Anda di halaman 1dari 44

Bab I Pendahuluan

I.1 Latar Belakang


I.2 Rumusan Masalah
I.3 Maksud dan Tujuan

Bab II Dasar-Dasar perencanaan

II.1 Kondisi Eksisting


Kebutuhan air bersih pada suatu wilayah perencanaan sangat bergantung terhadap
kondisi daerah pelayanan yang menjadi tujuan perencanaan. Penentuan wilayah yang
akan dijadikan daerah pelayanan sangat berpengaruh terhadap seberapa banyak
populasi masyarakat yang dilayani, penentuan standar kebutuhan air minum, seberapa
banyak jumlah jaringan pipa distribusi yang harus disediakan, bagaimana teknik
pengembangan daerah pelayanan pada tahun yang akan datang serta pola kebiasan
pemakaian air masyarakat setempat.
Berikut adalah peta yang dijadikan sebagai wilayah pelayanan dari penyediaan air
bersih.

Gambar XX Peta Topografi Wilayah Pelayanan


Dari gambar di atas dapat terlihat bahwa ketinggian di bagian tengah paling besar
berdasarkan konturnya. Kemudian ketinggiannya semakin rendah ke arah barat dan
timur. Untuk wilayah utara dan selatan memiliki ketinggian yang hamper sama dengan
yang ada di tengah peta. Kemiringan lereng pada peta di atas terlihat curam pada bagian
barat jika dilihat dari konturnya yang rapat. Jika akan dibuat tempat pengolahan air
baku menjadi air bersih, akan lebih baik jika ditempatkan di tengah pada peta tersebut
karena memiliki ketinggian paling besar sehingga untuk distribusi tidak memerlukan
pemompaan.
II.2 Kebutuhan Air Bersih

Dalam menentukan kuantitas kebutuhan air minum pada kawasan industri X yang
terdiri dari area industri dan area pemukiman ini diperlukan data kebutuhan air untuk
daerah perancanaan yang mencakup kebutuhan domestik, kebutuhan non-domestik dan
perkantoran, dan kebutuhan industri. Periode perencanaan dan pelayanan dilakukan
selama 15 tahun dengan dibagi menjadi tiga tahap. Tahap 1 dilakukan pada tahun 2024,
tahap 2 pada tahun 2029, dan tahap 3 pada tahun 2034. Setelah itu dengan mengetahui
kuantitas kebutuhan air minum kawasan industri X, IPAM dapat dibangun untuk
memenuhi kebutuhan air bersih di area industri dan kawasan pemukiman para pekerja.
Kebutuhan air non domestik dan perkantoran ditentukan sebesar 15 % dari total
kebutuhan domestik. Sedangkan, kebutuhan air bersih untuk masing - masing industri
pada kawasan industri X ini dapat dilihat pada table di bawah ini yaitu:
Tabel XX Standar Penggunaan Air Bersih untuk Masing – Masing Industri

Pada area industri di kawasan industri X ini, dilakukan proyeksi penggunaan lahan
hingga tahun 2034. Periode perencanaan dilakukan selama 15 tahun yang terbagi
menjadi tiga tahapan dan setiap tahapannya berlangsung selama 5 tahun.. Diasumsikan
bahwa rata – rata per hektar lahan terbangun di area industri ini dapat menyerap 30
tenaga kerja.
Berikut ini merupakan data proyeksi penggunaan lahan pada area industri di kawasan
industri X hingga tahun 2034 yaitu:
Tabel XX Proyeksi Penggunaan Lahan pada Area Industri Kawasan Industri X sampai
Tahun 2034

Penggunaan lahan (Ha)


Jenis Industri

Tahun 2024 Tahun 2029 Tahun 2034


Food Processing 220 451 660
Palm oil-based final
10 20 30
product
Soft drink 15 30 40
Iron and Stell 125 260 410
Alumium 100 220 335
Autopart and accesories 10 25 30
Tires 50 100 150
Other rubber 25 50 70
Footwear 70 120 200
Cement 0.1 0.15 0.2
Total 625.1 1276.15 1925.2

Dalam menghitung kebutuhan air untuk setiap industri pada tahun proyeksi dapat
dihitung terlebih dahulu jumlah kebutuhan air domestic, kebutuhan air non domestik
dan perkantoran, dan kebutuhan air industri. Berikut merupakan contoh perhitungan
kebutuhan air untuk tahun 2024 yaitu sebagai berikut:
 Kebutuhan Domestik/Pemukiman
Diketahui:
Penggunaan lahan = 625,1 ha
Jumlah pekerja per ha = 30 orang
Jumlah populasi = 5 orang tiap jumlah pekerja
Diasumsikan:
Total kebutuhan air per orang = 120 L/orang/hari
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐷𝑜𝑚𝑒𝑠𝑡𝑖𝑘
= % 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛 × 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎𝑎𝑛 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛
× 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎
× 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑘𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑎𝑖𝑟 𝑝𝑒𝑟 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐷𝑜𝑚𝑒𝑠𝑡𝑖𝑘
= 65% × 625,1 ℎ𝑎 × 30 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 × 5 × 120 𝐿⁄𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 /ℎ𝑎𝑟𝑖
1
× ℎ𝑎𝑟𝑖
86400
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐷𝑜𝑚𝑒𝑠𝑡𝑖𝑘 = 130.23 𝐿/𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘

 Kebutuhan Non Domestik dan Perkantoran


Diasumsikan:
Kebutuhan air non domestik dan perkantoran adalah 15 % dari total kebutuhan
domestik
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑁𝑜𝑛 𝐷𝑜𝑚𝑒𝑠𝑡𝑖𝑘 𝑑𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑟𝑘𝑎𝑛𝑡𝑜𝑟𝑎𝑛
= 15% × 𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐷𝑜𝑚𝑒𝑠𝑡𝑖𝑘
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑁𝑜𝑛 𝐷𝑜𝑚𝑒𝑠𝑡𝑖𝑘 𝑑𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑟𝑘𝑎𝑛𝑡𝑜𝑟𝑎𝑛 = 15% × 130,23 𝐿/𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑁𝑜𝑛 𝐷𝑜𝑚𝑒𝑠𝑡𝑖𝑘 𝑑𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑟𝑘𝑎𝑛𝑡𝑜𝑟𝑎𝑛 = 19,53 𝐿/𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘

Tabel XX Kebutuhan Air Domestik dan Perkantoran Tahun 2024, 2029, dan 2034
Kebutuhan Air Kebutuhan
Jumlah Kebutuhan Air Bersih
Tahun Luas Lahan Total Populasi Bersih Air Bersih
Pekerja Pemukiman (L/s)
Perkantoran (L/s) (L/s)
2024 625.1 18753 93765 130.23 19.53 149.76
2029 1276.15 38285 191422.5 265.86 39.88 305.74
2034 1925.2 57756 288780 401.08 60.16 461.25
 Kebutuhan Industri
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐼𝑛𝑑𝑢𝑠𝑡𝑟𝑖 = 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎𝑎𝑛 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 × 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑘𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑎𝑖𝑟
Contoh kebutuhan industry pada food processing
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐼𝑛𝑑𝑢𝑠𝑡𝑟𝑖 = 220 ℎ𝑎 × 0,75 𝐿⁄𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘/ℎ𝑎
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐼𝑛𝑑𝑢𝑠𝑡𝑟𝑖 = 165 𝐿/𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘

Untuk menentukan total kebutuhan industry adalah dengan menjumlahkan semua


kebutuhan setiap jenis industri didaerah tersebut.Pada semua jenis industri untuk tahun
2024, 2029, dan 2034 dilakukan dengan tiga langkah perhitungan yang sama seperti
yang diatas.

Tabel XX Kebutuhan Air Setiap Jenis Industri Tahun 2024, 2029, dan 2034
Penggunaan lahan (Ha) Kebutuhan Air (L/s)
Standar Kebutuhan Air
Jenis Industri
(L/s/Ha)
Tahun 2024 Tahun 2029 Tahun 2034 Tahun 2024 Tahun 2029 Tahun 2034
Food Processing 220 451 660 0.75 165 338.25 495
Palm oil-based final
10 20 30 0.35
product 3.5 7 10.5
Soft drink 15 30 40 0.75 11.25 22.5 30
Iron and Stell 125 260 410 0.44 55 114.4 180.4
Alumium 100 220 335 0.44 44 96.8 147.4
Autopart and accesories 10 25 30 0.75 7.5 18.75 22.5
Tires 50 100 150 0.2 10 20 30
Other rubber 25 50 70 0.2 5 10 14
Footwear 70 120 200 0.35 24.5 42 70
Cement 0.1 0.15 0.2 0.34 0.034 0.051 0.068
Total 625.1 1276.15 1925.2 325.784 669.751 999.868

 Total Kebutuhan Air Bersih


Kehilangan Air diasumsikan 20 % dari jumlah kebutuhan air industri dan
domestik. Contoh pada tahun 2024
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐴𝑖𝑟
= 𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐴𝑖𝑟 𝐼𝑛𝑑𝑢𝑠𝑡𝑟𝑖 + 𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐴𝑖𝑟 𝐷𝑜𝑚𝑒𝑠𝑡𝑖𝑘
+ 𝐾𝑒ℎ𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴𝑖𝑟
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐴𝑖𝑟 = 327.78 𝐿⁄𝑠 + 149,76 𝐿⁄𝑠 + 0.2 𝑥 ( 327.78 𝐿⁄𝑠 +
149,76 𝐿⁄𝑠) 𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐴𝑖𝑟 = 627,72 𝐿⁄𝑠

Tabel XX Kebutuhan Air Total Tahun 2024, 2029, dan 2034


Kebutuhan Air Bersih (L/s)
Tahun Industri Domestik Total Kehilangan Air Kebutuhan Total
2024 325.78 149.76 475.55 95.10950833 627.72
2029 669.75 305.74 975.50 195.0990542 1287.65
2034 999.87 461.25 1461.11 292.2227667 1928.67
II.3 Karakteritik Air Baku
II.4 Baku Mutu Air Bersih

Bab III Inventarisasi unit pengolahan

Pengolahan air minum dibagi menjadi pengolahan primer, pengolahan sekunder,


pengolahan tersier, dan pengolahan lumpur.
III.1. Pengolahan Primer
III.1.1. Bar Screen
Pada pengolahan air minum, screen atau saringan merupakan hal yang diperlukan
sebagai tahap awal pengolahan (pengolahan primer). Pengolahan ini bertujuan untuk
memisahkan benda padat yang terbawa dalam air limbah misal kertas, plastik, kayu
dan material padat lainnya. Apabila benda padat ini tidak dipisahkan dapat
mengakibatkan kerusakan pada sistem pengolahan limbah misalnya pada valve, nozzle
ataupun pipa, menerunkan efektivitas sistem IPAM (Instalansi Pengolahan Air Minum)
dan dapat mengkotaminasi air. Prinsip dari bar screen adalah menghilangkan material
kasar yang dapat mengganggu proses pada unit-unit selanjutnya, mengurangi
efektivitas pengolahan, dan mencemari aliran (Metcalf, 2003).
Terdapat dua jenis bar screen, yaitu hand cleaned screens dan mechanically cleaned
bar screens.
a. Hand-Cleaned Screens
Hand-Cleaned Screens umumnya digunakan sebelum unit pompa. Jenis ini sering
digunakan
untuk menahan material-material yang tidak diinginkan saat debit aliran tinggi atau saat
mechanically cleaned screens dalam perbaikan.
b. Mechanically Cleaned Bar Screens
Desain dari tipe ini sudah banyak berkembang untuk mengurangi masalah operasi dan
pemeliharaan dan meningkatkan kemampuan penyaringan. Kebanyakan bahan dari bar
screen ini sudah menggunakan material tahan korosi seperti plastik dan stainless steel.
Mechanically Cleaned Screens dibagi menjadi empat macam yaitu: 1. chain-driven
2. reciprocating rake
3. catenary
4. continuous belt.
Berikut adalah kriteria desain bar screen untuk jenis tipe manual dan mekanis.
Tabel III. 1 Kriteria Desain Bar Screen Manual dan Mekanik (Qasim,1985)

No. Parameter Simbol Satuan Besaran


1 Kecepatan saluran v m/s >0,6
penyaring
2 Kecepatan melalui bar vbar m/s 0,6-1
screen
3 Head loss maksimum hL m 0,8
4 Kemiringan dari θ o
60-85
horizontal
5 Lebar batang w cm 0,8-1
6 Space (jarak) batang b cm 1-5
7 Kedalaman d cm 5-7,5

Berikut ini faktor Kisschmer untuk bar screen.


Tabel III.2 Faktor Kischmer berdasarkan Tipe Batang (Qosim, 1985)
Tipe Batang β
Persegi Panjang 2,42
Rectangular dengan semi rectangular pada 1,83
sisi muka
Circular 1,83
Rectangular dengan semi rectangular pada 1,76
sisi muka dan belakang
Tear shape 0,76
Gambar III. 1 Bar screen (Permen PUPR No 4 Tahun 2017)

Gambar III. 2 Penampang Bar screen


Tipe screen Kelebihan Kekurangan
Chain-driven - Siklus
screen: Front pembersihan - Butuh mengeringkan
clean/back return pendek saluran saat perawatan
- Digunakan untuk - Efisiensi penyisihan
beban berat rendah

Chain-driven
screen: Front - Siklus - Butuh mengeringkan
clean/front return pembersihan saluran saat perawatan
pendek
- Sisa screening - Efisiensi penyisihan
sedikit rendah
- Objek berat dapat
menyebabkan macet

Chain-driven - Siklus - Butuh mengeringkan


screen: Back pembersihan saluran saat perawatan
clean/back return pendek - Gigi rake panjang rentan
- Bagian bergerak rusak
dan terendam
terlindungi oleh
bar rack

Reciprocating
rake - Tidak ada bagian - Tidak cocok untuk muka
bergerak yang air yang tinggi karena
terendam dapat merendam motor
- Dapat menyaring alat
objek besar (ban, - Siklus pembersihan lama;
puing, dll.) kapasitas penyisihan
- Biaya operasi dan terbatas
perawatan rendah - Akumulasi grit di bagian
- Kapasitas aliran depan screen dapat
tinggi menghambat gerak rake
- Biaya mahal

Catenary
- Sprocket tidak - Rantai sangat berat dan
terendam silit dikendalikan
- Siklus - Ketidaksejajaran dapat
pembersihan terjadi saat rake macet
pendek
- Dapat menyaring - Dapat mengemisikan bau
objek besar karena desain terbuka
- Sisa screening
sedikit

Continuous belt - Perombakan atau


- Perawatan mudah penggantian elemen
- Unit jarang penyaringan memakan
mengalami macet

Secara umum, bar screen terdiri dari bak dengan inlet dan ouler dan saringan atau
screen.Dalam perancanaan bar screen perlu memperhatikan beberapa hal yaitu
kecepatan atau kapasitas rencana, jarak antar bar, ukuran bar,sudut inklinasi serta head
loss. Untuk mengetahui head loss dalam perencaan bar screen, digunakan persamaan
berikut :
4
𝐻𝑙 = 𝛽(𝑤/𝑏)3 𝑥 ℎ𝑣 𝑥 𝑠𝑖𝑛𝜃
Persamaan head loss diatas hanya berlaku untuk saringan yang bersih. Untuk head loss
yang melalui saringan setengah kotor, menggunakan persamaan sebagai berikut
𝑉2 − 𝑣2 1
𝐻𝑙 = 𝑥( )
2𝑔 𝐶
Selain itu,perhitungan head loss pada bar screen dapat mengggunakan rumus orifice
sebagai berikur, dan kriteria desain unit untuk bar screen terlampir pada Tabel III.2 :
1 𝑞
𝐻𝑙 = ( ) 𝑥 ( )2
2𝑔 𝐶𝐴
Di mana :
HL = head loss melalui bar screen (m)
V = kecepatan aliran sebelum melewati bar screen (m/detik)
V = kecepatan aliran pada saat melalui bar screen (m/detik)
W = lebar cross section maksimum dari bar screen yang menghadap arah aliran (m)
b = Bukaan screen (clear spacing) minimum dari bar (m)
hv = Velocity head dari aliran yang menuju bar (m)
θ = sudut bar (batang) dengan horisontal (derajat)
Q = Debit aliran melalui screen (m3 )
A = Luas efektif bukaan screen yang tercelup (m /detik) 2
C = Koefisien discharge, besarnya 0,6 untuk screen bersih.

III.1.2. Prasedimentasi
Prasedimentasi merupakan unit proses fisik yang berfungsi untuk mengendapkan
partikel-partikel diskrit yang dapat mengendap secara gravitasi. Proses sedimentasi
yang berlangsung tidak menambahkan bahan kimia apapun (koagulan ataupun
flokulan). Prasedimentasi biasanya diletakkan di reservoir, grit basin, debris dam, atau
perangkap pasir pada awal proses pengolahan. Kegunaan proses prasedimentasi adalah
untuk melindungi peralatan mekanis bergerak dan mengurangi kemungkinan adanya
akumulasi grit pada saluran/pipa transmisi air baku dan proses selanjutnya. Setiap bak
sedimentasi memiliki dua zona fungsional, yaitu :
a. Settling zone, di mana proses sedimentasi akibat adanya gaya gravitasi terjadi,
b. Sludge zone, di mana lumpur akibat proses sedimentasi pada settling zone
terakumulasi membentuk lapisan

Efluen dari bak sedimentasi akan menghasilkan efluen dengan kandungan solid yang
lebih sedikit. Efluen akan keluar dari di bagian atas settling zone. Lumpur yang
dihasilkan di dasar bak sedimentasi disisihkan untuk diolah lebih lanjut.

Bak sedimentasi terdiri dari beberapa jenis, diantaranya adalah rectangular settling
tank dan circular settling tank. Voutckov (2005) menjelaskan mengenai masing-
masing kelebihan dan kekurangan dalam menggunakan kedua tipe bak sedimentasi
tersebut, seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel III. xx Kelebihan dan kekurangan bak sedimentasi (Voutckov, 2005)

Rectangular Settling Tank Circular Settling Tank

Kelebihan  Dapat digunakan  Waktu detensi untuk


untuk efluen dengan jumlah pengendapan zat padat lebih
besar sedikit sehingga digunakan
sebagai secondary clarifier
 Pengentalan lumpur  Sistem pengumpulan
berjalan lebih baik lumur lebih sederhana
 Lahan yang  Perawatan yang
dibutuhkan lebih sedikit dibutuhkan lebih sedikit
untuk pembangunan banyak
unit
Kekurangan  Waktu detensi lebih  Headloss lebih besar
lama  Potensi terjadi short-
 Kurang efektif untuk circuit lebih besar
air limbah dengan kandungan
solid tinggi

Gambar III. 2 Penampang rectangular primary sedimentation tank


(site.iugaza.edu.ps, 2011)

Gambar III. 3 Penampang circular primary sedimentation tank (site.iugaza.edu.ps, 2011)


Tabel III.6 Kriteria desain bak sedimentasi (Permen PU No. 4 Tahun 2017)

III.2. Pengolahan Sekunder


III.2.1 Koagulasi
Koagulasi adalah proses kimia yang digunakan untuk menghilangkan bahan
pencemaran yang tersuspensi atau dalam bentuk koloid. Partikel – partikel koloid ini
tidak dapat mengendap sendiri dan sulit ditangani oleh perlakuan fisik (Eckenfelder)
(1986). Pada proses koagulasi terjadi destabilisasi koloid dan partikel dalam air sebagai
akibat dari pengadukan cepat dan pembubuhan bahan kimia (koagulan). Akibat
pengadukan cepat, koloid dan partikel yang stabil berubah menjadi tidak stabil karenan
terurai menjadi partikel yang bermuatan positif dan negatif (Metcalf dan Eddy, 1991).

Tujuan pengadukan cepat dalam pengolahan air adalah untuk menghasilkan turbulensi
air sehingga dapat mendispersikan bahan kimia yang akan dilarutkan di dalam air.
Secara umum, pengadukan cepat adalah pengadukan yang dilakukan pada gradien
kecepatan besar (300-1000/detik) selama 5 hingga 60 detik atau nilai GTd (bilangan
Champ) berkisar 300 hingga 1700. Secara spesifik, nilai G dan td bergantung pada
maksud atau sasaran pengadukan cepat (Reynolds, 1996).

Prinsip pengolahan koagulasi adalah membuat koloid sebagai kontaminan menjadi


tidak stabil melalui proses destabilisasi dengan penambahan sejumlah tertentu
koagulan. Proses destabilisasi tersebut dipercepat dengan proses pengadukan cepat
(rapid mixing) agar terjadi kontak antara koloid dan koagulan.

Beberapa tipe pengadukan cepat dalam proses koagulasi adalah sebagai berikut:
1. Pengaduk Mekanis
Pengadukan mekanis adalah metode pengadukan menggunakan alat pengaduk
berupa impeller yang digerakkan dengan motor bertenaga listrik. Umumnya
pengadukan mekanik terdiri dari motor, poros pengaduk, dan gayung pengaduk
(impeller). Berdasarkan bentuknya, impeller dapat dibagi menjadi paddle (pedal),
turbine dan propeller (baling-baling).

Gambar 2.1 Jenis-Jenis Impeller (http://www.tae-woo.co.kr/img/data/data1-1-


img1.png)

2. Pengaduk Pneumatis
Pengadukan tipe ini mempergunakan tangki dan peralatan aerasi yang kira-kira
mirip dengan peralatan yang digunakan pada proses lumpur aktif. Rentang waktu
detensi dan gradien kecepatan yang digunakan sama dengan pengadukan secara
mekanis. Variasi gradien kecepatan bisa diperoleh dengan memvariasiakan debit
aliran udara. Pengadukan tipe ini tidak terpengaruh oleh variasi debit memiliki
headloss yang relatif kecil.
3. Pengaduk Hidrolis
Pengadukan secara hidrolis dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain
dengan menggunakan baffle basins, weir, flume, dan loncatan hidrolis. Pengaduk
hidrolis menggunakan aliran turbulen untuk mencampur bahan kimia dengan air
baku. Pengaduk hidrolis yang sering ditemukan adalah venturimeter, ambang, dan
parshall flume. Keuntungan dari penggunaan pengaduk ini adalah tidak diperlukan
daya tambahan untuk pengadukan, sedangkan kekurangannya adalah sulit dilakukan
pengontrolan pada derajat pengadukan.
Terdapat beberapa jenis koagulan yang dapat digunakan pada unit ini. Menurut EPA
(2002), garam alumunium atau besi biasanya paling sering digunakan pada pengolahan
air karena efektif, relative murah, mudah didapatkan, mudah ditangani, disimpan, dan
diaplikasikan. Berikut merupakan alternatif koagulan menurut EPA (2002) yang dapat
digunakan.
 Alum
Alum merupakan nama umum dari Alumunium Sulfat, dengan rumus kimia
Al2(SO4)3.18H2O. Bahan kimia ini biasanya dimasukkan dalam sistem dalam
bentuk cairan pekat dengan 21.H2O dan dalam bentuk butiran atau kepingan
dengan 14.H2O. Selain itu, bahan kimia ini juga dapat dijumpai dalam bentuk
cairan. Alum efektif pada rentang pH 5,5-8 dan bereaksi dengan alkalinitas
untuk membentuk alumunium hidroksida Al2(OH)3 (flok).
 FeSO4
Besi (II) Sulfat atau FeSO4 disuplai ke dalam sistem dalam bentuk bongkahan
kecil atau sebagai kristal hijau dan bersifat higroskopik. Bahan kimia ini paling
baik ditambahkan dalam bentuk larutan karena sifatnya yang dapat menyumbat
peralatan. Bila digunakan pada pengolahan air bersih untuk tujuan domestik,
pH perlu dinaikkan hingga 8,3 dengan penambahan kapur atau caustic soda,
dan kualitas air perlu dijamin agar mengandung oksigen terlarut yang cukup
untuk oksidasi besi.
 FeCl3
Besi (III) Klorida atau FeCl3 dapat ditemukan dalam bentuk cairan dan sebagai
kristal FeCl3.6H2O berwarna kuning kecoklatan, atau bubuk anhydrous ferric
chloride berwarna hijau kehitaman. Dibutuhkan pengontrolan yang baik dalam
penggunaan bahan kimia ini daripada dalam penggunaan bahan kimia alum
agar tidak ada besi tersisa di dalam larutan.
 Kapur
Bentuk kimia yang biasanya digunakan adalah CaO, namun yang biasanya
disuplai berbentuk Ca(OH)2. Kapur merupakan salah satu alkali yang paling
banyak digunakan dalam pengolahan air. Kapur dapat dimasukkan pada sistem
dalam bentuk lumpur atau zat padat.
 Na2CO3
Soda ash merupakan nama umum dari Na2CO3. Sodium karbonat merupakan
alkalin kuat yang akan membentuk caustic soda dengan kapur terhidrasi pada
kondisi lembab. Bahan kimia ini bereaksi dengan asam untuk membentuk
karbon dioksida.
 Asam Sulfat
Asam sulfat merupakan cairan tak berwarna dan berminyak, yang dapat
ditemukan pada beberapa konsentrasi. Bahan kimia ini sering digunakan pada
pengolahan air untuk menurunkan pH air.
 Caustic Soda
Caustic soda merupakan nama umum untuk sodium hidroksida dan merupakan
alkalin berwarna putih tak berbau. Dalam penggunaannya, biasanya caustic
soda berbentuk bubuk. Caustic soda digunakan pada pengolahan air untuk
menaikkan pH air. Bahan ini bereaksi dengan berbagai macam logam termasuk
aluminium dan zink dalam keadaan lembab dan membentuk air.

Berikut adalah beberapa kelebihan unit koagulasi.


a. Mengurangi kekeruhan akibat adanya partikel koloid anorganik maupun organik di
dalam air.
b. Mengurangi warna yang diakibatkan oleh partikel koloid di dalam air.
c. Mengurangi bakteri-bakteri patogen dalam partikel koloid, algae, dan organisme
plankton lain.
d. Mengurangi rasa dan bau yang diakibatkan oleh partikel koloid dalam air.rtikel
koloid dalam presipitatoagulasi

Berikut adalah beberapa kekurangan unit koagulasi.


a. Sangat bergantung kepada koagulan yang dipilih. Beberapa koagulan memiliki harga
yang cukup mahal
b. Untuk dapat membuat koagulan bekerja, alkalinitas air harus memadai. Apabila
alkalinitas air tidak memadai, perlu ditambahkan zat penambah alaklinitas tertentu.

Berikut ini merupakan kriteria desain unit koagulasi pengadukan cepat hidrolis:
 Gradien Kecepatan, Gtd = 104 - 105 (/detik) (Reynolds, 1982)
 Waktu Detensi, td = 20 – 60 det (Reynolds, 1982)

Tabel III. 5 Waktu Detensi dan Gradien Kecepatan Bak Pengaduk Cepat (Reynolds,
1982)

III.2.2 Flokulasi
Flokulasi merupakan proses penggabungan flok kecil menjadi flok besar terjadi karena
adanya tumbukan antar flok. Tumbukan ini terjadi akibat adanya pengadukan lambat
(slow mixing) pada saat proses flokulasi berlangsung (Chaudhari, 2013).

Adanya pengadukan lambat dalam proses flokulasi akan menghasilkan gerakan secara
perlahan dan terjadi kontak antara air dengan partikel. Sehingga terbentuk gabungan
partikel yang berukuran besar dan mudah mengendap. Pengadukan lambat adalam
pengadukan yang dilakukan dengan gradien kecepatan kecil (20-100/detik) selama 10
hingga 60 menit atau nilai GTd (bilangan Champ) berkisar 48000 hingga 210000
(Reynolds, 1996).
Tujuan dari proses flokulasi adalah untuk mempercepat laju tumbukan partikel, hal ini
menyebabkan aglomerasi dari partikel koloid terdestabilisasi secara elektrolitik kepada
ukuran yang terendapkan dan tersaring.
Prinsip pengoahan flokulasi dicapai dengan mengaplikasikan pengadukan yang tepat
untuk memperbesar flok-flok hasil koagulasi. Pengadukan pada bak flokulasi harus
diatur sehingga kecepatan pengadukan semakin ke hilir semakin lambat, serta pada
umumnya waktu detensi pada bak ini adalah 20 sampai dengan 40 menit. Hal tersebut
dilakukan karena flok yang telah mencapai ukuran tertentu tidak bisa menahan gaya
tarik dari aliran air dan menyebabkan flok pecah kembali, oleh sebab itu kecepatan
pengadukan dan waktu detensi dibatasi. Hal lain yang harus diperhatikan pula adalah
konstruksi dari unit flokulasi ini harus bisa menghindari aliran mati pada bak.

Terdapat beberapa kategori sistem pengadukan untuk melakukan flokulasi ini, yaitu:
1. Pengaduk mekanis

2. Pengadukan hdrolis menggunakan baffle channel basins

Unit flokulasi memiliki keuntungan tidak membutuhkan peralatan yang rumit dan
tanpa bahan kimia tambahan untuk mengolah air bersih dan kekurangan sangat
bergantung kepada flok yang terbentuk pada proses kpagulasi sebelumnya. Sehingga
pengontrolan harus dilakukan secara berkala.

III.2.3 Sedimentasi
Sedimentasi disebut juga clarification. Proses sedimentasi didesain untuk menyisihkan
padatan yang dapat mengendap secara gravitasional. Keberhasilan proses sedimentasi
didahului oleh keberhasilan dua tahap sebelumnya, yaitu koagulasi dan flokulasi.
Kunci proses sedimentasi yang paling efektif terletak pada partikel tersuspensi di dalam
air yang terbentuk pada proses koagulasi dan flokulasi sebelumnya.

Prinsip sedimentasi ialah pengendapan partikel tertentu di dalam zat cair sehingga
partikel tertentu tersebut dapat terpisahkan dari air. Hal ini bergantung kepada banyak
faktor, diantaranya jenis partikel yang terdapat pada air yang akan diolah, proses
pengolahan secara keseluruhan, partikel tersuspensi alami yang terdapat di dalam air,
kecepatan mengendap, kondisi iklimatis, karakteristik air baku, kondisi geologis site,
serta desain tangki sedimentasi itu sendiri.

Berikut tipe proses unit sedimentasi/clarifier yang sering digunakan pada pengolahan
air bersih.
a. Tangki Sedimentasi dengan Aliran Horizontal
Tangki sedimentasi dengan aliran horizontal umumnya berbentuk persegi. Pada
bak persegi dengan aliran horizontal, air baku dimasukkan pada ujung bak
sedimentasi, dan dikeluarkan melewati ambang pada ujung bak yang
berlawanan dari inlet. Lumpur yang terbentuk cenderung mengendap dekat
ujung inlet dan disisihkan dari tangki yang besar, dilengkapi dengan scraper
mekanik untuk menyapu lumpur yang terbentuk. Lumpur pada tangki dengan
ukuran lebih kecil cenderung dibersihkan secara manual setelah tangki dikuras
(EPA, 2002).
b. Tangki Sedimentasi dengan Aliran Vertikal (Menggunakan Pelat/Tabung
Pengendap)/high rate clarifiers
Prinsip sedimentasi aliran horizontal yang harus sedangkal mungkin untuk
memperpendek jarak pengendapan partikel dicetuskan oleh Hazen. Prinsip
tersebut digunakan pada high rate clarification, di mana air yang masuk ke
dalam tangki pengendapan diarahkan ke atas menuju beberapa seri tabung atau
pelat dengan kemiringan sekitar 60o dari sisi horizontal. Tabung atau pelat
secara efektif dapat membentuk beberapa seri dari tangki dangkal yang secara
teoritis menciptakan kondisi optimum untuk sedimentasi. Zat padat yang
terendapkan pada permukaan miring akan jatuh ke bawah dan diambil dari
dasar clarifier. Sistem ini dapat digunakan pada unit atau instalasi pengolahan
dengan permintaan air yang meningkat dari desain awal (EPA, 2002).
c. Bak bundar (aliran vertikal-radial)
Pada unit ini, terjadi proses flokulasi sekaligus sedimentasi. Air yang telah
diolah secara kimia dialirkan ke bawah hingga mencapai ke dasar tangki. Saat
air dikeluarkan, koagulasi pada air tersebut telah terjadi, tergantung pada
interval waktu sejak injeksi bahan kimia. Setelah itu, air berputar 180o dan
flokulasi terjadi ketika turbulensi pada aliran air yang keluar dari proses
koagulasi tersebut berkurang ketika aliran air bergerak ke atas dan kecepatan
aliran bertambah. Partikel kemudian mengendap pada bagian bawah dan aliran
yang mengadung zat padat lebih sedikit dikeluarkan melalui ambang ke unit
selanjutnya. Partikel yang mengendap dikeluarkan dengan scraper (EPA,
2002).
d. Reactor clarifier
Clarifier cocok digunakan untuk penurunan kesadahan dengan kapur atau
kapur-soda ash karena adanya efek seeding pada unit. Tipe sedimentasi ini
kurang mampu menerima shock-loading dan efektivitasnya dapat diganggu
oleh adanya angin atau paparan sinar matahari yang kurang rata (Kawamura,
1991).

Berikut adalah kriteria desain dari unit sedimentasi.


Tabel III. 7 Kriteria desain unit sedimentasi (SNI 6774:2008)
Gambar III.XX Tangki Sedimentasi Persegi Panjang (Tchobanoglous, 2014)

Gambar III.XX Tangki Sedimentasi Bundar (Tchobanoglous, 2014)

Berikut adalah beberapa kelebihan unit sedimentasi.


a. Sedimentasi tidak membutuhkan peralatan yang sulit, desain unit instalasinya
cenderung lebih sederhana
b. Biaya yang dikeluarkan untuk operasionalnya lebih rendah
c. Mudah dalam perawatan

Sedangkan berikut adalah beberapa kelebihan unit sedimentasi.


a. Terbatas untuk partikel dengan ukuran tertentu
b. Apabila terjadi clogging, proses akan terhambat dan turut mengganggu keseluruhan
sistem
c. Terbatas untuk aliran dengan turbulensi sangat besar

III.3 Pengolahan Tersier


III.3.1 Filtrasi
Filtrasi adalah suatu proses pemisahan zat padat dari fluida (cair maupun gas) yang
membawanya menggunakan suatu medium berpori atau bahan berpori lain untuk
menghilangkan sebanyak mungkin zat padat halus yang tersuspensi dan koloid. Pada
pengolahan air minum, filtrasi digunakan untuk menyaring air hasil dari proses
koagulasi – flokulasi – sedimentasi sehingga dihasilkan air minum dengan kualitas
tinggi. Di samping mereduksi kandungan zat padat, filtrasi dapat pula mereduksi
kandungan bakteri, menghilangkan warna, rasa, bau, besi dan mangan (Haqq, 2016).

Pemisahan padatan dibagi menjadi dua jenis yaitu deep filtration dan surface filtration.
Deep filtration menggunakan media pasir, batu bara, kerikil dan sebagainya yang
tersusun sedemikian rupa, padatan yang dipisahkan tertahan pada permukaan dan sela-
sela (porositas) media. Surface filtration menggunakan media membran filter dengan
ukuran tertentu.

Dalam filtrasi terdapat 5 mekanisme yang terjadi pada filtrasi yaitu :


1. Sedimentasi (sedimentation), filtrasi terjadi karena partikel yang akan dipisahkan
mengalami gaya gravitasi dan kecepatan pengendapan partikel sehingga partikel
mengendap dan berkumpul pada permukaan media filter.
2. Sieving, partikel padatan lebih besar dari pori-pori media penyaring, sehingga
partikel tertahan diantara media filter.
3. Interception, filtrasi terjadi karena partikel dalam aliran air berukuran besar
sehingga akan terperangkap, menempel dan dapat menutupi permukaan media
filter.

4. Difusi brownian (brownian diffusion), filtrasi terjadi pada partikel yang berukuran
kecil seperti virus, partikel dalam aliran air bergerak secara random (gerak
brown), karena terdapat perbedaan kecepatan maka partikel tersebut bergesekan
dan menempel dalam media filter. Mekanisme ini hanya terjadi untuk partikel
berdiameter < 1 mikron.

5. Inersia (inertia), filtrasi terjadi karena partikel mempunyai ukuran dan berat jenis
yang berbeda sehingga kecepatan partikel dalam aliran air berbeda-beda, akibatnya
partikel akan menempel pada permukaan media karena gaya inersia, mekanisme
ini terjadi jika partikel yang berukuran lebih besar bergerak cukup cepat dan
berbenturan serta menempel dalam media filter.

Berdasarkan mekanisme tersebut, efektivitas filtrasi akan meningkat dengan


meningkatnya ukuran partikel hal ini terjadi karena dalam filtrasi terjadi mekanisme
intersep dan sedimentasi, tetapi dapat pula terjadi sebaliknya dimana efektivitas filtrasi
akan meningkat dengan menurunnya ukuran partikel hal ini dapat terjadi karena dalam
filtrasi terjadi proses difusi.

Perancangan (design) unit operasi filtrasi dengan media filter padat diklasifikasikan
berdasarkan beberapa hal meliputi
 Arah aliran
Filtrasi diklasifikasikan menjadi aliran ke bawah (down flow), aliran keatas (up
flow) dan aliran dua arah (biflow)
 Jenis dan susunan media filter
jenis media filter yang dipergunakan seperti pasir, batubara, dan kerikil dengan
susunan media filter satu lapisan media, dua lapisan media, dan tiga lapisan media.
Proses backwashing dilakukan dengan mekanisme “Fluidizing” (fluidisasi)
dengan arah aliran keatas.
 Gaya gerak
Filtrasi terjadi karena gaya gravitasi atau gaya tekan untuk mengatasi tahanan
gesek media filter yang terjadi pada permukaan media filter.
 Metode pengendalian laju aliran
Filtrasi dioperasionalkan pada laju aliran air limbah yang konstan (constant-rate
filtration) atau berubah-ubah (variable-rate filtration).

Berbagai hal yang perlu diperhatikan dalam operasional filtrasi yaitu :


1. Karakteristik air limbah, karakteristik air limbah yang perlu diperhatikan
diantaranya konsentrasi padatan, distribusi dan ukuran padatan, serta kekuatan
padatan atau flok (untuk proses kimia)
2. Karakteristik media filter, pemakaian media filter dengan ukuran terlalu kecil
mengakibatkan terjadinya peningkatan hambatan aliran, dan ukuran media filter
terlalu besar mengakibatkan beberapa padatan yang kecil tidak tertahan (loslos)
dari filtrasi
3. Laju alir filtrasi, laju alir filtrasi berkaitan dengan luas penampang unit filtrasi
yang dibutuhkan, laju alir filtrasi dipengaruhi oleh ukuran dan distribusi padatan,
dan kekuatan flok. Berdasarkan pengamatan laju filtrasi yang sesuai : 2 – 8
gallon/(ft2 menit) atau 80 – 320 Liter/(m2. Menit).

Bagian filter yang berperan penting dalam melakukan penyaringan adalah media filter.
Media Filter dapat tersusun dari pasir silika alami, anthrasit, atau pasir garnet. Media
ini umumnya memiliki variasi dalam ukuran, bentuk dan komposisi kimia. Pemilihan
media filter yang akan digunakan dilakukan dengan analisa ayakan (sieve analysis).
Hasil ayakan suatu media filter digambarkan dalam kurva akumulasi distribusi
(Gambar 7.5) untuk mencari ukuran efektif (effective size) dan keseragaman media
yang diinginkan (dinyatakan sebagai uniformity coefficient).
Effective Size (ES) atau ukuran efektif media filter adalah ukuran media filter bagian
atas yang dianggap paling efektif dalam memisahkan kotoran yang besarnya 10 % dari
total kedalaman lapisan media filter atau 10 % dari fraksi berat, ini sering dinyatakan
sebagai d10 (diameter pada persentil 10).
Uniformity Coefficient (UC) atau koefisien keseragaman adalah angka keseragaman
media filter yang dinyatakan dengan perbandingan antara ukuran diameter pada 60 %
fraksi berat terhadap ukuran efektif atau dapat ditulis: UC = d60/d10. d60 adalah diameter
butiran pada persentil 60.
Berdasarkan jenis dan jumlah media yang digunakan dalam penyaringan, media filter
dikategorikan menjadi:
1. Single media: Satu jenis media seperti pasir silika, atau dolomit saja. Filter cepat
tradisional biasanya menggunakan pasir kwarsa. Pada sistem ini penyaringan SS
terjadi pada lapisan paling atas sehingga dianggap kurang efektif karena sering
dilakukan pencucian.
2. Dual media: misalnya digunakan pasir silica, dan anthrasit. Filter dual media sering
digunakan filter dengan media pasir kwarsa di lapisan bawah dan antharasit pada
lapisan atas. Keuntungan dual media:
a. Kecepatan filtrasi lebih tinggi (10 – 15 m/jam)
b. Periode pencucian lebih lama
c. Merupakan peningkatan filter single media (murah)
3. Multimedia: misalnya digunakan pasir silica, anthrasit dan garnet atau dolomit.
Fungsi multimedia adalah untuk memfungsikan seluruh lapisan filter agar berperan
sebagai penyaring.

Susunan media berdasarkan ukurannya dibedakan menjadi:


• Seragam (uniform), ukuran butiran media filter relatif sama dalam satu bak.
• Gradasi (stratified), ukuran butiran media tidak sama dan tersusun bertingkat.
• Tercampur (mixed), ukuran butiran media tidak sama dan bercampur.

Filter juga dapat dibedakan menjadi saringan pasir cepat dan saringan pasir lambat
1. Saringan pasir cepat
Pada saringan ini, air dilewatkan melalui lapisan-lapisan pasir yang
terstratifikasi juga kerikil untuk menyisihkan materi tersuspensi. Kapasitas
hidraulis saringan menurun seiring dengan terakumulasinya kotoran di bagian
permukaan pasir sehingga kotoran harus dibuang secara periodik. Pembuangan
kotoran dilakukan dengan cara membalikkan arah aliran dalam operasi yang
disebut backwashing (Rich: 1961).
Bagian-bagian dari filter pasir cepat meliputi:

a. Bak filter, merupakan tempat proses filtrasi berlangsung. Jumlah dan


ukuran bak tergantung debit pengolahan (minimum dua bak).

b. Media filter, merupakan bahan berbutir/granular yang membentuk pori-


pori di antara butiran media. Pada pori-pori inilah air mengalir dan terjadi
proses penyaringan.

c. Sistem underdrain. Underdrain merupakan sistem pengaliran air yang


telah melewati proses filtrasi yang terletak di bawah media filter.
Underdrain terdiri atas:
• Orifice, yaitu lubang pada sepanjang pipa lateral sebagai jalan masuknya
air dari media filter ke dalam pipa.

• Lateral, yaitu pipa cabang yang terletak di sepanjang pipa manifold.

• Manifold, yaitu pipa utama yang menampung air dari lateral dan
mengalirkannya ke bangunan penampung air.

Gambar III. Xx Bagian-Bagian Filter (SNI 6774:2008)


Berikut ini kriteria desain untuk saringan pasir cepat

Tabel III.x Kriteria Desain Saringan Pasir Cepat (SNI 6774:2008)


2. Saringan pasir lambat
Air yang sudah melalui proses pengendapan dilewatkan melalui lapisan pasir
dan kerikil yang tidak terstratifikasi. Padatan tersuspensi akan tertangkap pada
permukaan media dan fraksi organik akan diuraikan oleh agen biologis seperti
bakteri. Akumulasi dari fraksi yang tidak terdekomposisi memerlukan
pembersihan secara berkala dengan cara menggerus lapisan atas pasir
(Rich:1961).

Tabel III.xx Kriteria Design Saringan Pasir Lambat (Visscher, 1987)


Gambar III.xx Saringan Pasir Cepat (Reynolds, 1982)
III.3.2 Desinfeksi
Desinfeksi adalah proses memusnahkan mikroorganisme yang dapat menimbulkan
penyakit. Disinfeksi merupakan benteng manusia terhadap paparan mikroorganisme
patogen penyebab penyakit, termasuk di dalamnya virus, bakteri dan protozoa parasit
(Biton, 1994).
Agar penggunaan desinfektan tepat guna, tidak mencemari lingkungan, dan tidak
membuat mikrooganisme menjadi resistan terhadap suatu zat desinfektan, maka
beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika memberikan desinfektan adalah sebagai
berikut:
 Daya racun zat
 Biayanya murah
 Waktu kontak yang diperlukan
 Efektivitas zat
 Kadar dosis yang digunakan
 Tidak boleh bersifat toksik (racun) terhadap manusia dan hewan

Berikut ini jenis desinfektan yang dapat digunakan beserta kelebihan dan
kekurangannya.
1. Kaporit
Cara yang paling umum kita temukan adalah dengan adanya penambahan CaOCl2 atau
biasa disingkat sebagai kaporit. Kaporit dapat ditemukan dalam bentuk cair ataupun
tablet. Dosis yang disarankan untuk ditambahkan dalam pengolahan air adalah sekitar
12-30 ppm. Kaporit banyak digunakan karena mudah tersedia di pasaran, selain itu
harganya juga murah. Kekurangan dari kaporit ini adalah sifatnya yang dapat
mengoksidasi logam, plus dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan infertilitas.

2. Klorin
Klorin biasanya diinjeksikan kedalam air dengan dalam bentuk gas. Nama unit
desinfeksi menggunakan klorin biasa disebut sebagai klorinator. Selain dalam bentuk
gas, klorin juga terdapat dipasaran dalam bentuk cair. Natrium hipoklorit amat sangat
reaktif dan bereaksi dengan sangat cepat dalam membunuh bakteri. Kekuranganya
terletak pada kesulitan pembuatannya yang harus menggunakan klorinator dan cukup
berbahaya.
3. Ozon
Ozon adalaha suatu zat tak stabil yang dibentuk oleh oksigen. Penggunaan ozon untuk
desinfeksi banyak ditemukan di spa atau tempat terapi. Dalam kadar normal, ozon akan
berfungsi untuk membunuh bakteri dan juga mensterilkan udara sekitar sehingga
meningkatkan kadar oksigen.
4. UV
Prinsipnya adalah membunuh bakteri dengan gelombang UV atau sinar matahari. UV
juga biasa dipilih dalam instalasi RO rumah tangga dikarenakan pemasangannya yang
mudah, ringkas dan tidak memakan tempat.
5. Desinfeksi dengan Membran
Ultrafiltrasi, nanofiltrasi serta sistem reverse osmosis juga dapat berfungsi sebagai
proses desinfikasi. Hal ini dikarenakan membran mereka yang bekerapatan tinggi
membuat bakteri sulit masuk dan mencemari air hasil produk dari proses membrane.
Di dalam SNI 6774:2008, dipaparkan kriteria mengenai desinfeksi dengan
pembubuhan zat kimia. Jenis densifektan yang digunakan :
1. Gas klor (Cl2), kandungan klor aktif minimal 99%;
2.Kaporit atau kalsium hipoklorit (CaOCl2 )xH2O kandungan klor aktif (60-70) %;
3. Sodium hipoklorit (NaOCl), kandungan klor aktif 15%;
Dosis klor ditentukan berdasarkan DPC yaitu jumlah klor yang dikonsumsi air
besarnya tergantung dari kualitas air bersih yang di produksi serta ditentukan dari sisa
klor di instalasi (0,25 – 0,35) mg/l.
Berikut ini kriteria desain dari desinfeksi:
1. Kriteria Desinfektan
a. Jenis densifektan yang digunakan
 gas klor (Cl2), kandungan klor aktif minimal 99%;
 kaporit atau kalsium hipoklorit (CaOCl2 ) x H2O kandungan klor aktif (60 —
70) %;
 sodium hipoklorit (NaOCl), kandungan klor aktif 15%;
b. Dosis klor ditentukan berdasarkan dpc yaitu jumlah klor yang dikonsumsi air
besarnya tergantung dari kualitas air bersih yang di produksi serta ditentukan dari
sisa klor di instalasi (0,25 – 0,35) mg/l.
2. Pembubuhan desinfektan
a. Gas klor disuntikan langsung ke instalasi pengolahan air bersih, pembubuhan gas
menggunakan peralatan tertentu yang memenuhi ketentuan yang berlaku;
b. Kaporit atau sodium hipoklorit dibubuhkan ke instalasi pengolahan air bersih
secara gravitasi atau mekanis.
3. Keperluan perlengkapan desinfeksi
Keperluan perlengkapan desinfeksi adalah sebagai berikut :
a. Pembubuhan gas klor
 peralatan gas klor disesuaikan minimal 2, lengkap dengan tabungnya;
 tabung gas klor harus ditempatkan pada ruang khusus yang tertutup;
 ruangan gas klor harus terdapat peralatan pengamanan terhadap kebocoran gas
klor;
 alat pengamanan adalah pendeteksi kebocoran gas klor dan sprinkler air
otomatik atau manual.
 harus disediakan masker gas pada ruangan gas klor.

b. Bak kaporit
 bak dapat menampung larutan selama 8 sampai dengan 24 jam;
 diperlukan 2 buah bak yaitu bak pengaduk manual/mekanis dan bak pembubuh.
c. Bak harus dilindungi dari pengaruh luar dan tahan terhadap kaporit.

III.4 Pengolahan Lumpur


III.4.1 Belt Filter Press
Belt filter press (BFP) merupakan salah satu unit yang digunakan di dalam proses
sludge dewatering. Pada prinsipnya, proses yang berlangsung di dalam BFP adalah
memeras cake (lumpur dengan konsentrasi padatan yang tinggi) di mana penekanan
lumpurnya dilakukan oleh sepasang lembar plastik elastis berpori (filter belt) sehingga
air yang masih terkandung di dalam cake dapat keluar secara paksa dan lumpur menjadi
kering.
BFP merupakan unit dewatering mekanis di mana nantinya konsentrasi padatan hasil
mechanical dewatering berbeda-beda tergantung pada karakteristik lumpur serta jenis
pengolahan yang digunakan.
Jenis dewatering lainnya ialah non-mechanical dewatering. Keunggulan dari proses ini
adalah kemudahan dalam operasi dan perawatan, operasional energy yang murah bila
dibandingkan dengan sistem mekanik. Namun kelemahan dari sistem ini adalah
diperlukannya area yang luas, bergantung pada kondisi iklim (AWWA/ASCE/U.S.
EPA, 1996). Metode ini dapat berupa sand drying beds, freeze assisted sand beds, dan
lagoons.
Prinsip kerja belt filter press adalah dengan melewatkan lumpur di antara dua poros
sabuk yang digulung dan dipasang dengan diameter poros yang berbeda. Belt filter
press terdiri dari empat zona, yaitu zona polymer conditioning, zona drainase dengan
gravitasi, zona tekanan rendah, dan zona tekanan tinggi (Aldeeb, A.A., 2000).
Pengoperasian BFP dibagi menjadi 2 tahap, yaitu:
1. Tahap penirisan (draining), dengan mengalirkan dan menyebarkan lumpur secara
merata di atas lembar elastis berpori halus. Pemisahan air dan lumpur dilakukan
tanpa tekanan, hanya mengandalkan penirisan secara gravitasi.
2. Tahap penekanan (pressing); dengan menekan lumpur di antara dua bel bertekanan
secara bertingkat yang diberikan oleh beberapa besi enggulung (roll) Pada saat
ditekan, air dipisahkan dari lumpur semaksimal mungkin.

Kadar solid dalam lumpur setelah diolah dengan Belt Filter Press sebagai berikut:
1. lumpur sedimentasi I 28%-44%
2. lumpur sedimentasi I dan lumpur aktif 20%-35%;
3. lumpur sedimentasi I dan trickling filter20%-40%;
4. lumpur dari digester (anaerob) 26%- 36%; dan
5. lumpur dari digester dan lumpur aktif 12%-18%.

Gambar III.xx Belt filter press (Metcalf dan Eddy, 2013)

Tabel III.xx Kelebihan dan kekurangan belt filter press (US EPA, 1999)

Kelebihan Kekurangan

 Perawatan sederhana dan biasanya  Biaya untuk mengganti belt


dapat dilakukan oleh petugas IPAL sangat tinggi
 Dapat dioperasikan dengan cepat,  Menimbulkan bau
tidak membutuhkan waktu untuk  Tidak dapat digunakan untuk
menimbulkan kecepatan yang diinginkan mengolah lumpur dengan kandungan
 Bunyi mesin lebih kecil minyak dan lemak yang tinggi
 Operasi berlangsung secara  Belt harus dicuci setiap selesai
kontinyu digunakan, boros air

Tabel III. Xx Kriteria desain BFP (Metcalf dan Eddy, 1991)

Parameter Besaran

Lebar Belt 0.5

Sludge Loading 90-680

Hydraulic Loading 1.6-6.3

III.5.1. Sludge Drying Bed


Bak pengering lumpur (Sludge Drying Bed) adalah suatu area dengan partisi yang
terdiri dari pasir atau material berpori lainnya dan lumpur dikeringkan baik melalui
infiltrasi maupun evaporasi/penguapan. Sludge Drying Bed (SDB) merupakan metode
yang paling umum digunakan dalam menurunkan kadar air dalam lumpur. Pada
prinsipnya, pengolahan lumpur dengan menggunakan SDB yaitu dengan cara
mengalirkan lumpur ke lahan terbuka kemudian dengan bantuan sinar matahari lumpur
tersebut kering dan bisa dibuang ke tempat pembuangan akhir. Metode SDB ini
memerlukan lahan yang luas untuk menampung semua lumpur. Selain itu, proses
pengeringan lumpur sangat tergantung dengan cuaca dan memerlukan waktu yang
lama. Walaupun begitu, metode ini bisa dibilang cukup murah dan mudah.
Bangunan pengolahan lumpur dengan bak pengering lumpur umumnya berbentuk
persegi empat seperti berikut.
Gambar III.xx Skema bak pengering lumpur (SNI 7510:2011)

Gambar III.xx Penampang melintang A-A bak pengering lumpur (SNI 7510:2011)
Gambar III.xx Potongan bak pengering lumpur (SNI 7510:2011)
Bak pengering lumpur merupakan bak terbuka yang dilengkapi dengan:
a. pipa berlubang (perforated pipe) atau pipa drainase sambungan terbuka yang
berfungsi untuk mengalirkan air
b. lapisan kerikil untuk menyangga lapisan pasir agar tidak masuk ke dalam pipa
berlubang atau pipa drainase;
c. lapisan pasir untuk menahan padatan lumpur dan mengalirkan air ke pipa berlubang
yang berada di bawah;
d. kotak pembagi aliran (splash box) untuk mendistribusikan lumpur ke setiap bak
secara merata tanpa merusak lapisan pasir;
e. splash plate untuk mencegah tergerusnya lapisan pasir.

Pengolahan lumpur:
a. lumpur baku dialirkan ke bak pengering lumpur melalui bak pembagi dan dibiarkan
di atas lapisan pasir selama maksimum 15 hari;
b. pengeringan lumpur dicapai dengan:
1. peresapan air melalui lapisan pasir dan kerikil ke pipa underdrain, serta;
2. penguapan air pada lumpur yang tertinggal di atas lapisan pasir;
3. bersamaan dengan mengeringnya lumpur akan terjadi retakan pada bagian
permukaan yang memungkinkan terjadinya penguapan dari lapisan bawah
sehingga mempercepat proses pengeringan;
4. setelah kandungan air mencapai 60%, lumpur kering dapat dipindahkan
menggunakan sekop, alat pengeruk atau alat berat. Lumpur jangan dibiarkan
sampai terlalu kering (kandungan air 10% sampai 20%) karena akan menjadi
debu dan susah untuk dipindahkan;

Tabel III.xx Kriteria unit bak pengering lumpur (SNI 7510:2011)


III.5.2. Gravity Thickener

Unit Gravity thickener merupakan pemekatan lumpur dengan memanfaatkan gravitasi,


seperti pada bak sedimentasi I dan dioperasikan secara kontinu. Gravity thickener tidak
dapat diterapkan untuk pemekatan lumpur, yang menggabungkan lumpur fisik dan
lumpur aktif, dengan lumpur aktif melebihi 40% dari total berat lumpur. Untuk kondisi
ini maka diperlukan metode lain untuk pengentalan lumpur aktif.
Perencanaan unit gravity thickener dilaksanakan dengan persyaratan teknis dan kriteria
desain berikut ini:
a. unit gravity thickener berbentuk lingkarandengan influen dari pusat lingkaran
tangki;
b. unit gravity thickener memiliki efisiensi yang lebih baik bila digunakan pengaduk
lambat, terutama untuk lumpur yang mengandung gas;
c. berbentuk silinder dengan kedalaman ±3 meter dengan dasar berbentuk kerucut
untuk memudahkan pengurasan lumpur dengan waktu retensi selama 1 hari.

Perencanaan Gravity Sludge Thickener dilaksanakan berdasarkan kriteria desain


perencanaan berikut:
Tabel III.x Kriteria perencanaan gravity sludge thickener (Sumber: Permen PUPR
No 4 Tahun 2017)

Gambar III.xx Tipikal unit pengental gravitasi (Permen PUPR No 4 Tahun 2017)
III.5 Reservoir
Reservoir adalah bangunan yang menampung air sementara sebelum di distribusikan
ke konsumen. Perbedaan kapasitas pada jaringan transmisi yang menggunakan
kebutuhan maksimum per hari dengan kebutuhan pada jam puncak untuk sistem
distribusi, menyebabkan dibutuhkannya reservoir distribusi. Belum lagi ditambah
dengan sejumlah cadangan untuk keperluan mendadak yang nantinya dapat dipakai
untuk hydrant air. Instalasi pengolahan air minum memberikan kapasitas berdasarkan
kebutuhan maksimum perhari. Sedangkan sistem distribusi direncanakan pada debit
puncak perjam. Dalam hal ini ada perbedaan yang besar antara kapasitas yang satu
dengan kapasitas yang lainnya. Untuk menyeimbangkan perbedaan tersebut diperlukan
suatu tempat penyimpanan air sementara untuk mengatasi fluktuasi pengaliran air dari
sumber air.

Dalam suatu sistem Penyediaan Air Minum diperlukan adanya suatu perhitungan
reservoir, karena reservoir merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem
Penyediaan Air Minum. Reservoir dibutuhkan untuk menampung air bersih dari
sumber melalui sistem perpipaan untuk dialirkan kembali ke daerah pelayanan (Kemala
dan Rao, 1988)

Rancangan reservoir dalam suatu sistem distribusi air minum mengharuskan


dipenuhinya kriteria sebagai berikut :
1. Ambang Batas dan Dasar Bak
 Diperlukan ambang batas minimum sebesar 30 cm di atas permukaan tertinggi
 Dasar bak sebaiknya minimum 15 cm dari muka air yang terendah
 Kemiringan dasar bak sebaiknya 1/100 – 1/500 ke arah pipa penggerusan

2. Inlet dan Outlet


 Posisi dan jumlah pipa inlet ditentukan berdasarkan pada pertimbangan bentuk
dan struktur dari reservoir, sehingga tidak ada aliran yang mati
 Pipa outlet sebaiknya diletakkan minimal 10 cm di atas lantai atau diletakkan
pada muka air yang terendah dan dilengkapi dengan saringan
 Perlu diperhatikan penempatan pipa yang melalui dinding dari reservoir, harus
dipastikan dinding tersebut kedap air dan diberi flexible joint sehingga aliran
air akan tetap masuk atau keluar dari saluran pipa walaupun pada ketinggian air
minum
 Pipa inlet dan Outlet dilengkapi dengan gate valve

3. Ventilasi dan Manhole


 Resrvoir harus dilengkapi dengan ventilasi, manhole dan alat ukur tinggi muka
air
 Ventilasi harus selalu memberikan sirkulasi udara yang cukup ke dalam reservoir
sesuai dengan volumenya
 Tinggi ventilasi +50 cm dari bagian dalam, terbuat dari pipa besi diameter 100
mm dan dipasang pada tempat didekat lubang pemeriksaan

4. Konstruksi
 Merupakan bangunan yang terletak di bawah tanah, yang dibuat dari konstruksi
beton bertulang kedap air. Dinding bagian dalam dan lantai hendaknya di
plester halus. Sekat bak penampung terbuat dari konstruksi beton bertulang
dengan permukaan dinding diplester halus, dengan tebal sekat bak penampung
antara 0,15 – 0,25 m
 Atap bak penampung terbuat dari konstruksi beton dengan permukaan atasnya
dilapisi TAR (coal TAR) dan dilengkapi talang air hujan
Gambar III.xx Ground Reservoir (oldcastleprecastspokane.com/water-reservoirs)

Gambar III.xx Elevated Water Reservoir (cadblocksfree.com/en/elevated-water-


tank.html)

Bab IV Perhitungan Detail Dimensi Unit Pengolahan

IV.1 Skenario pengolahan


Pengolahan air baku yang akan digunakan adalah dengan menggunakan unit
koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi dan disinfeksi.

IV. 2 Desain dan Perhitungan Unit


IV.2.1 Desain Unit Koagulasi
Langkah Perhitungan Bak Koagulasi
Bak koagulasi direncanakan memiliki kapasitas pengolahan air 650 lt atau setara 0.65
m3. Karakteristik air yang diolah memiliki kandungan warna yang melebihi batas dan
kandungan logam berat Fe dan Mn. Dosis alum yang akan digunakan adalah 30 ppm
dan penambahan basa NaOH sebanyak 5 ppm. Lama waktu detensi koagulasi
direncanakan selama 30 detik. Berdasarkan data kapasitas dan lama waktu detensi
maka direncanakan bak koagulasi dengan perhitungan sevagai berikut :
a. Volume Bak Koagulasi
Debit masuk (Q) = 0,65 m3/s
Waktu detensi (td) = 30 s
Volume (V) = Q x td = 0.65 m3/s x 30 s = 20 m3
b. Lebar Bak
Bak akan dibuat dengan memiliki panjang dan lebar bak yang sama. Tinggi
bak direncankan 1,35 kali dari lebar bak flokulasi.
Volume (V) = L x W x h
V = L3 x 1.35
3 V 3 20
L=W= √ = √ = 2,4 m
1.35 1.35
Panjang dan lebar bak direncanakan adalah 2,4 m.
c. Tinggi Bak
Tinggi bak direncanakan 1.35 m dari lebar.
h = 1,35 x W = 1,35 x 2,4 = 3,3 m
Freeboard = 0,4 m
Htotal = h + freeboard = 3,3 + 0,4 = 3,7 m
d. Diameter bilah
Diameter bilah = 0,3 x W
D = 0,3 x 2,4 = 0,7 m
e. Kedalaman bilah dari dasar
Kedalaman bilah dari dasar bak = 0,3 x W
hi = 0,3 x 2,4 = 0,7 m
f. Jarak Buffle
Jarak buffle = 0,1 x W
Jarak buffle = 0,1 x 2,4 = 0,24 = 0,3 m

Pengadukan dalam bak koagulasi direncanakan dengan menggunakan pengadukan


mekanis. Parameter pengadukan mekanis direncanakan sebagai berikut :
a. Data Awal
Diketahui karakteritik air yang akan diolah adalah sebagai berikut :
Temperatur = 30 oC
Viskositas = 0,8 10-3 kg/m.s
Densitas (ρ)= 995.6 kg/m3
b. Perhitungan Kebutuhan Daya Motor
Gradien Kecepatan (G) = 1000/s
Waktu detensi (td) = 30 s
G x td = 1000 x 30 = 30000
Daya dibutuhkan (P) = ρ x G xV = 995.6 kg/m3 x 1000/s x 20 m3 = 15600
watt
P 15600 watt
Daya Motor = Efisiensi = = 20.800 watt = 20,8 kW
0.75

Mixer yang ada dipasaran 25 kW


Perhitungan Dimensi Bak
Koagulasi
Parameter simbol Nilai Satuan
Debit masuk Q 0.65 m3/s
Waktu detensi td 30s
Volume bak koagulasi V 20m3
Lebar tangki w 2.4m
Panjang tangki l 2.4m
Tinggi Tangki h 3.3m
Freeboard fb 0.4m
Htotal H 3.7m
Diameter Impeller d 0.7m
m dari dasar
Kedalaman bilah dari dasar hi 0.7 tangki
jarak buffle lbf 0.24 m

Desain Proses Koagulasi


Temperatur 30 oC
Viskositas Dinamis 8.00E-04 kg/m.s
Densitas 995.6 kg/m3
G 1000 /s
G x td 30000
P 15600.00 watt
P motor 20800.00 watt
Re 5.48E+06 turbulen
putaran 495 rpm

IV.2.2 Desain Unit Flokulasi


IV.2.3 Desain Unit Sedimentasi
IV.2.4 Desain Unit Filtrasi
IV.2.5 Desain Unit Disinfeksi

Bab V Penutup

V.1 Simpulan
V.2 Saran

Daftar Pustaka
Lampiran

- Gambar per unit


- Layout
- Perhitungan profil hidrolis
- Profil hidrolis

Anda mungkin juga menyukai