Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengan mobilitas yang tinggi disektor lalu lintas dan faktor kelalaian
manusia sebagai salah satu penyebab paling sering terjadinya kecelakaan
yang dapat menyebabkan fraktur. Penyebab yang lain dapat karena
kecelakaan kerja, olah raga dan rumah tangga.

Fraktur yang terjadi dapat mengenai orang dewasa maupun anak-


anak, Fraktur yang mengenai lengan bawah pada anak sekitar 82% pada
daerah metafisis tulang radius distal,dan ulna distal sedangkan fraktur pada
daerah diafisis yang terjadi sering sebagai faktur type green-stick. Daerah
metafisis pada anak relatif masih lemah sehingga fraktur banyak terjadi
pada daerah ini, selebihnya dapat mengenai suprakondiler humeri
(transkondiler humeri) diafisis femur dan klavikula, sedangkan yang lainnya
jarang.

Fraktur pada anak mempunyai keistimewaan dibanding dengan


dewasa, proses penyembuhannya dapat berlangsung lebih singkat dengan
remodeling yang sangat baik,hal ini disebabkan karena adanya perbedaan
anatomi, biomekanik serta fisiologi tulang anak yang berbeda dengan tulang
orang dewasa. Selain itu proses penyembuhan ini juga dipengaruhi oleh
faktor mekanis dan faktor biologis

1.2 Rumusan Masalah


1. Definisi fraktur suprakondiler humerus
2. Klasifikasi fraktur suprakondiler humerus
3. Patofisiologi fraktur suprakondiler humerus
4. Etiologi fraktur suprakondiler humerus
5. Faktor resiko fraktur suprakondiler humerus
6. Pemeriksaan fraktur suprakondiler humerus
7. Diagnosa banding fraktur suprakondiler humerus
8. Penatalaksanaan fraktur suprakondiler humerus
9. Pencegahan fraktur suprakondiler humerus
10. Prognosis fraktur suprakondiler humerus
11. Komplikasi fraktur suprakondiler humerus

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi fraktur suprakondiler humerus.
2. Untuk mengetahui klasifikasi fraktur suprakondiler humerus.
3. Untuk mengetahui patofisiologi fraktur suprakondiler humerus.
4. Untuk mengetahui etiologi fraktur suprakondiler humerus.

1
5. Untuk mengetahui faktor fraktur suprakondiler humerus.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan fraktur suprakondiler humerus pada pasien
ini.
7. Untuk mengetahui diagnosa banding fraktur suprakondiler humerus pada
pasien ini
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang tepat pada pasien ini.
9. Untuk mengetahui pencegahan fraktur suprakondiler humerus pada pasien ini.
10. Untuk mengetahui prognosis fraktur suprakondiler humerus pada pasien ini.
11. Untuk mengetahui komplikasi fraktur suprakondiler humerus pada pasien ini.

1.4 Manfaat
1. Menambah wawasan mengenai penyebab dan pencegahan fraktur
suprakondiler.
2. Mengurangi komplikasi dari fraktur suprakondiler supaya tidak sampai terjadi
MOD/MOF.
3. Mengurangi angka kejadian mortalitas akibat fraktur suprakondiler

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
Nama : An. B
Usia : 10 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sumber Porong - Lawang
No. RM : 0604xx
Pekerjaan : Swasta
Tanggal MRS : 7 September 2016 (18.00)
Tanggal KRS : 9 September 2016

2.2 Anamnesa
2.2.1 Keluhan Utama
Nyeri di siku sebelah kiri
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasiendatang ke IGD RSUD Lawang mengeluh nyeri di sendi siku sebelah
kiri setelah terjatuh (1 jam yang lalu) dari pohon mangga dengan ketinggian sekitar
3 meter, jatuh ke sebelah kiri dengan posisi benturan mengenai siku kiri dalam
kondisi siku kiri terlipat.

2
Setelah terjatuh pasien tidak pingsan, tidak lupa kejadian, nyeri kepala(-),
mual (-),muntah(-)
2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu :
Trauma sebelumnya (-)
Asma (-)
2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga : -
2.2.5 Riwayat Alergi : -

2.3 Pemeriksaan Fisik


2.3.1 Keadaan Umum
KU : cukup
GCS : 456
TD : 110/70 mmHg
N : 82 x/m
RR : 20 x/m
S : 38,6 C

2.3.2 Status Generalisata


Kepala / leher :
Inspeksi : anemia (-), ikterik (-), cyanosis (-), dypsneu (-)
Palpasi : pembesaran KGB (-)

Thorax :
Inspeksi : simetris, bentuk normal, retraksi (-), deformitas (-)
Palpasi : fremitus simetris kedua sisi, gerak dada simetris kedua sisi
Perkusi : sonor di kedua sisi
Auskultasi : c/ S1 S2 single regular, murmur (-), gallop (-)
p/ simetris, Ronchi (-), Wheezing (-)

Abdomen :
Inspeksi : tidak tampak adanya massa
Palpasi : soefl, nyeri tekan di regio epigastrium
Perkusi : timpani
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Extremitas :
Atas / Bawah : akral hangat, CRT <2, oedema (+)

PRIMARY SURVEY

3
Airway : tidak ada gangguan jalan nafas
Breathing : Pernafasan 20x/mnt
Circulation : tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi; 82x/mnt
Disability : GCS E4 V5 M6
Exposure : Suhu 38,6 oC

SECONDARY SURVEY
Status Lokalis : Regio brachii sinistra
Look : luka (-)
tidak terdapat penonjolan abnormal
oedem (+), hiperemi(+)
deformitas (+) ,
discrepensi +
angulasi (+)
cyanosis (-)
Feel : Nyeri tekan setempat (+)tenderness
krepitasi (+)
cekungan pada 1/3 mid clavicula (+),
sensibilitas (+)
suhu rabaan hangat,
NVD (neurovaskuler disturbance) (-): kapiler refil (+), arteri
brachialis teraba (+)
Move : ROM terhambat
False movement (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


2.4.1 Laboratorium
WBC : 14.57 (10^3/uL)
RBC : 4.52 (10^6/Ul)
HGB : 12.2 (g/dl)
HCT : 35.9 (%)
PLT : 326 (10^3/uL)

GDA : 155 mg/dl


PPT : 11.04 (11.0 13.5)
INR : 0.96 (0.8 1.1)
APTT : 30.3 (25 35)

4
2.4.2 Foto ro elbow sinistra

5
2.6 Diagnosa
Close Frakture complete supracondiler humerus sinistra
2.7 Penatalaksanaan
Konsul dr Dwi Sp.OT:
IVFD RL maintenance 20 tpm
In. cefazolin profilaxis 1gr
Inj. Antrain 3 x 400 mg iv
Inj. Ranitidin 2 x 25 mg iv
Inj. Ondancetron 3 x 4 mg iv
Pasang arm sling
KIE ORIF
Konsul anestesi pro ops besok pk 12.00 WIB

Konsul dr.Bisma, Sp.An :


Puasa 6 jam ( mulai pk 6.00 wib)
Inj. Ondancentron 2mg (1jam pre ops)
Terapi lain dilanjutkan

2.8 Laporan Operasi


daerah operasi dicuci dengan savlon, desinfeksi dengan betadin,
lapangan operasi dipersempit dengan doek steril
incisi posterior approach, split M. tricep , didapatkan fr. Supracondiler
humerus cominutiva
dilakukan reduksi terbuka, dan di fiksasi dengan K-wire diameter 1,6mm
cross
cek stabilitas stabil +
cuci luka dengan NS berulang
jahit lapis demi lapis
pasang back slab posisi flexi elbow & supinasi forearm
operasi selesai

2.9 Follow UP
8 september 2016
S: nyeri di area operasi +
O: KU cukup
TD: -/-
N:90 x/mnt
T: 36,5 C

AVN distal +
Edema +
A: post op ORIF hari 1
P: IVFD D5 I/ RL II/ 24 jam
Inj. Cecefazolin 3 x 500 mg
Inj. Antrain 2x 400 mg
In ranitidine 2x 25 mg
Inj. Ketorolac 3 x 15 mg
Diet bebas TKTP

6
Ro elbow s AP/ Lat

9 september 2016

S: nyeri berkurang +

O: KU cukup
TD: -/-
N:90 x/mnt
T: 36,5 C

AVN distal +
Edema +
A: Post op ORIF hari ke 2
P: lepas Infus
Terapi oral:
Po cefixime 2 x 100 mg
Po paracetamol 3 x 250 mg
Diet bebas tktp
Acc KRS control poli Orthopedi

14 september 2016 (Kontrol Poli Orthopedi)


S: Kontrol, nyeri + berkurang
O: reg. elbow S : edema + luka membaik
Pus darah-
AVN distal +
A: post ORIF fr supracondiler humerus S
P: rawat luka
Po Cefixime 2x 100 mg
Po Paracetamol 3 x 250 mg

21 september 2016 (control poli ortopedi)


S: nyeri masih dirasakan terkadang ketika digerakkan
O: reg. elbow sinistra: edema pus darah
Luka bekas jahitan kering +
A: post ORIF fr supracondiler humerus sinistra
P angkat jahitan
Po Vip albumin 2x1
Po paracetamol 3 x250 mg

7
BAB III
PEMBAHASAN TEORI
.

3.1 Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang.

3.2 Anatomi dan fisiologi

Ujung distal humerus berbentuk pipih antero posterio, bersama


sama dengan ujung proksimal radius dan ulna membentuk persendian jenis
ginglimus d arthroradialis atau hinge joint. Ujung distal humerus terdiri dari
dua kondilus tebal ( lateralis dan medialis ) yang tersusun oleh tulang
konselous. Pada anak, ujung distal humerus terdiri dari kartilago. Batas
massa kartilago dengan batas tulang merupakan tempat yang lemah,
dimana sering terjadi pemisahan epifise. Karena itu penting untuk
mengetahui kapan timbulnya penulangan, konfigurasi dan penyatuan
dengan batang humerus.

Kondilus lateralis ditumpangi oleh kapitulum yang merupakan


tonjolan yang berbentuk kubah yang nantinya akan bersendi dengan
cekungan kaput radii. Di kranial kapitulum pada pada permukaan anterior
humerus, terdapat cekungan ( fossa ) yang akan menampung ujung kaput
radii, pada keadaan flexi penuh sendi siku.

Seluruh permukaan troklea dilapisi kartilago sampai fossa olekranon.


Sedikit di kranial troklea humerus menipis untuk membentuk fossa
koronoidea, di anterior dan fossa olekranon di posterior. Fossa tersebut
akan menampung prosessus koronoideus ulna pada gerakan fleksi dan
ujung prossesus olekranon pada gerakan ekstensi. Hiperostosis pada fossa
tersebut atau disekitar tonjolan / prominensia ulna akan membatasi gerak
sendi siku di kranial kedua kondilus yaitu di bagian lateral dan medial
humerus terdapat epikondilus tempat melekatnya tendo tendo otot. Satu
satnya tendo yang merupakan tempat asal kelompok fleksor pronator
berasal terutama dari epikondilus medialis dan dari medial suprakondiler
ridge yang terdapat sedikit di kranial epikondilus. Demikian juga kelompok
otot ekstensor supinator berasal dari epikondilus lateralis dan lateral
suprakondiler ridge

8
9
10
Ada perbedaan yang mendasar antara fraktur pada anak dengan fraktur
pada orang dewasa, perbedaan tersebut pada anatomi, biomekanik, dan fisiologi
tulang. Pada anak-anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis
sebagai daerah pertumbuhan kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang
pada dewasa, sehingga epifisis dan metafisis ini akan menyatu pada saat itulah
pertumbuhan memanjang tulang akan berhenti.

Tulang panjang terdiri dari : epifisis, metafisis dan diafisis. Epifisis


merupakan bagian paling atas dari tulang panjang, metafisis merupakan bagian
yang lebih lebar dari ujung tulang panjang, yang berdekatan dengan diskus
epifisialis, sedangkan diafisis merupakan bagian tulang panjang yang di bentuk
dari pusat osifikasi primer.

Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang
mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses
pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai
arteria nutrisi. Lokasi dan keutuhan dari pembuluh darah inilah yang menentukan
berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah.

Pada anak, terdapat lempeng epifisis yang merupakan tulang rawan


pertumbuhan. Periosteum sangat tebal dan kuat dimana pada proses bone helding
akan menghasilkan kalus yang cepat dan lebih besar daripada orang dewasa.

Perbedaan di atas menjelaskan perbedaan biomekanik tulang anak-anak


dibandingkan orang dewasa, yaitu :

Biomekanik tulang

Tulang anak-anak sangat porous, korteks berlubang-lubang dan sangat


mudah dipotong oleh karena kanalis Haversian menduduki sebagian besar tulang.
Faktor ini menyebabkan tulang anak-anak dapat menerima toleransi yang besar
terhadap deformasi tulang dibandingkan orang dewasa. Tulang orang dewasa
sangat kompak dan mudah mengalami tegangan dan tekanan sehingga tidak
dapat menahan kompresi.

Biomekanik lempeng pertumbuhan

Lempeng pertumbuhan merupakan tulang rawan yang melekat pada


metafisis yang bagian luarnya diliputi oleh periosteum sedang bagian dalamnya
oleh procesus mamilaris. Untuk memisahkan metafisis dan epifisis diperlukan
kekuatan yang besar. Tulang rawan lempeng epifisis mempunyai konsistensi
seperti karet yang besar.

11
Biomekanik periosteum

Periosteum pada anak-anak sangat kuat dan tebal dan tidak mudah
mengalami robekan dibandingkan orang dewasa.

Pada anak-anak, pertumbuhan merupakan dasar terjadinya remodelling


yang lebih besar dibandingkan pada orang dewasa, sehingga tulang pada anak-
anak mempunyai perbedaan fisiologi, yaitu :

1.Pertumbuhan berlebihan (over growth)

Pertumbuhan diafisis tulang panjang akan memberikan stimulasi pada


pertumbuhan panjang, karena tulang rawan lempeng epifisis mengalami hiperemi
pada waktu penyambungan.

2. Deformitas yang progresif

Kerusakan permanen pada lempeng epifisis akan terjadi pemendekan atau


angulasi.

3. Fraktur total

Pada anak-anak fraktur total jarang bersifat komunitif karena tulangnya


sangat fleksibel dibandingkan orang dewasa.

3.3. Etiologi

Fraktur dapat disebabkan karena oleh :

1. Trauma

Trauma dapat dibagi menjadi trauma langsung dan trauma tidak langsung.
Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di
tempat itu, sedangkan trauma tidak langsung bilamana titik tumpuan benturan
dengan terjadinya fraktur bergantian.

2. Non Trauma

Fraktur terjadi karena kelemahan tulang akibat kelainan patologis didalam


tulang, non trauma ini bisa karena kelainan metabolik atau infeksi.

3. Stress

Fraktur stress terjadi karena trauma yang terus-menerus pada suatu tempat
tertentu.

12
3.4 Patofisiologi

Daerah suprakondiler humeri merupakan daerah yang relatif lemah pada


ekstremitas atas. Di daerah ini terdapat titik lemah, dimana tulang
humerus menjadi pipih disebabkan adanya fossa olecranon di bagian
posterior dan fossa coronoid di bagian anterior.

Akibatnya baik pada cedera hiperekstensi maupun fleksi lengan bawah,


tenaga trauma ini akan diteruskan lewat sendi siku.

Fraktur terjadi akibat bertumbu pada tangan terbuka dengan siku agak
fleksi dan lengan bawah dalam keadaan pronasi.

Sebagian besar garis fraktur berbentuk oblique dari anterior ke kranial


dan ke posterior dgn pergeseran fragmen distal ke arah posterior kranial.

Fr.suprakondiler humeri jenis ekstensi slalu disertai dengan rotasi


fragmen distal ke medial dan hinging kortek lateral.

Pergeseran :
angulasi ke anterior dan medial dengan pemisahan fragmen fraktur
tidak adanya kontak antara fragmen, kdg2 pergeserannya cukup
besar ujung fragmen distal yang tajam bs menusuk merusak
m.brachialis, n.radialis, n medianus.

Fr.suprakondiler humeri tipe fleksi jarang jatuh mengenai siku dalam


keadaan fleksi. Garis fraktur mulai cranial mengarah ke postero kaudal
dan fragmen distal mengalami pergeseran ke arah anterior.

3.5 Gejala klinis

nyeri ( pain )
Bengkak ( swelling ) pada sendi siku
Deformitas pada sendi siku
Denyut nadi arteri radialis yang berkurang ( pulsellessness )
Pucat ( pallor )
Rasa kesemutan ( baal, paresthesia )
Kelumpuhan ( paralisis )

3.6 Klasifikasi

Dikenal dua tipe fraktur suprakondiler humeri berdasarkan fragmen distal,


yaitu :
1. Tipe posterior ( tipe ekstensi )
Tipe ekstensi merupakan 99 % dari seluruh jenis fraktur suprakondiler
humeri. Pada tipe ini fragmen distal bergeser kearah posterior.

13
2. Tipe anterior ( tipe fleksi )
Tipe anterior ( tipe fleksi ) hanya merupakan 1 2 % dari seluruh fraktur
suprakondiler humeri. Disini fragmen distal bergeser kearah anterior.

Fraktur salter-Haris

Klasifikasi salter haris untuk patah tulang yang mengenai lempeng epifisis
distal tibia dibagi menjadi lima tipe :

Tipe 1 : Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis tetapi


periosteumnya masih utuh.

Tipe 2 : Periost robek di satu sisi sehingga epifisis dan cakram epifisis
lepas sama sekali dari metafisis.

Tipe 3 : Patah tulang cakram epifisis yang melalui sendi

Tipe 4 : Terdapat fragmen patah tulang yang garis patahnya tegak lurus
cakram epifisis

14
Tipe 5 : Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang
menyebabkan kematian dari sebagian cakram tersebut.

3.7 .Diagnosa

1. Tipe ekstensi
sendi siku dalam posisi ekstensi daerah siku tampak bengkak
tonjolan fragmen di bawah subkutis.

2. Tipe fleksi
posisi siku fleksi (semifleksi), dengan siku yang bengkak dengan
sudut jinjing yang berubah.

3. Gangguan sirkulasi perifer dan lesi pada saraf tepi (penting!!) warna
kulit, palpasi pulsasi, temperatur, waktu dari capilarry refill
memerlukan tindakan reduksi fraktur segera.

4. n. Medianus (28-60%) tidak bs oposisi ibu jari dengan jari lain

5. Cabang n.medianus n. Interosseus anterior ketidakmampuan jari I


dan II untuk melakukan fleksi (pointing sign).

6. n. Radialis (26-61%) tidak mampu melakukan ekstensi ibu jari dan


ekstensi jari lainnya pada sendi metakarpofalangeal.

7. n. Ulnaris (11-15%) Tidak bisa abduksi dan aduksi jari jari

Pada pemeriksaan fisik dilakukan :

Look (Inspeksi)

- Deformitas : angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi (rotasi,


perpendekan atau perpanjangan).

- Bengkak atau kebiruan.

- Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak)

Feel (Palpasi)

- Tenderness (nyeri tekan) pada derah fraktur.

- Krepitasi.

- Nyeri sumbu.

Move (Gerakan)

15
- Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.

- Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya.

Pemeriksan trauma di tempat lain seperti kepala, thorak, abdomen, tractus


urinarius dan pelvis.

Pemeriksaan komplikasi fraktur seperti neurovaskular bagian distal fraktur


yang berupa pulsus arteri, warna kulit, temperatur kulit, pengembalian darah ke
kapiler (Capillary refil test), sensasi motorik dan sensorik.

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pemeriksan


Radiologi. Untuk melengkapi deskripsi fraktur dan dasar untuk tindakan
selanjutnya. Foto rontgen minimal harus dua proyeksi yaitu AP dan lateral.

3.8 Penyembuhan Fraktur pada Anak

Proses penyembuhan fraktur adalah suatu proses biologis alami yang akan
terjadi pada setiap fraktur. Setiap tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh
tanpa jaringan parut.

Proses penyembuhan mulai terjadi segera setelah tulang mengalami


kerusakan bila lingkungannya memadai maka bisa sampai terjadi konsolidasi.
Faktor mekanis seperti imobilisasi sangat penting untuk penyembuhan, selain itu
faktor biologis juga sangat esensial dalam penyembuhan fraktur.

Proses penyembuhan fraktur berbeda-beda pada tulang kortikal (pada


tulang panjang), tulang kanselosa (pada metafisis tulang panjang dan tulang-tulang
pendek) dan pada tulang rawan persendian.

Penyembuhan fraktur pada tulang kortikal

Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu :

1. Fase hematoma

Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil
yang melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah
fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma
yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat
mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi
ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak.

16
Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah
fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah
cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.

2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal

Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu
reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel
osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna
serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler
dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum,
maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak
berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan
fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi
pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari
tumor ganas. Pembentukan jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi
pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari
fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada
pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan
suatu daerah radiolusen.

3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)

Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen


sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk
tulang rawan. Tempat osteoblast diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan
perlengketan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk suatu tulang
yang imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai woven bone. Pada pemeriksaan
radiologi kalus atau woven bonesudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik
pertama terjadinya penyembuhan fraktur.

4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)

Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan


diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi
struktur lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.

5. Fase remodeling

Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian
yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada
fase remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap
terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan

17
menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi
sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk
membentuk ruang sumsum.

3.9 Penatalaksanaan

1. Terapi koservatif
Indikasi :
o pada anak undisplaced/ minimally dispaced fractures
o fraktur sangat kominutif pada pasien dengan lebih tua dengan
kapasitas fungsi yang terbatas

Prinsipnya adalah reposisi dan immobilisasi


Pada undisplaced fracture hanya dilakukan immobilisasi dengan
elbow fleksi selama tiga minggu

Pembengkakan tidak hebat reposisi dalam narkose umum

Reposisi berhasil 1 minggu foto rontgen ulang.

Gips dapat dipertahankan dalam waktu 3 minggu diganti dengan


mitela (agar pasien bisa melatih gerakan fleksi ekstensi dalam
mitela).

Umumnya penyembuhan fraktur suprakondiler ini berlangsung cepat


dan tanpa gangguan.

2. Operasi
Bila reposisi gagal, atau bila terdapat gejala Volkmann Ischemia atau
lesi saraf tepi, dapat dilakukan tindakan reposisi terbuka secara
operatif.

Indikasi Operasi :
Displaced fracture
Fraktur disertai cedera vaskular
Fraktur terbuka

Pada penderita dewasa kebanyakan patah di daerah


suprakondiler sering kali menghasilkan fragmen distal yang komunitif
dengan garis patahnya berbentuk T atau Y. Untuk menanggulangi hal
ini lebih baik dilakukan tindakan operasi yaitu reposisi terbuka dan
fiksasi fragmen fraktur dengan fiksasi yang rigid

3.10 Komplikasi

18
1. Pembentukan lepuh kulit
Pembengkakan sendi siku terjadi karena gangguan drainase atau
mungkin juga karena verban yang terlalu kuat.

2. Maserasi kulit di daerah antekubiti


Komplikasi ini terjadi karena setelah reposisi, dilakukan fleksi akut pada
sendi siku yang menyebabkan tekanan pada kulit.

3. Iskemik Volkman
Terutama terjadi pada fraktur suprakondiler humeri tipe ekstensi, fraktur
antebrakhi ( fraktur ulna dan radius ) dan dislokasi sendi siku. Iskemik
yang terjadi karena adanya obstruksi sirkulasi vena karena verban yang
terlalu ketat, penekanan gips atau fleksi akut sendi siku. Disamping
terjadi pula obstruksi pembuluh darah arteri yang menyebabkan iskemik
otot dan saraf lengan bawah.

4. Gunstock deformity

Bentuk Varus cubitus akibat patah tulang pada siku condylar di mana
sumbu lengan diperpanjang tidak kontinyu dengan lengan tetapi
dipindahkan ke garis tengah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Apley and Solomon, Fracture and Joint Injuries in Apleys System of Orthopaedics and
Fractures, Seventh Edition, Butterwordh-Heinemann, London, 1993, pp. 499-515.

19
2. Armis, Prinsip-prinsip Umur Fraktur dalam Trauma Sistema Muskuloskeletal, FKUGM,
Yogyakarta, hal : 1-32.

3. Berend ME, Harrelson JM, Feagin JA, Fractures and Dislocation in Sabiston Jr
DC, Texbook of Surgery The Biological Basis of Modern Surgical Practice, Fifteenth
Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia, 1997, pp. 1398-1400.

4. Carter MA, Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi dalam Price SA, Wilson
LM, Patofisiologi Konsep-konsep Klinis Proses- proses Penyakit, Buku II, edisi 4, EGC,
Jakarta, 1994, hal 1175-80.

5. Dorland, Kamus Kedokteran, edisi 26, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1996,
hal 523,638,1119.

6. Rasjad C, Trauma dalam Pengantar Ilmu Bedah Orthopaedi, Bintang Lamumpatue


Ujung Pandang, 1998, hal : 343-525

7. Reksoprodjo, S, Pemeriksaan Orthopaedi dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI,


Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta, 1995, hal : 453-471.

8. Sjamsuhidajat R, Sistem Muskuloskeletal dalam Syamsuhidajat R, de Jong W, Buku


Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997, hal : 1124-1286

20

Anda mungkin juga menyukai