Sistem Komunikasi Satellit PDF
Sistem Komunikasi Satellit PDF
Obyektif Perkuliahan
Referensi :
MS Iqbal, 2001, Diktat dasar Telkom. Jurusan Teknik Elektro FT,
Unram,
Dennis Roddy & John Coolen, 1995, Electronic Comm. System,
Fourth Ed, Prentice Hall Inc.
SM Sasongko, Buku Ajar Dasistel. Jurusan Teknik Elektro FT,
Unram.
Ridwanaz, sejarah satelit milik indonesia.2011
Sistem Komunikasi Satelit
Sekarang ini muncul untuk membuat satelit yang bukan satelit. Tetapi
terletak di atmosphere pada ketinggian 20 km disebut HAPS (High
Altitude Platform System)
20 km
200 km
Jenis satelit buatan
Orbit Rendah (Low Earth Orbit, LEO): 300 - 1500km di atas permukaan
bumi.
Orbit Menengah (Medium Earth Orbit, MEO): 1500 - 36000 km.
Orbit Geosinkron (Geosynchronous Orbit, GSO): sekitar 36000 km di atas
permukaan Bumi.
Orbit Geostasioner (Geostationary Orbit, GEO): 35790 km di atas
permukaan Bumi.
Orbit Tinggi (High Earth Orbit, HEO): di atas 36000 km.
JCSAT Japan
Koreasat
Thaicom
Measat Malaysia
Super Bird Japan
Multimedia Asia (M2A) Indonesia
Mabuhay Pilipina
Mengirim dan menerima data
Mendapatkan data Internet dari satelit sama saja dengan
mendapatkan sinyal televisi dari satelit
Data dikirimkan oleh satelit dan diterima oleh decoder pada
sisi pelanggan
Data yang diterima dan yang hendak dikirimkan melalui VSAT
(Very Small Aperture Terminal) harus di-dekode oleh decoder
terlebih dahulu
Satelit Telkom-1 menggunakan C-Band (4-6 GHz).
frekuensi yang tinggi digunakan untuk uplink ( 5,925 sampai
6,425 GHz )
frekuensi yang lebih rendah digunakan untuk downlink (3,7
sampai 4.2 GHz).
Sistem ini mengadopsi teknologi TDM dan TDMA
Jenis penjamakan penggunaan satelit
112,5 kHz
45 kHz
36 MHz
1 2 3 4 N
Deburan pengawasan
dari stasiun pengatur guard time
Program satelit Palapa A dimulai saat Pemerintah Indonesia memberikan 2 kontrak terpisah
pada Boeing Satellite Systems (dahulu dikenal dengan Hughes Space and Communication Inc.)
dari Amerika Serikat untuk menyediakan 2 satelit (Palapa A1 dan A2), sebuah stasiun kontrol
utama untuk kedua satelit tersebut dan 9 stasiun bumi. Pembangunan 10 stasiun tersebut
diselesaikan dalam waktu 17 bulan, salah satu yang tercepat bagi Boeing. Pada kontrak
terpisah, dibangun total 30 stasiun bumi lainnya untuk dioperasikan oleh Perumtel. Nama
Palapa sendiri dipilih oleh Presiden Suharto pada bulan Juli 1975. Satelit Palapa A2
dimaksudkan sebagai cadangan dan siap untuk dioperasikan apabila Palapa A1 mengalami
kegagalan, atau jika permintaan pasar tidak dapat lagi diakomodasi oleh Palapa A1.
3. Satelit Palapa B2P (1987)
Satelit Palapa B2P adalah satelit yang mengitari orbit geosynchronous dan
bergerak dari barat ke timur dengan kecepatan yang sama dengan rotasi Bumi.
Satelit ini terletak pada ketinggian 36.000km diatas khatulistiwa pada lokasi
113BT dan dikendalikan oleh stasiun yang terletak di Bumi tepatnya di daerah
Cibinong. Satelit Palapa merupakan satelit relay bagi stasiun bumi yang
selanjutnya memancarkan kembali siaran ke televisi dengan transponder Palapa
yang bekerja pada jarak 6 gigahertz dengan kekuatan pancar 10 watt.
Satelit Palapa B2P yang sesungguhnya dibuat untuk keperluan domestik serta
ditujukan untuk disewakan ke mancanegara ternyata mampu menjaring bisnis yang
sangat baik, dan karenanya Palapa B2P menjadi satelit rebutan. Para
penyelenggara penyiaran (CNN, ESPN) menggunakan Palapa B2P, sehingga
masyarakat yang berada dalam area cakupan Palapa B4 dapat menerima
program-progam mereka.
4. Satelit Palapa C1 (1996)
Satelit Palapa C1 adalah satelit komunikasi
pertama dalam generasi Palapa C yang dimiliki
dan dioperasikan oleh PT. Satelit Palapa Indonesia
(Satelindo). Palapa C1 diproduksi oleh Hughes
(Amerika Serikat, AS) dan diluncurkan pada
tanggal 31 Januari 1996 di Kennedy Space
Center, Tanjung Canaveral (LC-36B) AS,
menggunakan roket Atlas 2AS. Satelit ini
dimaksudkan sebagai pengganti satelit Palapa B4
pada Orbit Geo Stasioner slot 113 BT dengan
rentang operasi selama 7 tahun. Namun setelah
terjadi kegagalan pengisian battery pada
tanggal 24 November 1998 akhirnya Palapa C1
dinyatakan tidak layak beroperasi dan digantikan
oleh Palapa C2.
5. Satelit Palapa C2 (1996)
Satelit Palapa C2 adalah satelit
komunikasi kedua dalam generasi Palapa
C yang dimiliki dan dioperasikan oleh PT.
Satelit Palapa Indonesia (Satelindo).
Palapa C2 diproduksi oleh Hughes
(Amerika Serikat, AS) dan diluncurkan
pada tanggal 15 Mei 1996 di Kourou,
Guyana Perancis (Ko ELA-2),
menggunakan roket Ariane-44L H10-3.
Satelit ini beroperasi pada Orbit Geo
Stasioner slot 113 BT di ketinggian
36.000 km di atas permukaan bumi.
Operasional satelit ini berpindah tangan
ke PT. Indosat Tbk. akibat penggabungan
Satelindo dengan Indosat. Demi memberi
tempat bagi Satelit Palapa D,
rencananya orbit satelit ini dipindah ke
105,5 BT.
6. Satelit TELKOM-2 (2005)
Telkom-2 adalah satelit yang diluncurkan Telkom ke angkasa untuk
menggantikan satelit Palapa B4. Satelit ini dibawa ke angkasa dengan
menggunakan roket Ariane 5 dari Kourou di Guyana Perancis pada
tanggal 16 November 2005.
Telkom-2 memiliki umur operasi selama 15 tahun dan bernilai sekitar 170
juta dolar AS. Sekitar 70 persen kapasitas transponder Telkom-2 akan
disewakan kepada pihak luar.
Dari 30 persen kapasitas yang akan digunakan sendiri oleh Telkom, satelit
buatan Orbital Sciences Corporation ini diharapkan akan mendukung
sistem komunikasi transmisi backbone yang meliputi layanan telekomunikasi
sambungan langsung jarak jauh (SLJJ), sambungan langsung internasional
(SLI), internet, dan jaringan komunikasi untuk kepentingan militer.
6. Satelit TELKOM-2 (2005)
Satelit ini akan beredar di orbit 118 BT dengan kapasitas 24 transponder
C-band dan berbobot 1.975 kg. Daya jangkaunya mencapai seluruh
ASEAN, India dan Guam.
7. Satelit INASAT-1 (2006) Satelit
Pertama buatan Indonesia
INASAT-1 adalah Nano Hexagonal Satelit yang dibuat dan didesain
sendiri oleh Indonesia untuk pertama kalinya. INASAT-1 merupakan
satelit metodologi penginderaan untuk memotret cuaca buatan LAPAN.
Selain itu INASAT-1 adalah satelit Nano alias satelit yang
menggunakan komponen elektronik berukuran kecil, dengan berat
sekitar 10-15 kg. Satelit itu dirancang dengan misi untuk mengumpulkan
data yang berhubungan erat dengan data lingkungan (berupa fluks
magnet didefinisikan sebagai muatan ilmiah) maupun housekeeping
yang digunakan untuk mempelajari dinamika gerak serta penampilan
sistem satelit.
Adapun satelit itu dirancang bersama oleh PT Dirgantara Indonesia dan
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), khususnya
Pusat Teknologi Elektronika (Pustek) Dirgantara. Berbekal nota
kesepakatan antara LAPAN, Dirgantara Indonesia, serta dukungan
dana dari Riset Unggulan Kemandirian Kedirgantaraan 2003, maka
dimulailah rancangan satelit Nano dengan nama Inasat-1 (Indonesia
Nano Satelit-1).
7. Satelit INASAT-1 (2006) Satelit
Pertama buatan Indonesia
Dari segi dinamika gerak akan
diketahui melalui pemasangan
sensor gyrorate tiga sumbu,
sehingga dalam perjalanannya
akan diketahui bagaimana
perilaku geraknya. Penelitian
dinamika gerak ini menjadi hal
yang menarik untuk satelit-
satelit ukuran Nano yang
terbang dengan ketinggian
antara 600-800 km.
8. Satelit LAPAN-TUBSAT (2007) Satelit
Mikro Pertama di Indonesia
LAPAN-TUBSAT adalah sebuah satelit mikro yang dikembangkan
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) bekerja
sama dengan Universitas Teknik Berlin (Technische Universitt Berlin;
TU Berlin). Wahana ini dirancang berdasarkan satelit lain bernama
DLR-TUBSAT, namun juga menyertakan sensor bintang yang baru.
Satelit LAPAN-TUBSAT yang berbentuk kotak dengan berat 57
kilogram dan dimensi 45 x 45 x 27 sentimeter ini akan digunakan
untuk melakukan pemantauan langsung situasi di Bumi seperti
kebakaran hutan, gunung berapi, banjir, menyimpan dan
meneruskan pesan komunikasi di wilayah Indonesia, serta untuk misi
komunikasi bergerak.
LAPAN-TUBSAT membawa sebuah kamera beresolusi tinggi dengan
daya pisah 5 meter dan lebar sapuan 3,5 kilometer di permukaan
Bumi pada ketinggian orbit 630 kilometer serta sebuah kamera
resolusi rendah berdaya pisah 200 meter dan lebar sapuan 81
kilometer.
8. Satelit LAPAN-TUBSAT (2007) Satelit
Mikro Pertama di Indonesia
Manuver attitude ini dilakukan dengan menggunakan
attitude control system yang terdiri atas 3 reaction wheel, 3
gyro, 2 sun sensor, 3 magnetic coil dan sebuah star sensor
untuk navigasi satelit. Komponen-komponen inilah yang
membedakannya dengan satelit mikro lain yang hanya
mengandalkan sistem stabilisasi semi pasif gradien gravitasi
dan magneto torquer, sehingga sensornya hanya mengarah
vertikal ke bawah.
Sebagai satelit pengamatan, satelit ini dapat digunakan
untuk melakukan pemantauan langsung kebakaran hutan,
gunung meletus, tanah longsor dan kecelakaan kapal
maupun pesawat. Tapi pengamatan banjir akan sulit
dilakukan karena kamera tidak bisa menembus awan tebal
yang biasanya menyertai kejadian banjir.
8. Satelit LAPAN-TUBSAT (2007) Satelit
Mikro Pertama di Indonesia
9. Indostar II / Cakrawarta II (2009)