PENDAHULUAN
Dengan mobilitas yang tinggi disektor lalu lintas dan faktor kelalaian
manusia sebagai salah satu penyebab paling sering terjadinya kecelakaan
yang dapat menyebabkan fraktur. Penyebab yang lain dapat karena
kecelakaan kerja, olah raga dan rumah tangga.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi fraktur suprakondiler humerus.
2. Untuk mengetahui klasifikasi fraktur suprakondiler humerus.
3. Untuk mengetahui patofisiologi fraktur suprakondiler humerus.
4. Untuk mengetahui etiologi fraktur suprakondiler humerus.
1
5. Untuk mengetahui faktor fraktur suprakondiler humerus.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan fraktur suprakondiler humerus pada pasien
ini.
7. Untuk mengetahui diagnosa banding fraktur suprakondiler humerus pada
pasien ini
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang tepat pada pasien ini.
9. Untuk mengetahui pencegahan fraktur suprakondiler humerus pada pasien ini.
10. Untuk mengetahui prognosis fraktur suprakondiler humerus pada pasien ini.
11. Untuk mengetahui komplikasi fraktur suprakondiler humerus pada pasien ini.
1.4 Manfaat
1. Menambah wawasan mengenai penyebab dan pencegahan fraktur
suprakondiler.
2. Mengurangi komplikasi dari fraktur suprakondiler supaya tidak sampai terjadi
MOD/MOF.
3. Mengurangi angka kejadian mortalitas akibat fraktur suprakondiler
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
Nama : An. B
Usia : 10 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sumber Porong - Lawang
No. RM : 0604xx
Pekerjaan : Swasta
Tanggal MRS : 7 September 2016 (18.00)
Tanggal KRS : 9 September 2016
2.2 Anamnesa
2.2.1 Keluhan Utama
Nyeri di siku sebelah kiri
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasiendatang ke IGD RSUD Lawang mengeluh nyeri di sendi siku sebelah
kiri setelah terjatuh (1 jam yang lalu) dari pohon mangga dengan ketinggian sekitar
3 meter, jatuh ke sebelah kiri dengan posisi benturan mengenai siku kiri dalam
kondisi siku kiri terlipat.
2
Setelah terjatuh pasien tidak pingsan, tidak lupa kejadian, nyeri kepala(-),
mual (-),muntah(-)
2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu :
Trauma sebelumnya (-)
Asma (-)
2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga : -
2.2.5 Riwayat Alergi : -
Thorax :
Inspeksi : simetris, bentuk normal, retraksi (-), deformitas (-)
Palpasi : fremitus simetris kedua sisi, gerak dada simetris kedua sisi
Perkusi : sonor di kedua sisi
Auskultasi : c/ S1 S2 single regular, murmur (-), gallop (-)
p/ simetris, Ronchi (-), Wheezing (-)
Abdomen :
Inspeksi : tidak tampak adanya massa
Palpasi : soefl, nyeri tekan di regio epigastrium
Perkusi : timpani
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Extremitas :
Atas / Bawah : akral hangat, CRT <2, oedema (+)
PRIMARY SURVEY
3
Airway : tidak ada gangguan jalan nafas
Breathing : Pernafasan 20x/mnt
Circulation : tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi; 82x/mnt
Disability : GCS E4 V5 M6
Exposure : Suhu 38,6 oC
SECONDARY SURVEY
Status Lokalis : Regio brachii sinistra
Look : luka (-)
tidak terdapat penonjolan abnormal
oedem (+), hiperemi(+)
deformitas (+) ,
discrepensi +
angulasi (+)
cyanosis (-)
Feel : Nyeri tekan setempat (+)tenderness
krepitasi (+)
cekungan pada 1/3 mid clavicula (+),
sensibilitas (+)
suhu rabaan hangat,
NVD (neurovaskuler disturbance) (-): kapiler refil (+), arteri
brachialis teraba (+)
Move : ROM terhambat
False movement (-)
4
2.4.2 Foto ro elbow sinistra
5
2.6 Diagnosa
Close Frakture complete supracondiler humerus sinistra
2.7 Penatalaksanaan
Konsul dr Dwi Sp.OT:
IVFD RL maintenance 20 tpm
In. cefazolin profilaxis 1gr
Inj. Antrain 3 x 400 mg iv
Inj. Ranitidin 2 x 25 mg iv
Inj. Ondancetron 3 x 4 mg iv
Pasang arm sling
KIE ORIF
Konsul anestesi pro ops besok pk 12.00 WIB
2.9 Follow UP
8 september 2016
S: nyeri di area operasi +
O: KU cukup
TD: -/-
N:90 x/mnt
T: 36,5 C
AVN distal +
Edema +
A: post op ORIF hari 1
P: IVFD D5 I/ RL II/ 24 jam
Inj. Cecefazolin 3 x 500 mg
Inj. Antrain 2x 400 mg
In ranitidine 2x 25 mg
Inj. Ketorolac 3 x 15 mg
Diet bebas TKTP
6
Ro elbow s AP/ Lat
9 september 2016
S: nyeri berkurang +
O: KU cukup
TD: -/-
N:90 x/mnt
T: 36,5 C
AVN distal +
Edema +
A: Post op ORIF hari ke 2
P: lepas Infus
Terapi oral:
Po cefixime 2 x 100 mg
Po paracetamol 3 x 250 mg
Diet bebas tktp
Acc KRS control poli Orthopedi
7
BAB III
PEMBAHASAN TEORI
.
3.1 Definisi
8
9
10
Ada perbedaan yang mendasar antara fraktur pada anak dengan fraktur
pada orang dewasa, perbedaan tersebut pada anatomi, biomekanik, dan fisiologi
tulang. Pada anak-anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis
sebagai daerah pertumbuhan kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang
pada dewasa, sehingga epifisis dan metafisis ini akan menyatu pada saat itulah
pertumbuhan memanjang tulang akan berhenti.
Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang
mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses
pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai
arteria nutrisi. Lokasi dan keutuhan dari pembuluh darah inilah yang menentukan
berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah.
Biomekanik tulang
11
Biomekanik periosteum
Periosteum pada anak-anak sangat kuat dan tebal dan tidak mudah
mengalami robekan dibandingkan orang dewasa.
3. Fraktur total
3.3. Etiologi
1. Trauma
Trauma dapat dibagi menjadi trauma langsung dan trauma tidak langsung.
Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di
tempat itu, sedangkan trauma tidak langsung bilamana titik tumpuan benturan
dengan terjadinya fraktur bergantian.
2. Non Trauma
3. Stress
Fraktur stress terjadi karena trauma yang terus-menerus pada suatu tempat
tertentu.
12
3.4 Patofisiologi
Fraktur terjadi akibat bertumbu pada tangan terbuka dengan siku agak
fleksi dan lengan bawah dalam keadaan pronasi.
Pergeseran :
angulasi ke anterior dan medial dengan pemisahan fragmen fraktur
tidak adanya kontak antara fragmen, kdg2 pergeserannya cukup
besar ujung fragmen distal yang tajam bs menusuk merusak
m.brachialis, n.radialis, n medianus.
nyeri ( pain )
Bengkak ( swelling ) pada sendi siku
Deformitas pada sendi siku
Denyut nadi arteri radialis yang berkurang ( pulsellessness )
Pucat ( pallor )
Rasa kesemutan ( baal, paresthesia )
Kelumpuhan ( paralisis )
3.6 Klasifikasi
13
2. Tipe anterior ( tipe fleksi )
Tipe anterior ( tipe fleksi ) hanya merupakan 1 2 % dari seluruh fraktur
suprakondiler humeri. Disini fragmen distal bergeser kearah anterior.
Fraktur salter-Haris
Klasifikasi salter haris untuk patah tulang yang mengenai lempeng epifisis
distal tibia dibagi menjadi lima tipe :
Tipe 2 : Periost robek di satu sisi sehingga epifisis dan cakram epifisis
lepas sama sekali dari metafisis.
Tipe 4 : Terdapat fragmen patah tulang yang garis patahnya tegak lurus
cakram epifisis
14
Tipe 5 : Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang
menyebabkan kematian dari sebagian cakram tersebut.
3.7 .Diagnosa
1. Tipe ekstensi
sendi siku dalam posisi ekstensi daerah siku tampak bengkak
tonjolan fragmen di bawah subkutis.
2. Tipe fleksi
posisi siku fleksi (semifleksi), dengan siku yang bengkak dengan
sudut jinjing yang berubah.
3. Gangguan sirkulasi perifer dan lesi pada saraf tepi (penting!!) warna
kulit, palpasi pulsasi, temperatur, waktu dari capilarry refill
memerlukan tindakan reduksi fraktur segera.
Look (Inspeksi)
Feel (Palpasi)
- Krepitasi.
- Nyeri sumbu.
Move (Gerakan)
15
- Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.
- Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya.
Proses penyembuhan fraktur adalah suatu proses biologis alami yang akan
terjadi pada setiap fraktur. Setiap tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh
tanpa jaringan parut.
Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu :
1. Fase hematoma
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil
yang melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah
fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma
yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat
mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi
ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak.
16
Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah
fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah
cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.
Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu
reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel
osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna
serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler
dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum,
maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak
berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan
fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi
pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari
tumor ganas. Pembentukan jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi
pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari
fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada
pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan
suatu daerah radiolusen.
5. Fase remodeling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian
yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada
fase remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap
terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan
17
menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi
sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk
membentuk ruang sumsum.
3.9 Penatalaksanaan
1. Terapi koservatif
Indikasi :
o pada anak undisplaced/ minimally dispaced fractures
o fraktur sangat kominutif pada pasien dengan lebih tua dengan
kapasitas fungsi yang terbatas
2. Operasi
Bila reposisi gagal, atau bila terdapat gejala Volkmann Ischemia atau
lesi saraf tepi, dapat dilakukan tindakan reposisi terbuka secara
operatif.
Indikasi Operasi :
Displaced fracture
Fraktur disertai cedera vaskular
Fraktur terbuka
3.10 Komplikasi
18
1. Pembentukan lepuh kulit
Pembengkakan sendi siku terjadi karena gangguan drainase atau
mungkin juga karena verban yang terlalu kuat.
3. Iskemik Volkman
Terutama terjadi pada fraktur suprakondiler humeri tipe ekstensi, fraktur
antebrakhi ( fraktur ulna dan radius ) dan dislokasi sendi siku. Iskemik
yang terjadi karena adanya obstruksi sirkulasi vena karena verban yang
terlalu ketat, penekanan gips atau fleksi akut sendi siku. Disamping
terjadi pula obstruksi pembuluh darah arteri yang menyebabkan iskemik
otot dan saraf lengan bawah.
4. Gunstock deformity
Bentuk Varus cubitus akibat patah tulang pada siku condylar di mana
sumbu lengan diperpanjang tidak kontinyu dengan lengan tetapi
dipindahkan ke garis tengah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley and Solomon, Fracture and Joint Injuries in Apleys System of Orthopaedics and
Fractures, Seventh Edition, Butterwordh-Heinemann, London, 1993, pp. 499-515.
19
2. Armis, Prinsip-prinsip Umur Fraktur dalam Trauma Sistema Muskuloskeletal, FKUGM,
Yogyakarta, hal : 1-32.
3. Berend ME, Harrelson JM, Feagin JA, Fractures and Dislocation in Sabiston Jr
DC, Texbook of Surgery The Biological Basis of Modern Surgical Practice, Fifteenth
Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia, 1997, pp. 1398-1400.
4. Carter MA, Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi dalam Price SA, Wilson
LM, Patofisiologi Konsep-konsep Klinis Proses- proses Penyakit, Buku II, edisi 4, EGC,
Jakarta, 1994, hal 1175-80.
5. Dorland, Kamus Kedokteran, edisi 26, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1996,
hal 523,638,1119.
20