Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN CKD (Chronic Kidney Disease)

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH RUANG ASOKA

RSUD Prof. Dr. MARGONO SEOKARJO PURWOKERTO

RATNA NINGSIH

I4B017036

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit ginjal kronis merupakan kondisi ginjal dimana ginjal tidak dapat
menyaring darah sebagaimana mestinya, dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, sehingga akan
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) dan dapat
menyebabkan kerusakan pada organ lainnya. Penyebab dari penyakit ginjal kronis
terbanyak adalah diabetes mellitus dan hipertensi (National Kidney Foundation, 2012).
Apabila penyakit ginjal kronis ini tidak tertangani dengan maksimal akan menyebabkan
penyakit ginjal terminal. Penyakit ginjal terminal (End-Stage Renal Disease) adalah
kondisi ginjal yang sudah tidak berfungsi dan perlu dilakukan dialisis. hemodialisa
merupakan terapi pengganti ginjal yang bertujuan untuk mengeluarkan sisa-sisa
metabolisme protein atau mengoreksi gangguan keseimbangan air dan elektrolit.
Dari survey populasi pada usia dewasa di Amerika Serikat didapatkan data
sebesar 6% menderita penyakit ginjal kronik stage satu dan dua serta 4,5% menderita
penyakit ginjal kronis stage tiga dan empat (Jameson and Loscalzo, 2010). Insiden
penyakit ginjal terminal di Amerika Serikat pada tahun 2006 tercatat 360 orang per satu
milyar penduduk. Hal tersebut mengalami peningkatan 2,1% dibandingkan pada tahun
2005 (US renal data system, 2008 cit Schrier 2010). Di Amerika Serikat lebih dari
300.000 pasien menderita penyakit ginjal terminal. Diperkirakan 250 pasien dari satu
milyar orang baru memulai terapi hemodialisa (Clarkson et al., 2010).Hasil survey
komunitas Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Perneferi) sebesar 12,5% dari populasi
telah mengalami penurunan fungsi ginjal, sedangkan sebesar 38% dari kelompok usia
60 tahun keatas banyak mengalami penyakit ginjal kronik (Dharmeizar, 2012).
B. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definis CKD (Chronic Kidney Disease)
2. Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi ginjal
3. Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab dari CKD (Chronic Kidney Disease)
4. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala pasien dengan CKD (Chronic
Kidney Disease)
5. Mahasiswa mampu mejelaskan patofisiologi CKD (Chronic Kidney Disease)
6. Mahasiswa mampu menjelaskan pathway CKD (Chronic Kidney Disease)
7. Mahasiswa mampu mejelaskan pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien
CKD (Chronic Kidney Disease)
8. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalksanaan pasien dengan CKD (Chronic
Kidney Disease)
9. Mahasiwa mampu mengetahui pengkajian pada pasien dengan CKD (Chronic
Kidney Disease)
10.Mahasiswa mampu mengetahui diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dari
CKD (Chronic Kidney Disease)
11.Mahasiswa mampu mengetahui intervensi pada pasien dengan CKD (Chronic
Kidney Disease
BAB II
ISI
A. Pengertian
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan irreversible. Di mana kemampuan tubuh gagal untuk
memepertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddart, 2001).
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindroma klinis yang disebab kan oleh
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun berlangsung progresif dan cukup lanjut.
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia ( Smeltzer, 2001).
Gagal ginjal kronis ( chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal progresif yang
berakibat fatal dan ditandai dengan anemia (urea dan limbah nitrogen yang berada
dalam darah). (Nursalam, 2008). Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi
ginjal yang bersifat persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi
ginjal yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori
ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007). Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom
klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung
progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50
mL/min. (Suyono, et al, 2001). Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal
ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun (Price, 2006).
B. Anatomi ginjal
a. Ginjal
Terletak pada dinding posterior abdomen, didaerah lumbal sebelah kanan dan kiri
tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang tebal, dibelakang peritonium.
Panjang ginjal 6-7 cm dengan tebal 1.5-2,5 cm. Berat pada orang dewasa 140 gram.
Ginjal kanan lebih pendek dan tebal dibanding sebelah kiri
b. Nefron
Tempat.awal pembentukan urine yang berjumlah 1 juta pada setiap ginjal. Terdiri
atas komponen vaskular yang terdiri atas pembuluh pembuluh darah yaitu,
glomelurus, dan kapiler peri tubuler (dari kapsul bowmwn dan mencakup tubuli
kontortus proxima, ansahale dan tubuli kontroktus distal) yang mengitari tubuh
c. Kapsul bowmen
Terdiri atas lapisan parietal, lapisan viseral
d. Ureter
e. Panjangnya 25 cm yang menghantarkan kemih dari ginjal ke kandung kemih
f. Kandung kemih
Terletak didalam velvis
g. Uretra
Pada pria panjangnya 18-20 cm, pada wanita panjang nya 4 cm dan sebagai system
perkemihan saja
Fungsi utama ginjal adalah untuk regulasi volume, osmolalitas, elektrolit, dan
konsentrasi asam basa cairan tubuh dengan mengeksresikan air dan elektrolit dalam
jumlah yang cukup untuk mencapai keseimbangan elektrolit dan cairan tubuh total
dan untuk mempertahankan balance cairan ekstraselular (Wilson&Price,2006).
Menurut Sylvia A Price (2006), terdiri dari dua fungsi utama ginjal, yaitu:

a. Fungsi Eksresi
1) Mempertahankan osmolalitas plasma dengan mengubah-ubah eksresi air
2) Mempertahankan volume dan tekanan darah dengan mengubah-ubah eksresi
Na+
3) Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit individu dalam
rentang normal.
4) Mempertahankan PH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+
dan membentuk kembal HCO2.
5) Pengeluaran zat zat toksis
6) Mengeluarkan sisa sisa metabolisme dan hasil akhir dari protein ureum
b. Fungsi Noneksresi
Mensintesis dan mengaktifkan hormone :

1) Renin : Penting dalam pengaturan tekanan darah


2) Eritropetin : Merangsang produksi sel-sel darah merah oleh sumsum tulang
belakang.
3) Prostaglandin : Sebagian besar adalah vasodilatasi bekerja secara local.
C. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral. Menurut
Alam dan Hadibroto (2007) yang dapat menjadi penyebab gagal ginjal kronik antara
lain:
Penyebab dari gagal ginjal kronik (CKD) menurut National Kidney Disease Education
Program, 2011) yaitu:
a. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
b. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
c. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
d. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik)
e. Nefropati toksik (Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah)
f. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan iskem
ik ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi yang paling sering adalah aterosklerosis
pada arteri renalis yang besar, dengan konstriksi skleratik progresif pada pembulu
h darah. Hiperplasia fibromuskular pada satu atau lebih arteri besar yang juga meni
mbulkan sumbtan pembuluh darah. Nefrosklerosis yaitu suatu kondisi yang diseba
bkan oleh hipertensi lama yang tidak di obati, dikarakteristikkan oleh penebalan, hi
langnya elastisitas system, perubahan darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran
darah dan akhirnya gagal ginjal.
g. Infeksi : Dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli yang berasa
l dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini mencapai ginjal
melalui aliran darah atau yang lebih sering secara ascenden dari traktus urinarius b
agi. Bawah lewat ureter ke ginjal sehingga dapat menimbulkan kerusakan irreversi
bel ginjal yang disebut pielonefritis.
h. Gangguan metabolik: seperi DM yang menyebabkan mobilisasi lemak meningkat
sehingga terjdi penebalan membran kapiler dan ginjal, kemudian akan terajadi
disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati amiloidosis yang disebakan adanya
endapan zat-zat proteinemia yang abnormal pada dinding pembuluh darah secara
serisu sehingga dapat merusak glomerulus.
i. Obstruksi traktus urinarius: oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan konstriksi uretra
j. Kelaianan kongenital dan herediter: penyakit polikistik atau kondisi keturunan yang
di karakteristikan oleh terjadinya kista atau kantong yang berisi cairan di dalam
ginjal dan organ serta adanya jaringan yangg bersifat kongenital (hipoplasia renalis)
serta adanya sidosis.
k. Nefropati obstruktif
a. Saluran kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Saluran kemih bagian bawah: Hipertrofi prostat, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra.
D. Patofisiologi dan pathway
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai dari nefronnefron rusak. Beban
bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat
diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu
(Long, 2011). Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan
semakin berat (Smeltzer, 2001).
a. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah
yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus
(GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan
klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli)
klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu,
kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan
indicator yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara
konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga
oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan
medikasi seperti steroid.
b. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap
perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering
menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung
kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin
angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain
mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko
hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air
dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik.
c. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring
dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang
berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus
gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3) dan mengabsopsi natrium bikarbonat
(HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi
d. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia
sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan
akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal
ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan,
angina dan sesak napas.
e. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme
kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan
saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun.
Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar
serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar
kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun,
pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi
parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang.
Selain itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara
normal dibuat di ginjal menurun.
f. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon.

K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat


penurunan LFG :
1. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG
yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
2. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89
mL/menit/1,73 m2
3. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
4. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
5. Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin
Test ) dapat digunakan dengan rumus : Clearance creatinin ( ml/ menit ) = (( 140-umur
) x berat badan ( kg )) / ( 72 x creatinin serum ). Pada wanita hasil tersebut dikalikan
dengan 0,85. (Corwin, 1994)
E. Tanda dan gejala
Manifestasi klinik gagal ginjal kronis antara lain (Long, 2001):
1. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
2. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak
nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis
mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001) antara lain : hipertensi, (akibat retensi
cairan dan natrium dari aktivitas sisytem renin - angiotensin aldosteron), gagal
jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis
(akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah,
dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi).
Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
1. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan
gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
2. Gangguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
3. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein
dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan
mulut, nafas bau ammonia.
4. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning feet
syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati
( kelemahan dan hipertropi otot otot ekstremitas).
5. Gangguan Integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning kuningan akibat penimbunan
urokrom, gatal gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
6. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan
aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
7. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
8. Sistem hematologi
anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sum sum tulang berkurang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi
gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.

F. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
a. Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang
rendah.
b. Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin kurang lebih 20 : 1. Perbandingan meninggi akibat pendarahan saluran
cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran
kemih. Perbandingan ini berkurang ketika ureum lebih kecil dari kreatinin, pada
diet rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang menurun.
c. Hiponatremi : Umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia : biasanya
terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunya diuresis
d. Hipokalemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin
D3 pada GGK.
e. Phosphate alkaline : meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama
isoenzim fosfatase di tulang.
f. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia : umumnya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein.
g. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal
ginjal ( resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer ).
h. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan peninggian
hormon insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
i. Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukan Ph yang
menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun,
semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal.
2. Radiologi
Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal ( adanya batu atau
adanya suatu obstruksi ). Dehidrasi karena proses diagnostic akan memperburuk
keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
3. Intra Vena Pielografi (IVP)
Untuk menilai system pelviokalisisdan ureter.
4. USG
Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
5. EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
G. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan
mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut (Muttaqin, 2011) :
a. Dialisis
Dialysis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius,
seperti hiperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialysis memperbaiki abnormalitas
biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas,
menghilangkan kecendrungan peradrahan, dan membantu penyenbuhan
luka.Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terapi yang
bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan
kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah
sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga
kelangsungan hidup individu, maka perlu dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 2
jenis dialisis :
1) Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)
Hemodialisis atau HD adalah dialisis dengan menggunakan mesin dialiser yang
berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada prose ini, darah dipompa keluar dari tubuh,
masuk kedalam mesin dialiser. Di dalam mesin dialiser, darah dibersihkan dari
zat-zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan
khusus untuk dialisis), lalu setelah darah selesai dibersihkan, darah dialirkan
kembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah sakit
dan setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.
2) Dialisis Peritoneal (cuci darah melalui perut)
Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah dengan bantuan
membran peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak perlu dikeluarkan
dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin dialisis.
b. Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat
menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah jangan
menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga
dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka
pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat,
dan pemberian infuse glukosa.
c. Koreksi Anemia
Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi, kemudian mencari
apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada
keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfuse darah hanya dapat diberikan bila
ada indikasi yang kuat, misalnya ada infusiensi koroner.
d. Koreksi Asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium
bikarbonat dapat diberikan peroral atau parentera. Pada permulaan 100 mEq natrium
bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang.
Hemodialisi dan dialysis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
e. Pengendalian Hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator dilakukan.
Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena
tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.
f. Transplantasi Ginjal
Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal kronik, maka seluruh
faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.
H. Pengkajian
Pengkajian dengan pasien gagal ginjal kronik, meliputi :
1. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan
penanggung biaya.
2. Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-tiba
atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi keluhan,
obat apa yang digunakan. Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai
dari urine output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan
kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa
lelah, napas berbau ( ureum ), dan gatal pada kulit.
3. Riwayat penyakit saat ini
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa meliputi
palliative, provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity scala dan time.
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onset penurunan urine output, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya
nafas berbau ammonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana
saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat
pengobatan apa.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign prostatic hyperplasia, dan prostektomi.
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang
berulang, penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa
sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai
riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis
obat kemudian dokumentasikan.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama.
Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan dalam keluarga, ada atau tidaknya
riwayat infeksi system perkemihan yang berulang dan riwayat alergi, penyakit
hereditas dan penyakit menular pada keluarga.
6. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
a. Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
- Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat sakit berat.
- Tingkat Kesadaran : Menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi system saraf pusat.
- TTV : Sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan darah
terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
b. Pemeriksaan Fisik :
1) Pernafasan B1 (breath)
Klien bernafas dengan bau urea (faktor uremik), respon uremia didapatkan
adanya pernafasan kussmaul. Pola nafas cepat dan dalam merupakan upaya
untuk melakukan pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di
sirkulasi.
2) Kardiovaskuler B2 (blood)
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya
friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda
dan gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT > 3
detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema
penurunan perfusiperifer sekunder dari penurunan curah jantungakibat
hiperkalemi, dan gangguan kondisi elektrikal otot ventikel. Pada sistem
hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai akibat dari
penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan
usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI,
kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas
sistem rennin- angiostensin- aldosteron. Nyeri dada dan sesak nafas akibat
perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis
yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan
hipertensi.
3) Persyarafan B3 (brain)
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti
perubahan proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya
kejang, adanya neuropati perifer, burning feet syndrome, restless leg
syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
4) Perkemihan B4 (bladder)
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan
libido berat.
5) Pencernaan B5 (bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari
bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna
sehingga sering di dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
6) Musculoskeletal/integument B6 (bone)
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi, pruritus,
demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang,
deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak dan sendi, keterbatasan
gerak sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari
anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
I. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doengoes (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang
muncul pada pasien CKD adalah:
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan
tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
3. Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder:
kompensasi melalui alkalosis respiratorik
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat,
keletihan
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan tindakan medis berhubungan
dengan salah interpretasi informasi
J. Intervensi
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
Tujuan: Penurunan curah jantung tidak terjadi.
Kriteria hasil :mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan
frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu
pengisian kapiler.
Intervensi:

a. Auskultasi bunyi jantung dan paru, R: Adanya takikardia frekuensi jantung


tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi. R:Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada
sistem aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10).
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas. R: Kelelahan dapat
menyertai GGK juga anemia
2. Kelebihan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder :
volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
Kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan
dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan, R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal,
haluaran urin, dan respon terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan, R:
Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama
pemasukan dan haluaran, R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan
output
3. Resiko gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan, R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah. R: Gejala yang menyertai akumulasi
toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan
memerlukan intervensi
c. Berikan makanan sedikit tapi sering. R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan
masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan, R: Memberikan
pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering, R: Menurunkan ketidaknyamanan
stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi
masukan makanan
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder:
kompensasi melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas normal/stabil
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles, R: Menyatakan adanya
pengumpulan sekret
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam, R: Membersihkan jalan nafas
dan memudahkan aliran O2
c. Atur posisi senyaman mungkin, R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas, R: Mengurangi beban kerja dan mencegah
terjadinya sesak atau hipoksia
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan kulit utuh
b. Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan
kadanya kemerahan, R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan
yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa, R:
Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi
sirkulasi dan integritas jaringan
c. Inspeksi area tergantung terhadap udem, R: Jaringan udem lebih cenderung
rusak / robek
d. Ubah posisi sesering mungkin, R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan
dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia
e. Berikan perawatan kulit, R: Mengurangipengeringan , robekan kulit
f. Pertahankan linen kering, R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan
kulit
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk
memberikan tekanan pada area pruritis, R: Menghilangkan ketidaknyamanan
dan menurunkan risiko cedera
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar, R: Mencegah iritasi dermal
langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat,
keletihan, anemia,retensi produk sampah dan prosedur dialysis
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan ; anemia,ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit,retensi produk sampah,depresi. R: Menyediakan informasi
tentang indikasi tingkat keletihan.
b. Tingkatkan kemndirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi
; bantu jika keletihan terjadi. R: Meningkatkan aktivitas ringan / sedang dan
memperbaiki harga diri.
c. Anjurkan aktivitas alternative sambil istirahat. R: Mendorong latihan dan
aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat.
d. Anjurkan untuk istirahat setelah dialisis. R: Istirahat yang adekuat dianjurkan
setelah dialysis, yang bagi banyak paisen sangat melelahkan
7. Kurang pengetahuan tentangkondisi, prognosis dan tindakan medis (hemodialisa)
b.d salah interpretasi informasi.
Tujuan: Meningkatkan pengetahuan mengenai kondisi dan penanganan yang
bersangkutan.
Intervensi:
a. Kaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal, konsekuensinya, dan
penanganannya ; penyebab gagal ginjal pasien, pengertian gagal ginjal,
pemahaman mengenai fungsi renal, hubungan antara cairan, pembatasan diet
dengan gagal ginjal, rasional penanganan (hemodialisis, dialysis peritoneal,
transplantasi). R: Merupakan instruksi dasar untuk penjelasan dan
penyuluhan lebih lanjut.
b. Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan tingkat
pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar. R: Pasien dapat belajar
tentang gagal ginjal dan penaganan setelah mereka siap untuk memahami dan
menerima diagnosis dan konsekuensinya.
c. Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai
perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi hidupnya.
R: Pasien dapa melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah akibat
penyakit.
d. Sediakan informasi baik tertulis maupun secara oral dengan tepat tentang ;
fungsi dan kegagalan renal, pembatasan cairan dan diet, medikasi,
melaporkan masalah, tanda dan gejala, jadwal tindak lanjut, sumber di
komunitas, pilihan terapi. R: Pasien memiliki informasi yang dapat
digunakan untuk klarifikasi selanjutnya di rumah.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal
dan ditandai dengan anemia (urea dan limbah nitrogen yang berada dalam darah).
Penyebab CKD yaitu peradangan, infeksi, gangguan metabolit, kelainan kongenital
dll. Tanda dan gejala pada pasien dengan CKD yaitu lethargi, sakit kepala, kelelahan
fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi. Pemeriksaan
penunjang pada pasien CKD yaitu pemeriksaan laboratorium dan radilogi.
B. Daftar pustaka
Alam, S. dan Hdibroto, I. (2007). Gagal Ginjal. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta :
EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Gibson, John. (2002). Fisiologi dan anatomi modern untuk perawat. Alih bahasa:
Bertha Sugiarto. Editor Bahasa Indonesia: Monica Ester. Jakarta: EGC
Long, B C. (2011). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan
Mansjoer, A dkk. (2007). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Muttaqin,Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Imunologi. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam, dkk.(2008). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Price, Sylvia A. (2006). Patofisiologi Konsep Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.:
Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai