Anda di halaman 1dari 26

BAB 1 PENDAHULUAN

Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai. Dapat terjadi secara akut
maupun kronik, keadaan ini merupakan masalah untuk penderita, maupun dokter. Walaupun
pathogenesis dan penyebabnya dicurigai telah ditemukan, ternyata pengobatan yang diberikan
kadang-kadang tidak memberi hasil seperti yang diharapkan.2
Urtikaria dan angioedema sering dijumpai pada semua umur, orang dewasa lebih banyak
mengalami urtikaria dibandingkan dengan usia muda. Ditemukan bahwa 40% bentuk urtikaria
saja, 49% urtikaria timbul bersamaan engioedema saja. Lama serangan berlangsung bervariasi
ada yang lebih dari 20 tahun. penderita atopi lebih mudah mengalami urtikaria dibandingkan
dengan orang normal. Tidak ada perbedaan frekuensi jenis kelamin, baik laki-laki maupun
wanita. Umur , ras , perkerjaan, letak geografis dan perubahan musim dapat mempengaruhi
hipersensitivitas yang diperankan oleh IgE. Penisilin tercatat sebagai obat yang lebih sering
menimbulkan urtikaria.2
Erupsi kulit bagi urtikaria saat ini kelihatannya seperti benjolan tipis eritematosa dan
papula dengan vasodilatasi kulit dan pembuluh darah subkutan yang disertai edema pada
sekeliling jaringan. Rasa gatal seringkal menyertai urtikaria. Kadangkala timbul angioedema
disertai pembengkakan bibir, lidah, keopak mata dan laring yang menyertai urtikaria kulit.1
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang meningkat,
sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan cairan setempat. Sehingga
secara klinis tampak edema setempat disertai kemerahan2. Dalam mendiagnosis urtikaria
umumnya tidak diperlukan pemeriksaan penunjang, terutama pada urtikaria akut. Namun pada
keadaan dan jenis urtikaria tertentu contohnya urtikaria kronik diperlukan pemeriksaan
penunjang.

1
BAB 2 DEFINISI

Urtikaria merupakan reaksi kulit yang paling sering dijumpai dengan adanya edema dan
eritem1.Urtikaria terjadi oleh reaksi vaskuler di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya
ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan2.Dalam
waktu beberapa jam lesi akan menghilang. Erupsi kulit yang terjadi berupa benjolan tipis
eritematosa dan papula dengan vasodilatasi kulit dan pembuluh darah subkutan yang disertai
dengan edema pada sekeliling jaringan.Rasa gatal sering kali menyertai urtikaria1.Kadangkala
timbul angioedema disertai pembengkakan bibir, lidah, kelopak mata dan laring yang menyertai
urtikaria kulit. Angioedema adalah urtika yang mengenai lapisan kulit yang lebih dalam daripada
dermis, dapat terjadi pada submukosa, atau di subkutis, juga dapat mengenai saluran napas,
saluran cerna, dan organ kardiovaskuler2, sehingga dapat menyebabkan mual, muntah, stres
pernapasan, nyeri abdomen, dan syok. Angioedema laring merupakan suatu keadaan darurat
medis1.
Penyebab urtikaria bermacam-macam, mulai dari obat-obatan, makanan, lingkungan,
keadaan infeksi tertentu, reaksi autoimun, hingga faktor metabolik.Timbulnya angioedema pada
urtikaria dapat disebabkan oleh produksi yang berlebihan atau pemecahan yang tidak sempurna
dari bradikinin3.
Urtikaria yang bersinonim dengan hives, nettle rash, biduran, atau kaligata, dapat berdiri
sendiri, disertai dengan angioedema ataupun dapat ditemui hanya angioedema saja. secara
perbandingan, ditemukan 40% bentuk urtikaria saja, 49% urtikaria bersama-sama dengan
angioedema, dan 11% angioedema saja. lama serangan berlangsung bervariasi, ada yang lebih
dari satu tahun, bahkan ada yang sampai 20 tahun2. Urtikaria dapat terjadi secara akut maupun
kronik1.

2
BAB 3 ETIOLOGI

3.1 Etiologi Urtikaria pada Anak


Urtikaria akut
Dari 15%-25% akan mengalami urtikaria akut dalam beberapa periode selama
hidup. Penyebab dari urtikaria akut sangat beragam dan tumpang tindih dengan banyak
kausa anafilaktik. Urtikaria dapat dipicu oleh alergen, faktor fisik dan penyakit lain.
Alergen yang umum meliputi makanan, medikasi, serangga, serbuk sari, dan bulu
binatang. Faktor fisik, seperti dingin, tekanan, panas dan cahaya dapat memicu urtikaria.
Penyebab tersering lain pada urtikaria anak adalah penyakit infeksi, terutama dari virus4.
Urtikaria kronik
Pada urtikaria kronik, tidak seperti urtikaria akut, penyebab eksogen yang spesifik
tidak ditemukan, dan hanya 5%-25% dari pasien dengan urtikaria kronik dapat
mengidentifikasi penyebab dari gejala-gejalanya. Disamping itu, setiap cara harus
ditempuh agar dapat dievaluasi kemungkinan penyebabnya, yang termasuk, medikasi,
makanan, faktor fisik, penyakit infeksi, kondisi autoimun, dan paparan eksternal, seperti
lateks, perubahan hormonal4.

3.2 Etiologi Urtikaria pada Dewasa


Urtikaria akut
Pada urtikaria akut, kausa tidak dapat diketahui (idiopatik), ditemukan pada lebih
dari 50% pasien dengan urtikaria akut. Penyebab tersering lainnya adalah infeksi saluran
napas atas (ISPA), diikuti dengan pemakaian obat.Alergi atau intoleransi pada makanan
sangat jarang5. Urtikaria yang disebabkan oleh alergi oleh interaksi alergen dengan
membentuk IgE spesifik yang berikatan dengan sel mas. Walaupun tidak biasanya untuk
menemukan penyebab alergi untuk urtikaria akut, berbagai obat, makanan, substansi lain
dari transfusi darah, injeksi, implan, kontaktan, dan inhalan harus diperhatikan sebagai
alergen potensial.5 Urtikaria akut dari zat yang dimakan mungkin non-alergi. Namun
merupakan sebuah reaksi intoleransi. Ini disebabkan karena keluarnya histamin dari sel
mas atau dari mekanisme lain (pseudoallergic).5

3
Urtikaria kronik
Kebanyakan pasien dianggap memiliki urtikaria idiopatik sebelum autoimun
ditegakkan sebagai penyebab. Hal ini masih tidak mungkin untuk menganggap suatu
etiologi spesifik untuk sekitar 50% pasien dengan presentasi seperti urtikaria kronik pada
umumnya bahkan setelah melihat autoreaktivitas dengan ASST atau tes untuk
autoantibodi fungsional dengan histamin basofil release assay. Alasannya masih tidak
jelas, tetapi mungkin karena ketidakpekaan dari assay untuk konsentrasi rendah dari
autoantibodi fungsional yang mungkin, dalam teori, degranulasi hyper-releasable sel
maspada urtikaria kronik tetapi tidak basofil normal dari pendonor sehat. Pengalaman
klinis menunjukkan bahwa urtikaria kronik seringnya merupakan penyakit multifaktorial
dan aktivitas sehari-hari ditentukan oleh faktor eksogen pemberat dalam hubungannya
dengan penyebab endogen5. Penyedap makanan dan salisilat dapat menjadi satu dari
berbagai faktor yang memperberat urtikaria kronik dan harus ditelusuri riwayat
pengobatannya. Insiden dari infeksi bakteri seperti sepsis mulut, sinusitis, traktus
urinarius dan infeksi kantung empedu pada urtikaria kronik beragam. Jika ada,
pengobatan infeksi biasanya tidak menghilangkan urtikaria dan secara keseluruhan
infeksi merupakan penyebab yang jarang dari urtikaria kronik5.

4
BAB 4 FAKTOR RESIKO

Beberapa hal yang termasuk dalam faktor risiko dalam menimbulkan urtikaria adalah,

Obat-obatan :
Jenis kelamin
Asma7, Rhinitis alergi7, NSAIDs seperti
perempuan6,
aspirin5,

Makanan dan
Panas Periode
penyedap Tekanan5,
berlebih5, premenstrual5,
makanan5,

Alkohol5, Stress5. Infeksi viral5

BAB 5 PATOFISIOLOGI

Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang meningkat,


sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan cairan setempat. Sehingga
secara klinis tampak edema setempat disertai kemerahan2. Vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan mediator-mediator, misalnya histamin, kinin,
serotonin,slow reacting substance of anaphylaxis (SRSA), dan prostaglandin oleh sel mast dan
atau basofil. Selain itu terjadi pula inhibisi proteinase oleh enzim proteolitik, misalnya kalikrin,
tripsin, plasmin dan hemotripsin didalam sel mast2.

5
Gambar 2. Patofisiologi Urtikaria2

Baik faktor imunologik, maupun nonimunologik mampu merangsang sel mast atau
basofil untuk melepaskan mediator. Pada yang nonimunologik mungkin sekali siklik
AMP(adenosine monophosphate) memegang peranan penting pada pelepasan mediator.
Beberapa bahan kimia seperti golongan amin dan derivat amidin, obat-obatan seperti morfin,
kodein, polimiksin, dan beberapa antibiotik berperan pada keadaan ini2.
Faktor fisik misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan, dapat secara
langsung merangsang sel mast. Beberapa keadaan, misalnya demam, panas, emosi dan alkohol
dapat merangsang langsung pada pembuluh darah kapiler sehingga terjadi vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas2.

6
Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria yang akut daripada kronik; biasanya IgE
terikat pada permukaan sel mast dan atau sel basofil karena adanya reseptor Fc, bila ada antigen
yang sesuai berikatan dengan IgE, maka terjadi degranulasi sel, sehingga mampu melepaskan
mediator. Keadaan ini jelas tampak pada reaksi tipe 1 (anafilaksis), misalnya alergi obat dan
makanan2.
Aktivasi komplemen secara klasik maupun secara alternatif menyebabkan pelepasan
anafilaktoksin (C3a, C5a) yang mampu merangsang sel mas dan basofil, misalnya tampak akibat
venom atau toksin bakteri2.
Ikatan dengan kompelemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan
kompleks imun, pada keadaan ini juga dilepaskan zat anafilaktoksin. Urtikaria akibat kontak juga
dapat terjadi, misalnya setelah pemakaian bahan penangkis serangga, bahan kosmetik, dan
sefalosporin. Kekurangan C1 esterase inhibitor secara genetik menyebabkan edema
angioneurotik yang herediter2.

7
BAB 6 KLASIFIKASI URTIKARIA

Semua urtikaria awalnya merupakan urtikaria akut. Beberapa di antaranya kemudian


akan berkembang menjadi urtikaria akut setelah lebih dari 6 minggu2. Urtikaria akut timbul
selama beberapa hari hingga beberapa minggu, yang tiap kemunculannya tidak melebihi 12 jam,
dengan resolusi komplit dalam 6 minggu lamanya. Sedangkan episode harian urtikaria dengan
atau tanpa angioedema berlangsung lebih dari 6 minggu disebut urtikaria kronik3. Istilah
urtikaria kronik hanya digunakan apabila urtikaria secara terus-menerus timbul setidaknya 2 kali
dalam seminggu setelah terapi dihentikan8.
Urtikaria yang timbul lebih jarang dari kedua jenis di atas disebut sebagai episodik (atau
rekuren), karena presentasinya lebih menunjukkan adanya peranan lingkungan dalam memicu
terjadinya urtikaria.Kondisi ini disebut juga sebagai urtikaria fisik.Urtikaria fisik mencakup
beberapa jenis urtikaria yang diinduksi oleh stimulus fisik eksogen8.
Tabel 1. Klasifikasi Urtikaria Fisik8
Klasifikasi Urtikaria Fisik
Dermografis
Tipe segera
Urtikaria karena stimulus mekanis Tipe lambat
Urtikaria tekanan lama
Angioedema getaran
Panas dan stress
Urtikaria kolinergik
Urtikaria kontak panas lokal
Urtikaria karena perubahan suhu dan stress Stres
Urtikaria adrenergik
Dingin
Urtikaria kontak dingin
Urtikaria solar
Urtikaria akuagenik

8
Urtikaria fisik diklasifikasi berdasarkan stimulus predominan yang memicu timbulnya
urtika, angioedema atau anafilaksis.Urtika yang timbul biasanya terlokalisasi pada area yang
mengalami stimulus.Namun, kadangkala stimulus fisik menyebabkan efek sistemik contohnya,
peningkatan atau penurunan suhu tubuh, untuk menginduksi urtikaria kolinergik ataupun
urtikaria oleh karena refleks dingin. Pada kasus ini, urtikaria timbul dalam bentuk urtika-urtika
kecil yag tersebar di seluruh tubuh. Reaksi anafilaksis oleh latihan fisik dan makanan biasanya
timbul dengan hipotensi dan kolaps pembuluh darah.Angioedema dapat timbul pada semua jenis
urtikaria fisik8.

Gambar 3. Urtikaria Demografis8

Gambar 4. Urtikaria Tekanan8

9
Gambar 5. Urtikaria Kolinergik3

Urtikaria demografis timbul sebagai respon terhadap goresan pada kulit.Urtikaria tekanan
lama timbul sebagai edema eritema yang dalam pada kulit di lokasi yang mengalami tekanan
secara kontinu, disertai rasa gatal, nyeri ataupun keduanya.Urtikaria getaran timbul oleh karena
adanya getaran selama lebih dari 30 menit, contohnya jogging dan gesekan permukaan handuk
yang kasar.Urtikaria akuagenik timbul oleh karena penggunaan pakaian basah pada suhu tubuh
selama lebih dari 20 menit8.

10
BAB 7 DIAGNOSIS

Diagnosis urtikaria terutama ditegakkan berdasarkan anamnesis rinci mengenai keluhan


utama pasien8, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat obat-obatan, makanan, parasit, fisik,
paparan terhadap matahari3, temuan klinis yang didapatkan pada pasien9, dan didukung oleh
pemeriksaan penunjang9.

7.1 Anamnesis Penyakit


Beberapa hal penting yang harus digali dalam melakukan anamnesis ialah,
1. Tipe lesi; apakah termasuk urtikaria saja atau disertai dengan angioedema3.
Variasi lokasi, jumlah dan bentuk urtikaria tidak bermakna dalam menentukan jenis dari
urtikaria. Adanya angioedema harus segera diketahui, terutama jika mengenai orofaring
yang disertai kesulitan menelan dan bernapas5.
2. Durasi lesi; untuk menentukan jenis urtikaria, apakah akut atau kronik. Selain itu, dapat
pula dibedakan apabila lesi menetap kurang dari 24 jam dapat dipikirkan urtikaria
vaskulitis. Sedangkan lesi yang menetap lebih dari 24 jam sebaiknya dilakukan
pemeriksaan biopsi jaringan10.
3. Keluhan yang menyertai urtikaria seperti pruritus, nyeri, kemerahan, rasa terbakar3.
Gejala sistemik yang menyertai juga harus ditelusuri termasuk malaise, nyeri kepala,
nyeri perut, nyeri sendi, mengi, dan pingsan5.
Faktor presipitasi termasuk faktor fisik seperti panas, dingin, tekanan lokal pada kulit, gesekan
dan sinar matahari harus diperhatikan. Penting juga untuk menanyakan keterkaitan infeksi
sebelumnya, obat-obatan, makanan, riwayat atopi dalam keluarga, autoimunitas ataupun
angioedema5.
Panduan diagnosis menurut EAACI/GA2LEN/EDF/WAO tahun 2013 menyebutkan
beberapa hal yang penting ditanyakan selama anamnesis, yakni Onset timbulnya penyakit,
Frekuensi/durasi dan faktor yang memprovokasi timbulnya lesi, Variasi diurnal, Riwayat liburan
dan keluar kota, Bentuk, ukuran dan distribusi lesi, Tanpa atau dengan angioedema , Gejala
subjektif, seperti nyeri, gatal, Riwayat pribadi dan keluarga untuk mencari tahu adanya atopi
urtikaria, Riwayat alergi, penyekit infeksi, penyakit sistemik sekarang maupun masa lalu,
Penyakit psikosomatik dan psikiatri, Riwayat pembedahan, Masalah pencernaan, Induksi oleh

11
agen fisik atau latihan, Penggunaan obat (contohnya, NSAIDs, obat suntikan, imunisasi, hormon,
laxative, obat suppository, obat tetes mata dan telinga, dan obat-obatan alternative) Observasi
keterkaitan penyebab makanan, Siklus menstruasi, Kebiasaan merokok, Jenis pekerjaan,
Kegemaran atau hobi, Stress ,Kualitas hidup dan emosi yang dpengaruhi oleh kemunculan
urtikaria, Riwayat pengobatan sebelumnya dan respon terhadap pengobatan tersebut, Prosedur
diagnostik sebelumnya dan hasil yang diperoleh.10

Di bawah ini adalah tabel yang membedakan subtipe urtikaria berdasarkan informasi yang
didapatkan dari anamnesis dan temuan dalam pemeriksaan fisik.

Tabel 2.Etiologi Urtikaria Berdasarkan Temuan Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis


Petunjuk Klinis Kemungkinan Etiologinya
Nyeri perut, pusing, napas memendek, stridor, Anafilaksis
takikardi
Dermatografis Urtikaria fisik
Riwayat mengonsumsi makanan tertentu Alergi makanan
sebelum timbulnya gejala
Riwayat terekspos infeksi Infeksi
Penggunaan atau ganti obat Alergi obat atau degranulasi langsung sel mast
Stimulus fisik Urtikaria fisik
Urtika kecil berdiameter 1-2 mm, rasa terbakar Urtikaria kolinergik
atau gatal, timbul karena panas atau latihan
fisik
Riwayat bepergian Infeksi parasit
Gejala ISPA atau ISK Infeksi
Kenaikan berat badan, intoleransi dingin Hipotiroid
Penurunan berat badan (yang tidak disengaja) Limfoma
Urtika berlangsung lebih dari 24 jam, rasa Urtikaria vaskulitis
terbakar, hiperpigmentasi residual

12
7.2 Pemeriksaan Klinis dan Efloresensi Urtikaria
Lesi primer
Plak edematous: urtika. Plak yang mengalami peninggian memiliki batas yang tegas dan
warna pada bagian sentral bervariasi dari merah muda, kuning hingga putih. Efek peau
dorange dapat muncul pada sentral lesi dan serig disertai batas kemerahan dengan noda
kotor kehitaman di sekitarnya, yang merupakan refeks akson. Ukuran urtika bervariasi
mulai millimeter hingga lebih besar dari ukuran telapak tangan. Bentuknya dapat berupa
konfluen, geometrik dan polisiklik. Pruritus biasanya sangat berat. Lesi biasanya timbul
dengan cepat dan menghilang dalam beberapa jam11.
Lesi sekunder
Pada urtikria umumnya hanyalah lesi primer, namun tidak menutup kemungkinan, pada
beberapa kondisi timbul bulla sebagai lesi sekunder pada permukaan urtika ketika edema
terjadi secara cepat dan berat. Hal yang jarang ditemui lainnya adalah purpura yang
timbul pada urtika yang disertai vasodilatasi yang sangat jelas11.
Distribusi
Mikrodistribusi: follikular (jarang)
Makrodistribusi: dapat muncul dimana saja
Konfigurasi
Annular
Polisiklik
Serpiginous
Konfigurasi ini tidak menentukan diagnostik ataupun etiologi urtikaria.
Pemeriksaan klinis mencakup tes provokasi yang jenis pemeriksaannya didasarkan oleh temuan
anamnesis11. Tes tersebut diantaranya tes obat-obatan, makanan, ataupun fisik10.

13
7.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan untuk mencari penyebab yang mendasari dan / atau pemicu yang relevan
harus dilakukan terutama pada pasien kambuh dengan gejala selama lebih dari 1 tahun dan / atau
dengan penyakit yang bereaktivitas tinggi. Aktivitas penyakit urtikaria kronis dapat dievaluasi
dengan menggunakan skor aktivitas urtikaria, skor gejala klinis yang menggabungkan rekaman
16
harian jumlah wheal (pembengkakkan) dan intensitas pruritus. Pemeriksaan ini juga bisa
terfokus pada tiga penyebab yang paling sering dari urtikaria kronis yaitu pada pasien yang
intoleransi terhadap makanan, infeksi dan auto-reaktivitas. 16
Pada pasien dengan intoleransi makanan, direkomendasikan untuk diet 3 minggu
pseudoallergen bagi menguji pemicu sebenar urtikaria . Pasien harus diberitahu bahwa efek
mungkin tidak terlihat sampai 10-14 hari setelah dimulainya diet. Tanggapan untuk diet harus
dinilai oleh pengukuran skor aktivitas urtikariadan dengan membandingkan penggunaan
antihistamin selama seminggu sebelum dan seminggu terakhir dari diet. Skor aktivitas urtikaria
didasarkan pada evaluasi jumlah . jumlah wheal dan intensitas gatal masing-masing
menggunakan skala 0-3 titik. Hal ini dihitung sebagai jumlah harian wheal dan skor gatal,
dengan skor maksimal 6 poin per hari dan 42 poin per minggu. 16
Infeksi bakteria, serta virus, kulat atau infeksi parasit boleh menjadi punca kronik
urtikaria. Garis panduan semasa mengesyorkan analisis diferensial darah, penentuan kadar
pemendapan darah dan protein c-reactive, bersama-sama dengan riwayat penyakit yang fokus
untuk menemui jangkitan lain yang relevan. 16
Kronik urtikaria karena autoreaktivitas bisa didiagnosis dengan penggunaan autologous
Serum Skin Test (ASST). Secara singkat, serum diakuisisi oleh sentrifugasi dari seluruh darah
segar yang diperoleh. 50 ml dari serum disuntikkan (intrakutan) ke dalam kulit volar lengan
bawah. Pengujian histamin dan saline solusi sebagai kontrol positif dan negatif, masing-masing,
harus dilakukan pada waktu yang sama dengan pengujian serum dan respon harus dibaca setelah
15 menit. 16
Dalam mendiagnosis urtikaria umumnya tidak diperlukan pemeriksaan penunjang,
terutama pada urtikaria akut. Namun pada keadaan dan jenis urtikaria tertentu contohnya
urtikaria kronik diperlukan pemeriksaan penunjang. Beberapa jenis pemeriksaan penunjang
yang biasanya dilakukan adalah3,

14
1. Dermatopatologi
Gambaran histopatologi yang ditemukan apa urtikaria adalah reaksi hipersensitivitas pada
dermis dengan karakteristik9:
a. Infiltrat perivaskuler oleh limfosit, eosinophil dan beberapa neutrofil;
b. Perluasan eosinophil ke arah dermis berlokasi diantara ikatan kolagen;
c. Edema jaringan dermis atau subkutaneus,dilatasi venula tanpa kerusakan vaskuler;
d. Degranulasi sel mast,
2. Serologi11
a. Serum Ig E, walaupun tes ini dapat mendukung penyebab alergi, tes ini tidaklah
spesifik terutama pada penyakit atopi.
b. Tes Radioallergosorbent (RAST), sangat mahal dan masih kontroversi, sulit untuk
diinterpretasikan dan negative palsu tinggi.

3. Hematologi3
a. Laju endap darah meningkat pada vaskulitis urtikaria
b. Transien eosinophilia pada urtikaria oleh karena reaksi makanan, parasite dan
obat-obatan,
c. Peningkatan signifikan eosinophilia mengarah pada reaksi hipersensitivitas tipe I
atau kemungkinan parasit usus. Peningkatan kadar eosinophil terjadi pada
angioedema-urticaria-eosinofilia syndrome.
4. Parasitologi
Cek keberadaan parasit dan telur pada apusan tinja, terutama jika ditemukan
riwayat bepergian, saluran pencernaan atau dicurigai dari hasil hitung darah jenisnya11.
5. Menghindari pencetus
Eliminasi segala jenis alergen dan substansi yang diketahui yang mungkin
memicu urtika pseudoalergi atau pelepasan histamine dan mediator nonspesifik. Pada
kasus dengan gejala yang berat atau kronik, menghindari diet jenis makanan yang
dicurigai mungkin dapat membantu11.
Berikut ini adalah investigasi urtikaria dengan menggunakan pemeriksaan penunjang
yang diperlukan.

15
Tabel 3.Jenis Urtikaria dan Pemeriksaan Penunjang yang Dibutuhkan
Sumber: Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 8th Edition
Jenis urtikaria Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan
Urtikaria episodik Menguji pseudoalergen (makanan, NSAIDs)
Tidak diperlukan, kecuali jika ada indikasi dari riwayatnya.
Urtikaria akut Ig E spesifik (CAP fluoroimmunassay atau skin-prick test)
Tes ISPA oleh virus atau bakteri
Tes provokasi fisik (berdasarkan riwayatnya)
Tes provokasi akan sangat membantu diagnosis
urtikariafisik. Tes ini dilakukan dengan memaparkan
faktor pemicu yang dicurigai menimbulkan urtikaria.
Namun demikian, ter provokasi harus dipertimbangkan
secara hati-hati untuk menjamin keamanannya.
Urtikaria kronik Contohnya, tes provokasi urtikaria dingin dengan
menempelkan es batu pada permukaan kulit.
Pemeriksaan laboratorium darah (LED, antobodi tiroid, fungsi
tiroid, komplemen C4, jika fasilitas ada: autologous serum skin
test, basophil histamine release assay)
Biopsi kulit
Apusan tinja

16
BAB 8 DIAGNOSIS BANDING

Mendiagnosis urtikaria jarang ditemukan adanya kendala. Urtikaria dibedakan


berdasarkan waktu timbulnya yang cepat dengan keadaan epidermis yang normal 7.Tabel di
bawah ini menyajikan diagnosis banding urtikaria serta karakteristiknya yang dapat
membedaannya dari urtikaria.
Tabel 4. Diferensial Diagnosis3
Kondisi Karakteristik yang membedakan
Gigitan serangga

Lesi berlangsung beberapa hari, riwayat


terekspos serangga

Dermatitis atopi

Lesi makulopapular,berskuama, distribusi


khas

Dermatitis kontak

Batas tidak tegas, lesi papular

17
Erythema multiformis

Lesi berlangsung selama beberapa hari,


papul berbentuk iris, lesi target, demam

Fixed-drug reactions

Penggunaan obat, tidak gatal,


hiperigmentasi.

Distribusi pada ekstremitas bawah, lesi


pruritus, ada gejala sistemik

18
Reaksi obat morbiliformis

Lesi makulopapular, ada riwayat


pengobatan tertentu

Pityriasis rosea

Lesi berlangsung selama beberapa minggu,


herald patch, christmas tree pattern,
biasanya tidak gatal

Viral exanthem

Tidak gatal, ada gejala prodromal, demam,


lesi makulopapular, lesi berlangsung selama
beberapa hari.

19
BAB 9 PENATALAKSANAAN

Urtikaria kebanyakan disebabkan oleh pelepasan mediator kimiawi oleh sel mast yang
mengakibatkan timbulnya wheal (pembengkakan) dengan ukuran kecil hingga besar dan lebih
dalam (angioedema) dari kulit. Oleh karena itu metode terapi diterapkan secara universal
berdasarkan teori sel mast dalam hal alergi yaitu :
1. Eliminasi atau mengindari stimulus yang menyebabkan alergi
2. Pengobatan simptomatik dengan menghambat / mengurangi mediator kimiawi yang
dilepaskan oleh sel mast10.

9.1 Penatalaksanaan Farmakologi


Antihistamin merupakan terapi yang baik untuk akut urtikaria, namun kemerahan dapat
menjadi lebih berat serta meluas dan menimbulkan angioedema.
Untuk urtikaria akut biasanya akan sembuh dengan sendirinya walaupun tidak diberikan obat,
namun antihistamin memiliki efikasi yang sangat baik pada kebanyakan kasus dan merupakan
terapi first-line untuk urtikaria akut dan angioedema(3,11,13,14).
Meskipun anti-histamin 1 generasi pertama bekerja dengan cepat dan efektif, tapi obat
tersebut memiliki efek samping kolinergik yang mengganggu aktivitas motorik karena dapat
menembus sawar darah otak, dimana gangguan ini kurang atau bahkan tidak didapatkan pada
pengguna anti histamine 1 generasi kedua seperti loratadin 10 mg, cetirizine 10 mg sudah cukup
diberikan kepada pasien dengan urtikaria akut. Pada pasien yang kurang memilliki efek apabila
diberikan antihistamin, pasien ini dapat diberikan kortikosteroid oral dan diusahakan untuk
menghindari faktor pencetus agar pengobatan lebih efektif(3,10,12,13).
Pada urtikaria kronik digunakan terapi non farmkologi dan farmakologi. Pendekatan
secara bertahap telah dikembangkan untuk terapi urtikaria kronik. Anti Histamin 1 generasi
pertama terbukti efektif pada kebanyakan pasien dengan kronik urtikaria namun tidak mencakup
semua pasien, tidak seperti antihistamin generasi kedua yang terbukti lebih aman dan efektif
serta memiliki efek samping minimal dalam terapi pasien dengan urtikaria kronik sehingga
ditetapkan sebagai first-line agents (Step 1). Untuk pasien yang tidak membaik dengan terapi
tunggal dari antihistamin generasi kedua selama 2 minggu, dapat dilakukan beberapa tindakan

20
seperti meningkatkan dosis obat hingga 2-4 kali dosis awal, atau menambahkan AH1 generasi
kedua lainnya. (Step2). Pemberian AH1 generasi pertama Hydroxazine atau Dyphendramin 25
50 mg qid dapat dipertimbangakan apabila walau dengan penambahan dosis dari antihistamin
generasi kedua pada pasien masih belum ada perbaikan (Step 3). Apabila masih belum ada
perbaikan lagi selama 1-4 minggu setelahnya, maka kortikosteroid sistemik seperti prednisone
10mg/harimaksimal 10 hari, atau dengan mengguanakan cyclosporin 15 mg/hari dapat
ditambahkanpada pasien dan dilakukan slow tapering 5 mg dan 1 mg hingga sama sekali tidak
menggunakan kortikosteroid karena mengingat efek samping immunosuppresan yang
ditimbulkan apabila digunakan dalam jangka panjang. Namun beberapa penelitian yang
dilakukan oleh Lang et.al dan Zhao et.al menunjukkan bahwa Omalizumab 150-300 mg/bulan
memiliki efektifitas yang sangat baik serta efek samping yang minimal dalam mengobati
Urtikaria kronik pada pasien yang tidak ampuh dengan pengobatan antihistamin dosis maksimal
(Step 4)(3,13,14,15).

21
Step 1
Monotherapy with 2nd generation
antihistamine
Avoidance of trigger

Step 2
Dose advancement of 2nd generation
antihistamined used in step 1
Add another 2nd generation antihistamine

Step 3
Add 1st Generation of antihistamine,
Hydroxazine or Dyphendramine 25-50 mg
daily

Step 4
Add short course corticosteroid :
Prednisone 10mg/day ,max 10 days
Cyclosporin 15mg/day
Omalizumab 150 - 300 mg / month

Gambar 7. Langkah-langkah dalam mengobati urtikaria kronik.


Sumber: The diagnosis and management of acute and chronic urticaria: 2014 update.
Journal Allergy Clinical Immunology. 2014

22
9.2 Penatalaksanaan Non Farmakologi
Pengobatan degan cara desensitasi misalnya dilakukan pada urtikaria dingin dengan
melakukan sensitasi air pada suhu 100 C (1-2 menit) 2 kali sehari selama 2-3 minggu. Pada alergi
debu, serbuk bunga dan jamur, desensitasi mula-mula dengan alergen dosis kecil 1 minggu 2x;
dosis diturunkan pelan pelan sampai batas yang dapat ditoleransi oleh penderita. Eliminasi diet
dicobakan pada penderita yang sensitif terhadap makanan2.
Selain itu dapat juga dilakukan tindakan pencegahan seperti untuk beberapa pasien
dengan urtikaria akut, pemicunya dapat diketahui ( makanan, obat obatan, lateks, racun
serangga) dan menghindari agen penyebab adalah langkah yang efektif untuk mencegah
terjadnya urtikaria. Pasien juga harus diedukasi dengan jelas tentang strategi untuk menghindari
faktor pencetus.

23
BAB 10 PROGNOSIS

Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat diatasi, namun
pada urtikaria kronis, penyebabnya sulit dicari dan cenderung lebih sulit diatasi2. Urtikaria dapat
menyebabkan hendaya yang bertahan hingga bertahun-tahun 8.
Berikut adalah alat yang mana digunakan untuk menilai dampak dari urtikaria dalam kualitas
hidup.17
Alat Deskripsi
Urticarial activity score ( UAS7) Alat prospektif, pasien merekam
tingkat/kearahan pruritus dan jumlah lesi
dalam jangka waktu 7 hai.
Urticaria control test (UCT) Alat retrospektif, 4 bahan, untuk menentukan
kontrok penyakit
Chronic urticarial quality of life questionnaire Alat retrosprektif, 23 soal, menilai kualiti
(CV-Q2Ol) hidup
Urticaria severityscore(USS) Alat untuk monitor keparahan, 12 soal

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Price, Sylvia A,Wilson,Lorraine M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit


Edisi Keenam. Penerbit Buku Kedokteran ECG.2003.
2. Djuanda Adhi, Mochtar Hamzah. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keenam
(Cetakan Ketiga 2013). Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.2015;hal.171-173.
3. Lowell A. Goldsmith. Stephen I. Katz BAG, Amy S. Paller, David J. Paller, Klaus Wolff.
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. United States:The McGraw-Hill
Companies,Inc. ;2012.
4. Langley Emily W, Joseph Gigante. Anaphylaxis, Urticaria, and Angioedema. American
Academy of Pediatrics. Pediatrics in Review 2013;34;247.
5. Burns Tony, Stephen Breathnach. Rooks Textbook of Dermatology. 8th Ed. UK: Wiley-
Blackwell, 2010;p.955-958.
6. Ungureanu Monica. Epidemiological Study on Urticaria in Children. University of
Medicine and Pharmacy Grigore T.Popa. European Social Found. Rev. Med. Chir. Soc.
Med. Nat., lasi-2015-vol.119, No.3;pg.880-882
7. Shahzadi Nabeela, Zahida Rani. Chronic Urticaria : An Approach Towards Etiology and
Diagnosis. Part I. King Edward Medical University, Lahore. Journal of Pakistan
Association of Dermatologist. 2015;25 (4): 306-307.
8. Callen, Jeffrey P., et. Al., Dermatology 2nd Edition. 2008. Mosby Elsevier: United States.
9. James, William D., Andrews Diseases of The Skin 10th Edition. 2011. Saundres
Elsevier: United States.
10. T. Zuberbier WA, R. Asero, C. Bindslev-Jensen, Z. Brzoza, G. W. Canonica, M. K.
Church, L. F. Ensina, A. Gimenez-Arnau, K. Godse, M. Goncalo, C. Grattan, J. Hebert,
M. Hide, A. Kaplan, A. Kapp, A. H. Abdul Latiff, P. Mathelier-Fusade, M. Metzl, A.
Nast, S. S. Saini, M. Sanchez-Borges, P. Schmid Grendelmier, F. E. R. Simons, P.
Staubach, G. Sussman, E. Toubi, G. A. Vena, B. Wedi, X. J. Zhu, M. Maurer. The
EAACI/GA2LEN/EDF/WAO Guidelines of the definition, classification, diagnosis, and
management of urticarial:the 2013 revision and update. European Journal of Allergy and
Clinical Immunology. 2013 Epub 30 September 2013.

25
11. Trozak, Daniel J, et. al. Dermatology Skills For Primary Care. 2006. Humana Press.
12. Schaefer P. Urticaria: Evaluation and Treatment. Toledo,Ohio: University of Toledo
Collage of Medicine;2011 May 1, 2011
13. Bernstein; Jonathan A. Berstein DML, and David A. Khan. The diagnosis and
management of acute and chronic urticarial:2014 update. Journal Allergy Clinical
Immunology. 2014 May 2014;133:5.
14. Lang DM. Omalizumab is efficacious for management of recalcitrant, anti histamine-
resistant chronic urticarial. Drugs of \Today (Barcelona, Spain:1998).2015 Jun; 51
(6):367-374. PubMed PMID: 26261850. Epub 2015/08/12.
15. Zhao ZT, Ji CM Yu WJ, Meng L, Hawro T, Wei JF, et. al. Omalizumab for the treatment
of chronic spontaneous uritacaria: A meta-analysis of randomized clinical trials. The
Journal of allergy and clinical immunology. 2016 Mar 31. PubMed PMID:27040372.
Epub 2016/04/05. Eng.
16. Nicole S. , Georgios D. Marcus M. Diagnosis of Urticaria, Indiana Journal of
Dermatology. Jun 2013, 211-218
17. Yasmin M. , Charles L. , Gordon S. Advances in Understanding and Managing Chronic
Urticaria. 2016 Feb 16.

26

Anda mungkin juga menyukai