Anda di halaman 1dari 38

BAB II

SISTEM KOMUNIKASI SATELIT (SISKOMSAT)

2.1. Pengenalan SISKOMSAT (Sistem Komunikasi Satelit)

Sejarah teknologi satelit bermula dari tulisan Arthur C. Clarke (1945) yang

berjudul Extra Terrestrial Relays, tulisannya muncul karena adanya keterbatasan

jarak dari sistem transmisi radio terrestrial pada permukaan bumi. Pada

prinsipnya dalam komunikasi melalui satelit sama dengan sistem pada microwave

dengan sebuah satelit.

Satelit komunikasi adalah sebuah pesawat ruang angkasa yang ditempatkan

pada orbit disekililing bumi yang didalamnya membawa peralatan-peralatan

penerima dan pemancar gelombang mikro yang mampu me-relay sinyal-sinyal

dari satu lokasi ke lokasi lain di bumi dengan menggunakan frekuensi gelombang

mikro. Frekuensi gelombang mikro juga diperlukan untuk menangani sinyal-

sinyal berjalur lebar yang banyak dijumpai dalam jaringan komunikasi masa kini,

serta untuk penggunaan antena-antena dengan perolehan tinggi yng diperlukan di

atas pesawat ruang angkasa tersebut.

Komunikasi satelit dimulai tepatnya pada bulan oktober 1957, dengan

peluncuran sebuah satelit kecil yang diberi nama SPUTNIK 1 oleh negara Rusia.

Kemudian dilanjutkan oleh peluncuran-peluncuran lainnya, antara lain:

1. Pada 3 november 1957 dilanjutkan SPUTNIK 2 dengan Laika.

2. Pada 12 april 1961 VOSTOK 1 dengan Juri Gagarin.

3. Satelit komunikasi sesungguhnya yang pertama (Telstar I & II) diluncurkan

di bulan Juli 1962 dan Mei 1963.

4. Pada oktober 1964 SYNCOM 2 meluncurkan satelit GEO pertama.

5
6

5. Disusul oleh TVSAT pada tahun 1987 meluncurkan satelit DBS pertama

(Direct Broadcast Satelite, pemancaran televisi langsung ke rumah).

Secara umum sistem komunikasi satelit dapat dibedakan menjadi 2 (dua)

komponen, yaitu ruas angkasa (space segment) yang terdiri dari satelit dan ruas

bumi (ground segment) yang terdiri dari terminal pengguna, stasiun bumi dan

jaringan.

Pada bagian space segment terdiri dari satelit yang merupakan sebuah benda

ruang angkasa yang mengelilingi benda angkasa lainnya yang berfungsi

memancarkan kembali (relaying) sinyal-sinyal yang diterima dari bumi. Untuk

dapat melaksanakan tugasnya dengan baik suatu satelit harus didukung oleh

perangkat-perangkat yang handal.

Sedangkan pada ground segment pada hakikatnya stasiun bumi merupakan

sebuah jaringan lanjutan untuk menuju teminal pengguna, seperti pusat komputer,

televisi maupun sentral telepon. Untuk tercapainya suatu komunikasi maka pada

bagian stasiun bumi diperlukan perangkat-perangkat pendukung yang handal pula.

Gambar 2.1 Arsitektur SISKOMSAT


7

2.2. Pengenalan Ruas Angkasa (Space Segment)

Ruas Angkasa yaitu meliputi segala hal yang terkait dengan satelit. Sistem

satelit dapat bersifat domestik, regional (daerah) atau global (untuk seluruh

dunia). Jangkauan pelayanan dari suatu sistem satelit domestik adalah terbatas

pada negara yang memiliki sistem tersebut, sistem regional melibatkan dua negara

atau lebih sedangkan sistem global mempunyai sifat antar benua.

Satelit termasuk repeater aktif yang berarti bahwa sinyal yang diterima satelit

akan dipancarkan kembali ke bumi namun sinyal tersebut telah mengalami

penguatan di satelit. Ini berarti bahwa satelit harus mempunyai antena pemancar

beserta HPA (High Power Amplifier) dan antena penerima berserta LNA (Low

Noise Amplifier) yang sangat terarah, serta rangkaian-rangkaian interkoneksi

(multiplexer) yang kompleks. Diperlukan juga mekanisme pengatur posisi dan

control yang teliti bagi satelit. Keperluan power supply bagi peralatan tersebut

biasanya diperoleh dari susunan sel solar dengan baterai cadangan untuk

pelayanan pada saat terjadinya gerhana satelit.

Satelit mempunyai dua subsystem, yaitu :

1. Bus System, yang terdiri dari :

1. Structure subsystem,

2. Electric Power Subsystem (EPS), berfungsi sebagai berikut :

- Menghasilkan, mengkondisikan dan mengatur power supply.

- Menyimpan power untuk keperluan eclipse.

Teknologi yang dipakai untuk power generator diantaranya :

a. Photovoltaics (PV)/ Solar Array, yang memiliki kemampuan untuk

merubah cahaya menjadi elektrik. Bahan-bahan dari PV diantaranya :


8

-Cristalline Silicon

-Gallium Arsenide (GaAs)

b. Radioisotope Thermoelectric Generator (RTG)

3. Propulsion Subsystem, berfungsi untuk menjaga kestabilan satelit,

mengontrol spin dan untuk mengeksekusi manuver yang dijalankan dari

ground station. Komponen-komponen dari Propulsion adalah :

-propellant tanks

-helium tanks

-thruster

-pengatur tekanan

4. Thermal Subsystem, berfungsi untuk menjaga temperature dari seluruh

bagian space craft.

5. Attitude Control Subsystem, berfungsi untuk menentukan, memantau dan

mengontrol perilaku spacecraft dan orientasinya agar tetap mengarah atau

tetap pointing ke bumi. Untuk satelit Palapa C-1 menggunakan three axis

yang memiliki tiga gerakan, yaitu :

1. Roll : gerakan dengan sumbu x sebagai porosnya

2. Pitch : gerakan dengan sumbu y sebagai porosnya

3. Yaw : gerakan dengan sumbu z sebagai pososnya

Referensi yang digunakan sensor pada satelit untuk tetap berorientasi

ke bumi diantaranya menggunakan radiasi matahari dan bumi.

6. TT&C (Telemetry Tracking & Command), merupakan stasiun bumi yang

dilengkapi dengan komputer dan dukungan personel yang dapat


9

menentukan status dari spacecraft,, yang mengontrol keadaan subsystem

payload dan bus.

2. Payload System, biasanya kita sering menyebutnya dengan transponder yang

mencakup TWTA/SSPA
SSPA, LNA, Multiplexer, dll.

Gambar 2.2 Transponder satelit

Koordinasi dari pelayanan satelit dilakukan oleh International

Telecommunication Union (ITU), yang berpusat di Geneva. Konferensi


Konferensi-

konferensi yang dikenal sebagai World Administrative Radio Conferences

(WARC) dan Regional Administrative Radio Conference


Confe (RARC) diadakan

secara teratur untuk menghasilkan rekomendasi


rekomendasi mengenai daya radiasi,

frekuensi dan posisi orbit dari berbagai satelit. Tabel 2.1 menunjukkan

frekuensi-frekuensi
frekuensi satelit yang terpakai saat ini dan yang mungkin akan terus

dipakai dimasa mendatang.

Tabel 2.1. Frekuensi-frekuensi satelit

Band Frekuensi
Frekuensi Range
L band 1 to 2 GHz
S band 2 to 4 GHz
C band 4 to 8 GHz
X band 8 to 12 GHz
Ku band 12 to 18 GHz
K band 18 to 26 GHz
Ka band 26 to 40 GHz
V band 40 to 75 GHz
W band 75 to 111 GHz
10

Sinyal satelit merambat dengan kecepatan cahaya (3 x 108 m/det), jauhnya

jarak tempuh pulang pergi meyebabkan munculnya delay yang cukup besar,

yaitu berada diantara 250 dan 300 ms. Umumnya 270 ms (540 ms untuk

sistem VSAT yang memakai hub).

Salah satu karakteristik dari satelit adalah bahwa satelit merupakan media

broadcast yang tidak memerlukan biaya yang lebih banyak untuk mengirim

pesan ke banyak stasiun bumi secara sekaligus (sesuai dengan coverage yang

telah ditentukan sebelumnya) ke sebuah stasiun saja. Untuk sebagian aplikasi,

sifat ini sangat bermanfaat, bahkan bila broadcasting dapat disimulasikan

dengan menggunakan saluran titik ke titik, broadcasting satelit akan lebih

murah, contohnya broadcast satelit untuk stasiun pemancar televisi (TVRI,

RCTI, dll). Namun dalam pandangan keamanan dan privasi satelit sangat

kurang handal. Setiap orang dapat mendengarkan semuanya. Enkripsi adalah

suatu hal yang penting bila faktor keamanan diperlukan, contohnya TV Satelit

Telkomvision.

Satelit juga mempunyai karakteristik yang lain, yaitu pentransmisian atau

pemancaran pesan tidak tergantung pada jarak tempuh. Sebuah panggilan

yang menyeberangi lautan tidak akan tergantung pada jarak tempuh. Sebuah

panggilan yang menyeberangi lautan tidak akan lebih mahal dari sebuah

panggilan yang hanya terpisah oleh jalan.

Umumnya satelit mempunyai 12 sampai 24 transponder, yang masing-

masing mempunyai bandwidth 36-54 Mhz.


11

Gambar 2.3 Frekuensi Transponder Satelit

2.3. Orbit Satelit

Sebuah satelit yang diluncurkan dengan kendaraan peluncur, satelit tersebut

akan di tempatkan pada ketinggian tertentu dan satelit tersebut akan mengitari

bumi. Posisi satelit yang mengitari bumi disebut orbit. Satelit akan tetap porosnya

karena gaya sentripetal pada satelit dan gaya gravitasi bumi.

Menentukan letak orbit dan kecepatan satelit sangatlah penting dan sangat

mendasar saat akan membangun sebuah satelit karena untuk menentukan daerah

lingkup bumi (earth coverage area) dan rugi waktu keterlambatan (delay time).

Berdasarkan ketinggian orbit satelit dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Orbit rendah (Low Earth Orbit, LEO)

Orbit rendah adalah sebuah orbit sekitar Bumi antara atmosfer dan sabuk

radiasi Van Allen, dengan sebuah sudut inklinasi rendah. Batasan ini tidak

didefinisikan secara pasti tetapi biasanya sekitar 200-1200 km (124-726 mil)

di atas permukaan Bumi. Orbit ini biasanya berada di bawah intermediate


12

circular orbit (ICO) dan jauh di bawah orbit geostasioner. Orbit lebih rendah

dari sini tidak stabil dan akan turun secara cepat karena gesekan atmosfer.

Orbit yang lebih tinggi dari orbit ini merupakan subyek dari kegagalan

elektronik awal karena radiasi yang kuat dan pengumpulan muatan. Orbit

dengan sebuah sudut inklinasi yang lebih tinggi biasanya disebut orbit polar.

Objek di orbit Bumi rendah bertemu gas atmosfer di termosfer (sekitar 80-

500 km di atas) atau eksosfer (kira-kira 500 km ke atas), tergantung dari

ketinggian orbit. Kekurangan satelit LEO ini adalah daerah lingkup bumi yang

terbatas sehingga diperlukan banyak satelit untuk menangani seluruh daerah

dibumi. Kelebihan satelit LEO adalah memerlukan daya pancar power yang

rendah dan delay time yang pendek.

Gambar 2.4 Orbit rendah

2. Orbit Menengah (Medium Earth Orbit, MEO)

Orbit Menengah adalah orbit satelit dengan ketinggian orbit menengah

dengan ketinggian 9656 km hingga 19312 km dari permukaan bumi. Pada

orbit ini satelit dapat terlihat oleh stasiun bumi lebih lama sekitar 2 jam atau

lebih. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan satu putaran mengitari

bumi adalah 2 jam hingga 4 jam. Contoh orbit jenis MEO ini adalah satelit

ICO (Intermediate Circulir Orbit, INMARSAT).


13

Gambar 2.5 Orbit Menengah

3. Orbit Geostationer (Geostationary Earth Orbit, GEO)

Orbit Geostationer mengitari bumi 24 jam dan relative diam terhadap bumi

(berputar searah rotasi bumi) karena periode orbit objek tersebut mengelilingi

Bumi sama dengan perioda rotasi Bumi. Umumnya ditempatkan sejajar

dengan equator bumi. Karena relative diam terhadap bumi maka daerah

lingkup bumi juga tidak berubah. Jarak ketinggian dari permukaan bumi

sekitar 35.786 km.

Orbit ini sangat diminati oleh operator-operator satelit buatan (termasuk

satelit komunikasi dan televisi). Karena letaknya konstan pada lintang 0°

derajat, lokasi satelit hanya dibedakan oleh letaknya di bujur bumi.

Ide satelit geostasioner untuk kegunaan komunikasi dipublikasikan pada

tahun 1928 oleh Herman Potocnik. Orbit geostasioner dipopulerkan pertama

kali oleh penulis fiksi ilmiah Arthur C. Clarke. Pada tahun 1945 sebagai orbit

yang berguna untuk satelit komunikasi. Oleh karena itu, orbit ini kadang

disebut sebagai orbit Clarke. Dikenal pula istilah Sabuk Clarke yang

menunjukkan bagian angkasa 35.786 km dari permukaan laut rata-rata di atas

ekuator dimana orbit yang mendekati geostasioner dapat dicapai.


14

Orbit geostasioner sangat berguna karena ia dapat menyebabkan sebuah

satelit seolah olah diam terhadap satu titik di permukaan Bumi yang berputar.

Akibatnya, sebuah antenna dapat menunjuk pada satu arah tertentu dan tetap

berhubungan dengan satelit. Satelit mengorbit searah dengan rotasi Bumi pada

ketinggian sekitar 35.786 km (22.240 statute miles) di atas permukaan tanah.

Walaupun orbit geostasioner dapat menjaga suatu satelit berada pada

tempat yang tetap di atas ekuator, perturbasi orbital dapat menyebabkan satelit

secara perlahan-lahan berpindah dari lokasi geostasioner. Perturbasi orbital

adalah fenomena di mana orbit satelit berubah akibat satu atau lebih pengaruh

eksternal seperti anomali distribusi gravitasi bumi, gangguan gaya tarik dari

bulan, benturan meteor atau benda-benda lain, atau tekanan radiasi matahari.

Satelit melakukan koreksi dengan melakukan manuver yang dikontrol oleh

stasiun di Bumi, manuver ini dikenal dengan manuver utara-selatan (North-

South Correction) dan manuver barat-timur (West-East Correction). Manuver-

manuver ini menggunakan roket-roket kecil (thrusters) yang ada pada badan

satelit dan arahnya diatur sesuai dengan arah koreksi. Penyalaan roket-roket

kecil ini akan menkonsumsi bahan bakar yang dibawa satelit dari bumi

sebagai bekal. Apabila bekal ini habis, maka habislah umur operasi satelit -

karena ketika ia menyimpang dari orbitnya, tiada jalan lagi bagi operator dari

bumi untuk mengoreksinya dan mengembalikannya ke tempat seharusnya ia

berada.
15

c
Se

Space for
Geo-Synchronous
Satellites
Gambar 2.6 Orbit Geostationer

2.4. Parameter Komunikasi Satelit

Dalam sistem komunikasi satelit, untuk mendapatkan unjuk kerja transmisi

yang baik dilakukan dengan menentukan tipikal BER (Bit Error Rate) di penerima

sebesar E-10-9 agar tidak sering terjadi transmisi ulang antara pemancar dan

penerima. Parameter-parameter komunikasi satelit dilihat dimulai dari stasiun

bumi pemancar yang memancarkan sinyal ke satelit sampai sinyal tersebut

diterima oleh stasiun bumi.

2.4.1. Effective Isotropic Radiated Power (EIRP)

EIRP merupakan besaran yang menyatakan kekuatan daya pancar dari

suatu antenna pemancar. EIRP adalah daya yang dihasilkan dari perkalian

antara daya keluaran HPA dengan gain antena pemancar dengan

memperhitungkan kerugian dalam saluran transmisi yang menghubungkan

keluaran perangkat HPA dengan feedhorn pada antena. Dinyatakan dalam

persamaan :
16

EIRP = PT + GT – Lf persamaan (2.1)

Dimana :

EIRP = Effective Isotropic Radiated Power [dBW]

PT = Daya pancar pada feed antenna [dBW]

GT = Penguatan antenna pemancar [dBi]

Penguatan antena pemancar (GT) dinyatakan dalam persamaan : 1

π
GT = η ( ) persamaan (2.2)
λ

Dimana :

A = Luas aperture antenna [m2]

λ = Panjang gelombang [m]; λ = c/f

c = Kecepatan gelombang cahaya (3 x 108) [m/s]

f = Frekuensi [Hz]

η = Efisiensi antena [%]

GT = Penguatan antenna pemancar [dB]

Karena A = (πD2)/4 maka persamaan (2.2) menjadi :

π 2
GT = η ( ) persamaan (2.3)
λ
Atau

G = 20,4 + 20 log f + 20 log D + 10 log η

Dimana :

D = Diameter antena [m]

Bila EIRP dari stasiun bumi sudah diketahui, keluaran daya dari

SSPA stasiun bumi dapat dihitung dengan persamaan : 2

PSSPA = EIRP – G + Lf + LP persamaan (2.4)

1
M. Richharia, Satellite Communication System, Hal 82
2
Intelsat, Digital Satellite Communication Handbook, Appendix 2-23
17

Dimana :

PSSPA = Daya keluaran SSPA [dBW]

Lf = Redaman feeder antena [dB]

LP = Redaman kesalahan arah antenna [dB]

2.4.2. Gain to noise Temperature Ratio (G/T) Penerima

Radiasi elektromagnetis yang acak (random) terjadi dari bintang-

bintang, planet-planet dan awan-awan gas interstellar yang diterima oleh

sebuah antena sebagai kebisingan (noise). Kerapatan spektrum kebisingan di

langit, biasanya dinamakan kebisingan galaksi atau kebisingan kosmis, yang

berubah dengan perbandingan terbalik menurut frekuensi hingga suatu bawah

yang ditentukan oleh daerah ruang angkasa yang bersangkutan, kemana

antena kebetulan diarahkan. Disamping kebisingan kosmis, atmosfer bumi

juga menimbulkan kebisingan, karena ia bekerja sebagai suatu alur transmisi

yang mempunyai rugi. Hubungan antara suhu kebisingan antena dengan

frekuensi dapat dilihat pada gambar 2.7 dibawah ini.

Gambar 2.7 Hubungan antara suhu kebisingan dan frekuensi


18

Dari gambar 2.7 dapat dilihat bahwa suatu kebisingan antena dapat

berkisar antara 10.000 [o K] hingga 2 [o K], jelas ini bukanlah suhu fisik dari

antena. Sebagai contoh, sebuah antenna yang ditempatkan di daerah tropis

akan menerima kebisingan yang sama seperti sebuah antena yang identik

yang ditempatkan di daerah kutub, asal saja keduanya diarahkan ke daerah

ruang angkasa yang sama dan attenuasi atmosfer untuk keduanya sama pula.

Suhu fisik antenna tidak berpengaruh pada kebisingan yang diakibatkan oleh

rugi antenna.

Kebisingan total antena penerima dinyatakan dengan menggunakan suhu

kebisingan ekivalen dan kebisingan antena itu sendiri, dinyatakan dalam

persamaan :

T = TANT + Te Persamaan (2.5)

Dimana :

T = Kebisingan total antenna [ 0K]

TANT = Kebisingan antena [ 0K]

Te = Kebisingan ekivalen [ 0K ]

Daya kebisingan yang tersedia pada masukan antenna penerima untuk

suatu pita frekuensi adalah :

Pn = k x T x B Persamaan (2.6)

Dimana :

Pn = Daya kebisingan antena penerima [W]

k = Konstanta Boltzman [1,38x10-23 J/oK]

B = Lebar pita bandwidth [Hz]


19

Daya kebisingan tersebut tergantung pada penguatan antenna. Daya

sinyal yang diterima akan berbanding lurus dengan penguatan antena. Suatu

angka prestasi yang sering digunakan untuk menunjukkan karakter dari suatu

sistem penerima satelit ialah perbandingan antara penguatan antena dengan

suhu kebisingan masukan total (G/T). Besaran ini menggambarkan

kemampuan stasiun bumi untuk menerima sinyal dari satelit yang dinyatakan

dalam persamaan : 3


= G - 10 log T Persamaan (2.7a)


 

= G - 10 log ( + TF 1  +TLNA) Persamaan (2.7b)
  

Dimana :


= Gain to Noise Temperature Ratio [dB/oK]


G = Penguatan antena penerima [dBi]



T = Temperature derau penerima [oK]; T = + TF 1  +TLNA
 

Tant = Temperature di antena [oK]

TF = Temperature feeder [oK]; TF = 290 oK

TLNA = Temperature di LNA [oK]

Lfrx = feeder loss dari masukan antena ke penerima LNA

2.4.3. Rasio sinyal Pembawa terhadap Daya Derau (C/N)

C/N merupakan salah satu parameter karakteristik unjuk kerja suatu link
yang ditentukan oleh : 4
 
= Persamaan (2.8)
 

3
Tri T Ha, Digital Satellite Communications, Hal 87
4
Intelsat, Digital Satellite Communications Handbook, Appendix 2-13
20


Pr = Daya pembawa penerima = EIRP x Gg x ( ) Persamaan (2.9)


Pn = Daya derau di penerima = k x Ts x B Persamaan (2.10)

Sehingga :

   
= Persamaan (2.11)
       

Dalam logaritma menjadi


= EIRP – Lo + G/T - k – B [dB] Persamaan (2.12)


Dimana :
Lo = Redaman ruang angkasa [dB]


= Gain to Noise Temperature Ratio penerima [dB/0 K]


k = Konstanta Boltzman [-228.6 dBW/0K]

B = Lebar pita frekuensi [Hz]

Komponen dari C/N terdiri dari

a. Komponen Uplink (Transmit)

Persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut : 5

C/Nup = EIRPES - FSLup – PE – LRAIN – G/TSAT – k - B Pers. (2.12a)

Dimana:

EIRPES = EIRP stasiun bumi [dBW]

FSL = Redaman ruang bebas [dB]

PE = Pointing error dari antena transmit [dB]

LRAIN = Redaman hujan untuk sisi Uplink [dB]

G/TSAT = G/T disisi satelit [dB/0K]

5
Budi Purwanto, Link Budget Calculation & Transponder Management, hal 43
21

k = Konstanta Boltzman [-228.6 dBW/0K]

B = Lebar pita frekuensi [Hz]

b. Komponen DownLink (Receive)

Persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut : 6

C/NDN = EIRPSAT – FSLDN – PE – LRAIN – G/TES – k - B Pers. (2.12b)

Dimana:

EIRPSAT = EIRP pada satelit [dBW]

FSL = Free Space Loss [dB]

PE = Pointing error dari antena penerima [dB]

LRAIN = Redaman hujan untuk sisi Downlink [dB]

G/TES = G/T disisi bumi [dB/0K]

k = Konstanta Boltzman [-228.6 dBW/0K]

B = Lebar pita frekuensi [Hz]

c. Komponen Link Total

Komponen link total merupakan penjumlahan dari link tansmit, link

receive dan link interferensi dengan persamaan sebagai berikut : 7

[C/NTOT]-1 =[C/NUP]-1+[C/NDN]-1+[C/IIM]-1+[C/IADJ]-1+[C/Xpoll]-1 (2.12c)

Atau bila dijadikan dalam bilangan logaritmis menjadi:



C/NTotal=10log( #/%&' #/%,% #/--. #/-/,0 #/12344 )(2.12d)
!" * !" * !" * !" * !" *
 () + () + () + () + ()

6
Budi Purwanto, Link Budget Calculation & Transponder Management, hal 44
7
Ibid, hal 49
22

2.4.4. Rasio Sinyal Pembawa terhadap Densitas Daya Derau (C/No)

Lebar pita penerima (B) sering tergantung pada format modulasi,

maka parameter daya lintasan sering diisolir dengan menormalisasikan

ketergantungan lebar band, yang dikenal sebagai C/No dengan persamaan : 8

 
= EIRP – Lo + – k [dBHz] Persamaan (2.13)
 

Dimana:

B = Lebar pita yang yang digunakan [Hz]

Dengan mensubstitusikan pers. (2.12) ke dalam pers. (2.13), maka

pers (2.13) menjadi:

 

=

+ B [dBHz] Persamaan (2.14)

Dalam kejadian yang lebih sederhana C/No dapat ditentukan sebagai


rasio pembawa terhadap temperature derau penerima (C/T) dengan
persamaan : 9
 
= EIRP – Lo + [dB/0K] Persamaan (2.15)
 

Dengan mensubstitusikan pers. (2.13) ke dalam pers. (2.15) maka

persamaan (2.15) menjadi :

 
= + 10 Log k [dB/0K] – B [dBHz]
 

 
= - 228.6 [dB/0K] – B [dBHz] Persamaan (2.16)
 

Dalam perhitungan tingkat iluminasi (W) atau Operasional Flux

Density (OFD) persamaannya menjadi : 10

 
= W [dBW/m2] + [dB/0K] – G1m2 [dBm2] [dB/0K] Pers. (2.17)
 

8
Dennis Roody, Komunikasi Elektronika 2, Hal 724
9
Intelsat, Digital Satellite Communications Handbook, Appendix 2.14
10
Ibid, Appendix 2-14
23

2.4.5. Densitas Fluks Jenuh (Saturation Flux Density = SFD)

SFD merupakan hubungan antara EIRP dan Fluks jenuh yang diterima

pada masukan penerima antena satelit atau dengan kata lain batas fluks jenuh

yang diterima oleh satelit sehingga menghasilkan daya keluaran maksimum:11

  π  5
φs = Persamaan (2.18)
5  λ

Dimana:

φs = Densitas fluks jenuh [W/m2]

PR = Daya yang diterima oleh satelit [W]

GR = Penguatan antena penerima [dB]

λ = Panjang gelombang lintasan naik [m]

Densitas fluks juga mempunyai hubungan dengan C/No seperti pada

persamaan:12



= φs + G/T – G1m2 - k Persamaan (2.19)

Dimana:

G1m2 = Penguatan antena isotropic dengan luas efektif 1 m2

2.4.6. Rasio Energi Bit terhadap Densitas Daya Derau (Eb/No)

Eb/No merupakan parameter yang paling sering digunakan untuk

perhitungan sistem komunikasi digital dalam menganalisa unjuk kerja transmisi.

Eb/No adalah Signal to ukuran Noise Ratio (SNR) ternormalisasi, yang juga

dinamakan SNR per bit. Eb/No sangat berguna saat membandingkan kinerja Bit

11
Dennis Roody, Komunikasi Elektronika 2, Hal 722
12
Ibid, Hal 273
24

Error Rate (BER) dari skema modulasi digital yang berbeda tanpa

memperhitungkan bandwidth.

Eb/No adalah sama dengan SNR yang dibagi efisiensi spectral dalam

bps/Hz, dimana bit dalam konteks ini adalah bit data yang ditransmisikan,

termasuk informasi koreksi error dan overhead protocol lainnya. Secara

matematik Eb/No ditunjukkan dengan persamaan:13

6 
= - 10 log Tr Persamaan (2.20a)
 

Dimana:

Eb/No = Rasio Energi bit terhadap densitas daya derau [dBHz]

Tr = Kecepatan transmisi data [bps]

Ketika menggunakan modem DVB-S2, unjuk kerja transmisi

ditunjukkan dengan nilai Es/No (Energi Symbol/Noise Density). Adapun

hubungan antara nilai Es/No dengan nilai Eb/No adalah:

Eb/No = Es/No - SE Persamaan (2.20b)

Dimana:

SE = Spectral Efficiency

Es/No = Energi Symbol/Noise Density [dB]

2.4.7. Redaman Alur Transmisi

Jika di antena isotropic memancarkan daya PT, pancaran daya akan

memancar seperti bola dimana antena sebagai pusatnya. Daya permukaan

13
3 M. Richharia, Satellite Communications System, Hal 114
25

bola (tingkat iluminasi) pada jarak d dari titik transmisi akan memenuhi

persamaan berikut :14

7
W= [W/m2] Persamaan (2.21)
  π  8

Karena antenna pengirim memusatkan energy (mempunyai

penguatan) maka persamaan menjadi :15

7
W = GT x (
  π  8
) [W/m2] Persamaan (2.22)

atau

W = EIRP – 10 log (4πd2) [W/m2] Persamaan (2.23)

Dimana:

EIRP = GT x PT

W = Tingkat Iluminasi

d = Jarak [km]

Karena antena penerima mengumpulkan sinyal, maka jumlah sinyal

yang terkumpul akan tergantung dari ukuran antena penerima. Daya yang

diterima PR, yaitu : 16

PR = W x A Persamaan (2.24)

Dimana:

A = Luas aperture efektif antena penerima [m2]

λ
A =( ) GR
π

Sehingga:

14
M. Richharia, Satellite Communications System, Hal 84
15
Ibid, Hal 85
16
Intelsat, Digital Satellite Communication Handbook, Appendix 2-3
26

7  7 λ
PR = [ 
]x[( ) x GR ] [W] Persamaan (2.25)
π8 π

λ
PR = [GT x PT] x [( )2 x GR ] [W] Persamaan (2.26)
π8

Dalam decibel dapat dituliskan: 17

π8
PR = PT + GT + GR – 20 log [ ] Persamaan (2.27)
λ

π8
Suku 20 log [ ] adalah dasar dari redaman ruang bebas (FSL).
λ

Redaman ini dapat dinyatakan dalam decibel sebagai berikut:18

FSL = 92.4dB + 20 log d + 20 log f [dB] Persamaan (2.28)

Dimana:

d = jarak dari stasiun bumi dengan satelit [km]

f = frekuensi kerja [GHz]

Persamaan (2.27) disederhanakan menjadi:

PR = EIRP – Lo + GR [dBW] Persamaan (2.29)

Pada persamaan (2.29) bila GR penguatan antena dengan luas 1 m2

dan mempunyai efisiensi 100% maka W akan menjadi tingkat iluminasi per

unit luas [dBW/m2], sehingga persamaan tingkat iluminasi dalam persamaan

(2.21) menjadi :

W = EIRP - Lo + G1m2 [dBW/M2] Persamaan (2.30)

Disamping redaman ruang bebas, penyerapan (absortion) dan

penyebaran (scattering) sinyal akan terjadi ketika sinyal tersebut lewat

melalui troposfer dan ionosfer. Dalam hal ini sebanding dengan panjang alur

pada medium yang memperlemah, dan pada gilirannya ini tergantung pada

17
Ibid, Appendix 2-3
18
Roger L Freeman, Radio System Design for Telecommunication (1-100GHz), hal 13
27

sudut elevasi dari antena stasiun bumi. Redaman pada atmosfer berubah

dengan frekuensi. Hasil-hasil ini adalah untuk transmisi melalui atmosfer

yang sedang-sedang saja kelembabannya, dan diukur pada permukaan laut.

Terlihat bahwa ada dua puncak penyerapan, pertama pada frekuensi 22,2

GHz yag diakibatkan oleh molekul-molekul uap air beresonansi vibrasi pada

frekuensi ini dan karena itu menyerap energi dan gelombang, kedua pada 60

GHz yang disebabkan oleh penyerapan resonan dari molekul-molekul

oksigen. Lengkung-lengkung menunjukkan pengaruh sudut elevasi pada

redaman yang disebabkan oleh panjang alur yang lebih besar. Pada 4 GHz

misalnya, redaman atmosfer total untuk arah masuk vertikal adalah sedikit

lebih besar dari 0,04 dB sedangkan untuk sudut 5o ini adalah kira-kira 0,1 dB.

Pada frekuensi gelombang mikro, penyerapan electron bebas yang terjadi di

ionosfer dapat diabaikan.

Redaman juga akan terjadi dengan adanya hujan, dan akan makin

buruk untuk hujan yang lebat. Dalam suatu rancangan sistem perlu disediakan

suatu margin (batas) fading untuk jatuhnya hujan, yang nilainya tergantung

pada lokasi geografis dari stasiun bumi yang bersangkutan.


28

Gambar 2.8 Lengkung redaman terpadu untuk atmospher

2.4.8. Penguatan Antena

Penguatan utuk antena standar yang berbentuk parabola adalah

sebagai berikut :

π
GT = η ( ) Persamaan (2.31)
λ

Dimana :

A = Luas aperture antenna [m2]

λ = Panjang gelombang [m]; λ = c/f

η = Efisiensi antena [%]

GT = Penguatan antenna pemancar [dBi]

Karena A = (πD2)/4 dan λ = c/f maka persamaan (2.31) menjadi :

π 2 π: 2 π
GT = η ( 9 ) =η( ) = η ( )2 D2 f 2
;: 9 9
Atau
π
G = 20 log ( ) + 20 log f + 20 log D + 10 log η persamaan (2.32)
9
29

Dimana :

D = Diameter antena [m]

c = Kecepatan gelombang cahaya (3 x 108) [m/s]

f = Frekuensi [Hz]

Dari persamaan diatas menunjukkan bahwa semakin besar diameter

antena, semakin tinggi penguatannya dan jika frekuensi kerjanya berubah

maka penguatan juga berubah.

Efisiensi antena didefenisikan sebagai perbandingan antara daya yang

diradiasikan oleh antena terhadap daya total yang diberikan antena.

Menurunnya efisiensi antena disebabkan oleh pantulan akibat ketidaksesuaian

impedansi antena dengan saluran dan oleh rugi-rugi konduksi – dielekrik dari

bahan antena itu sendiri.

Penguatan antenna adalah daya yang diterima antena tersebut

dibandingkan dengan daya yang diterima oleh antena isotropis pada link yang

sama, karena itu memakai satuan dBi.

2.4.9. Sudut Pandang Antena

Sudut pandang antena ke arah satelit harus dicari lokasi yang sebebas-

bebasnya sehingga arah pancar antenna terhindar dari halangan (obstacle) dan

pantulan (refleksi) yang menyebabkan gangguan pada sinyal komunikasi.


30

2.4.9.1. Sudut Azimuth

Perhitungan untuk memperoleh sudut azimuth seperti

diperlihatkan pada gambar (2.10) memenuhi persamaan:19

<=> |θ@θ |
A’ = tan-1 ( ) Persamaan (2.33)
AB> θC

Sudut azimuth antena:

• Lintang utara

A = 1800 + A’, untuk stasiun bumi arah timur dari satelit

A = 1800 – A’, untuk stasiun bumi arah barat dari satelit

• Lintang selatan

A = 3600 – A’, untuk stasiun bumi arah timur dari satelit

A = A’, untuk stasiun bumi arah barat dari satelit

Dimana:

A = sudut azimuth antenna [derajat]\

θi = Posisi lintang (latitude) stasiun bumi [derajat]

θL = Posisi bujur (longitude) stasiun bumi [derajat

θs = Posisi bujur (longitude) satelit [derajat]

2.4.9.2. Sudut Elevasi

Perhitungan sudut elevasi seperti terlihat pada gambar

(2.10) memenuhi persamaan: 20

E = tan δ – cos γ Persamaan (2.34)

Dengan:

19
Tri T. Ha Digital Satellite Communications, hal 43
20
Ibid, Hal 43
31

cos γ = cos θi x cos |θs – θL| Persamaan (2.34a)

D@E  FGA θH I FGA |θA – θK|


tan δ = Persamaan (2.34b)
E  LCM N "( O FGA θH I FGA PθA – θKPQR

Dimana:

E = sudut elevasi [derajat]

Re = Jari-jari bumi (6.371 km)

r = Jari-jari orbit Geostasioner (42164,2 km)

γ = Sudut coverage [derajat]

Gambar 2.9 Sudut Elevasi dan Azimuth

2.4.10. Pointing Error Antena

Merupakan redaman loss akibat gerakan satelit dan hal ini akan

muncul bila dalam aplikasi di lapangan kita tidak menggunakan antena


32

dengan sistem Autotrack. Besarnya Pointing Error dapat dirumuskan sebagai

berikut : 21

φ 2 T
PE = 12 x ( ) [dB] dengan φ3 = Persamaan (2.35)
φS U

Dimana :

φ3 = 3 dB beamwitdh dari antena

φ = Error dari station keeping,

F = frekuensi yang digunakan [GHz]

D = Diameter antena yang digunakan [m]

2.4.11. Jarak Satelit ke Stasiun Bumi

Jarak satelit ke stasiun bumi dari satelit geosinkronus seperti terlihat

pada gambar (2.11) dapat dihitung dengan persamaan : 22

E
d2=[(Re + H)2 + Re2 – 2 x Re x (Re + H) x sin{E + sin-1 ( cos E)}] (2.36)
E+V

Dimana :

d = Jarak satelit ke stasiun bumi [km]

Re = Jari-jari bumi (6.371 km)

E = sudut elevasi [derajat]

H = Ketinggian orbit geostasioner (35.855 km)

γ = Sudut coverage [derajat]

θi = Posisi lintang (latitude) stasiun bumi [derajat]

θL = Posisi bujur (longitude) stasiun bumi [derajat

θs = Posisi bujur (longitude) satelit [derajat]

21
Ibid, Hal 45
22
Ibid, Hal 45
33

Gambar 2.10 Jarak satelit ke stasiun bumi

2.4.12. Parameter Transponder Satelit

Transponder satelit berfungsi sebagai pengulang dari sinyal yang

dikirim stasiun bumi untuk dikirim kembali ke stasiun bumi lainnya setelah

terlebih dahulu dikuatkan dan dilakukan translasi frekuensi.

Parameter yang diberikan oleh transponder adalah :

- Densitas Fluks jenuh (SFD) [dBW/m2]

- G/T penerima [dBK]

- EIRP Transponder penuh [dBW]

Untuk menghindari distorsi non-linear, transponder dioperasikan

dibawah titik jenuh. Masukkan back-off (IBO) adalah rasio kerapatan fluks

jenuh (saturasi) dengan kerapuhan fluks operasi dan keluaran back-off

(OBO) adalah rasio EIRP jenuh terhadap EIRP operasi. 23

OBOCXR = IBOCXR – (IBOAGG – OBOAGG) Persamaan (2.37)

Dimana:

23
Budi Purwanto, Link Budget Calculation & Transponder Management, hal 48
34

OBOCXR = Keluaran back-off carrier transponder [dB]

IBOCXR = Masukkan back-off carrier transponder [dB]

IBOAGG = Masukkan back-off pada multi carrier satelit [dB]

OBOAGG = Keluaran back-off pada multi carrier satelit [dB]

Operasi EIRP (EIRPop) satelit dihitung dari persamaan (2.37) sebagai

berikut:24

(EIRP)operasi = (EIRP)saturasi – OBOCXR Persamaan (2.38)

Dimana :

EIRPoperasi = EIRP operasi satelit [dBW]

EIRPsaturasi = EIRP saturasi satelit [dBW]

2.4.13. Interferensi

Dalam sejumlah layanan telekomunikasi dengan menggunakan media

satelit, interferensi antara sistem yang lain dapat timbul dari berbagai cara.

Berdasarkan jenis timbulnya interferensi, interferensi pada satelit dapat

dibedakan sebagai berikut:

a. External Interference

Interferensi yang diakibatkan oleh kondisi eksternal dari satelit, seperti

misalnya Adjacent Satellite Interference (ASI). ASI adalah interferensi akibat

jarak antar satelit, pattern dari antena yang tidak baik, coverage dari satelit

yang memiliki cakupan daerah dan operasi pada frekuensi yang sama. Jarak

satelit normal adalah 2 derajat.

24
Ibid, hal 48
35

Gambar 2.11 Interferensi antara dua sistem satelit

b. Internal Interference

Interferensi yang diakibatkan oleh kondisi internal dari satelit, seperti

Cross Polar Interference (CPI) dan Intermodulasi. CPI adalah interferensi

yang diakibatkan oleh gerakan antena karena adanya angin yang dapat

merubah posisi dari komponen antena. Intermodulasi disebabkan oleh karena

pada pemberian multi carrier akan mengakibatkan keluarnya frekuensi lain

selain frekuensi dasar atau sinyal utamanya.

2.4.14. Laju Kesalahan Bit (BER)

BER merupakan laju kesalahan bit, dapat dihitung dengan persamaan :

WXYZ=[ \B< ]=>^ A=Z=[


BER = Persamaan (2.39)
WXYZ=[ \B< ]=>^ _B`BaBY
36

Pada modem DVB-S2, kualitas link ditentukan dengan nilai Paket Error

Rate (PER). Dimana nilai BER = 10-9 setara dengan nilai PER = 10-7. 25

Gambar 2.12 Hubungan PER dengan Es/No dari data sheet modem Comtech 710

Berdasarkan gambar 2.12 diketahui bahwa untuk mendapatkan PER 10-7

dengan menggunakan modulasi 16-APSK dan FEC ¾ maka dibutuhkan Es/No

minimal 11.2 dB.

2.5. Modulasi/Demodulasi

Modulasi adalah proses mencampurkan sinyal carrier agar mempresentasikan

sinyal informasi. Pada modem comtech 600 dan comtech 700, terdapat berbagai

macam tipe modulasi yang dapat dipilih. Adapun modulasi yang dapat dipilih

antara lain:

a) BPSK (Binary Phase Shift Keying)

25
Comtech EF Data, MN-CDM710G, Hal 1-18
37

Pada BPSK hanya ada dua kemungkinan fasa yaitu 00 dan 1800 yang

artinya jika ada perubahan informasi dari “1” ke “0” atau “0” ke “1” maka terjadi

perlompatan fasa sebesar 1800.

Gambar 2.13 Modulasi BPSK

b) QPSK (Quadrature Phase Shift Keying)

Pada QPSK ada empat kemungkinan fasa yaitu phasa 45⁰, 135⁰, 225⁰, dan

315⁰ , dimana empat fasa itu mempresentasikan bit 00, 01, 10, 11.

c) 8PSK (8-Phase Shift Keying)

Merupakan PSK dengan perubahan fasa 0⁰, 45⁰, 90⁰, 135⁰, 180⁰, 225⁰,

270⁰, 315⁰ (8 buah) yang mempresentasikan bit 000, 001, 010, 011, 100, 101,

110, 111. Satu lompatan fasa membawa 3 bit dengan kata lain setiap simbol

melambangkan 3 bit.

d) 16 APSK (16-Asymetric Phase Shift Keying)

Merupakan PSK dengan perubahan fasa 0⁰, 22.50, 45⁰, 67.50, 90⁰, 112.50,

135⁰, 157.50, 180⁰, 202.50, 225⁰, 247.50, 270⁰, 292.50, 315⁰ dan 337.50 (16 buah)

yang mempresentasikan bit 0000, 0001, 0010, 0011, 0100, 0101, 0110, 0111,

1000, 1001, 1010, 1011, 1100, 1101, 1110, 1111.


38

e) 16-QAM ( 16-Quadrature Amplitude Modulation)

Semakin tinggi tingkat modulasi maka semakin kecil perbedaan lompatan

fasa. Dalam 16-QAM maka 0011 diteruskan dengan amplitude 6a√2 dan

perlompatan phasa = 450. Deretan 1011 diteruskan dengn amplitude a√5 dan

perlompatan phasa ~250 Dan seterusnya. Untuk 4QAM maka kemungkinan

amplitude hanya a√2.

Gambar 2.14 Modulasi 16-QAM

2.6. Forward Error Code (FEC)

Forward Error Control (FEC), penerima akan mendeteksi adanya kesalahan

yang terjadi pada kanal transmisi yang diterimanya dan melakukan koreksi

kesalahan tersebut. FEC merupakan salah satu teknik pengkodean konvolusional

dimana fungsinya adalah untuk mendeteksi dan mengkoreksi error dengan cara

 c d
mengirimkan bit tambahan. Pada FEC ada berbagai macam tingkatan yaitu , , ,
T  e

f c
ataupun . Nilai-nilai ini berarti misalnya pada FEC , setiap 3 data bit biner yang
g 

dikirim disisipkan 1 bit tambahan untuk mendeteksi dan mengoreksi error.

Pemilihan ini berdasarkan kebutuhan karena semakin besar nilai FEC yang dipilih
39

maka bandwidth yang digunakan lebih efisien tetapi jumlah bit tambahan semakin

sedikit.

2.7. Teknik Akses SCPC (Single Channel per Carrier)

SCPC merupakan salah satu konfigurasi VSAT dengan menggunakan metode

akses point to point. Layanan komunikasi data atau voice menggunakan media

akses satelit dengan teknologi SCPC untuk hubungan point to point dapat

dikembangkan menjadi hubungan point to multipoint. Metode SCPC

menempatkan masing-masing satu buah sinyal pembawa untuk setiap titik link

komunikasinya. Link VSAT dengan menggunakan sistem SCPC ini juga

memberikan bandwidth pribadi yang memerlukan komunikasi dalam jumlah besar

dan terus menerus dengan lokasi yang tidak tercakup oleh layanan kabel. Layanan

ini dapat digunakan untuk komunikasi data, suara, gambar, dan video.

Keunggulan sistem VSAT dengan menggunakan metode SCPC adalah:

• Banyak jenis protokol yang dapat digunakan misalnya RS 232, V-35, IP

dan G703 sehingga VSAT lebih fleksibel dan aplikatif.

• Sistem akses ke jaringan dapat dilakukan oleh pemakai setiap saat. Waktu

tanggap yang seminimal mungkin menyebabkan efisiensi sistem jaringan

meningkat dan memudahkan pengguna dalam mengoperasiaannya. Selain

itu data dapat ditransmisikan dalam jumlah yang besar secara tepat dan

akurat pada jaringan.

• Lebih fleksibel dalam pengaturan bandwidth frekuensi karena jenis dan

besar data yang digunakan ditentukan sendiri.


40

2.8. Pemakaian Lebar pita frekuensi (Bandwidth)

Pemakaian lebar frekuensi pada transponder satelit, ditunjukkan oleh gambar

Gambar 2.15 Pemakaian lebar frekuensi

Pemakaian lebar pita frekuensi pada komunikasi satelit, tergantung dari kecepatan

data dan FEC, sehingga dapat dihitung kecepatan transmisi, lebar pita terduduki,

minimum alokasi lebar pita dan guard band dengan persamaan sebagai berikut :
hih DhiE
a) Symbol rate = Persamaan (2.40)
L

!hih hiE+jkEDlEh8*
b) Tr = Persamaan (2.41a)
!U  *

Atau Tr = Symbol rate x m Persamaan (2.41b)

c) BOCC = 1.15 x R x 1/m Persamaan (2.42)

d) BAllocated = 1.25 x R x 1/m Persamaan (2.43)

Dimana:

SE = Spectral Effiency [bps/Hz]


41

m = indeks modulasi; m = 2 untuk QPSK, 3 untuk 8-PSK, 4 untuk

16QAM atau 16APSK

Spectral Efficiency berisi tipe modulasi, code rate, FEC, overhead dan

framing. Berikut tabel nilai spectral efficiency dari modem CDM 710G.

Tabel 2.2. Nilai Spetral Efficiency pada modem CDM 710G

2.9. Optimasi Transponder

Untuk mendapatkan optimasi dalam transponder terlebih dahulu kita harus

mengetahui besarnya prosentase bandwidth dan prosentase power dari satelit yang

digunakan untuk link komunikasi antara stasiun bumi Bogor dengan stasiun bumi
42

Timika, sehingga akan diperoleh apakah link yang dipakai power limited atau

bandwidth limited. Link dikatakan optimum bilamana prosentase bandwidth sama

dengan prosentase power.

Jika prosentase power lebih besar dari prosentase bandwidth maka sistem

dikatakan power limited dan sebaliknya bila prosentase bandwidth lebih besar dari

prosentase power maka sistem dikatakan bandwidth limited. Untuk menghitung

persentase power dan bandwidth dapat dihitung sebagai berikut:

hM8mC8il LhiEnCi EDohhC


% Pemakaian Bandwidth = ! )x100% Persamaan (2.44)
hM8mC8il LhiEnCi EDE8Ch

mED LhiEnCi EDohhC


% Pemakaian Power = ! ) x 100% Persamaan (2.45)
mED LhiEnCi EDE8Ch

Dimana :

Power Satelit tersedia = PowerEIRP Satelit Saturasi – OBOCXR

Anda mungkin juga menyukai