S DENGAN DIABETES
MELITUS DAN ULKUS PEDIS DI RUANGAN ARAFAH PKU 1
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Disusun Oleh:
BINTI MUTAMMIMAH (1710206029)
ABU RIZAL DINHAS (1710206030)
EKINO ALPRILA (1710206031)
WAHYUNI SEPTIANA (1710206011)
A. DIABETES MELITUS
1. LATAR BELAKANG
Diantara beberapa penyakit degeneratif, diabetes melitus merupakan salah
satu ancaman bagi kesehatan manusia. Penyakit ini tidak termasuk dalam kategori
penyakit menular, tetapi jumlah penderitanya akan terus meningkat (Bistara, 2015).
Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus adalah suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia disebabkan oleh
ketidakmampuan tubuh mengubah glukosa menjadi energi, terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (ADA, 2014).
Bila seseorang terkena diabetes melitus tidak ditangani dan tidak
mendapatkan perawatan secara rutin dapat menimbulkan berbagai komplikasi.
Komplikasi dari diabetes melitus dapat dikategorikan menjadi dua jenis, pertama
komplikasi akut ditandai dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. Kedua
komplikasi kronik terbagi dalam makrovaskuler dan mikrovaskuler (Fatimah,
2015). Pencegahan perlu dilakukan agar penyakit diabetes melitus tidak
menimbulkan komplikasi dan kematian, dengan cara mempertahankan kadar gula
dalam darah tetap stabil dan tidak melebihi batasan normal (Sugiarto, 2010, dalam
Istiqomah, 2015).
2. PENGERTIAN
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan
metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar
gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein
sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat
disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta
Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel
tubuh terhadap insulin (WHO, 1999).
Diabetes melitus adalah penyakit metabolisme, merupakan suatu kumpulan
gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah
diatas nilai normal. Penyakit ini disebabkan oleh gangguan metabolisme glukosa
akibat kekurangan insulin baik secara absolut maupun relatif (Riskesdas, 2013).
Diabetes melitus merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena adanya sekresi insulin, kerja insulin maupun
kedua-duanya (PERKENI, 2015).
3. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan klasik diabetes mellitus dapat berupa polyuria, polifagia,
polydipsia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
Keluhan lain dapat berupa lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi
serta pruritus pada vulva.
4. KLASIFIKASI
Klasifikasi etiologis Diabetes melitus menurut American Diabetes Association
2010 (ADA 2010), dibagi dalam 4 jenis yaitu:
a. Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus/IDDM
Diabetes melitus tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas
karena sebab autoimun. Pada DM tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali
sekresi insulin dapat ditentukan dengan level protein c-peptida yang jumlahnya
sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali. Manifestasi klinik pertama dari
penyakit ini adalah ketoasidosis.
b. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes Mellitus/NIDDM
Pada penderita Diabetes melitus tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi
insulin tidak bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi
resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin (reseptor
insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah)
akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan
berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa bersama bahan sekresi
insulin lain sehingga sel beta pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap
adanya glukosa. Onset Diabetes melitus tipe ini terjadi perlahan-lahan karena
itu gejalanya asimtomatik. Adanya resistensi yang terjadi perlahan-lahan akan
mengakibatkan sensitivitas reseptor akan glukosa berkurang. Diabetes melitus
tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi.
c. Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes melitus tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana
intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada
trimester kedua dan ketiga. Diabetes melitus gestasional berhubungan dengan
meningkatnya komplikasi perinatal. Penderita DM gestasional memiliki risiko
lebih besar untuk menderita Diabetes melitus yang menetap dalam jangka waktu
5-10 tahun setelah melahirkan.
d. Diabetes Melitus Tipe Lain
Diabetes melitus tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada
defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin
pankreas, penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit
autoimun dan kelainan genetik lain.
5. KOMPLIKASI
a. Hipoglikemia
Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis penderita merasa
pusing, lemas, gemetar, pandangan berkunang-kunang, keluar keringat dingin,
detak jantung meningkat, sampai hilang kesadaran. Apabila tidak segera
ditolong dapat terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian. Pada
hipoglikemia, kadar glukosa plasma penderita kurang dari 50 mg/dl, walaupun
ada orang-orang tertentu yang sudah menunjukkan gejala hipoglikemia pada
kadar glukosa plasma di atas 50 mg/dl. Kadar glukosa darah yang terlalu rendah
menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak dapat
berfungsi bahkan dapat rusak.
b. Hiperglikemia
Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah melonjak secara
tiba-tiba. Keadaan ini dapat disebabkan antara lain oleh stress, infeksi, dan
konsumsi obat-obatan tertentu. Hiperglikemia ditandai dengan poliuria,
polidipsia, polifagia, kelelahan yang parah (fatigue), dan pandangan kabur.
Apabila diketahui dengan cepat, hiperglikemia dapat dicegah tidak menjadi
parah. Hiperglikemia yang berlangsung lama dapat berkembang menjadi
keadaan metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik
(Diabetic Ketoacidosis = DKA) dan (HHS), yang keduanya dapat berakibat
fatal dan membawa kematian.
c. Komplikasi makrovaskuler
Tiga jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada
penderita diabetes adalah penyakit jantung koroner (coronary heart disease =
CAD), penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer
(peripheral vascular disease = PVD). Kombinasi dari penyakit-penyakit
komplikasi makrovaskular dikenal dengan berbagai nama, antara lain Syndrome
X, Cardiac Dysmetabolic Syndrome, Hyperinsulinemic Syndrome, atau Insulin
Resistance Syndrome.
d. Komplikasi mikrovaskuler
1) Kerusakan saraf (Neuropati)
Apabila glukosa darah berhasil diturunkan menjadi normal,
terkadang perbaikan saraf bisa terjadi. Namun bila dalam jangka yang lama
glukosa darah tidak berhasil diturunkan menjadi normal maka akan
melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang memberi
makan ke saraf sehingga terjadi kerusakan saraf yang disebut neuropati
diabetik (diabetic neuropathy). Neuropati diabetik dapat mengakibatkan
saraf tidak bisa mengirim atau menghantar pesan-pesan rangsangan impuls
saraf, salah kirim atau terlambat kirim. Tergantung dari berat ringannya
kerusakan saraf dan saraf mana yang terkena.
2) Kerusakan ginjal (Nefropati)
Bila ada nefropati atau kerusakan ginjal, racun tidak dapat
dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal bocor
ke luar. Semakin lama seseorang terkena diabetes dan makin lama terkena
tekanan darah tinggi, maka penderita makin mudah mengalami kerusakan
ginjal. Gangguan ginjal pada penderita diabetes juga terkait dengan
neuropathy atau kerusakan saraf.
3) Kerusakan mata (retinopati)
Ada tiga penyakit utama pada mata yang disebabkan oleh diabetes,
yaitu; retinopati, retina mendapatkan makanan dari banyak pembuluh darah
kapiler yang sangat kecil. Glukosa darah yang tinggi bisa merusak
pembuluh darah retina seperti katarak, lensa yang biasanya jernih bening
dan transparan menjadi keruh sehingga menghambat masuknya sinar dan
makin diperparah dengan adanya glukosa darah yang tinggi. Glaukoma,
terjadi peningkatan tekanan dalam bola mata sehingga merusak saraf mata.
6. PATHWAYS
7. EVALUASI DIAGNOSTIK
Diagnostik diabetes mellitus dapat ditegakkan melalui tiga cara, yaitu:
a. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu >200
mg/dl sudak cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus.
b. Pemeriksaan glukosa puasa > 126 mg/dl dengan adanya keluhan klasik.
8. PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit diabetes mellitus dibagi menjadi empat (Hasna, 2009):
a. Pencegahan Tingkat Dasar
Pencegahan tingkat dasar (primordial prevention) adalah usaha
mencegah terjadinya resiko atau mempertahankan keadaan resiko rendah dalam
masyarakat terhadap penyakit secara umum. Pencegahan ini meliputi usaha
memelihara dan mempertahankan kebiasaan atau perilaku hidup yang sudah ada
dalam masyarakat yang dapat mencegah resiko terhadap penyakit dengan
melestarikan perilaku atau kebutuhan hidup sehat yang dapat mencegah atau
mengurangi tingkat resiko terhadap suatu penyakit tertentu atau terhadap
berbagai penyakit secara umum.
b. Pencegahan Tingkat Pertama.
Pencegahan tingkat pertama (primary prevention) adalah upaya
mencegah agar tidak timbul penyakit diabetes mellitus. Tindakan yang
dilakukan untuk pencegahan primer meliputi penyuluhan mengenai perlunya
pengaturan gaya hidup sehat sedini mungkin dengan cara memberikan
pedoman:
1) Mempertahankan perilaku makan seharihari yang sehat dan seimbang
dengan meningkatkan konsumsi sayuran dan buah, membatasi makanan
tinggi lemak dan karbohidrat sederhana.
2) Mempertahankan berat badan normal sesuai dengan umur dan tinggi badan.
3) Melakukan kegiatan jasmani yang cukup sesuai dengan umur dan
kemampuan.
c. Pencegahan Tingkat Kedua
Sasaran utama pada mereka yang baru terkena penyakit atau yang
terancam akan menderita penyakit tertentu melalui diagnosa dini serta
pemberian pengobatan yang cepat dan tepat.Salah satu kegiatan pencegahan
tingkat kedua adanya penemuan penderita secara aktif pada tahap dini. Kegiatan
ini meliputi pemeriksaan berkala, penyaringan (screening) yakni pencarian
penderita dini untuk penyakit yang secara klinis belum tampak pada penduduk
secara umum pada kelompok resiko tinggi dan pemeriksaan kesehatan atau
keterangan sehat.
d. Pencegahan Tingkat Ketiga
Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) merupakan pencegahan
dengan sasaran utamanya adalah penderita penyakit tertentu, dalam usaha
mencegah bertambah beratnya penyakit atau mencegah terjadinya cacat serta
program rehabilitasi. Untuk mencegah terjadinya kecacatan, tentu saja harus
dimulai dengan deteksi dini penyulit diabetes, agar kemudian penyulit dapat
dikelola dengan baik di samping tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan
kadar glukosa darah. Pemeriksaan pemantauan yang diperlukan untuk penyulit
ini meliputi beberapa jenis pemeriksaan, yaitu:
1) Mata, pemeriksaan mata secara berkala setiap 6-12 bulan.
2) Paru, pemeriksaan berkala foto dada setiap 1-2 tahun atau kalau ada keluhan
batuk kronik.
3) Jantung, pemeriksaan berkala urin untuk mendeteksi adanya protein dalam
urin.
4) Kaki, pemeriksaan kaki secara berkala dan penyuluhan mengenai cara
perawatan kaki yang sebaik-baiknya untuk mencegah kemungkinan
timbulnya kaki diabetik dan kecacatan yang mungkin ditimbulkannya.
9. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan
morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai dua
target utama, yaitu: Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran
normal dan mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi
diabetes (Depkes, 2005).
a. Pengaturan diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes.
Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam
hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai
berikut: Karbohidrat : 60-70%, Protein : 10-15% dan Lemak : 20-25%.
b. Olah raga
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula
darah tetap normal. Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE
(Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training). Sedapat
mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur),
disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penderita. Beberapa contoh olah
raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan
lain sebagainya. Olahraga aerobik ini paling tidak dilakukan selama total30-40
menit per hari didahului dengan pemanasan 5-10 menit dan diakhiripendinginan
antara 5-10 menit. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan
aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan
glukosa.
c. Terapi obat
Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan olah
raga) belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah penderita, maka perlu
dilakukan langkah berikutnya berupa penatalaksanaan terapi obat, baik dalam
bentuk terapi obat hipoglikemik oral, terapi insulin, atau kombinasi keduanya
(Eliana, 2015).
1) Terapi oral
Golongan Obat Cara Kerja Utama Efek Samping
Utama
Sulfonilurea Meningkatkan sekresi insulin BB naik, hipoglikemia
Glinid Meningkatkan sekresi insulin BB naik, hipoglikemia
Metformin Menekan produksi glukosa hati Dispepsia, diare,
& asidosis laktat
menambah sensitifitas terhadap
insulin
Penghambat Menghambat absorpsi glukosa Flatulen, tinja
Alfa-Glukosidase Lembek
2) Terapi Insulin
Jenis insulin Awitan (onset) Puncak Efek Lama kerja
Kerja cepat (Rapid-Acting) (insulin Analig)
Insulin Lispro 5-15 menit 1-2 jam 4-6 jam
(Humalog®)
Insulin Aspart
(Novorapid®)
Insulin Glulisin
(Apidra®)
Kerja pendek (short-Acting) (insulin manusia, Insulin Reguler)
Humulin® R 30-60 menit 2-4 jam 6-8 jam
Actrapid®
Sansulin®
Kerja Menengah (Intermediate-Acting) (Insulin Manusia, NPH)
Humulin N® 1,5–4 jam 4-10 jam 8-12 jam
Insulatard®
Insuman Basal®
Kerja Panjang (Long-Acting) (Insulin Analog)
Insulin Glargine 1–3 jam Hampir tanpa 12-24 jam
(Lantus®) puncak
Insulin Detemir
(Levemir®)
Kerja Ultra Panjang (Ultra Long-Acting) (Insulin Analog)
Degludec (Tresiba®)* 30-60 menit Hampir tanpa Sampai 48
Puncak Jam
Campuran (Premixed) (Insulin Manusia)
70/30 Humulin® 30-60 menit 3–12 jam
(70% 3–12 jam
NPH, 30% reguler)
70/30 Mixtard® (70%
NPH, 30% reguler)
Campuran (Premixed, Insulin Analog)
75/25 Humalogmix® 12-30 menit 1-4 jam
(75% protamin lispro,
25% lispro)
70/30 Novomix®
(70% protamine
aspart, 30% aspart)
Dimodifikasi dari moordian et al Ann Intern Med (2006)
3) Terapi kombinasi
Terapi dengan obat antihiperglikemia oral kombinasi baik secara
terpisah ataupun fixed dose combination dalam bentuk tablet tunggal, harus
menggunakan dua macam obat dengan mekanisme kerja yang berbeda. Pada
keadaan tertentu dapat terjadi sasaran kadar glukosa darah yang belum
tercapai, sehingga perlu diberikan kombinasi tiga obat antihiperglikemia
oral dari kelompok yang berbeda atau kombinasi obat antihiperglikemia oral
dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis dimana
insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga
obat antihiperglikemia oral dapat menjadi pilihan.
BAB II
PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Tegalrejo Yogyakarta
Diagnosa Medis : Ulkus Pedis
Tanggal Masuk RS : 9 Oktober 2017
Alasan Masuk RS : Terdapat luka pada jempol kanan yang tidak membaik
Riwayat penyakit sebelumnya: Gagal Ginjal Kronik
Riwayat penyakit saat ini : luka pada jempol kanan, basah dan berbau, terdapat
nanah dan nyeri.
B. Pengkajian Kebutuhan Dasar Manusia
1. Pola Persepsi-Manajemen Kesehatan
- Riwayat Kesehatan: Pasien mengalami DM sejak 8 tahun yang lalu dan
mengalami gagal ginjal kronik sejak 1 tahun yang lalu. Pasien terkena DM
karena gen dan juga pola hidup yang buruk. Sebelum terkena DM pasien suka
minum minuman yang manis seperti minuman soft drink dan pasien tidak suka
minum air putih
- Sebelum pasien di diagnosa DM pasien tidak pernah cek kesehatan secara rutin
di puskesmas maupun di pelayanan kesehatan lainnya.
- Riwayat Hospitalisasi: pasien ke rumah sakit pada tanggal 1 Juni 2016, 18 Maret
2017, 8 Mei 2017.
- Keluarga pasien yang terkena DM adalah ibu dan adik laki lakinya.
2. Kepala Rambut hitam bersih, tidak ada lesi, tidak ada massa.
3. Mata dan Konjungtiva :
- Tidak anemis
- Sklera : Anikterik
- Pupil : Isokor
- Penglihatan menurun (Glukoma)
4. Hidung
- Bersih tidak tampak kotor, tidak ada polip, tidak ada perdarahan
5. Telinga
- Tidak ada lesi, tampak baik, tidak kotor, tidak ada massa, pendengaran baik.
6. Mulut
- Mukosa bibir lembab, tidak tampak pucat, mulut bersih.
7. Leher
- Tidak ada pembesaran tiroid
8. Dada
- Inspeksi : simetris, tidak ada retraksi dinding dada
- Palpasi: sonor
- Auskultasi: Vesikuler
9. Abdomen
- Inspeksi : Tidak ada lesi, simetris
- Auskultasi : Bising usus 14x/ menit
- Perkusi : Timpani
- Palpasi: Tidak ada massa
10. Ekstremitas
Atas : Tangan kanan terpasang kateter intravena untuk memberikan obat
antibiotik.
Bawah : kaki kanan bagian jempol terdapat ulkus akibat DM.
11. GCU : 151 mg/dl
Pasien mengatakan kadar glukosa sudah agak stabil karena manfaat dari HD rutin
yang di jalani.
D. Hasil pemeriksaan Laboratorium
- Leukosit : 10,6 mm3
- Neutrofil : 76 %
- Limfosit: 11%
- Monosit: 9%
- Eritrosit: 3.576 juta/mm3
- Hemoglobin: 11.0 g/dl
- Hematokrit: 31 %
- RDW: 10.9%
- MPV: 4.4 fL
- Glukosa sewaktu: 130 mg/dl
- Ureum : 199 mg/dl
- Kreatinin: 13.3 mg/dl
- Ureum: 199 mg/dl
Analisa Data
Jam 20.00 Jam 09.30 Jam 14.30 sampai jam Jam 09.30
Injeksi Ceftriaxon 2mg Mengukur TTV 15.30 Mengukur TTV
Pasien operasi debredment
Jam 10.30 Jam 10.30
Melakukan observasi luka dan Jam 16.00 Melakukan Perawatan
perawatan luka Mengukur TTV Luka
Jam 20.00
Injeksi Ceftriaxon 2mg
Jam 13.00
Mengkaji keadaan umum
pasien
Hambatan Jam 09.00 Jam 09.00 Jam 08.00 Jam 8
mobilitas fisik Melakukan latihan berdiri Melakukan latihan berdiri dan Pasien sudah melakukan Belajar duduk, berdiri,
dan berjalan 5 meter berjalan 7 meter puasa sebelum operasi berjalan setelah operasi
dibantu
Jam 09.30
Jam 10,00 Mengukur TTV Jam 14.30 Jam 09.30
Mengukur TTV Pasien Operasi Mengukur TTV
Jam 13.30
Mengingatkan kembali bahwa Jam 13.30
besok Belajar duduk, berdiri,
berjalan
mandiri
Jam 14. Akan dilakukan operasi
debridement
Defisiensi Jam 10.30
Pengetahuan
tentang diet DM 1. Menjelaskan
dan Gagal kepada pasien
Ginjal Kronik untuk
mengkonsumsi
makanan yang
mengandung serat
seperti sayuran
dan buah
2. Mengurangi
konsumsi
makanan tinggi
lemak dan yang
mengandung
kolesterol LDL.
3. Mempertahankan
keseimbangan
cairan dan garam
4. Mengurangi
makanan dengan
gula yang berlebih
Evaluasi
O: pasien dapat
mengulang hal hal penting
yang dijelakan
A: Masalah defisiensi
pengetahuan sudah teratasi
P: Hentikan intervensi
DAFTAR PUSTAKA
ADA. (2014, April 7). Diabetes Basics < Common Terms. Retrieved November
1, 2016, from http://www.diabetes.org.com
Bistara, D. N. (2015). Coaching support terhadap peningkatan kepatuhan
penatalaksanaan Dabetes Mellitus tipe 2. http://thesis.umy.ac.id.
Fatimah, R. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. J Majority Volume 4 Nomor 5.
http://www.juke.kedokteran.unila.ac.id.
Istiqomah, N. (2015). Motivasi Berobat pada Penderita Diabetes Mellitus.,
http://digilib.uinsby.ac.id.
PERKENI. (2015). Konsesus Pengelolaan pengendalian dan Pencegahan DM
tipe 2 di Indonesia. http://pbperkeni.or.id.
Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
http://www.depkes.go.id
Ndraha, S. (2014). Diabetes Melitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini. Medicinus
Volume 27 No 2. http://www.cme.medicinus.co
Hasna. (2009). Pencegahan Penyakit Diabetes melitus tipe 2. Media Gizi pangan, vol.
VII, Edisi 1. http://jurnalmediapangan.files.wordpress.com
Eliana, F. (2015). Penatalaksanaan DM Sesuai Konsesus PERKENI 2015.
Depkes. (2005). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus.