Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai. Dapat terjadi secara akut
maupun kronik, keadaan ini merupakan masalah untuk penderita, maupun dokter. Walaupun
pathogenesis dan penyebabnya dicurigai telah ditemukan, ternyata pengobatan yang diberikan
kadang-kadang tidak memberi hasil seperti yang diharapkan.2
Urtikaria dan angioedema sering dijumpai pada semua umur, orang dewasa lebih banyak
mengalami urtikaria dibandingkan dengan usia muda. Ditemukan bahwa 40% bentuk urtikaria
saja, 49% urtikaria timbul bersamaan engioedema saja. Lama serangan berlangsung bervariasi
ada yang lebih dari 20 tahun. penderita atopi lebih mudah mengalami urtikaria dibandingkan
dengan orang normal. Tidak ada perbedaan frekuensi jenis kelamin, baik laki-laki maupun
wanita. Umur , ras , perkerjaan, letak geografis dan perubahan musim dapat mempengaruhi
hipersensitivitas yang diperankan oleh IgE. Penisilin tercatat sebagai obat yang lebih sering
menimbulkan urtikaria.2
Erupsi kulit bagi urtikaria saat ini kelihatannya seperti benjolan tipis eritematosa dan
papula dengan vasodilatasi kulit dan pembuluh darah subkutan yang disertai edema pada
sekeliling jaringan. Rasa gatal seringkal menyertai urtikaria. Kadangkala timbul angioedema
disertai pembengkakan bibir, lidah, keopak mata dan laring yang menyertai urtikaria kulit.1
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang meningkat,
sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan cairan setempat. Sehingga
secara klinis tampak edema setempat disertai kemerahan2. Dalam mendiagnosis urtikaria
umumnya tidak diperlukan pemeriksaan penunjang, terutama pada urtikaria akut. Namun pada
keadaan dan jenis urtikaria tertentu contohnya urtikaria kronik diperlukan pemeriksaan
penunjang.
1
BAB 2 DEFINISI
Urtikaria merupakan reaksi kulit yang paling sering dijumpai dengan adanya edema dan
eritem1.Urtikaria terjadi oleh reaksi vaskuler di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya
ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan2.Dalam
waktu beberapa jam lesi akan menghilang. Erupsi kulit yang terjadi berupa benjolan tipis
eritematosa dan papula dengan vasodilatasi kulit dan pembuluh darah subkutan yang disertai
dengan edema pada sekeliling jaringan.Rasa gatal sering kali menyertai urtikaria1.Kadangkala
timbul angioedema disertai pembengkakan bibir, lidah, kelopak mata dan laring yang menyertai
urtikaria kulit. Angioedema adalah urtika yang mengenai lapisan kulit yang lebih dalam daripada
dermis, dapat terjadi pada submukosa, atau di subkutis, juga dapat mengenai saluran napas,
saluran cerna, dan organ kardiovaskuler2, sehingga dapat menyebabkan mual, muntah, stres
pernapasan, nyeri abdomen, dan syok. Angioedema laring merupakan suatu keadaan darurat
medis1.
Penyebab urtikaria bermacam-macam, mulai dari obat-obatan, makanan, lingkungan,
keadaan infeksi tertentu, reaksi autoimun, hingga faktor metabolik.Timbulnya angioedema pada
urtikaria dapat disebabkan oleh produksi yang berlebihan atau pemecahan yang tidak sempurna
dari bradikinin3.
Urtikaria yang bersinonim dengan hives, nettle rash, biduran, atau kaligata, dapat berdiri
sendiri, disertai dengan angioedema ataupun dapat ditemui hanya angioedema saja. secara
perbandingan, ditemukan 40% bentuk urtikaria saja, 49% urtikaria bersama-sama dengan
angioedema, dan 11% angioedema saja. lama serangan berlangsung bervariasi, ada yang lebih
dari satu tahun, bahkan ada yang sampai 20 tahun2. Urtikaria dapat terjadi secara akut maupun
kronik1.
2
BAB 3 ETIOLOGI
3
Urtikaria kronik
Kebanyakan pasien dianggap memiliki urtikaria idiopatik sebelum autoimun
ditegakkan sebagai penyebab. Hal ini masih tidak mungkin untuk menganggap suatu
etiologi spesifik untuk sekitar 50% pasien dengan presentasi seperti urtikaria kronik pada
umumnya bahkan setelah melihat autoreaktivitas dengan ASST atau tes untuk
autoantibodi fungsional dengan histamin basofil release assay. Alasannya masih tidak
jelas, tetapi mungkin karena ketidakpekaan dari assay untuk konsentrasi rendah dari
autoantibodi fungsional yang mungkin, dalam teori, degranulasi hyper-releasable sel
maspada urtikaria kronik tetapi tidak basofil normal dari pendonor sehat. Pengalaman
klinis menunjukkan bahwa urtikaria kronik seringnya merupakan penyakit multifaktorial
dan aktivitas sehari-hari ditentukan oleh faktor eksogen pemberat dalam hubungannya
dengan penyebab endogen5. Penyedap makanan dan salisilat dapat menjadi satu dari
berbagai faktor yang memperberat urtikaria kronik dan harus ditelusuri riwayat
pengobatannya. Insiden dari infeksi bakteri seperti sepsis mulut, sinusitis, traktus
urinarius dan infeksi kantung empedu pada urtikaria kronik beragam. Jika ada,
pengobatan infeksi biasanya tidak menghilangkan urtikaria dan secara keseluruhan
infeksi merupakan penyebab yang jarang dari urtikaria kronik5.
4
BAB 4 FAKTOR RESIKO
Beberapa hal yang termasuk dalam faktor risiko dalam menimbulkan urtikaria adalah,
Obat-obatan :
Jenis kelamin
Asma7, Rhinitis alergi7, NSAIDs seperti
perempuan6,
aspirin5,
Makanan dan
Panas Periode
penyedap Tekanan5,
berlebih5, premenstrual5,
makanan5,
BAB 5 PATOFISIOLOGI
5
Gambar 2. Patofisiologi Urtikaria2
Baik faktor imunologik, maupun nonimunologik mampu merangsang sel mast atau
basofil untuk melepaskan mediator. Pada yang nonimunologik mungkin sekali siklik
AMP(adenosine monophosphate) memegang peranan penting pada pelepasan mediator.
Beberapa bahan kimia seperti golongan amin dan derivat amidin, obat-obatan seperti morfin,
kodein, polimiksin, dan beberapa antibiotik berperan pada keadaan ini2.
Faktor fisik misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan, dapat secara
langsung merangsang sel mast. Beberapa keadaan, misalnya demam, panas, emosi dan alkohol
dapat merangsang langsung pada pembuluh darah kapiler sehingga terjadi vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas2.
6
Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria yang akut daripada kronik; biasanya IgE
terikat pada permukaan sel mast dan atau sel basofil karena adanya reseptor Fc, bila ada antigen
yang sesuai berikatan dengan IgE, maka terjadi degranulasi sel, sehingga mampu melepaskan
mediator. Keadaan ini jelas tampak pada reaksi tipe 1 (anafilaksis), misalnya alergi obat dan
makanan2.
Aktivasi komplemen secara klasik maupun secara alternatif menyebabkan pelepasan
anafilaktoksin (C3a, C5a) yang mampu merangsang sel mas dan basofil, misalnya tampak akibat
venom atau toksin bakteri2.
Ikatan dengan kompelemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan
kompleks imun, pada keadaan ini juga dilepaskan zat anafilaktoksin. Urtikaria akibat kontak juga
dapat terjadi, misalnya setelah pemakaian bahan penangkis serangga, bahan kosmetik, dan
sefalosporin. Kekurangan C1 esterase inhibitor secara genetik menyebabkan edema
angioneurotik yang herediter2.
7
BAB 6 KLASIFIKASI URTIKARIA
8
Urtikaria fisik diklasifikasi berdasarkan stimulus predominan yang memicu timbulnya
urtika, angioedema atau anafilaksis.Urtika yang timbul biasanya terlokalisasi pada area yang
mengalami stimulus.Namun, kadangkala stimulus fisik menyebabkan efek sistemik contohnya,
peningkatan atau penurunan suhu tubuh, untuk menginduksi urtikaria kolinergik ataupun
urtikaria oleh karena refleks dingin. Pada kasus ini, urtikaria timbul dalam bentuk urtika-urtika
kecil yag tersebar di seluruh tubuh. Reaksi anafilaksis oleh latihan fisik dan makanan biasanya
timbul dengan hipotensi dan kolaps pembuluh darah.Angioedema dapat timbul pada semua jenis
urtikaria fisik8.
9
Gambar 5. Urtikaria Kolinergik3
Urtikaria demografis timbul sebagai respon terhadap goresan pada kulit.Urtikaria tekanan
lama timbul sebagai edema eritema yang dalam pada kulit di lokasi yang mengalami tekanan
secara kontinu, disertai rasa gatal, nyeri ataupun keduanya.Urtikaria getaran timbul oleh karena
adanya getaran selama lebih dari 30 menit, contohnya jogging dan gesekan permukaan handuk
yang kasar.Urtikaria akuagenik timbul oleh karena penggunaan pakaian basah pada suhu tubuh
selama lebih dari 20 menit8.
10
BAB 7 DIAGNOSIS
11
agen fisik atau latihan, Penggunaan obat (contohnya, NSAIDs, obat suntikan, imunisasi, hormon,
laxative, obat suppository, obat tetes mata dan telinga, dan obat-obatan alternative) Observasi
keterkaitan penyebab makanan, Siklus menstruasi, Kebiasaan merokok, Jenis pekerjaan,
Kegemaran atau hobi, Stress ,Kualitas hidup dan emosi yang dpengaruhi oleh kemunculan
urtikaria, Riwayat pengobatan sebelumnya dan respon terhadap pengobatan tersebut, Prosedur
diagnostik sebelumnya dan hasil yang diperoleh.10
Di bawah ini adalah tabel yang membedakan subtipe urtikaria berdasarkan informasi yang
didapatkan dari anamnesis dan temuan dalam pemeriksaan fisik.
12
7.2 Pemeriksaan Klinis dan Efloresensi Urtikaria
Lesi primer
Plak edematous: urtika. Plak yang mengalami peninggian memiliki batas yang tegas dan
warna pada bagian sentral bervariasi dari merah muda, kuning hingga putih. Efek peau
dorange dapat muncul pada sentral lesi dan serig disertai batas kemerahan dengan noda
kotor kehitaman di sekitarnya, yang merupakan refeks akson. Ukuran urtika bervariasi
mulai millimeter hingga lebih besar dari ukuran telapak tangan. Bentuknya dapat berupa
konfluen, geometrik dan polisiklik. Pruritus biasanya sangat berat. Lesi biasanya timbul
dengan cepat dan menghilang dalam beberapa jam11.
Lesi sekunder
Pada urtikria umumnya hanyalah lesi primer, namun tidak menutup kemungkinan, pada
beberapa kondisi timbul bulla sebagai lesi sekunder pada permukaan urtika ketika edema
terjadi secara cepat dan berat. Hal yang jarang ditemui lainnya adalah purpura yang
timbul pada urtika yang disertai vasodilatasi yang sangat jelas11.
Distribusi
Mikrodistribusi: follikular (jarang)
Makrodistribusi: dapat muncul dimana saja
Konfigurasi
Annular
Polisiklik
Serpiginous
Konfigurasi ini tidak menentukan diagnostik ataupun etiologi urtikaria.
Pemeriksaan klinis mencakup tes provokasi yang jenis pemeriksaannya didasarkan oleh temuan
anamnesis11. Tes tersebut diantaranya tes obat-obatan, makanan, ataupun fisik10.
13
7.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan untuk mencari penyebab yang mendasari dan / atau pemicu yang relevan
harus dilakukan terutama pada pasien kambuh dengan gejala selama lebih dari 1 tahun dan / atau
dengan penyakit yang bereaktivitas tinggi. Aktivitas penyakit urtikaria kronis dapat dievaluasi
dengan menggunakan skor aktivitas urtikaria, skor gejala klinis yang menggabungkan rekaman
16
harian jumlah wheal (pembengkakkan) dan intensitas pruritus. Pemeriksaan ini juga bisa
terfokus pada tiga penyebab yang paling sering dari urtikaria kronis yaitu pada pasien yang
intoleransi terhadap makanan, infeksi dan auto-reaktivitas. 16
Pada pasien dengan intoleransi makanan, direkomendasikan untuk diet 3 minggu
pseudoallergen bagi menguji pemicu sebenar urtikaria . Pasien harus diberitahu bahwa efek
mungkin tidak terlihat sampai 10-14 hari setelah dimulainya diet. Tanggapan untuk diet harus
dinilai oleh pengukuran skor aktivitas urtikariadan dengan membandingkan penggunaan
antihistamin selama seminggu sebelum dan seminggu terakhir dari diet. Skor aktivitas urtikaria
didasarkan pada evaluasi jumlah . jumlah wheal dan intensitas gatal masing-masing
menggunakan skala 0-3 titik. Hal ini dihitung sebagai jumlah harian wheal dan skor gatal,
dengan skor maksimal 6 poin per hari dan 42 poin per minggu. 16
Infeksi bakteria, serta virus, kulat atau infeksi parasit boleh menjadi punca kronik
urtikaria. Garis panduan semasa mengesyorkan analisis diferensial darah, penentuan kadar
pemendapan darah dan protein c-reactive, bersama-sama dengan riwayat penyakit yang fokus
untuk menemui jangkitan lain yang relevan. 16
Kronik urtikaria karena autoreaktivitas bisa didiagnosis dengan penggunaan autologous
Serum Skin Test (ASST). Secara singkat, serum diakuisisi oleh sentrifugasi dari seluruh darah
segar yang diperoleh. 50 ml dari serum disuntikkan (intrakutan) ke dalam kulit volar lengan
bawah. Pengujian histamin dan saline solusi sebagai kontrol positif dan negatif, masing-masing,
harus dilakukan pada waktu yang sama dengan pengujian serum dan respon harus dibaca setelah
15 menit. 16
Dalam mendiagnosis urtikaria umumnya tidak diperlukan pemeriksaan penunjang,
terutama pada urtikaria akut. Namun pada keadaan dan jenis urtikaria tertentu contohnya
urtikaria kronik diperlukan pemeriksaan penunjang. Beberapa jenis pemeriksaan penunjang
yang biasanya dilakukan adalah3,
14
1. Dermatopatologi
Gambaran histopatologi yang ditemukan apa urtikaria adalah reaksi hipersensitivitas pada
dermis dengan karakteristik9:
a. Infiltrat perivaskuler oleh limfosit, eosinophil dan beberapa neutrofil;
b. Perluasan eosinophil ke arah dermis berlokasi diantara ikatan kolagen;
c. Edema jaringan dermis atau subkutaneus,dilatasi venula tanpa kerusakan vaskuler;
d. Degranulasi sel mast,
2. Serologi11
a. Serum Ig E, walaupun tes ini dapat mendukung penyebab alergi, tes ini tidaklah
spesifik terutama pada penyakit atopi.
b. Tes Radioallergosorbent (RAST), sangat mahal dan masih kontroversi, sulit untuk
diinterpretasikan dan negative palsu tinggi.
3. Hematologi3
a. Laju endap darah meningkat pada vaskulitis urtikaria
b. Transien eosinophilia pada urtikaria oleh karena reaksi makanan, parasite dan
obat-obatan,
c. Peningkatan signifikan eosinophilia mengarah pada reaksi hipersensitivitas tipe I
atau kemungkinan parasit usus. Peningkatan kadar eosinophil terjadi pada
angioedema-urticaria-eosinofilia syndrome.
4. Parasitologi
Cek keberadaan parasit dan telur pada apusan tinja, terutama jika ditemukan
riwayat bepergian, saluran pencernaan atau dicurigai dari hasil hitung darah jenisnya11.
5. Menghindari pencetus
Eliminasi segala jenis alergen dan substansi yang diketahui yang mungkin
memicu urtika pseudoalergi atau pelepasan histamine dan mediator nonspesifik. Pada
kasus dengan gejala yang berat atau kronik, menghindari diet jenis makanan yang
dicurigai mungkin dapat membantu11.
Berikut ini adalah investigasi urtikaria dengan menggunakan pemeriksaan penunjang
yang diperlukan.
15
Tabel 3.Jenis Urtikaria dan Pemeriksaan Penunjang yang Dibutuhkan
Sumber: Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 8th Edition
Jenis urtikaria Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan
Urtikaria episodik Menguji pseudoalergen (makanan, NSAIDs)
Tidak diperlukan, kecuali jika ada indikasi dari riwayatnya.
Urtikaria akut Ig E spesifik (CAP fluoroimmunassay atau skin-prick test)
Tes ISPA oleh virus atau bakteri
Tes provokasi fisik (berdasarkan riwayatnya)
Tes provokasi akan sangat membantu diagnosis
urtikariafisik. Tes ini dilakukan dengan memaparkan
faktor pemicu yang dicurigai menimbulkan urtikaria.
Namun demikian, ter provokasi harus dipertimbangkan
secara hati-hati untuk menjamin keamanannya.
Urtikaria kronik Contohnya, tes provokasi urtikaria dingin dengan
menempelkan es batu pada permukaan kulit.
Pemeriksaan laboratorium darah (LED, antobodi tiroid, fungsi
tiroid, komplemen C4, jika fasilitas ada: autologous serum skin
test, basophil histamine release assay)
Biopsi kulit
Apusan tinja
16
BAB 8 DIAGNOSIS BANDING
Dermatitis atopi
Dermatitis kontak
17
Erythema multiformis
Fixed-drug reactions
18
Reaksi obat morbiliformis
Pityriasis rosea
Viral exanthem
19
BAB 9 PENATALAKSANAAN
Urtikaria kebanyakan disebabkan oleh pelepasan mediator kimiawi oleh sel mast yang
mengakibatkan timbulnya wheal (pembengkakan) dengan ukuran kecil hingga besar dan lebih
dalam (angioedema) dari kulit. Oleh karena itu metode terapi diterapkan secara universal
berdasarkan teori sel mast dalam hal alergi yaitu :
1. Eliminasi atau mengindari stimulus yang menyebabkan alergi
2. Pengobatan simptomatik dengan menghambat / mengurangi mediator kimiawi yang
dilepaskan oleh sel mast10.
20
seperti meningkatkan dosis obat hingga 2-4 kali dosis awal, atau menambahkan AH1 generasi
kedua lainnya. (Step2). Pemberian AH1 generasi pertama Hydroxazine atau Dyphendramin 25
50 mg qid dapat dipertimbangakan apabila walau dengan penambahan dosis dari antihistamin
generasi kedua pada pasien masih belum ada perbaikan (Step 3). Apabila masih belum ada
perbaikan lagi selama 1-4 minggu setelahnya, maka kortikosteroid sistemik seperti prednisone
10mg/harimaksimal 10 hari, atau dengan mengguanakan cyclosporin 15 mg/hari dapat
ditambahkanpada pasien dan dilakukan slow tapering 5 mg dan 1 mg hingga sama sekali tidak
menggunakan kortikosteroid karena mengingat efek samping immunosuppresan yang
ditimbulkan apabila digunakan dalam jangka panjang. Namun beberapa penelitian yang
dilakukan oleh Lang et.al dan Zhao et.al menunjukkan bahwa Omalizumab 150-300 mg/bulan
memiliki efektifitas yang sangat baik serta efek samping yang minimal dalam mengobati
Urtikaria kronik pada pasien yang tidak ampuh dengan pengobatan antihistamin dosis maksimal
(Step 4)(3,13,14,15).
21
Step 1
Monotherapy with 2nd generation
antihistamine
Avoidance of trigger
Step 2
Dose advancement of 2nd generation
antihistamined used in step 1
Add another 2nd generation antihistamine
Step 3
Add 1st Generation of antihistamine,
Hydroxazine or Dyphendramine 25-50 mg
daily
Step 4
Add short course corticosteroid :
Prednisone 10mg/day ,max 10 days
Cyclosporin 15mg/day
Omalizumab 150 - 300 mg / month
22
9.2 Penatalaksanaan Non Farmakologi
Pengobatan degan cara desensitasi misalnya dilakukan pada urtikaria dingin dengan
melakukan sensitasi air pada suhu 100 C (1-2 menit) 2 kali sehari selama 2-3 minggu. Pada alergi
debu, serbuk bunga dan jamur, desensitasi mula-mula dengan alergen dosis kecil 1 minggu 2x;
dosis diturunkan pelan pelan sampai batas yang dapat ditoleransi oleh penderita. Eliminasi diet
dicobakan pada penderita yang sensitif terhadap makanan2.
Selain itu dapat juga dilakukan tindakan pencegahan seperti untuk beberapa pasien
dengan urtikaria akut, pemicunya dapat diketahui ( makanan, obat obatan, lateks, racun
serangga) dan menghindari agen penyebab adalah langkah yang efektif untuk mencegah
terjadnya urtikaria. Pasien juga harus diedukasi dengan jelas tentang strategi untuk menghindari
faktor pencetus.
23
BAB 10 PROGNOSIS
Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat diatasi, namun
pada urtikaria kronis, penyebabnya sulit dicari dan cenderung lebih sulit diatasi2. Urtikaria dapat
menyebabkan hendaya yang bertahan hingga bertahun-tahun 8.
Berikut adalah alat yang mana digunakan untuk menilai dampak dari urtikaria dalam kualitas
hidup.17
Alat Deskripsi
Urticarial activity score ( UAS7) Alat prospektif, pasien merekam
tingkat/kearahan pruritus dan jumlah lesi
dalam jangka waktu 7 hai.
Urticaria control test (UCT) Alat retrospektif, 4 bahan, untuk menentukan
kontrok penyakit
Chronic urticarial quality of life questionnaire Alat retrosprektif, 23 soal, menilai kualiti
(CV-Q2Ol) hidup
Urticaria severityscore(USS) Alat untuk monitor keparahan, 12 soal
24
DAFTAR PUSTAKA
25
11. Trozak, Daniel J, et. al. Dermatology Skills For Primary Care. 2006. Humana Press.
12. Schaefer P. Urticaria: Evaluation and Treatment. Toledo,Ohio: University of Toledo
Collage of Medicine;2011 May 1, 2011
13. Bernstein; Jonathan A. Berstein DML, and David A. Khan. The diagnosis and
management of acute and chronic urticarial:2014 update. Journal Allergy Clinical
Immunology. 2014 May 2014;133:5.
14. Lang DM. Omalizumab is efficacious for management of recalcitrant, anti histamine-
resistant chronic urticarial. Drugs of \Today (Barcelona, Spain:1998).2015 Jun; 51
(6):367-374. PubMed PMID: 26261850. Epub 2015/08/12.
15. Zhao ZT, Ji CM Yu WJ, Meng L, Hawro T, Wei JF, et. al. Omalizumab for the treatment
of chronic spontaneous uritacaria: A meta-analysis of randomized clinical trials. The
Journal of allergy and clinical immunology. 2016 Mar 31. PubMed PMID:27040372.
Epub 2016/04/05. Eng.
16. Nicole S. , Georgios D. Marcus M. Diagnosis of Urticaria, Indiana Journal of
Dermatology. Jun 2013, 211-218
17. Yasmin M. , Charles L. , Gordon S. Advances in Understanding and Managing Chronic
Urticaria. 2016 Feb 16.
26