S DENGAN DIABETES
MELITUS DAN ULKUS PEDIS DI RUANGAN ARAFAH PKU 1
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Disusun Oleh:
BINTI MUTAMMIMAH (1710206029)
ABU RIZAL DINHAS (1710206030)
EKINO ALPRILA (1710206031)
WAHYUNI SEPTIANA (1710206011)
A. DIABETES MELITUS
1. LATAR BELAKANG
Diantara beberapa penyakit degeneratif, diabetes melitus merupakan salah
satu ancaman bagi kesehatan manusia. Penyakit ini tidak termasuk dalam kategori
penyakit menular, tetapi jumlah penderitanya akan terus meningkat (Bistara,
2015). Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus adalah suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia disebabkan oleh
ketidakmampuan tubuh mengubah glukosa menjadi energi, terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (ADA, 2014).
Bila seseorang terkena diabetes melitus tidak ditangani dan tidak
mendapatkan perawatan secara rutin dapat menimbulkan berbagai komplikasi.
Komplikasi dari diabetes melitus dapat dikategorikan menjadi dua jenis, pertama
komplikasi akut ditandai dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. Kedua
komplikasi kronik terbagi dalam makrovaskuler dan mikrovaskuler (Fatimah,
2015). Pencegahan perlu dilakukan agar penyakit diabetes melitus tidak
menimbulkan komplikasi dan kematian, dengan cara mempertahankan kadar gula
dalam darah tetap stabil dan tidak melebihi batasan normal (Sugiarto, 2010,
dalam Istiqomah, 2015).
2. PENGERTIAN
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau
gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan
tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat,
lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi
insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-
sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya
sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999).
Diabetes melitus adalah penyakit metabolisme, merupakan suatu
kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar
glukosa darah diatas nilai normal. Penyakit ini disebabkan oleh gangguan
metabolisme glukosa akibat kekurangan insulin baik secara absolut maupun relatif
(Riskesdas, 2013). Diabetes melitus merupakan kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena adanya sekresi insulin,
kerja insulin maupun kedua-duanya (PERKENI, 2015).
3. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan klasik diabetes mellitus dapat berupa polyuria, polifagia,
polydipsia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
Keluhan lain dapat berupa lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi
serta pruritus pada vulva.
4. KLASIFIKASI
Klasifikasi etiologis Diabetes melitus menurut American Diabetes Association
2010 (ADA 2010), dibagi dalam 4 jenis yaitu:
a. Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus/IDDM
Diabetes melitus tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta
pankreas karena sebab autoimun. Pada DM tipe ini terdapat sedikit atau tidak
sama sekali sekresi insulin dapat ditentukan dengan level protein c-peptida
yang jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali. Manifestasi klinik
pertama dari penyakit ini adalah ketoasidosis.
b. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes
Mellitus/NIDDM
Pada penderita Diabetes melitus tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi
insulin tidak bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi
resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi
insulin (reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih
tinggi dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut
dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa
bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta pankreas akan mengalami
desensitisasi terhadap adanya glukosa. Onset Diabetes melitus tipe ini terjadi
perlahan-lahan karena itu gejalanya asimtomatik. Adanya resistensi yang
terjadi perlahan-lahan akan mengakibatkan sensitivitas reseptor akan glukosa
berkurang. Diabetes melitus tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi
komplikasi.
c. Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes melitus tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana
intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada
trimester kedua dan ketiga. Diabetes melitus gestasional berhubungan dengan
meningkatnya komplikasi perinatal. Penderita DM gestasional memiliki risiko
lebih besar untuk menderita Diabetes melitus yang menetap dalam jangka
waktu 5-10 tahun setelah melahirkan.
d. Diabetes Melitus Tipe Lain
Diabetes melitus tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada
defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin
pankreas, penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit
autoimun dan kelainan genetik lain.
5. KOMPLIKASI
a. Hipoglikemia
Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis penderita merasa
pusing, lemas, gemetar, pandangan berkunang-kunang, keluar keringat dingin,
detak jantung meningkat, sampai hilang kesadaran. Apabila tidak segera
ditolong dapat terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian. Pada
hipoglikemia, kadar glukosa plasma penderita kurang dari 50 mg/dl, walaupun
ada orang-orang tertentu yang sudah menunjukkan gejala hipoglikemia pada
kadar glukosa plasma di atas 50 mg/dl. Kadar glukosa darah yang terlalu
rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga
tidak dapat berfungsi bahkan dapat rusak.
b. Hiperglikemia
Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah melonjak
secara tiba-tiba. Keadaan ini dapat disebabkan antara lain oleh stress, infeksi,
dan konsumsi obat-obatan tertentu. Hiperglikemia ditandai dengan poliuria,
polidipsia, polifagia, kelelahan yang parah (fatigue), dan pandangan kabur.
Apabila diketahui dengan cepat, hiperglikemia dapat dicegah tidak menjadi
parah. Hiperglikemia yang berlangsung lama dapat berkembang menjadi
keadaan metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik
(Diabetic Ketoacidosis = DKA) dan (HHS), yang keduanya dapat berakibat
fatal dan membawa kematian.
c. Komplikasi makrovaskuler
Tiga jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada
penderita diabetes adalah penyakit jantung koroner (coronary heart disease =
CAD), penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer
(peripheral vascular disease = PVD). Kombinasi dari penyakit-penyakit
komplikasi makrovaskular dikenal dengan berbagai nama, antara lain
Syndrome X, Cardiac Dysmetabolic Syndrome, Hyperinsulinemic Syndrome,
atau Insulin Resistance Syndrome.
d. Komplikasi mikrovaskuler
1) Kerusakan saraf (Neuropati)
Apabila glukosa darah berhasil diturunkan menjadi normal,
terkadang perbaikan saraf bisa terjadi. Namun bila dalam jangka yang
lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan menjadi normal maka akan
melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang memberi
makan ke saraf sehingga terjadi kerusakan saraf yang disebut neuropati
diabetik (diabetic neuropathy). Neuropati diabetik dapat mengakibatkan
saraf tidak bisa mengirim atau menghantar pesan-pesan rangsangan impuls
saraf, salah kirim atau terlambat kirim. Tergantung dari berat ringannya
kerusakan saraf dan saraf mana yang terkena.
2) Kerusakan ginjal (Nefropati)
Bila ada nefropati atau kerusakan ginjal, racun tidak dapat
dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal
bocor ke luar. Semakin lama seseorang terkena diabetes dan makin lama
terkena tekanan darah tinggi, maka penderita makin mudah mengalami
kerusakan ginjal. Gangguan ginjal pada penderita diabetes juga terkait
dengan neuropathy atau kerusakan saraf.
3) Kerusakan mata (retinopati)
Ada tiga penyakit utama pada mata yang disebabkan oleh diabetes,
yaitu; retinopati, retina mendapatkan makanan dari banyak pembuluh
darah kapiler yang sangat kecil. Glukosa darah yang tinggi bisa merusak
pembuluh darah retina seperti katarak, lensa yang biasanya jernih bening
dan transparan menjadi keruh sehingga menghambat masuknya sinar dan
makin diperparah dengan adanya glukosa darah yang tinggi. Glaukoma,
terjadi peningkatan tekanan dalam bola mata sehingga merusak saraf mata.
6. PATHWAYS
7. EVALUASI DIAGNOSTIK
Diagnostik diabetes mellitus dapat ditegakkan melalui tiga cara, yaitu:
a. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu
>200 mg/dl sudak cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus.
b. Pemeriksaan glukosa puasa > 126 mg/dl dengan adanya keluhan klasik.
8. PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit diabetes mellitus dibagi menjadi empat (Hasna, 2009):
a. Pencegahan Tingkat Dasar
Pencegahan tingkat dasar (primordial prevention) adalah usaha
mencegah terjadinya resiko atau mempertahankan keadaan resiko rendah
dalam masyarakat terhadap penyakit secara umum. Pencegahan ini meliputi
usaha memelihara dan mempertahankan kebiasaan atau perilaku hidup yang
sudah ada dalam masyarakat yang dapat mencegah resiko terhadap penyakit
dengan melestarikan perilaku atau kebutuhan hidup sehat yang dapat
mencegah atau mengurangi tingkat resiko terhadap suatu penyakit tertentu
atau terhadap berbagai penyakit secara umum.
b. Pencegahan Tingkat Pertama.
Pencegahan tingkat pertama (primary prevention) adalah upaya
mencegah agar tidak timbul penyakit diabetes mellitus. Tindakan yang
dilakukan untuk pencegahan primer meliputi penyuluhan mengenai perlunya
pengaturan gaya hidup sehat sedini mungkin dengan cara memberikan
pedoman:
1) Mempertahankan perilaku makan seharihari yang sehat dan seimbang
dengan meningkatkan konsumsi sayuran dan buah, membatasi makanan
tinggi lemak dan karbohidrat sederhana.
2) Mempertahankan berat badan normal sesuai dengan umur dan tinggi
badan.
3) Melakukan kegiatan jasmani yang cukup sesuai dengan umur dan
kemampuan.
c. Pencegahan Tingkat Kedua
Sasaran utama pada mereka yang baru terkena penyakit atau yang
terancam akan menderita penyakit tertentu melalui diagnosa dini serta
pemberian pengobatan yang cepat dan tepat.Salah satu kegiatan pencegahan
tingkat kedua adanya penemuan penderita secara aktif pada tahap dini.
Kegiatan ini meliputi pemeriksaan berkala, penyaringan (screening) yakni
pencarian penderita dini untuk penyakit yang secara klinis belum tampak pada
penduduk secara umum pada kelompok resiko tinggi dan pemeriksaan
kesehatan atau keterangan sehat.
d. Pencegahan Tingkat Ketiga
Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) merupakan pencegahan
dengan sasaran utamanya adalah penderita penyakit tertentu, dalam usaha
mencegah bertambah beratnya penyakit atau mencegah terjadinya cacat serta
program rehabilitasi. Untuk mencegah terjadinya kecacatan, tentu saja harus
dimulai dengan deteksi dini penyulit diabetes, agar kemudian penyulit dapat
dikelola dengan baik di samping tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan
kadar glukosa darah. Pemeriksaan pemantauan yang diperlukan untuk
penyulit ini meliputi beberapa jenis pemeriksaan, yaitu:
1) Mata, pemeriksaan mata secara berkala setiap 6-12 bulan.
2) Paru, pemeriksaan berkala foto dada setiap 1-2 tahun atau kalau ada
keluhan batuk kronik.
3) Jantung, pemeriksaan berkala urin untuk mendeteksi adanya protein dalam
urin.
4) Kaki, pemeriksaan kaki secara berkala dan penyuluhan mengenai cara
perawatan kaki yang sebaik-baiknya untuk mencegah kemungkinan
timbulnya kaki diabetik dan kecacatan yang mungkin ditimbulkannya.
9. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan
morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai dua
target utama, yaitu: Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran
normal dan mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi
diabetes (Depkes, 2005).
a. Pengaturan diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan
diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan
gizi baik sebagai berikut: Karbohidrat : 60-70%, Protein : 10-15% dan Lemak
: 20-25%.
b. Olah raga
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula
darah tetap normal. Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE
(Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training). Sedapat
mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur),
disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penderita. Beberapa contoh olah
raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan
lain sebagainya. Olahraga aerobik ini paling tidak dilakukan selama total30-40
menit per hari didahului dengan pemanasan 5-10 menit dan
diakhiripendinginan antara 5-10 menit. Olah raga akan memperbanyak jumlah
dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga
meningkatkan penggunaan glukosa.
c. Terapi obat
Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan olah
raga) belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah penderita, maka
perlu dilakukan langkah berikutnya berupa penatalaksanaan terapi obat, baik
dalam bentuk terapi obat hipoglikemik oral, terapi insulin, atau kombinasi
keduanya (Eliana, 2015).
1) Terapi oral
Golongan Obat Cara Kerja Utama Efek Samping
Utama
Sulfonilurea Meningkatkan sekresi insulin BB naik, hipoglikemia
Glinid Meningkatkan sekresi insulin BB naik, hipoglikemia
Metformin Menekan produksi glukosa hati & Dispepsia, diare,
menambah sensitifitas terhadap asidosis laktat
insulin
Penghambat Menghambat absorpsi glukosa Flatulen, tinja
Alfa-Glukosidase Lembek
- E: 4
- M:6
- V: 5
Kesadaran : Composmetis
2. Kepala Rambut hitam bersih, tidak ada lesi, tidak ada massa.
3. Mata dan Konjungtiva :
- Tidak anemis
- Sklera : Anikterik
- Pupil : Isokor
- Penglihatan menurun (Glukoma)
4. Hidung
- Bersih tidak tampak kotor, tidak ada polip, tidak ada perdarahan
5. Telinga
- Tidak ada lesi, tampak baik, tidak kotor, tidak ada massa, pendengaran baik.
6. Mulut
- Mukosa bibir lembab, tidak tampak pucat, mulut bersih.
7. Leher
- Tidak ada pembesaran tiroid
8. Dada
- Inspeksi : simetris, tidak ada retraksi dinding dada
- Palpasi: sonor
- Auskultasi: Vesikuler
9. Abdomen
- Inspeksi : Tidak ada lesi, simetris
- Auskultasi : Bising usus 14x/ menit
- Perkusi : Timpani
- Palpasi: Tidak ada massa
10. Ekstremitas
Atas : Tangan kanan terpasang kateter intravena untuk memberikan obat
antibiotik.
Bawah : kaki kanan bagian jempol terdapat ulkus akibat DM.
11. GCU : 151 mg/dl
Pasien mengatakan kadar glukosa sudah agak stabil karena manfaat dari HD rutin
yang di jalani.
D. Hasil pemeriksaan Laboratorium
- Leukosit : 10,6 mm3
- Neutrofil : 76 %
- Limfosit: 11%
- Monosit: 9%
- Eritrosit: 3.576 juta/mm3
- Hemoglobin: 11.0 g/dl
- Hematokrit: 31 %
- RDW: 10.9%
- MPV: 4.4 fL
- Glukosa sewaktu: 130 mg/dl
- Ureum : 199 mg/dl
- Kreatinin: 13.3 mg/dl
- Ureum: 199 mg/dl
Analisa Data
Implementasi Keperawatan
Diagnosa Catatan Perkembangan
Tanggal 10 Oktober 2017 11 Oktober 2017 12 Oktober 2017 13 Oktober 2017
Risiko Infeksi Jam 19.00 Jam 8 Jam 09.30 Jam 8
Melakukan Perawatan Luka Injeksi Ceftriaxon 2mg Mengukur TTV Injeksi Ceftriaxon
Jam 20.00 Jam 09.30 Jam 14.30 sampai jam Jam 09.30
Injeksi Ceftriaxon 2mg Mengukur TTV 15.30 Mengukur TTV
Pasien operasi debredment
Jam 10.30 Jam 10.30
Melakukan observasi luka dan Jam 16.00 Melakukan Perawatan Luka
perawatan luka Mengukur TTV
Jam 20.00
Injeksi Ceftriaxon 2mg
Jam 10.00
Melakukan TTV
Jam 13.00
Mengkaji keadaan umum
pasien
Hambatan Jam 09.00 Jam 09.00 Jam 08.00 Jam 8
mobilitas fisik Melakukan latihan berdiri Melakukan latihan berdiri dan Pasien sudah melakukan Belajar duduk, berdiri,
dan berjalan 5 meter berjalan 7 meter puasa sebelum operasi berjalan setelah operasi
dibantu
Jam 09.30
Jam 10,00 Mengukur TTV Jam 14.30 Jam 09.30
Mengukur TTV Pasien Operasi Mengukur TTV
Jam 13.30
Mengingatkan kembali bahwa Jam 13.30
besok Belajar duduk, berdiri,
berjalan
mandiri
Jam 14. Akan dilakukan operasi
debridement
Defisiensi Jam 10.30
Pengetahuan
tentang diet DM 1. Menjelaskan kepada
dan Gagal pasien untuk
Ginjal Kronik mengkonsumsi
makanan yang
mengandung serat
seperti sayuran dan
buah
2. Mengurangi
konsumsi makanan
tinggi lemak dan
yang mengandung
kolesterol LDL.
3. Mempertahankan
keseimbangan cairan
dan garam
4. Mengurangi
makanan dengan
gula yang berlebih
Evaluasi
O: pasien dapat
mengulang hal hal penting
yang dijelakan
A: Masalah defisiensi
pengetahuan sudah
teratasi
P: Hentikan intervensi
DAFTAR PUSTAKA
ADA. (2014, April 7). Diabetes Basics < Common Terms. Retrieved
November 1, 2016, from http://www.diabetes.org.com
Bistara, D. N. (2015). Coaching support terhadap peningkatan kepatuhan
penatalaksanaan Dabetes Mellitus tipe 2. http://thesis.umy.ac.id.
Fatimah, R. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. J Majority Volume 4 Nomor 5.
http://www.juke.kedokteran.unila.ac.id.
Istiqomah, N. (2015). Motivasi Berobat pada Penderita Diabetes Mellitus.,
http://digilib.uinsby.ac.id.
PERKENI. (2015). Konsesus Pengelolaan pengendalian dan Pencegahan DM
tipe 2 di Indonesia. http://pbperkeni.or.id.
Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
http://www.depkes.go.id
Ndraha, S. (2014). Diabetes Melitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini.
Medicinus Volume 27 No 2. http://www.cme.medicinus.co
Hasna. (2009). Pencegahan Penyakit Diabetes melitus tipe 2. Media Gizi pangan, vol.
VII, Edisi 1. http://jurnalmediapangan.files.wordpress.com
Eliana, F. (2015). Penatalaksanaan DM Sesuai Konsesus PERKENI 2015.
Depkes. (2005). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus.