Chapter II PDF
Chapter II PDF
TINJAUAN PUSTAKA
Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) adalah salah satu produk samping
dari pabrik minyak kelapa sawit yang berasal dari kondensat dari proses sterilisasi, air
dari proses klarifikasi, air hydrocyclone (claybath), dan air pencucian pabrik. LCPKS
dan turunannya, protein, asam organik bebas dan campuran mineral-mineral. Tabel
Parameter Rata-rata
pH 4,7
Minyak 4000
BOD 25000
COD 50000
Total Solid 40500
Suspended Solid 18000
Total Volatile Solid 34000
Total Nitrogen 750
Mineral Rata-rata
Kalium 2270
Magnesium 615
Kalsium 439
Besi 46,5
Tembaga 0,89
Semua dalam mg/l, kecuali pH (Ngan, 2000).
Limbah cair dari pabrik minyak kelapa sawit ini umumnya bersuhu tinggi 70-
(chemical oxygen demand) yang tinggi. Apabila limbah cair ini langsung dibuang ke
oksigen terlarut, menimbulkan kekeruhan, mengeluarkan bau yang tajam dan dapat
merusak ekosistem perairan. Sebelum limbah cair ini dapat dibuang ke lingkungan
terlebih dahulu harus diolah agar sesuai dengan baku mutu limbah yang telah di
tetapkan. Tabel 2.2. berikut ini adalah baku mutu untuk limbah cair industri minyak
kelapa sawit berdasarkan Keputusam Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 1995.
Tabel 2.2. Baku Mutu Limbah Cair Industri Minyak Kelapa Sawit
Limbah cair kelapa sawit merupakan nutrien yang kaya akan senyawa
organik dan karbon, dekomposisi dari senyawa-senyawa organik oleh bakteri anaerob
dapat menghasilkan biogas (Deublein dan Steinhauster, 2008). Jika gas-gas tersebut
tidak dikelola dan dibiarkan lepas ke udara bebas maka dapat menjadi salah satu
penyebab pemanasan global karena gas metan dan karbon dioksida yang dilepaskan
global saat ini. Emisi gas metan 21 kali lebih berbahaya dari CO 2 dan metan
merupakan salah satu penyumbang gas rumah kaca terbesar (Sumirat dan Solehudin,
2009).
Pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit yang umum dilakukan adalah
dengan menggunakan unit pengumpul (fat pit) yang kemudian dialirkan ke deoiling
Teknik pengolahan ini dilakukan karena cukup sederhana dan dianggap murah.
Namun teknik ini dirasakan tidak efektif karena memerlukan lahan pengolahan
limbah yang luas dan selain itu emisi metan yang dihasilkan dari kolam-kolam
seperti yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit dengan menggunakan
lumpur atau padatan yang tersuspensi, kemudian limbah cair dipompakan ke dalam
reaktor anaerobik untuk perombakan bahan organik menjadi biogas. Kemudian untuk
memenuhi baku mutu lingkungan, limbah diolah lebih lanjut secara aerobik
(activated sludge system) hingga memenuhi baku mutu lingkungan untuk dibuang ke
mengendapkan limbah cair pada kolam pengendapan selama 2 hari lalu dimasukkan
ke dalam tangki anaerobik berpengaduk untuk diolah dengan waktu retensi 18 hari
(Novaviro, 2008).
Proses anaerobik merupakan proses yang dapat terjadi secara alami yang
Proses yang terjadi pada pengolahan secara anaerobik ini adalah hidrolisis,
2008).
Pada pengolahan secara anaerobik ini bakteri yang berperan adalah bakteri
gas metan. Tiap fase dari proses fermentasi metan melibatkan mikroorganisme yang
spesifik dan memerlukan kondisi hidup yang berbeda-beda. Bakteri pembentuk gas
mikroorganisme tanpa adanya molekul oksigen bebas. Tahapan yang terjadi dalam
proses perombakan senyawa organik menjadi gas metan ditunjukkan pada Gambar
2.1.
Senyawa Organik
Karbohidrat Protein Lemak
Hidrolisis
1 1 1
CH3COO- 3 CO2/ H2
Metanogenesis 5 4
CH4
1. Bakteri Fermentasi
2. Bakteri Asetogenik penghasil hidrogen
3. Bakteri Asetogenik pengguna hidrogen
4. Bakteri Metanogenik pereduksi karbon dioksida
(Jiang, 2006)
5. Bakteri Metanogenik asetoclastic
organik yang kompleks (polimer) terdekomposisi menjadi unit yang lebih kecil
asam nukleat dan protein diubah menjadi glukosa, gliserol, purin dan piridine.
menjadi senyawa sederhana dan mudah larut seperti yang ditunjukkan di bawah ini:
Lipase
Lipid asam lemak, gliserol (2.1)
selulase,selubinase,xylanase,amilase
Polisakarida monosakarida (2.2)
protease
Protein asam amino (2.3)
Senyawa tidak larut, seperti selulosa, protein, dan lemak dipecah menjadi
senyawa monomer (partikel yang larut dalam air) oleh exo-enzime (enzim
ekstraselular) secara fakultatif oleh bakteri anaerob. Seperti yang ditunjukkan pada
persamaan 2.1 di mana lipid diurai oleh enzim lipase membentuk asam lemak dan
2.2. Dan protein diurai oleh protease membentuk asam amino. Produk yang
dihasilkan dari hidrolisis diuraikan lagi oleh mikroorganisme yang ada dan digunakan
protein dan lipid terjadi dalam beberapa hari. Sedangkan lignoselulosa dan lignin
fakultatif mengambil oksigen terlarut yang terdapat dalam air sehingga untuk
monosakarida. Protein dibagi menjadi peptida dan asam amino. Lemak dihidrolisis
2.3.2. Asidogenesis
akan dikonversi oleh bakteri acidogenic (fermentasi) menjadi substrat bagi bakteri
methanogenic. Gula sederhana, asam amino dan asam lemak terdegradasi menjadi
asetat, karbon dioksida dan hidrogen (70%) juga menjadi asam lemak volatil (VFA)
yaitu reaksi reduksi oksidasi yang melibatkan dua asam amino pada waktu yang
sama, satu sebagai pendonor hidrogen dan yang satu lagi sebagai akseptor. (Deublein
dan Steinhauster, 2008). Tabel 2.3. memperlihatkan degradasi senyawa pada tahap
asetogenesis
Substrat Reaksi
Produk akhir dari aktivitas metabolisme bakteri ini tergantung dari substrat
awalnya dan pada kondisi lingkungannya. Bakteri yang terlibat dalam asidifikasi ini
merupakan bakteri yang bersifat anaerobik dan merupakan penghasil asam yang
dapat tumbuh pada kondisi asam. Bakteri penghasil asam menciptakan suatu kondisi
Steinhauster, 2008).
2.3.3. Asetogenesis
Produk dari proses asidogenesis yang tidak dapat langsung diubah menjadi
methanogenic pada proses asetogenesis. VFA yang memiliki rantai karbon lebih dari
dua dan alkohol yang rantai karbonnya lebih dari satu akan teroksidasi menjadi asetat
asam lemak rantai panjang (seperti asam propionat atau butirat) akan berjalan sendiri
dan hanya mungkin terjadi dengan tekanan hidrogen parsial yang sangat rendah.
hidup dan untuk pertumbuhan hanya pada konsentrasi H 2 yang sangat rendah.
hidrogen parsial yang lebih tinggi. Maka harus terus-menerus mengeluarkan produk-
produk dari metabolisme bakteri acetogenic dari substrat untuk menjaga tekanan
parsial hidrogen pada tingkat yang rendah sehingga cocok untuk bakteri acetogenic
2.3.4. Metanogenesis
Sebanyak 70% dari metan yang terbentuk berasal dari asetat, sedangkan sisanya 30%
dihasilkan dari konversi hidrogen (H) dan karbon dioksida (CO 2 ), menurut
persamaan berikut:
bakteri methanogenic
Asam asetat metan + karbon dioksida (2.4)
bakteri methanogenic
Hidrogen + karbon dioksida metan + air (2.5)
anaerobik secara keseluruhan, karena proses ini adalah yang paling lambat pada
Komposisi bahan baku, laju pengumpanan, suhu, dan pH adalah faktor yang
produksi metan (Seadi et al, 2008). Jalur untuk pembentukan metan dari asetat dan/
atau CO 2 oleh mikroorganisme dapat dilihat pada Gambar 2.2. Rantai hidrokarbon
yang memiliki empat cincin pirol dalam cincin yang besar dengan rumus empiris
masalah. Masalah dapat terjadi ketika bakteri asetogenic hidup bersimbiosis bukan
memecah asetat menjadi metan dan karbon dioksida. Kelompok kedua antara lain
(Jiang, 2006)
Gambar 2.2. Pembentukan Metan Dari Asetat dan Dari Karbon Dioksida
hidrogen, asam format dan asetat menjadi metan dan karbon dioksida.
untuk mengolah limbah cair dalam jumlah yang besar karena menggunakan reaktor
menggunakan sistem termofilik, maka kebutuhan lahan yang luas untuk mengolah
limbah cair dapat dikurangi. Selain itu pengolahan limbah cair secara anaerobik juga
dapat memberikan sumber energi berupa gas metan yang merupakan produk akhir
dari proses anaerobik ini. Gas metan yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan
Keuntungan Kerugian
mengolah buangan industri yang mengandung karbon atau senyawa organik yang
tinggi (Bocher dan Angler, 2008). Pengolahan LCPKS dengan menggunakan reaktor
dapat dilakukan pada lahan yang sempit dan memberi keuntungan berupa penurunan
jumlah padatan organik, jumlah mikroba pembusuk yang tidak diinginkan, serta
kandungan racun dalam limbah (Speece, 1996). Disamping itu buangan dari proses
fermentasi anaerobik dapat menjadi pupuk yang baik karena kandungan nitrogennya
2.4. Biogas
Biogas merupakan produk akhir dari degradasi anaerobik bahan organik oleh
dioksida 30 45 % serta sejumlah kecil, nitrogen dan hidrogen sulfida (Deublein dan
Steinhauster, 2008). Tapi metan (CH 4 ) yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar.
Apabila kandungan metan dalam biogs lebih dari 50% maka biogas tersebut telah
layak digunakan sebagai bahan bakar. Tabel 2.5 menunjukan komposisi biogas
secara umum.
kualitas biogas sebagai bahan bakar. Kandungan yang terdapat dalam biogas
metannya lebih dari 45% bersifat mudah terbakar dan merupakan bahan bakar yang
cukup baik karena memiliki nilai kalor bakar yang tinggi. Tetapi jika kandungan
CO 2 dalam biogas sebesar 25 50 % maka dapat mengurangi nilai kalor bakar dari
pada peralatan dan perpipaan dan nitrogen dalam biogas juga dapat mengurangi nilai
kalor bakar biogas tersebut. Sealin itu juga terdapat uap air yang juga dapat
Steinhauster, 2008). Tabel 2.6 menunjukkan beberapa komponen dalam biogas yang
dalam fermentor. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dan dijaga agar proses
(campuran dari substrat) dan dinyatakan dalam bagian per juta (ppm). Nilai pH dari
Pembentukan metan terjadi pada interval pH yang relatif sempit, dari sekitar 5,5
sampai 8,5, dengan interval optimal antara 7,0 - 8,0 untuk bakteri metanogen pada
umumnya. Interval pH optimum untuk proses mesofilik adalah antara 6,5 dan 8,0 dan
proses ini akan terhambat jika nilai pH menurun hingga di bawah 6,0 atau naik di
atas 8,3. Nilai pH dalam reaktor anaerobik umumnya dikendalikan oleh sistem buffer
bikarbonat. Oleh karena itu, nilai pH di dalam digester tergantung pada konsentrasi
komponen alkali dan asam dalam fase cair. Jika akumulasi basa atau asam terjadi,
kapasitas buffer akan menetralkan perubahan pH, sampai tingkat tertentu (Seadi et al,
2008).
b. Temperatur
suhunya dapat dibagi menjadi tiga: psichrofilik (di bawah 25oC), mesofilik (25oC
45oC), dan termofilik (45oC 70o C). Stabilitas suhu sangat menentukan pada proses
anaerobik. Banyak industri biogas modern beroperasi pada suhu termofilik karena
Tingkat pertumbuhan bakteri methanogenic lebih tinggi pada suhu yang lebih
tinggi
Waktu retensi berkurang, membuat proses lebih cepat dan lebih efisien
OLR adalah jumlah bahan organik yang masuk dan tersedia dalam fermentor.
Apabila OLR terlalu rendah maka proses fermentasi akan berjalan lambat sedangkan
jika terlalu tinggi maka terjadi overlaod dan substrat yang ada dapat menjadi
Total solid (TS) adalah jumlah padatan yang terdapat dalam substrat baik
padatan yang terlarut maupun yang tidak terlarut. Sedangkan volatile solid (VS)
adalah padatan-padatan organik yang terdapat dalam substrat. Dari TS dan VS inilah
dapat diketahui berapa banyak produksi gas yang akan dihasilkan (U.S
Kurangnya penyediaan nutrisi dan trace elements serta kecepatan fermentasi yang
terlalu tinggi dari substrat dapat menghambat dan mengganggu proses anaerobik
HRT atau waktu tinggal merupakan waktu rata-rata yang dibutuhkan oleh
limbah cair untuk tinggal di dalam fermentor. Nilai HRT merupakan perbandingan
antara volume reaktor dengan laju alir umpan yang masuk (Speece 1996). HRT
berhubungan dengan volume digester dan volume substrat yang masuk per satuan
waktu, meningkatnya organic loading rate akan mengurangi HRT, waktu retensi
harus cukup lama untuk memastikan bahwa jumlah mikroorganisme yang keluar
bersama dengan efluen tidak lebih tinggi dari jumlah mikroorganisme yang
direproduksi.
HRT yang singkat memberikan laju aliran substrat yang baik, namun hasil gas
yang diperoleh akan lebih rendah. Dengan mengetahui HRT yang ditargetkan,
metabolisme mikroba, tetapi logam-logam tersebut dapat juga menjadi racun bila
berada pada konsentrasi yang tinggi. Kebutuhan akan trace metal tersebut tergantung
pada kinerjanya dalam enzim sebagai kofaktor tertentu dalam metabolism mikroba.
Tabel 2.7. menunjukkan trace metal yang umum dan dibutuhkan pada pertumbuhan
methanogenic arcaea.
dehydrogenase
H2 2e- + 2H+
Hydrogenase Fe
Fe, Ni, Se
(Jiang, 2006)
dalam enzim, misalnya seperti kobal dalam corronoid, nikel dalam F430, hidrogenase
dan dehidrogenase karbon monoksida. Kedua logam ini tidak dapat diganti dengan
ketersediaannya secara alami bagi proses anaerobik tidak mencukupi sehingga perlu
berkurangnya konversi propionate dan senyawa volatile fatty acid (VFA) lainnya
dalam sistem (Osuna et al, 2003). Metan diproduksi oleh berbagai macam bakteri
berbeda-beda. Kurangnya konsentrasi salah satu trace metal dalam proses anaerobik
produksi metan (Speece, 1996). Kebutuhan akan trace metal tersebut tergantung pada
kinerja dalam enzim sebagai kofaktor tertentu dalam metabolisme mikroba. Kofaktor
pembentukan metana, dan kedua senyawa tersebut perlu asupan trace metal dalam
reaksinya. Gambar 2.3 merupakan siklus pembentukan metan yang dikatalisis oleh
tumbuh pada substrat metanogenik yang berbeda dari jalur metanogenik. Jalurnya
berbeda karena memiliki beberapa koenzim yang unik seperti koenzim-M (HS-CoM),
mikroorganisme lain. Aktifasi methanol pada jalur ini dilakukan oleh dua corrinoid
pembentukan metan dari methyl-CoM dikatalisa oleh methyl CoM reductase, yaitu
Pengolahan limbah secara anarobik adalah salah satu metode yang digunakan
untuk mengolah limbah organik dan dapat menurunkan nilai COD yang tinggi dari
limbah tertentu. Pengolahan limbah secara anorganik ini menghasilkan gas metan
sebagai produk akhir reaksi. Proses anarobik dapat berlangsung secara alami di alam,
tetapi gas metan yang dihasilkan dari proses ini merupakan salah satu gas rumah kaca
yang cukup berbahaya bagi lingkungan. Maka saat ini banyak dilakukan pemanfaatan
gas metan dari proses pengolahan limbah secara anarobik. Selain dapat megurangi
tentang kebutuhan trace metal oleh metanogen telah banyak dilakukan, di antaranya
oleh Zitomer dengan hasil penelitian bahwa penambahan trace metal meningkatkan
biogas dari 14% menjadi 50%. Selain itu penggunaan trace metal juga dapat
Oleszkiewicz. J.A Limbah industri makanan Penurunan COD meningkat hingga 95%
beku dengan menambahkan Co, Fe dan Ni
penelitian yang telah dilakukan oleh Irvan dan LP3M USU, di mana trace metal yang
ditambahkan pada penelitian yang dilakukan oleh Irvan tersebut adalah sebanyak Ni
0,49 mg/l dan Co 0,42 mg/l dan pada penelitian ini penulis mengurangi konsentrasi