Anda di halaman 1dari 24

PERALATAN RF ( RADIO FREKUENSI )

II.1 ANTENA PARABOLA


II.1.1 Fungsi Antena
Antena adalah suatu tranducer ( pengubah ) yang dapat merubah besaran
listrik menjadi gelombang elektromagnetik untuk kemudian dipancarkan ke angkasa,
dan sebaliknya.
Dengan kata lain antena dapat berfungsi sebagai penguat daya dan
mengubah dari gelombang RF terbimbing menjadi gelombang ruang bebas.
Persyaratan Utama ANTENA :
 Antena harus memiliki gain pengarahan yang tinggi level slide lobe yang rendah.
 Antena harus memiliki noise temparatur yang rendah
 Antena harus memiliki efisiensi dan cross poll yang tinggi.
 Antena harus dapat mudah digerakkan.

Gbr. 2.1 Blok Subsistem antena parabola

II.1.2 Bagian-bagian Penting Antena


a. Main Reflektor
Berfungsi untuk memantulkan sinyal yang datang dari satelit menuju satu titik fokus
(sub reflector) serta memantulkan sinyal yang dipancarkan dari titik fokus (sub
reflector) menuju satelit agar diperoleh gain yang cukup besar.

b. Sub Reflector
Berfungsi untuk memantulkan kembali sinyal dari main reflector menuju titik api (feed
horn), dan sebaliknya.

c. Feed Horn
Pada sisi penerima bagian ini berfungsi untuk menangkap sinyal dari satelit yang
telah dikumpulkan oleh main reflector dan sub reflector untuk diteruskan ke LNA.
Sebaiknya pada sisi pemancar berfungsi untuk melepaskan sinyal dari HPA yang
selanjutnya dipancarkan ke satelit.
d. Duplexer
Adalah komponen wave guide yang mempunyai fungsi sebagai pemisah antara
sinyal transmisi dan sinyal receive.

e. Polarizer
Adalah komponen wave guide yang mempunyai fungsi untuk memilih polaritas sinyal
sesuai dengan bidang polaritas yang dikehendaki.

f. Manual Jack
Merupakan bagian antena yang digunakan untuk mengatur arah antena secara
manual.

II.1.3 Jenis-jenis Antena Parabola


Ada empat jenis antena parabola yang popular digunakan yaitu:
a. Focal Point Feed ( Prime Focus )
Pada antena type ini sinyal yang diterima dari satelit dipantulkan oleh reflektor
paraboloid dan langsung diterima oleh feed horn yang diletakkan tepat pada titik
fokus.
Sebaliknya sinyal yang dipancarkan dari feed horn langsung dipantulkan oleh
reflektor menuju satelit.

b. Cassegrain
Berbeda dengan antena prime focus, pada antena cassegrain memiliki dua reflektor
yang berbentuk paraboloid dan sebuah sub reflektor yang berbentuk hiperboloid.
Sinyal yang diterima dari satelit dipancarkan oleh reflektor utama ( main reflektor )
menuju feed horn. ( Pada umumnya dipakai di stasiun bumi PT. TELKOM ).

c. Gregorian
Pada prinsipnya jenis antena ini memiliki konstruksi yang sama dengan jenis
cassegrain, namun pada antena Gregorian sub reflektornya berbentuk ellipsoidal
yang terletak di sebelah titik fokus.

d. Antena Offset
Berbeda dengan tiga jenis antena di atas yang memiliki sistem reflektor asimetris
dimana baik feed horn maupun sub reflektor terletak di luar cakupan reflektor,
sehingga baik sinyal yang datang maupun yang dikirim ke satelit tidak mengalami
halangan apapun.

 Keuntungan antena dual reflektor dibanding dengan antena single reflektor :


a. Memiliki efisiensi yang lebih tinggi.
b. Noise temparatur yang lebih rendah.
c. Level side lobe yang rendah.
d. Crosspoll isolation lebih tinggi.
e. Lebih fleksibel dalam desain.
f. G / T lebih baik.
 Keuntungan sistem antena Offset :
a. Tidak ada halangan ( No Blockage ).
b. Memiliki side lobe yang rendah.
c. Crosspoll isolation yang lebih tinggi.
d. Penempatan feed yang lebih ideal.
e. Diameter antena lebih kecil untuk gain yang sama.

II.1.4 Parameter-parameter Antena


II.1.4.1 Gain Antena Parabola
Gain secara umum didefinisikan sebagai suatu kekuatan dalam
menggandakan ( multiplier ) sesuatu. Gain antena merupakan salah satu perameter
penting dalam sistem komunikasi satelit, sebab hal ini akan berpengaruh secara
langsung dalam perhitungan EIRP yang telah ditentukan.

Secara matematis gain antena parabola dapat ditulis sebagai berikut:


dimana :
n = efisiensi ( n < 1 )
D = diameter antena ( m )
f = frekuensi yang digunakan ( GHz )

II.1.4.2 Beam width Antena


Besarnya Beam Width antena parabola dihitung dari puncak main
lobe sampai 3 dB di bawah puncak tersebut.Beam width menyatakan sudut
pada main lobe pada batas-batas ke kiri dan ke kanan pada titik 3 dB down dan
puncakmain lobe.
Besarnya beam width antena parabola dirumuskan sebagai berikut:

Untuk lebih jelasnya lihat gambar


II.1.4.3 Kerugian Gain Antena ( Antenna Gain Roll-Off )
Kerugian Gain antena akan terjadi bila arah bore sight antena menyimpang
dari batas-batas yang ditentukan.
Kerugian Gain antena ini dipengaruhi oleh besarnyabeam width dari antena.
Semakin sempit beam width suatu antena berarti semakin tajam main lobe-nya
sehingga perubahan arah antena sedikit saja menimbulkan kerugiangain yang cukup
besar.
Besarnya gain ( roll-off ) dapat dirumuskan sebagai berikut :

II.1.5 Sistem Pengarahan Antena ( Tracking Antenna )


Ada dua sistem tracking antena yang popuer digunakan yaitu :
a. Azimuth-Elevasi
b. Hour Angle-Declinasi
II.1.5.1 Azimuth-Elevasi
Azimuth adalah sudut yang dihasilkan dengan memutar sebuah sumbu
tegak lurus dengan bidang horizontal searah putaran jarum jam, dengan titik utara
sejati sebagai titik referensi ( nol hitungan ).
Elevasi adalah sudut yang dihasilkan dengan memutar sebuah sumbu yang
sejajar dengan didang horizontal, dengan bidang horizontal sebagai titik referensi (
nol hitungan ).
Untuk menentukan besarnya sudut Azimuth dan sudut elevasi harus
diketahui titik koordinat stasiun bumi ( bujur dan lintang ) serta posisi satelit.
Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

Gambar 2 . 4
Contoh perhitungan :
Stasiun Bumi X = longitude 130° .000 BT
= latitude 9° .000 LS
Satelit B2R = longitude 108° .000 BT

Maka :
b = 130° .000 - 108° . 000 - 22° .000
c = -9° .000
A = arc tan [ tan 22 / sin -9 ]
= -68,834 atau
= 360 – 68,834
= 291,166.

Elevasi
E = arc [ (cos d – 0,151269) / sin d ]
Dimana :
d = arc cos ( cos ccos b )
E = sudut elevasi
b = longitude SB – longitude satelit
c = latitude SB

Contoh perhitungan, seperti soal di atas maka :


d = arc cos ( cos – 9 cos 22 )
= 23,685
E = arc tan [ (cos 23,685 – 0,151269) / sin 23,685 – 62,280

II.1.5.2 Hour Angle-Declinasi


Cara ini antena dilengkapi dengan dua jenis arah gerak yaitu ke arah Hour
Angle dan ke arah Declinasi.
 Hour Angle adalah sudut antara bidang meridian setempat dengan bidang yang
sejajar dengan sumbu bumi dan melalui garis line of sight dari stasiun bumi tersebut
ke stasiun.
 Declinasi adalah sudut antara bidang ekuator dengan bidang line of sight ke orbit
sinkron bumi.

Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :


Contoh perhitungan :
Stasiun Bumi X = longitude 130.000 BT
latitude 9.000 LS
Satelit B2R = longitude 108.000 BT
Maka b = 130.000-108.000
= 22.000
c = - 9.000
sin 22
HA = arcsin
√(1-0,32cos 9.cos22-0,08cos9)
= 25,968

0,15 sin 9
DEC = arctan
√ (1-0,32cos9.cos22-0,08cos9)
= 1,571
 Keuntungan menggunakan sistem pengarahan-Azimuth-Elevasi adalah: kita lebih
mudah membayangkan letak satelit, karena pada sistem ini referensinya adalah
kutub utara dan horizon setempat sehingga kita hanya cukup mengetahui besarnya
sudut Azimuth dan Elevasi.
 Keuntungan menggunakan antena sistem Hour Angel Declinasi adalah : untuk
mengubah ke satelit dengan orbit GEOSYNCHRONOUS cukup hanya mengubah
sudut Angel-nya saja karena sudut Declinasi perubahannya kecil sekali ( relative
kecil ).

II.2 LOW NOISE AMPLIFIER ( LNA )


II.2.1 Fungsi LNA
LNA adalah suatu penguat pada sistem penerima dengan daerah thermal rendah
yang dipasang pada antena stasiun bumi.
Perangkat ini berfungsi untuk memperkuat sinyal yang diterima oleh antena
parabola dari satelit.

Sebagai penguat awal pada sistem penerima stasiun bumi, LNA harus ditempatkan
sedekat mungkin dengan antena. Hal ini dimaksudkan agar noise tambahan yang
disebabkan oleh redaman pada feed horn sekecil mungkin, sehingga dapat
diperoleh G / T lebih baik (cukup tinggi).

II.2.2 Jenis-jenis LNA


Ada dua jenis LNA yang digunakan dalam sistem komunikasi satelit yaitu :
 LNA Parametik
 LNA Solid State ( GaAsFet )

A. Parameter LNA
Adalah LNA yang menggunakan penguat parametik sebagai penguat pertamanya,
dengan gain sekitar 15 s/d 20 dB.
Kemudian tingkat keduanya adalah penguat transisitor biasa dengan gain sekitar 35
s/d 40 dB. LNA ini dilengkapi dengan sebuah lokal control dan monitor jika terjadi
gangguan pada LNA tersebut. Di dalam Operasinya LNA ini memutuhkan hembusan
udara kering dari dehydrator untuk menjaga terhadap kelembaban udara yang
berlebihan.
Parametik LNA ada dua jenis yaitu :
 Uncooled Parametik LNA
- LNA ini bekerja pada suhu ± 57 derajat
 Cooled Parametik LNA
- LNA ini bekerja pada suhu ± 12 derajat.

B. Ga As FET LNA
Adalah merupakan penguat transistor Efek Medan Gallium Arsenide berbentuk
sederhana yang terdiri dari beberapa tingkat penguat transistor.

Pada prinsipnya LNA jenis ini terdiri dari dua tingkat penguataan yaitu :
 Penguat pertama Gallium Arsenit Field Effect Transistor dengan gain 23 dB ( dua
tingkat ).
 Penguat berikutnya terdiri dari beberapa transistor biasa dengan gain 32 dB.

Selain bentuknya yang sangat sederhana dan ukurannya lebih kecil, harganya pun
lebih murah.
Dalam tahun-tahun perkembangan teknologis memberikan kemajuan yang besar
terhadap LNA Ga As FET karena terbukti dapat menampilkan gain yang lebih besar
dan noise temperature yang lebih rendah.

Lihat pada gambar blok diagram


Gbr. 2-5 Blok Diagram LNA Ga As FET

II.2.3 Parameter LNA


II.2.3.1 Faktor Penguat ( Gain )
Penguat ( Gain ) suatu LNA adalah perbandingan daya sinyal output dengan daya
sinyal input.

G = 10 log Po / Pi d
Dimana :
Po = Daya Output ( dalam mW atau W )
Pi = Daya Input (dalam mW atau W )

II.2.3.2 Lebar Bidang Frekuensi ( Bandwidth )


Lebar bidang frekuensi kerja LNA yang digunakan di SKSD adalah : ( 3,7 s/d 4,2 )
GHz.

II.2.3.3 Temperatur Derau ( Noise Temperature )


Yang dimaksud adalah temperatur tertentu yang dapat membangkitkan derau.
Pada Frekuensi gelombang mikro telah terbukti bahwa semua konduktor dengan
temperatur fisik lebih besar dari 0 derajat Kelvin, akan membangkitkan derau.

Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :


P = K.T.B
Dimana :
P = Daya derau ( dBW )
K = Konstanta Boltzman
= -288,6 dBW/K/Hz.
T = Temperatur Derau ( 0 derajat K )
B = Lebar bidang frekuensi kerja.
II.2.4 Beberapa type pabrikan LNA dan data teknis

TEMP NOMINAL
No. Pabrik P / N TYPE KETERANGAN
DERAU GAIN (dB)
1 AIL 400D parametik 80 55 SB FORD
2 LNR - NC4 - 80 parametik 75 55 SB ITT
3 LNR - NC4 - 45 parametik 45 60 SB HASI
4 LNR - NC4 - 45SC parametik 45 55 SBB TDMA-I
5 NEC GaAsFET 100 50 SBK-72
6 AVANTED GaAsFET 80 50 SBK-72
SPU/SB-SB (DC-
7 AMPLICA GaAsFET 70 60 15V)
8 AMPLICA GaAsFET 50 60 SPU/SB 220 V
ACD 306302
9 AMPLICA GaAsFET 50 60 SB DAERAH
ACD 306351 (DC-12V )
10 HEMT GaAsFET 45 50 SBK(CBI)Xportable

11 CN - 40 GaAsFET 35 48 SBK
SPU/SB-SB (DC-
12 MAXTECH GaAsFET 40 60 15V)
LCA - 4040
13 INTI GaAsFET 80 50 SBK INTI - 72
NA 6 - 9
14 SA - 300 - 16 GaAsFET 50 55 SB O 5M, O 10M

 Berbagai type atau merk LNA yang digunakan di SKSD dan data-data teknis
 Catatan : Band Frekuensi kerja ( 3,7 – 4,2 ) GHz.

II.3 HIGH POWER AMPLIFIER (HPA)


II.3.1 Fungsi HPA
HPA merupakan suatu perangkat yang berfungsi sebagai penguat daya ( Amplifier )
pada gelombang RF dengan daya keluaran yang cukup besar.

Sinyl RF yang berasal dari up converter biasanya berdaya rendah, sehingga setelah
melalui penguat HPA sinyal RF tesrsebut akan berdaya besar yang selanjutnya
diteruskan ke antena untuk dipancarkan ke satelit.

II.3.2 Jenis-jenis HPA


Dalam sistem komunoikasi satelit Domestik ada beberapa jenis HPA yang
dipergunakan, antara lain:
 HPA KLYSTRON
HPA ini menggunakan tabung klystron pada penguat tingkat keduanya, mempunyai
kemampuan power output sampai 3 K watt dengan bandwidth frekuensi sebesar ±
36 MHz ( satu transponder ) digunakan di SPU Cibinong untuk sistem FDM. Contoh
type yang digunakan adalah type varian VA-9366-12.
 HPA TWT
HPA ini menggunakan tabung TWT pada penguat tingkat keduanya, mempunyai
kemampuan power output bervariasi dari 100 watt s/d 700 watt. Dengan bandwidth
frekuensi sebesar ± 500 MHz.
Digunakan di SPU dan stasiun bumi baik SBB maupun SBK.

 SSPA ( Solid State Power Amplifier )


HPA ini pada penguatan tingkat keduanya tidak ada lagi menggunakan tabung
sebagai komponen utamanya, namun menggunakan komponen semi konduktor
yang disusun secara kaskode ( semacam transistor ) sehingga menghasilkan
penguatan.
Kemampuan power output hanya sebesar 10 watt dan 20 watt dengan bandwidth
sebesar ± 500 Mhz. Banyak digunakan di SBK yang mempunyai kapasitas kanal
kecil sekali ( ± 6 kanal ) untuk sistem VSAT.
 Adapun jenis-jenis HPA menurut pabrikan yang banyak digunakan untuk SKSD
antara lain :
Power
No model pabrik Catuan keterangan
output
1 VZC-696506 Varian 220VAC/50Hz 400 Watt -
Generasi
2 VZC-6965F4 Varian 220VAC/50Hz 400 Watt terbaru
Generasi
3 VZC-6965F7 Varian 220VAC/50Hz 125 Watt terbaru
4 VZC-6962D6B Varian 220VAC/50Hz 125 Watt
5 VZC-6962D6G Varian 48VDC/20Amp 125 Watt
6 VZC-6962DF Varian 48VDC/20Amp 125 Watt Gbr. 2-6
7 VZC-6962B Varian 48VDC/20Amp 125 Watt Blok
8 VZC-6960D Varian 48VDC/20Amp 10 Watt diagram
9 M/N. 10653 XB MCL 220VAC/50Hz 125 Watt sederha
10 NAH. 179 JRC 220VAC/50Hz 80 Watt na HPA
11 VZC-6963 E Varian 220VAC/50Hz 700 Watt
12 SSPA Varian 48VDC/20Amp 10 Watt II.3.3
Pengert
ian Saturation Point HPA
( TitikJenuh HPA )
Titik jenuh suatu amplifier adalah suatu keadaan dari hubungan antara daya input
dan daya output, dimana pada titik tertuntu kenaikan daya input tidak menyebabkan
kenaikan daya output.
Bila kondisi ini kita gambarkan, maka kita peroleh grafik seperti pada gambar 2-7.a.

Semua penguat tabung semacam TWT, tentu berlaku aturan sesuai grafik tersebut.
Pada gambar terlihat tiga daerah atau region pada grafik, yaitu :

 Daerah Linier ( small signal region )


Dimana kenaikan dari sinyal input berbanding lurus (proportional) dengankenaikan
sinyal tersebut.

 Daerah non-linear (large signal region)


Dimana kenaikan sinyal input tidak sebanding dengan kenaikan sinyal output.

 Titik jenuh (saturation point)


Setelah melewati titik jenuh ini, setiap kenaikan sinyal input akan menyebabkan
penurunan pada sinyal output.
Hal ini berkaitan erat dengan gejala intermodulasi.

II.3.4 Pengertian Input/output Back Off


Suatu penguat bila bekerja pada daerah no-linear maka kemungkinan besar akan
menimbukan gejala intermodulasi.
Hal ini tidak boleh terjadi karena akan sangat menurunkan kualitas hubungan (dapat
menimbulkan crosstalk, interferensi, dll).
Agar penguat tersebut bekerjaa pada daerah linear, jmaka input sinyal asal tidak boleh terlalu
besar. Sehingga dapat dikatakan bahwa output suatu amplifier/penguat harus lebih kecil dari
power output pada keadaan jenuh.

Seberapa jauh grafik output diturunkan ke bawah menjauhi titik jenuh, disebut
“OUTPUT BACK OFF”.
Seberapa jauh grafik input bergeser ke kiri menjauhi titik jenuh, disebut “INPUT
BACK OFF”.
Secara umum umtuk amplifier yang menggunakn TWT akan selalu aman bila
bekerja pada 10 dB Output Back Off.

II.3.5 Penguatan intermodulasi pada HPA


Intermodulasi adalah suatu gejala saling mempengaruhi antara beberapa sinyal
intermodulasi pada sistem penguat akan terjadi apabila penguat tersebut bekerja
pada daerah yang tidak linear dan sinyal input lebih dari satu sinyal.
Makin jauh keluar dari daerah linear, makin besar daya sinyal intermodulasi.
Sehingga makin mengganggu sinyal dasar.
A. Latar Belakang Matematis
Secara matematis terjadinya intermodulasi pada sistem penguat dapat
dibuktikan sbb:
 suatu penguat linear mempunyai hubungan input-output dilambangkan secara
matematis sebagai
Y(t) = ax (t)…………………………………………( 1 )
a. = konstanta

 suatu penguat tidk linear dilambangkn sebagai


Y (t) = a1 x(t) + a2 x(t) + a3 x(t)
+……………………………………………..( 2 )
 untuk lebih jelasnya kita contohkan sbb :
sinyal input I
X1 (t) = Cos W 1 t……………………………………..( 3 )

sinyal input II
X2 (t) = Cos W 2 t………………………………………( 4 )
Dimana W 1 dan W 2 tidak beda jauh.
Dimana sinyal input I dan sinyal input II bekerja pad penguat yang tidak linier, maka
kita subtitusikan persamaan ( 3 ) dan ( 4 ) pada persamaan ( 2 ), hasilnya adalah :

Y (t) = a1 [ X1 (t) + X2 (t)] +


a2 [ X1 (t) + X2 (t)] 2 +
a3 [ X1 (t) + X2 (t)] 3 +
…………………………………………………..( 5 )
Kita uraikan masing-masing komponennya :
a1 [ X1 (t) + X2 (t)] + = komponen dasar / sinyal dasar
a2 [ X1 (t) + X2 (t)] 2 + = komponen harmonisa kedua.
a3 [ X1 (t) + X2 (t)] 3 + = komponen harmonisa ketiga, dst.

 penyelesaian komponen harmonisa kedua :


a2[X1 (t) + X2 (t) ] 2 = a2 [ X2 1 (t) X2 (t) + X2 2 (t)]
dimana a2 = dianggap 1
substitusikan ke pers ( 3 ) dan (4)
= cos 2 w1 (t) + 2 cos w1 (t) cos w2(t) + cos2 w2 (t)
Disini terlihat bahwa terjadi harmonisa namun frekuensi sangat jauh dengan sinyal
dasar, sehingga dalam komunikasi tidak mempengaruhi (karena dipasang filter).

 penyelesaian komponen harmonisasi ketiga:


a3 [ X1(t) + X2(t) ]3 = A3 [ X13(t) +3x21(t).x2(t) + 3x1(t).x22(t)+ x23(t) ]
………………………………………………………….(6)
Dimana a3 dianggap = 1
Penyelesaian suku kedua dari pers (6) yaitu 3x12(t)x2(t)dengan subtitusi pada pers. (3)
dan (4)
= 3cos2W 1(t)cos W 2(t)
= 3 [( ½ + ½ cos 2W 1(t)).Cos W 2(t)]
= 3 [ ½ cos W 2(t) + ¼ ( cos 2W 1(t) cos W 2(t)] +
cos ( 2W 1(t) – W 2(t))
= 3/2 cosW 2(t) + ¾ cos(2W 1(t) + W 2(t)) + ¾ cos ( 2W 1(t)
– W 2(t)
= K1cos W 2(t) + K2 cos ( 2W 1(t) + W 2(t)) + K2 cos
( 2W 1(t) – W 2(t) )
……………………………………………………………(7)
Dimana K1 dan K2 = konstanta

Ingat !!
Sin (α + B) = sin α cos B + cos α sin B
Sin (α – B) = sin α cos B – cos α sin B
Cos (α + B) = sin α cos B – cos α sin B
Cos (α – B) = sin α cos B + cos α sin B

Terlihat bahwa sumbu frekuensi suku ketiga dari persamaan (7), yaitu :
K2 cos ( 2 w1(t) – w2(t) , letaknya dekat dengan sinyal asal yaitu persamaan (3) dan
(4).

 Dengan cara yang sama, penyelesaian suku ketiga dari persamaan (6) yaitu 3
x 1(t) x22(t) dengan substitusi persamaan (3) dan (4) menghasilkan :
= K1 cos W 1(t) + K2 cos (2W 2(t) + W 1(t)) + K2 cos (2W 2(t)– W 1(t))….(8)
dimana K1 dan K2 = konstanta.
Terlihat bahwa sumber frekuensi suku ke tiga dari persamaan (8) yaitu K 2 cos
(2W 2(t) –W 1(t)), letaknya dekat dengan sinyal asal yaitu persamaan (3) dan (4).

B. Analisa
Dari latar belakang matematis tersebut di atas terlihat bahwa penyebab
terjadinya komponen intermodulasi adalah pangkat ganjl dari grafik hubungan input-
output, karena sumbu jatuh di dekat sinyal-sinyal asalnya.
Karena dalam haal ini penyebab tersebut adalah orde pangkat 3, maka hasilnya
dinamai “3rd order IM PRODUCT”
Sebetulnya hasil intermodulasi pada orde pangkat 5 ada juga ang jtuh pada lokasi
sinyal asal, namun diabaikan karena kecil.
Besarnya daya dari 3rd order improduct ditentukan oleh besarnya faktor a 3 lihat pers
(5), faktor ini menyatakan tingkat ketidaklinieran suatu penguat.
Dalam operasionalnya suatu penguat HPA, beda daya antara sinyal asli dan 3rd order
improduct yang diizinkan adalah lebih besar dari 28 dB, atau biasa disebut besarnya
improduct  28 dBC.

Gambar 2.8

C. Lokasi Sinyal Hasil INTERMODULASI


Untuk lebih jelasnya dapat diambil contoh suatu amplifier bekerja tiga buah sinyal
yaitu
 Sinyal I = 100 Hz
 Sinyal II = 101 Hz
 Sinyal III = 102 Hz
Maka cara menghitung lokasi hasil intermodulasi adalah sbb :
1. 2 f1 – f2 = 200 – 101 = 99 Hz
2. 2 f1 – f3 = 200 – 102 = 98 Hz
3. 2 f2 – f1 = 202 – 100 = 102 Hz
4. 2 f2 – f3 = 202 – 102 = 100 Hz
5. 2 f3 – f1 = 204 – 100 = 104 Hz
6. 2 f3 - f2 = 204 – 101 = 103 Hz
7. f1 + f2 – f3 = 100 + 101 – 102 = 99 Hz
8. f1 + f3 – f2 = 100 + 102 – 101 = 101 Hz
9. f2 + f3 – f1 = 101 + 102 – 100 = 102 Hz
Terlihat bahwa hasil intermodulasi pada nomor 3, 4, 8, dan 9 jatuh pada lokasi sinyal
asalnya. ( lihat gambar…).
Bila dayanya cukup besar, IM PRODUCT pasti akan melibatkan gangguan pada
sinyal asalnya, karena “saling menghilangkan”

Gambar 2.9

D. Dampak INTERMODULASI
Beberapa dampak yang sangat fatal dari intermodulasi antara lain:
 Cross Talk
 Broken call
 Penurunan kualitas kanal
 Penurunan successful call
 Interferensi pada XPNDR

Dampak di atas tidak bisa dihindari tanpa kehati-hatian dari petugas


perencanaan yang membuat perhitungan-perhitungan dalam pembebanan kapasitas
kanal, maupun petugas operasi yang selalu memelihara agar beban HPA selalu
pada kondisi memenuhi syarat.

II.3.6 Pembebanan HPA


Faktor-faktor yang berpengaruh dan harus diperhatikan dalam pembebanan
pengoperasian HPA antara lain :
 Kapasitas HPA
 Input/Output BACK OFF
 Besarnya EIRP yang dikehendaki
 Jumlah kanal/ sinyal yang dibebankan
 Level input
 Gain HPA

 Contoh Perhitungan :
1. Diketahui SB Tentena sbb:
 HPA 125 Watt Varian
 Pout ( sat ) = 34 dBm ≈ 2,52 Watt
 Gain pada saat saturasi = 28 dB
 Gain pada saat kondisi linear = 36 dB
 Pout pada saat IM PRODUCT sama dengan 28 dBC – 26 dBm ≈ 0,4 w
 Antena diameter = 10 meter
 Gain antena = 53 dB
 IFL loss = 1,5 dB
 EIRP standard SCPC = 44,4 dBw/ CXR
Ditanyakan , berapa kemampuan Sb antenna tersebut melayani kanal SCPC,
dan beberapa dB cadangan daya yang masih dipunyai SB tersebut !

Jawaban :
P out HPA/CXR = EIRP/CXR – G.ant + IFL Loss
= 44,4 – 53 + 1,5
= -7,1 dBw – 22,9 dBm
= 0,2 Watt

Pout HPA pada saat IM PRODUCT 28 Dbc = 0,4 watt, jadi

 Kapasitas kanal;
(tanpa Vox)

= 2/0,4 = 5 kanal ( dgn Vox )


Cadangan daya =
Pout saturation – Pout pada 28 dBC
= 34 dBm – 26 dBm
= 8 dBo Bo
2. Diketahui SB kendari sbb :
Kapasitas HPA = 400 watt Varian
Output Back OFF = 10 dB
EIRP yang dikehendaki = 40 dBw/ CXR
Gain HPA = 70 Db
Antena 10 m dengan Gain = 55 dB
IFL Loss = 1,5 dB
Tentukan jumlah kanal maksimum yang dapat ditransmisikan oleh HPA tersebut ?!

Jawab :
Kapasitas HPA 100 watt 10 dB output Back Off, berarti output max HPA yang
diizinkan,
= 56 dBm – 10 dB
= 46 dBm.
= 39,8 watt.
Input max HPA yang diizinkan,
= 46 dBm – 70 dB
X = -24 dBm
= 3,98 . 10 –6 watt
= 3,98 . 10 –3 M watt

Output HPA/CXR,
= EIRP – G. ant + loss FFL
= 40 – 55 + 1,5
= -13,5 dBw/CXR
= 16,5 dBm/CXR
Input HPA/CXR = 16,5 dBm – 70 Db
= -53,5 dBm.
Jumlah kanal maximum yang dapat ditransmisikan adalah :
X = a + 10 log n
Dimana : n = Jumlah kanal
a = Input HPA/CXR
x = Input max HPA

-24 dBm = -53,5 dBm + 10 log n


10 log n = 53,5 –24 = 29,4 dBm
log n = 2,95
n = 891 kanal maximum tanpa Vox
n = 891/0,4 2227 kanal dengan Vox

II.4 UP / DOWN CONVERTER

II.4.1 Up Converter

Up Converter adalah suatu perangkat yang berfungsi untuk mentranslasikan sinyal


IF (70  18 MHz). Menjadi sinyal RF yang terletak antara band frekuensi 5,9 GHz s/d
6.425 GHz, untuk kemudian diteruskan ke HPA.
Untuk proses translasi sinyal IF menjadi RF ada dua cara yaitu:
a. Single Convertion
Proses perubahan (translasi) signal IF menjadi IF signal RF melalui satu kali
konversi.

Gambar 2.11

Jika dikehendaki frekuensi pancar sebesar 6.075 GHz, maka frekuensi osilator
ke – dua harus tune pada frekuensi sebesar 7.1875 GHz ( 6.075 GHz  1.1125 GHz
). Besarnya frekuensi pancar tersebut terkait dengan transponder yang digunakan
oleh stasiun bumi yang bersangkutan. Dengan demikian masukan signal IF ke Up
Converter akan dihasilkan output RF yang memiliki frekuensi antara 5.925 GHz –
6.425 GHz setelah melewati dua kali translasi.

II.4.2. Down Converter

Down Converter berfungsi untuk melaksanakan translasi frekuensi antara 3.7


– 4.2 GHz frekuensi IF ( 70  18 MHz ). Untuk proses translasi sinyal RF menjadi IF
ada dua cara yaitu :

a.Single Convertion
Proses perubahan ( translasi ) signal IF menjadi sinyal RF melalui satu kali
konversi.
 BPF : Meletakkan band frekuensi yang diinginkan menuju mixer pertama
 Mixer : Frekuensi RF dicampur dengan frekuensi yang berasal dari osilator pertama.
 Osilator pertama : outputnya variable, yaitu bisa dipilih beasr frekuensi antara
100.26042 – 110.67708 MHz yang selanjutnya diinputkan ke multiplexer 48 kali.
 Multiplexer 48 kali : outputnya adalah frekuensi antara 4.1825 – 5.3125 GHz.
 LPF 1 : outputnya dihasilkan fekuensi 1.1125 GHz dari hasil pencampuran pada mixer
1.
 Amplifier : penguat 1 GHz sebelum ditranslasikan untuk kedua kalinya.
 Mixer II : penguat 1.1125 GHz dicampur dengan frekuensi 1.1825 GHz dari osilator II
sehingga dihasilkan frekuensi IF sebesar 70  18 MHz.
 LPF II : digunakan agar diperoleh output atau fekuensi IF benar-benar sebesar
70  18 MHz.
Pada down converter ini osilator pertama dapat diatur besar ferkuensi
outputnya, sehingga receiver dapat menerima berbagai frekuensi RF. Perubahan
frekuensi input ( RF ) harus diikuti dengan penahan kembali osilator pertama.
Secara sederhana blok diagram Up/Down Converter dapat digambarkan
sebagai berikut :

Gambar 2.14
c. Rangkuman
o Antena adalah suatu tranducer ( pengubah ) yang dapat merubah besaran listrik
menjadi gelombang elektromagnetik untuk kemudian dipancarkan ke angkasa, dan
sebaliknya.
o Dengan kata lain antena dapat berfungsi sebagai penguat daya dan mengubah dari
gelombang RF terbimbing menjadi gelombang ruang bebas.
o LNA adalah suatu penguat pada sistem penerima dengan daerah thermal rendah
yang dipasang pada antena stasiun bumi.
o Perangkat ini berfungsi untuk memperkuat sinyal yang diterima oleh antena parabola
dari satelit.

o Sebagai penguat awal pada sistem penerima stasiun bumi, LNA harus ditempatkan
sedekat mungkin dengan antena. Hal ini dimaksudkan agar noise tambahan yang
disebabkan oleh redaman pada feed horn sekecil mungkin, sehingga dapat
diperoleh G / T lebih baik (cukup tinggi
o HPA merupakan suatu perangkat yang berfungsi sebagai penguat daya ( Amplifier )
pada gelombang RF dengan daya keluaran yang cukup besar.

o Sinyl RF yang berasal dari up converter biasanya berdaya rendah, sehingga setelah
melalui penguat HPA sinyal RF tesrsebut akan berdaya besar yang selanjutnya
diteruskan ke antena untuk dipancarkan ke satelit
o Up Converter adalah suatu perangkat yang berfungsi untuk mentranslasikan sinyal
IF (70  18 MHz). Menjadi sinyal RF yang terletak antara band frekuensi 5,925 GHz
s/d 6.425 GHz, untuk kemudian diteruskan ke HPA.
o Down Converter berfungsi untuk melaksanakan translasi frekuensi antara 3.7 – 4.2
GHz frekuensi IF ( 70  18 MHz ). Untuk proses translasi

d. Tugas 2:
1. Diskusikan dengan teman anda tentang peralatan komunikasi didalam SISKOMSAT
2. Buat rangkuman dari hasil yang anda diskusikan
e. Soal Formatif
1. Sebuah stasiun bumi memiliki parameter sebagai berikut
 Antena = Parabola
 Diameter = 10 m
 Frekuensi = 6 Ghz
 Efisiensi = 70 %
Tentukkanlah

at
2. Sebuah satelit terletak pada 108 derajat BT dan sebuah stasiun bumi X berada pada 5 derajat 6
menit LS dan 119 derajat 30 menit

Tentukanlah :
asi SB
ut SB
3. Sebuah stasiun bumi memiliki parameter LNA sebagai berikut :
A)
an suhu 45 derajat
0,5 Ghz

Tentukanlah :
utput )
oise )
4. Sebuah amplifier bekerja pada tiga buah sinyal yaitu

Tentukanlah :
l intermodulasi
ermodulasi
5. Sebuah SB memancarkan 10 channel SCPC dengan EIRP 44 dBW / Carrier, FDM-FM dengan
EIRP 75 dBW dan TV analog dengan EIRP 75 dBW. Jika HPA beroperasi pada output back – off
sebesar 8 dB dan Gain antena sebesar 53 dB dan loss feeder sebesar 2 dB

Tentukanlah

pada output back-off 8 dB


un bumi
6. Sebuah stasiun bumi akan mentranslasikan frekuensi IF sebesar 70 Mhz menjadi frekuensi RF
sebesar 5,925
Tentukanlah :
 Output mixer I
 Osilator II yang harus ditune

f. Kunci Jawaban :
. G = 54,41 dB
BW = 0,35 derajat
Gr = -3,888 dB
. Sudut elevasi = 75,223 derajat
Sudut azimut = -66,4derajat

. Po = 0,063mW
Pn = -125,08 dBW
. Produk intermodulasinya
a. 2 f1 – f2 = 200 – 101 = 99 Hz
b. 2 f1 – f3 = 200 – 102 = 98 Hz
c. 2 f2 – f1 = 202 – 100 = 102 Hz
d. 2 f2 – f3 = 202 – 102 = 100 Hz
e. 2 f3 – f1 = 204 – 100 = 104 Hz
f. 2 f3 - f2 = 204 – 101 = 103 Hz
g. f1 + f2 – f3 = 100 + 101 – 102 = 99 Hz
h. f1 + f3 – f2 = 100 + 102 – 101 = 101 Hz
i. f2 + f3 – f1 = 101 + 102 – 100 = 102 Hz
Lokasi intermodulasinya adalah : c,d,h, dan i
Dampak intermodulasinya adalah :
 Cross Talk
 Broken call
 Penurunan kualitas kanal
 Penurunan successful call
 Interferensi pada XPNDR

. Daya total = 25,03 dBW


Daya pada output back - off 8 dB = 33,03 dBW
EIRP = 78,03 dBW
. Frekuensi output mixer I = 1,1125 Ghz
Frekuensi output osilator II = 7,0575 Ghz

Anda mungkin juga menyukai