakin menjadi setelah kami
mendengar suara berisik. Kali ini suara nya tidak membuat kami takut.
Suara yg kami tunggu2 dr awal sblm masuk hutan terlarang. Suara yg
membuat kami tambah bersemangat.
Suara air! Sungai! Serasa dekat tapi ntah dimana sumber nya dan
ntah butuh brp lama kami mencari nya
Kembali kami memaksa tenaga utk tetap trs berjalan. Semakin lama kami
semakin mendengar suara sungai tersebut. Dan kami tetap mengikuti
sumber cahaya dr teman kami didepan.
Pencarian sumber suara sungai ini dipimpin oleh Rio di barisan paling
depan. Ntah dari mana Rio tau jalan menuju sungai itu. Rio seperti sudah
tau dan hapal dimana letak sungai tsb. Kami mengikuti Rio dr belakang.
Tiba2 John yg berada di belakang Rio menarik baju Rio sehingga
membuatnya sedikit terpeleset.
"Woi anjing knp kau ini narik2!" Bentak Rio sambil mendorong badan John
"Tunggu bntr Babi! Coba kau dengar perlahan suara dr depan!" Balas John
dgn agak sedikit panik
"Suara sungai itu tu bengak (a.k.a bodoh)" balas Rio kesal
"Bukan itu kutil! Seperti ada suara org2!" Jawab John
"Woiiiii" teriak kami dgn harapan suara org di dpn atau kelompok di dpn
mendengar dan merespon teriakan kami.
Kami mencoba kembali menelusuri suara sungai tadi. Kali ini kami tampak
waspada. Kami berjalan santai. Sesekali kami melihat disekitar kami. Kali
ini kami agak berdekatan, saling jaga satu dgn lainnya.
Baaahhhhhhhh......
Masa bodoh dgn suara itu. Kami segera berlari ke arah sungai itu. Kami
membuka botol minuman kosong kami. Lalu kami mengisi botol tsb dgn
sungai yg mengalir deras ini. Tp untungnya sungai tersebut kecil dan tidak
dalam. Paling sekitar 40cm dalamnya. Kami minum air itu. Terserah mau
bersih apa gak. Yg penting rasa dahaga kami hilang. Kami sudah enek
kalo harus meminum air dari perasan kaos kami lg. Asin sob!
Hujan sedikit reda. Kami kembali beristirahat di pinggir sungai kecil ini.
Kami membuka carrier kami. Mencoba menyalakan rokok. Sshhhhhh
enaknya.... lagi dan lagi kesibukan kami terganggu oleh lintah yg telah
gendut di kaki kami.
Istirahat kami terusik! Kami lsg berdiri, waspada. Kami mendengar suara
langkah kaki dari sebelah kiri. Siapa itu? Kami saling pandang. Kami
matikan sumber cahaya lampu senter kami. Gelap. Hanya suara sungai
dan langkah kaki dr sebelah kiri yg semakin mendekat!
Kaget serta senang karna kami bertemu dgn mereka. Lalu kemudian kami
saling berkumpul. Tinggal 1 kelompok lg yg blm ketemu. Kami tanya ke
mereka apa suara teriakan dr tadi itu suara mereka? Mereka diam. Tidak
mendengar sama sekali (?). Lalu kami berpikiran suara teriakan itu mngkn
saja berasal dr kelompok 1 lg. Kami melihat jam sudah menunjukan pukul
01.00an dini hari. Badan kami sudah mati rasa akibat dingin nya hujan
seharian. Rasa lapar kami tepis. Rasa dahaga juga sudah hilang semenjak
kami minum air sungai ini.
"Traaaakkkk" tiba2 suara bunyi ranting keinjak. Suara itu berasal dari
sebelah kanan kami. Kami saling pandang. Lagi kami waspada. Kali ini
kami hanya jongkok seperti sedang bersembunyi. Suara org2 yg kami
dengar sblm sampai di sungai ini, kembali kami dengar. Padahal td pas
setelah cukup lama kami istirahat di sungai (sblm ketemu sama Galih dll)
kami tidak mendengar suara org2 ini.
"Kenapa teriakan kami tidak kalian jawab lg td?" Tanya Agam ke kelompok
ane
"Kami jawab Gam. Kalian tu yg tiba2 gak jawab. Kami sudah pasrah
hingga akhirnya kami menemukan sungai kecil ini" Jawab kami
"Lah yg kami dengar malah kalian yg gak jawab. Mangkanya kami sudah
lama beristirahat di dekat sungai ini. Sampai akhirnya kami mendengar
suara2 obrolan dr kalian ini disini" jawab mereka
Istirahat cukup. Persediaan air minum cukup. Hujan sudah agak reda.
Lampu2 kota penduduk sudah terlihat.
Tampak dari sini gemerlapnya lampu kota dibawah sana. Sangat indah.
Kami sedikit mempercepat langkah kaki kami. Pakaian yg sudah basah
setelah diguyur hujan seharian membuat badan kami sempat menggigil.
Beratnya beban carrier yg berada di badan tak kami risaukan. Kemudian
dari arah dpn ane mendengar seperti suara sesuatu sedang berada di balik
dedaunan-semak belukar. Sontak ane melihat dan mencoba mencari
sumber suara tsb.
Diam membeku...
Kali ini kami mencoba utk tidak berhenti beristirahat. Karna menurut kami
hal tsb bakal menambah capek dan turut membuang-buang waktu.
Akhirnya kami utk tetap jalan sambil sesekali meminum air sungai td yg
kami ambil sebelumnya.
Dejavu?
Rumah?
Ya, rumah! Ane melihat rumah. Tapi ane hanya melihat dinding tinggi
berwarna putih dan ditengah atas dirumah itu ada jendela bulat serta
terdapat lambang + di tengah bulatan jendela tsb. Ane sedikit terperanjat
pada akhirnya. Sangat jelas bentuk rumah itu. Ane sempat berpikir, kenapa
tiba2 ane berada di belakang rumah itu. Dan yg lebih ane lagi teman2 di
belakang ane tampat tidak memperhatikan penampakan yg ane lihat.
Akhirnya ane sedikit teriak ke arah teman2 ane yg agak berada di belakang
ane sekitar 30cm. Ane putar badan ke belakang ke arah teman2 ane.
Halusinasi kah?
Hilang! Rumah itu hilang! Padahal sebelumnya ane melihat dengan sangat
jelas ada rumah. Tapi kenapa kemudian malah menghilang? Masa iya
rumah itu bisa pindah sendiri? Apa ane nya yg sudah pergi menjauh dari
rumah itu? Padahal setelah melihat rumah td ane hanya diam di tempat.
.....
Kami kaget mendengar teriakan Agam tadi. Ada apa? Kenapa tiba2
saja Agam berteriak sambil mengucapkan Alhamdulillah?
Mengucap salam...
Kami melewati pintu pohon itu sambil membaca salam. Sambil sedikit
menunduk, tibala kami di seberang pohon tadi. Tapi ada yg ane!! Kami
merasa hawa disini hangat tp sejuk (???) Aneh bukan? Tapi benar adanya.
Padahal badan kami sudah menggigil karna dinginnya hujan seharian. Tapi
sekarang badan kami sedikit merasa hangat. Ntah la...
Sudah berapa lama laki2 ini sampai? Kemana kedua temannya itu?
Dan kenapa dia tau kalo kami sudah bersih2 di mushola ini?
Kebetulan kah?
Kali ini istirahat kami agak sedikit "sibuk". Kami mencoba beberapa kali
mengelap beberapa bekas gigitan lintah selama di gunung tadi. Bekas2
gigitan lintah itu tidak henti2nya mengeluarkan darah segar. Tante Agam
memberi beberapa tisu, kapas, alkohol & betadine. Bekas2 gigitan ini sama
sekali tidak terasa sakit sedikitpun. Tapi melihat darah segar yg keluar
terus menerus yg membuat kami menjadi risih.
Selesai makan, kami mengatur posisi utk segera tidur. Namun ada
beberapa dr kami juga yg lg berada di teras sambil ngerokok.
Tiba2 suami nya tante sedikit berteriak agar kami segera berkumpul di
ruang tengah/keluarga. Teman ane yg msh berada di teras msh blm dtg.
Akhirnya Can berteriak lantang. Sontak membuat kami kaget begitu jg dgn
yg punya rumah. Lsg saja teman2 ane di luar lsg msk kedalam.
"Sudah lah, yg penting kalian udah selamat. Lain kali sblm pergi naik
gunung izin dlu sm org tua kalian. Kalo gak izin ya kyk gini akibatnya" lanjut
suara tante yg menengahi kami
"Sudah tidur sana kalian. Istirahat aja dulu" lanjut tante
Kami merebahkan badan. Lelahnya badan kami sudah tdk bisa ditoleransi
lagi. Tapi baru saja mau tidur, tiba2 kami mendengar kembali suara Can ke
arah kami
Tidak lama kamipun larut menuju pagi. Kami segera merebahkan diri di
atas karpet yg sudah di siapin. Akhirnya kami tertidur pulas
POINT-POINT CERITA
Spoiler for :
(1) Nopan melihat Kuburan (mitosnya barang siapa yg melihat kuburan
niscaya org tsb tidak akan bisa kembali lg ke dunia nyata)
(3) Can & Agam ngobrol tentang "bodyguard" nya agam yg berupa Singa.
Dimana hal inilah yg membuat kami selama perjalanan gak ketemu
hewan2 lain. Kan Singa raja hutan. Dan yg intinya kalo Agam dilepas
sendiri di tengah hutan bakal tetap selamat. Karna Agam sendiri adalah
keturunan dari salah satu kuncen (penjaga) gunung Marapi (daerah
Simabur).
(4) Suara "auu" dan sekelebat bola api itu maksudnya adalah petunjuk
bahwa kami telah melenceng ke arah jalur. Ya hampir saja kami tersesat.
Sekelebat bola cahaya itu seperti memberi tahu Can ke arah mana jalan yg
benar.
(6) Can bisa bilang anak durhaka itu karna beberapa dari kami (16 org)
teryata ada yg tidak memberi tau dulu kedua org tua nya kalo kami ingin
pergi mendaki gunung. Ternyata surat izin yg dari awal sblm
keberangkatan itu beberapa hanya tanda tangan palsu. Mereka hanya
lapor ke orang tua nya cuma mau pergi liburan ke Padang. Pdhl
sebenarnya kami mau melakukan pendakian ke gunung.
(7) sapi yg tertunduk lesu karna "bodyguard" Agam yg berupa Singa dan
"bodyguard" Galih yg berupa Harimau adalah sosok "Raja Hutan". Semua
hewan lain yg melihat kedua hewan ini pasti bakalan takut
Pagi itu setelah kami terbangun dr lelahnya perjalanan berjam-jam, kami
semua disuruh pergi ke rumah keluarga Agam 1 nya. Letaknya tidak terlalu
jauh, sekitar 10 menit perjalanan dgn jalan kaki. Ntah kenapa kami di
undang kesana.
Setibanya kami disana, kami kaget. Disana rame seperti sedang lagi ada
syukuran atau ada acara. Kami lsg disuruh makan. Tanpa babibu langsung
kami hajar. Porsi kuli kali ini. Mengingat telah beberapa hari kami hanya
makan dgn pas-pasan dan alah kadarnya.
Tidak lama, satu per satu warga disana pergi. Namun tidak dgn beberapa
warga yg tampak sudah berumur, tua. Keluarga Agam tampak sedang
berkumpul di ruangan besar. Seperti sedang ada yg ingin mereka
tanyakan. Tampak juga warga2 disana melirik dan memperhatikan wajah
kami satu per satu. Ya, kami ber 16 duduk berjejer seperti mulanya kami
makan tadi.
Setelahnya, laki2 tua itu tampak melihat kearah kami. Pandangan yg sedih,
takut dan ntahlah. Lamanya diam, akhirnya laki2 tua itu mulai
mengeluarkan suaranya.
"Jadi, yg pergi naik gunung Marapi kmrn yg mana saja?" tanya laki2 tua itu.
Kami ber 16 lsg mengangkat tangan.
"Nak, sblmnya bapak bersyukur akhirnya kalian bisa selamat. Ada yg perlu
kalian ketahui dgn kejadiannya kalian ini!" suara laki2 tua itu.
Sontak kami kaget, heran dan ntahlah
"Tujuan kalian pergi mendaki ke gunung marapi itu apa?" tanya nya ke
arah kami
Kami diam
"Gunung itu bukan tempat sembarangan. Kalian pikir itu tempat wisata
biasa? Kalian terlalu meremehkan. Niat kalian sblm pergi mendaki itu itu
tidak jelas. Apa lagi kalian tidak meminta izin dan restu kepada orang tua
kalian!" suara nya agak berat
Lagi2 kami hanya diam tanpa suara sedikitpun. Ada rasa kaget dan heran,
kok mereka tau masalah yg sedang melanda kami.
"Kalian tau? Agam ini adalah putera asli dr suku Simabur sini. Neneknya
Agam ini adalah asli org sini" suara laki2 tua itu melanjutkan
"Malam kalian tersesat itu, gunung itu, memberikan tanda kepada warga
sini, Simabur"
Kami sedikit kaget dan heran, maksudnya apa dan gmn?
"Malam itu pas hujan deras, kami semua sedang berada dirumah masing2,
pun dengan warga lainnya. Tiba2 saja kami mendengar suara auman
singa, macan dan lainnya. Awalnya bapak, memang kaget. Kok bisa,
setelah sudah sekian lama suara itu tidak pernah terdengar" suara laki2
tua itu berhenti
Kali ini ada seorang bapak tua lainnya yg mencoba melanjutkan obrolan ini
"Nak itu adalah tanda dr gunung Marapi ini. Kami sudah tau kalo itu bukan
makhluk hidup. Kami paham!" lanjut suara laki2 tua yg tidak kami kenali
"Itu adalah tanda kalo salah satu warga sini (sambil menunjuk Agam)
sedang mengalami masalah di gunung itu" lanjut laki2 tua itu kemudian
disambung lsg oleh laki2 tua keluarga Agam yg dr awal bicara
"Iya nak, itu benar. Bapak awalnya biasa saja mendengar suara itu. Tapi
setelah ibu dan anggota keluarga yg lainnya cerita kalo Agam pergi
mendaki bersama kalian, akhirnya Malam itu juga bapak bersama warga
lainnya berkumpul disini, menceritakan bahwa keluarga kandung Bapak,
Agam-lah, yg sedang mengalami masalah di gunung itu"
"Setelah keluarga Agam dan warga2 disini berkumpul, kami mencoba
mencari tau dengan siapa kalian pergi mendaki. Dan kami tau kalian pergi
dengan Can. Kami sedikit tenang." suara laki2 tua itu berhenti sejenak dan
mengambil minuman di dpn nya
Kami sedari tadi hanya diam, saling pandang, kaget, heran dan ntalah.
"Kalian tau Can itu siapa disini? Dia itu kuncen di sini. Dia itu orang sakti!
Dia itu seperti dukun. Dia juga la yg menjaga gunung itu dan desa sini!
Suara bapak itu meninggi
Kami terperangah. Kaget, takut dan lainnya bercampur menjadi satu. Tidak
disangka Can begitunya terkenal dan tersakti seperti itu
"Dan, kami tau walaupun Can yg mendampingi kalian pergi mendaki, kami
tau bahwa kalian sdgn dalam masalah. Dan 1 hal lg yg kalian mesti tau apa
yg terjadi malam td di sini!" ......
"Asal kalian tau, seluruh warga Simabur, berdoa, yasinan dan
semacamnya meminta doa agar kalian semua selamat!" suara dari bapak
itu menjelaskan kejadian
Kami lagi kaget bukan main. Ada rasa tidak percaya, masa iya sampe
segitunya. Tampak dr wajah kami ber 16 tidak percaya
Tante Agam mulai berbicara
"Nak, apa yg bapak ini cerita itu benar. Sumpah, seluruh warga sini
mendoakan kalian agar kalian selamat. Kami tau dr tanda2 awal itu. Karna
tanda2 itu biasanya, ada yg bakal hilang, mati, tersesat dan lainnya. Ada 1
hal lg yg membuat kami keluarga Agam takut. Ya karna Agam, asli
keluarga Simabur sendiri yg sedang berada dalam masalah!" suara dr
tante Agam
Kali ini kami benar2 percaya, takut dan kaget! Kami percaya!
"Kalau saja Can ada disini, mngkn dia yg akan menjelasi nya dgn kalian.
Asal kalian tau, Can skrg lg balik ke gunung itu. Menyelesaikan urusan
kalian"....
"Kalian sudah tau kan apa penyebab kalian sudah tersesat. Jadikan itu
pelajaran nak!
Kami semua saling pandang. Menyesali perbuatan yg sudah menyusahkan
perjalanan kami. Kami tidak saling menyalahkan. Kondisi ini yg memaksa
kami untuk berpikir dewasa. Kami kembali mengucap syukur atas kejadian
ini. Kejadian ini adalah pengalaman pribadi yg tidak akan bakal kami
lupakan.
Dan semenjak malam di rumah tante nya Agam, keesokan harinya kami
tidak bertemu kembali dengan Can dan kedua temannya.
SIDE STORY
Spoiler for :
Siang itu setelah 2 hari sebelumnya kami di "ceramah" dirumah
keluarganya Agam, kami menyibukkan diri untuk bersiap2 packing barang.
Yup, bsk kami akan segera pulang ke Bengkulu. Beberapa dari kami
sebagian masih malas2an utk packing, termasuk ane. Dan alhasil kami
hanya duduk2 bercerita di teras.
"Ada yg mau nitip? Aku mau ke warung depan beli rokok" sahut Adrian
"Aku yan Marlboro, Sampoerna, Djarum dll" balas kami
"Mana duitnya" balas Adrian
"Bayarin dulu la" Jawab kami barengan
"Hahaha malas! Kalo mau ya ayo ikut sekalian ngopi di sana" Jawab
Adrian
"Boleh tu. Yok lah" Sahut kami
Tiba kami di salah satu warung kopi, kami segera mencari spot yg agak
luas mengingat kami agak ramean. Akhirnya dgn terpaksa kami duduk di
sebelah warung kopi. Bentuk bangunan itu seperti pos ronda, tapi
tampaknya mungkin digunakan utk yg lainnya. Setelah dgn yakin kalo kami
nongkrong disana tidak ada yg ngelarang, mulai kami kembali
menyibukkan diri lagi. Ada yg main hp, dengerin lagu, ada yg cerita2 aneh
dan sebagainya. Dan tidak lama kopi, rokok dan cemilan datang ke tempat
kami.
Lagi asik bercanda gurau, tiba2 ane dikagetkan dengan suara laki2. Ya, dia
memanggil nama ane. Ane masa bodoh aja. Karna ane perpikiran kalo itu
org manggil org lain bukan nama ane. Tp temen ane, Nopan memberi kode
kalo emng benar ane yg sedang di panggil. Sesaat kemudian itu org
datang menghampiri kami.
"Oy gung!"....
Namanya Ade. Umurnya jauh dibawah ane. Dia ini adeknya temen ane di
komplek tempat ane tinggal di Bengkulu. Memang sudah lama ane tidak
ketemu dgn dia. Terakhir ane denger kabar kalo memanh dia pindah ke
Padang dan ternyata kebetulan ketemu disini.
FYI, nama asli emng Ade, tp ane beserta temen2 komplek di Bengkulu
manggil dia mbing atau (NO SARA) sumbing. Yup, si Ade memang bibinya
sumbing. Tapi gak ada sama sekali ngaruh ke cara berbicaranya. Lancar
gan
"hahaha udah lama gak ketemu. Kirain udah mati kau mbing" balas ane
"muncung idak berahang cak kau ni lah (mulut gak ada rahang ya kyk kau
ini) haha" balas mbing
"Jadi dulu pernah pas Can lg main domino, kebetulan aku lg di sebelah
Can, Can tampak gelisah. Dia sibuk berguman, seperti lg berbisik2. Kami
yg berada disana semua pun heran melihat dia..." sahut mbing sambil
menghisap rokok yg ane kasih tadi
"Salah satu dr kami disana mencoba tanya ke Can ada apa. Can cuma
ngomong, sih mbah nya minta anterin makanan ke MARAPI..." sahut
mbing
Setengah kaget dan heran, ane mencoba bertanya ke mbing.
"Mbah nya Can? Di Marapi? Makanan? Mksdnya gmn mbing? tanya ane
heran
"Iya, ada mbah nya Can di sana. Dia PETAPA MERAPI! Kami semua tau
tapi kami sama sekali blm pernah melihat mbahnya itu" jawab mbing
sambil menyeruput kopi ane
"Terus pas main domino td itu, Can masih gelisah. Dia ngomong, kalo
mbahnya minta dianterin makanan. Tp berhubung Can masih asik main
domino, Can mengabaikannya. Can masa bodoh dgn permintaan mbahnya
itu. Tapi tiba2 saja kami semua yg disana kaget bukan main. Can tiba2
tersungkur terjatuh kebelakang. Kan waktu itu kami duduk menggunakan
kursi kayu tanpa sandaran. Setelah kami semua mencoba membantu Can
berdiri, kami kembali kaget bukan main! Di pipi Can sebelah kanan, terlihat
jelas bekas tinjuan. Merah gung warnanya hahaha" sahut mbing
"Lah kok bisa mbing? Gak ngerti kami" tanya ane
"hadeh bodoh kau ni gung masa gak ngerti. Maksudnya tu, Can kena tinju
sm mbahnya. Secara mbahnya seorang petapa. Tau sendiri la Can org
sakti. Walaupun jelas gak ada yg nonjokin Can waktu itu, ya kami percaya
aja kalo yg nonjokin itu mbahnya. Secara Can setelah itu lsg ngomong
"mbah pantek, sabar" yaa katanya Can di tonjokin dr jarak jauh hahaha. Ya
akhinya Can lsg pergi dari sana hahaha" sahut mbing semangat
Kami semua kaget bukan main mendengar cerita dr mbing ini. Ada rasa
takut, kaget bahkan juga lucu.