Anda di halaman 1dari 17

STATUS DAN TUGAS UJIAN

KEPANITERAAN KLINIK PSIKIATRIKUS

Nama : Moh Wafa Adillah Prabunegara


NIM : 04084821618232
Semester : XI
Tanggal : 28 Agustus 2017
Pembimbing : dr. H. M. Zainie Hassan AR ,SpKJ (K)
Kegiatan : Ujian Kepaniteraan Klinik

BAGIAN/DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RS Dr. ERNALDI BAHAR PROVINSI SUMATERA SELATAN
2017
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA Nomor Status : 793979
FAKULTAS KEDOKTERAN Nomor Registrasi :-
UNIVERSITAS SRIWIJAYA Tahun : 2017
PALEMBANG Tanggal Masuk :-
Tanggal Meninggal : -

STATUS PASIEN JIWA

Nama : Tn. MN Laki-laki/Perempuan


Tanggal Lahir/Umur : 02-02-1958 Tempat Lahir : Inderalaya
Status Perkawinan : Menikah Warga Negara : Indonesia
Agama : Islam Suku Bangsa : OKI
Tingkat Pendidikan : SD Pekerjaan : Pedagang kain
Alamat dan nomor telepon keluarga terdekat pasien: 082182068922
Dikirim Oleh :-

Nama Mahasiswa : Moh Wafa Adillah Prabunegara


NIM : 04084821618232
Dokter Supervisor / yang mengobati : dr. H. M Zainie Hassan AR, SpKJ (K)
Bangsal : Poli RSMH

MENGETAHUI
SUPERVISOR

dr. H. M Zainie Hassan AR, SpKJ (K)


RESUME

I. IDENTIFIKASI
Tn. MN / Laki-laki / 59 tahun / Menikah / Islam / Warga Negara Indonesia / Suku
OKI / SD / Pedagang Kain / Kertapati / berobat ke poli RSMH pada tanggal 21
Agustus 2017

II. STATUS INTERNUS


Sensorium : Compos Mentis Berat Badan : 62 kg
Tekanan Darah : 170/90 mmHg Tinggi Badan : 160 cm
Nadi : 88 kali/menit Gizi : Baik
RR : 20 kali/menit Sistem organ : Tidak ada kelainan
Temp : 36.5oC

III. STATUS NEUROLOGIKUS


Tidak ada kelainan

IV. STATUS PSIKIATRIKUS


Sebab Utama : Habis obat
Keluhan Utama : Tidak bisa tidur
Riwayat Perjalanan Penyakit:

33 Tahun SMRS 15 hari setelah tidak Sampai sekarang


bisa tidur
Penderita dirampok --> Penderita berobat ke Penderita kontrol
cemas (+), tubuh bergetar RSMH, diobati dr teratur tiap 2 bulan
hebat. 1 minggu kemudian -- Deddy, diberi obat 2 sekali. Tidak bisa
> tidak bisa tidur, meski macam: tidur tanpa obat.
berbagai usaha untuk tidur Amitriptyline 1x1 Tidur dari jam 21.00
telah dilakukan. dan Diazepam 1x1 -- 04.00. Tidur puas
> keluhan sembuh, (+), halusinasi (-).
penderita bisa tidur
Riwayat Premorbid
Bayi : Lahir normal, cukup bulan, langsung menangis
Anak : Pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia
Remaja : Sosialaktif dan tidak ada gejala penarikan diri
Dewasa : Penderita pernah dirampok yang menyebabkan penderita
merasa cemas dan tubuh bergetar.

Riwayat Penyakit Dahulu


R/ Kejang (-)
R/ Trauma kepala (-)
R/ Alergi obat-obatan dan makanan (-)
R/ Diabetes (-)
R/ Darah tinggi (+) sejak 2 tahun yang lalu
R/ Asma (-)
R/ Merokok (-)
R/ NAPZA (-)

Riwayat Pendidikan
SD : Tamat, tidak pernah tinggal kelas, nilai rata-rata

Riwayat Pekerjaan
Penderita bekerja sebagai pedagang kain.

Riwayat Perkawinan
Penderita memiliki 1 orang istri dan 4 orang anak.

Keadaan Sosial Ekonomi


Penderita tinggal di rumah milik sendiri bersama istri dan kedua anaknya
(anak ketiga dan keempat). Penderita masih dapat memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari.
Kesan: Status Ekonomi menengah ke bawah.
Riwayat Keluarga
Laki-laki
Perempuan

os

Riwayat gangguan jiwa dalam keluarga disangkal

Psikopatologi
Keadaan umum:
Compos mentis, perhatian adekuat, sikap kooperatif, inisiatif ada,
tingkah laku motorik normoaktif, ekspresi fasial wajar, verbalisasi jelas,
cara bicara lancar, kontak fisik-mata-verbal ada.
Keadaan spesifik:
- Keadaan afektif: afek sesuai, mood eutimik.
- Hidup emosi: stabil, terkendali, echt, bisa dirabarasakan,
normal, adekuat, arus emosi normal.
- Keadaan dan fungsi intelek: daya ingat, daya konsentrasi,
orientasi tempat-waktu-orang baik, luas pengetahuan baik,
discriminative insight baik dan discriminative judgment baik.
- Kelainan sensasi dan persepsi: ilusi (-), halusinasi auditorik dan
visual (-).
- Keadaan proses berpikir: koheren, mutu baik.
- Keadaan dorongan instinktual dan perbuatan: tidak ada kelainan
- Kecemasan (anxiety) yang terlihat secara nyata (covert) tidak
ada.
- Reality Testing Ability (RTA) tidak terganggu
FORMULASI DIAGNOSTIK

Diagnosis Aksis I
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan neurologis didapatkan keadaan
pasien compos mentis, tidak terdapat kelainan fisik yang menyebabkan
disfungsi otak, secara umum kemampuan kognisi pasien baik, sehingga
pasien tidak menderita gangguan mental organik (F0).

Dari anamnesis tidak didapatkan adanya riwayat penggunaan zat psikoaktif


dan saat ini pasien tidak dalam keadaan intoksikasi akut, sindrom
ketergantungan, dan dalam keadaan putus zat, maka dapat disimpulkan
bahwa pasien tidak menderita gangguan mental dan perilaku akibat zat
psikoaktif dan alkohol (F1).

Pada pasien tidak ditemukan adanya gangguan dalam menilai realita, tidak
terdapat waham, halusinasi, dan ilusi, sehingga pasien tidak menderita
gangguan psikotik (F2).

Pada pasien tidak ditemukan adanya afek depresi, kehilangan minat, dan
kegemibraan, serta berkurang energi dan mudah lelah, maka pasien ini tidak
termasuk penderita gangguan depresi (F3). Pada pasien juga tidak
ditemukan afek yang meningkat, disertai peningkatan dalam jumlah dan
kecepatan aktivitas fisik dan mental, maka pada pasien ini tidak termasuk
penderita gangguan mania (F3). Pasien ini bukan penderita gangguan
suasana perasaan.

Pada pasien tidak didapatkan adanya cemas, panik, tidak ada keluhan fisik
yang berulang-ulang dan setelah diperiksa tidak terdapat gangguan, tidak
ada overaktivitas otonom, dan tidak terdapat ketegangan motorik, maka
pada pasien ini tidak termasuk penderita dengan gangguan neurotik,
somatoform, dan gangguan terkait stress (F4).

Pada pasien ini didapatkan keluhan tidak bisa tidur, gangguan ini sudah
terjadi selama 33 tahun, maka pasien ini mengalami gangguan fisiologis,
yaitu insomnia. Karena tidak ada kerusakan organ, maka pasien ini
termasuk penderita gangguan insomnia non organik. Pada aksis I
didapatkan gangguan insomnia non-organik (F51.0).

Diagnosis Aksis II

Pada masa kanak-kanak hingga dewasa, pasien tumbuh kembangnya sama


dengan anak seusianya, dapat berinteraksi dan bersosialisasi, sehingga tidak
ada gangguan kepribadian dan retardasi mental. Tidak ada diagnosis pada
aksis II.

Diagnosis Aksis III

Keadaan umum baik, tanda vital dalam batas normal, kecuali tekanan darah,
yaitu 170/90 mmHg, tidak ada kelainan pada pemeriksaan neurologis, maka
pasien menderita hipertensi. Pada aksis III didapatkan hipertensi.

Diagnosis Aksis IV

Pasien tinggal di rumah milik sendiri bersama istri dan kedua orang
anaknya. Aktivitas sehari-hari pasien berdagang kain. Penderita
berhubungan baik dengan istri, anak-anak, saudara-saudara, dan lingkungan
sekitarnya. Penderita mengaku mengalami trauma setelah dirampok di
sawah. Pada aksis IV didapatkan trauma paska dirampok.

Diagnosis Aksis V

Saat ini pasien merasakan gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas
ringan dalam fungsi, secara umum masih baik. GAF Scale 80-71.
DIAGNOSIS MULTIAKSIAL

AKSIS I : F51.0 Insomnia Non-organik


AKSIS II : Tidak ada diagnosis
AKSIS III : Hipertensi
AKSIS IV : Trauma paska dirampok
AKSIS V : GAF Scale 80 71

DIAGNOSIS DIFERENSIAL

1. F51.0 Insomnia Non-organik

2. G47. Gangguan Tidur Organik

3. F43.0 Reaksi Stress Akut

TERAPI
Psikofarmaka:
Amitrityline 25 mg 1x1
Diazepam 2 mg 1x1
Amlodipine 10 mg 1x1
Psikoterapi:
Suportif : Memberikan motivasi kepada pasien untuk selalu
berpikiran optimis dan meminum obat dengan teratur.
Keluarga : Memberikan penjelasan kepada anggota keluarga agar
bersama-sama membantu dan mendukung pasien demi
kesembuhannya.
Religius : Bimbingan keagamaan agar pasien selalu menjalankan
ibadah sesuai ajaran agama yang dianutnya.

PROGNOSIS
Dubia ad bonam
PR UJIAN

1. Apa yang dimaksud dengan Psikosis? Apa saja yang termasuk dalam psikosis?
Psikosis adalah gangguan jiwa berat yang ditandai dengan adanya gangguan reality
testing ability. Psikosis merupakan gangguan tilikan pribadi yang menyebabkan
ketidakmampuan seseorang menilai realita dengan fantasi dirinya. Hasilnya, terdapat
realita baru versi orang psikosis tersebut. Psikosis adalah suatu kumpulan gejala atau
sindrom yang berhubungan gangguan psikiatri lainnya, tetapi gejala tersebut bukan
merupakan gejala spesifik penyakit tersebut, seperti yang tercantum dalam kriteria
diagnostik DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) maupun
ICD-10 (The International Statistical Classification of Diseases) atau menggunakan
kriteria diagnostik PPDGJ- III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa).

Psikosis terbagi menjadi 2


- Fungsional
Gangguan jiwa yang disebabkan terganggunya fungsi sistem pengantar sinyal sel-
sel saraf (neurotransmitter) dalam sistep saraf pusat. Tidak terdapat kelainan
struktural pada sel saraf. Contoh: skizofrenia, gangguan afektif berat, gangguan
paranoid, skizofreniform, skizoafektif, gangguan delusional, gangguan psikotik
singkat, gangguan depresif pasca psikotik dengan skizofrenia, gangguan deterioratif
sederhana (skizofrenia simpleks), shared psychotic disorder, dan lain sebagainya.

- Organik
Gangguan yang disebabkan karena adanya kelainan pada struktur sistem saraf
pusat. Contoh: delirium, demensia, amnesia.

2. Apa faktor-faktor penyebab skizofrenia?


a. Faktor Genetik
Menurut Maramis (2006) faktor keturunan juga menentukan timbulnya
skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga
penderita skizofrenia terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan
bagi saudara tiri ialah 0,9 - 1,8%; bagi saudara kandung 7 15%; bagi anak
dengan salah satu orangtua yang menderita skizofrenia 7 16%; bila kedua
orangtua menderita skizofrenia 40 68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2
-15%; bagi kembar satu telur (monozigot) 61 86%.
Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut
quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin
disebabkan oleh beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di
seluruh kromosom. Ini juga mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat
keparahan pada orang-orang yang mengalami gangguan ini (dari ringan sampai
berat) dan mengapa risiko untuk mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan
semakin banyaknya jumlah anggota keluarga yang memiliki penyakit ini.

b. Faktor Biokimia
Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang
disebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan neuron-neuron
berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia
berasal dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagian-
bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap
dopamine. Banyak ahli yang berpendapat bahwa aktivitas dopamine yang
berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia. Beberapa neurotransmitter lain
seperti serotonin dan norepinephrine tampaknya juga memainkan peranan.

c. Faktor Psikologis dan Sosial


Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang semakin lama
semakin kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya hubungan orang tua-
anak yang patogenik, serta interaksi yang patogenik dalam keluarga.
Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi dalam keluarga
mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai contoh, istilah schizophregenic
mother kadang-kadang digunakan untuk mendeskripsikan tentang ibu yang
memiliki sifat dingin, dominan, dan penolak, yang diperkirakan menjadi
penyebab skizofrenia pada anak-anaknya. Keluarga pada masa kanak-kanak
memegang peranan penting dalam pembentukan kepribadian. Orangtua
terkadang bertindak terlalu banyak untuk anak dan tidak memberi kesempatan
anak untuk berkembang, ada kalanya orangtua bertindak terlalu sedikit dan tidak
merangsang anak, atau tidak memberi bimbingan dan anjuran yang
dibutuhkannya.

3. Apa mekanisme kerja dari Amitriptyline?


a. Menghambat uptake neurotransmiter
TCA menghambat ambilan norepinefrin dan serotonin neuron masuk ke
terminal saraf prasinaptik. Dengan menghambat jalan utama pengeluaran
neurotransmiter, TCA akan meningkatkan konsentrasi monoamin dalam celah
sinaptik, menimbulkan efek antidepresan. Teori ini dibantah karena beberapa
pengamatan seperti potensi TCA menghambat ambilan neurotransmiter sering
tidak sesuai dengan efek antidepresi yang dilihat di klinik. Selanjutnya,
penghambatan ambilan neurotransmiter terjadi segera setelah pemberian obat
sedangkan efek antidepresan TCA memerlukan beberapa waktu setelah
pengobatan terus menerus. Hal ini menunjukkan ambilan neurotransmiter yang
menurun hanyalah satu peristiwa awal yang tidak ada hubungan dengan efek
antidepresan. Diperkirakan bahwa densitas reseptor monoamin dalam otak
dapat berubah setelah 2-4 minggu penggunaan obat dan mungkin penting dalam
mulainya kerja obat.

b. Penghambatan reseptor
TCA juga menghambat reseptor serotonik, adrenergik, histamin dan
muskarinik. TCA meningkatkan pikiran, memperbaiki kewaspadaan mental,
meningkatkan aktivitas fisik dan mengurangi angka kesakitan depresi utama
sampai 5O-70% pasien. Peningkatan perbaikan alam pikiran lambat,
memerlukan 2 minggu atau lebih. Obat-obat ini tidak menyebabkan stimulasi
SSP atau peningkatan pikiran pada orang normal. Toleransi terhadap sifat
antikolinergik TCA berkembang dalam waktu singkat. Beberapa toleransi
terhadap efek autonom TCA juga terjadi. Ketergantungan fisik dan psikologik
telah dilaporkan. Obat dapat digunakan untuk memperpanjang pengobatan
depresi tanpa kehilangan efektivitas.
4. Apa itu benzodiazepine dan bagaimana tappering off nya?

Benzodiazepin

Benzodiazepin adalah golongan obat yang berkhasiat anxiolitik, hipnotik,


pengendur otot, dan anti-konvulsif yang dipakai untuk penanganan kecemasan dan
insomnia.

Beberapa benzodiazepin mempunyai khasiat hipnotik dan anxiolitik. Durasi atau


lama kerja obat dipakai sebagai pertimbangan kriteria untuk pemilihan obat.

Cara kerja: Benzodiazepin meningkatkan aksi GABA, penghantar syaraf


(neurotransmiter) inhibitif utama di sistem syaraf pusat. Ia mengikat ke situs target
tertentu di reseptor GABA-A, yang meningkatkan afinitasnya pada GABA. Ini
mengakibatkan kanal-kanal Cl- yang berpintu gerbang ligand makin sering membuka,
sehingga menguatkan efek pelepasan GABA dalam kaitan dengan efek-efek inhibitif
yang dipunyainya di sel post-sinaptik.

Indikasi: Benzodiazepines digunakan secara klinis untuk dalam jangka pendek


meringankan kecemasan dan insomnia yang parah, efek sedatif pra-operasi, status
epileptik, dan ketagihan alkohol akut.

Cara pemberian: Oral, intravena, intramuskuler dan sediaan rektum.

Kontraindikasi: Benzodiazepines tidak boleh diberikan pada pasien bronko-


pulmoner, dan obat ini mempunyai efek aditif atau sinergistik dengan agen depresan
sentral lainnya seperti alkohol, barbiturates, dan antihistamin.

Efek-efek samping: Benzodiazepines mempunyai beberapa efek samping:


Mengantuk, ataxia, dan penurunan performa psikomotorik; oleh karenanya,
ketika mengkonsumsi obat ini sebaiknya tidak menyetir kendaraan atau
menjalankan peralatan mesin.
Ketergantungan mulai terlihat setelah 4-6 pekan, dan bersifat fisik dan
psikologis. Sindrom ketagihan (pada 30% dari pasien) meliputi kecemasan dan
insomnia yang berulang, badan gemetar, dan kram otot.

Cara Tappering Off :


1) Detoksifikasi dari dosis supraterapeutik :
a. Rawat inap bila terdapat indikasi medis atau psikiatri, dukungan sosial yang
buruk, atau ketergantungan polizat atau pasien tidak dapat diandalkan

b. Beberapa klinisi merekomendasikan peralihan ke benzodiazepine yang


kerjanya lebih lama untuk keadaan putus zat (contoh diazepam, klonazepam),
yang lain merekomendasikan untuk melakukan stabilisasi dengan obat yang
dikonsumsi pasien atau fenobarbital.

c. Setelah stabilisasi, kurangi dosis sebesar 30% pada hari kedua atau ketiga dan
evaluasi responsnya, dengan tetap mengingat bahwa gejala yang terjadi setelah
pengurangan benzodiazepine dengan waktu paruh eliminasi pendek (contoh
lorazepam) timbul lebih cepat dibanding waktu paruh eliminasinya lebih lama
(contoh diazepam).

d. Kurangi dosis lebih lanjut sebesar 10 sampai 25 % tiap beberapa hari bila
ditoleransi.
e. Gunakan pengobatan ajuvan bila perlu- karbamazepine, antagonis reseptor b-
adrenergik, valproat, klonidin, dan antidepresan sedative telah digunakan
namun kemanjurannya dalam penanganan sindrom abstinensi benzodiazepine
belum dapat ditentukan.

2) Detoksifikasi dari dosis terapeutik :


a. Mulai pengurangan dosis sebesar 10- 25 % dan evaluasi respon
b. Dosis, durasi terapi, dan keparahan ansietas mempengaruhi kecepatan penuruan
serta perlunya pengobatan ajuvan
c. Sebagian besar pasien yang mengkonsumsi dosis terapeutik mengalami
penghentian tanpa penyulit

3) Intervensi psikologis dapat membantu pasien dalam detoksifikasi dari


benzodiazepine serta pada penatalaksanaan jangka panjang ansietas.

Penatalaksanaan Putus Zat Benzodiazepine :


a. Abrupt withdrawal ( pelepasan mendadak ) dapat berakibat fatal karena itu tidak
dianjurkan.

b. Gradual withdrawal (pelepasan bertahap) dianggap lebih rasional, dimulai dengan


memastikan dosis toleransi, disusul dengan pemberian suatu sedatif Benzodiazepin
atau Barbiturat ( Pentotal, Luminal ) dalam jumlah cukup banyak sampai terjadi
gejala-gejala intoksikasi ringan, atau sampai kondisi pasien tenang. Ini diteruskan
selama beberapa hari sampai keadaan pasien stabil, kemudian baru dimulai dengan
penurunan dengan kecepatan maksimal 10 % per 24 jam sampai dosis sedatif nol.
Bila penurunan dosis menyebabkan pasien gelisah /imsomnia/agutatif atau
kejang, ditunda sampai keadaan pasien stabil, setelah itu penurunan dosis
dilanjutkan.

c. Untuk keadaan putus Barbiturat, dapat diberikan obat yang biasa digunakan oleh
pasien. Penurunan dosis total 10 % per hari, maksimal 100 mg/hari.

d. Teknik substitusi Fenobarbital (Luminal):


Digunakan Luminal sebagai substituent, atau Barbiturat masa kerja lama yang lain.
Sifat long acting akan mengurangi fluktuasi pada serum yang terlalu besar,
memungkinkan digunakannya dosis kecil yang lebih aman. Waktu paruhnya antara
12-24 jam , dosis tunggal sudah cukup. Dosis lethal 5 kali lebih besar daripada
dosis toksis dan tanda-tanda toksisitasnya lebih mudah diamati (sustained
nystagmus, slurred speech dan ataxia). Intoksikasi Luminal biasanya tidak
menimbulkan disinhibisi, karenanya jarang menimbulkan problema tingkah laku
yang umum dijumpai pada Barbiturat short acting. Kadang-kadang pasien tidak
bersedia dberikan Luminal. Dosis Luminal tidak boleh melebihi 500 gram sehari.
Berapa besarnya sekalipun dosis Barbiturat yang diakui pasien dalam anmnesa.
Rumus yang dipakai:
Satu dosis sedatif = satu dosis hipnotik (short acting Barbiturat yang dipakai)

Kalau timbul toksisitas, 1-2 dosis Luminal berikut dihapus, lalu dosis harian
dihitung kembali
Daftar dosis ekivalen = (untuk detoksifikasi sedatif hipnotik lain)

30 mg Luminal kira-kira setara dengan :


- 100 mg Phentonal - 500 mg Chloralhydrate
- 400-600 mg Meprobamate - 250-300 mg Methaqualone
- 100 mg Chlordiazepoxide - 50 mg Chlorazepate
- 50 mg Diazepam - 60 mg Flurazepam

Penatalaksanaan dengan Benzodiazepine tapering off:


1). Berikan salah satu Benzodiazepine (Diazepam, Klobazam Lorazepam) dalam
jumlah cukup.

2). Lakukan penurunan dosis (kira-kira 5 mg) setiap 2 hari

3). Berikan hipnotika malam saja (misalnya ; Clozapine 25 mg, Estazolam 1-2 mg)

4). Berikan vitamin B complex.

5). Injeksi Diazepam intramuskuler/iritravena 1 ampul (10 mg) bila pasien


kejang/agitasi : dapat diulangi beberapa kali dengan selang waktu 30-60 menit.

Penanganan overdosis benzodiazepine


Penanganan overdosis pada benzodiazepine mencakup levase lambung, arang
teraktivasi (activater charcoal, obat diare, pen. ), serta pemantauan cermat tanda vital
dan aktivitas system saraf pusat. Pasien overdosis yang datang mencari pertolongan
medis saat terjaga sebaiknya dijaga agar tidak jatuh ke keadaan tidak sadar. Muntah
sebaiknya diinduksi, dan arang teraktivasi sebaiknya diberikan untuk menunda absorpsi
lambung. Bila pasien dalam keadaan koma, klinisi sebaiknya memasang jalur cairan
intravena, memantau tanda vital pasien, menyisipkan tabung endotrakeal untuk
menjaga jalan napas tetap paten, dan memberi ventilasi mekanis bila perlu. Rawat inap
bagi pasien koma di unit perawatan intensif biasanya diperlukan selama tahap awal
pemulihan overdosis tersebut.

5. Apa beda gangguan paranoid dengan skizofrenia paranoid?

F20.0 F22.0 Paranoia


Skizofrenia
Paranoid
Delusi + +
Waham >3 + -
bulan
Halusinasi + -
auditori
Halusinasi + -
visual
Inkoheren + -
Proses pikiran + -

Skizofrenia Paranoid
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang bersifat kronis atau kambuh ditandai dengan
terdapatnya perpecahan (schism) antara pikiran, emosi dan perilaku pasien yang terkena.
Perpecahan pada pasien digambarkan dengan adanya gejala fundamental (atau primer)
spesifik, yaitu gangguan pikiran yang ditandai dengan gangguan asosiasi, khususnya
kelonggaran asosiasi. Gejala fundamental lainnya adalah gangguan afektif, autisme, dan
ambivalensi. Sedangkan gejala sekundernya adalah waham dan halusinasi.
Skozofrenia paranoid adalah salah satu sub tipe skizofrenia, dimana dalam DSM IV
disebutkan bahwa tipe ini ditandai oleh preokupasi (keasyikan) pada satu atau lebih waham
atau halusinasi dengar yang sering dan tidak ada prilaku lain yang mengarahkan kepada
terdisorganisasi ataupun katatonik.
Diagnosis Skizofrenia Paranoid
a. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
b. Sebagai tambahan :
Halusinasi dan/atau waham harus menonjol;
Suara suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah,
atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling),
mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing);
Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain
lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol;
Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (deusion of influence), atau passivity
(delusion of passivity), dan keyakinan dikejar kejar beraneka ragam,
adalah yang paling khas;
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik
secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.

Paranoid
Paranoid adalah gangguan mental yang diderita seseorang yang meyakini bahwa
orang lain ingin membahayakan dirinya.

Diagnosis Paranoid
a. Merupakan satu - satunya gejala yang paling mencolok.
b. Berlangsung kurang dari 3 bulan dan khas pribadi.
c. Bila terdapat gejala depresi, maka gejala waham harus tetap ada pada saat
depresinya hilang.
d. Tidak disebutkan panyakit otak, tidak terdapat halusinasi, dan tanpa riwayat
skizofrenia, dantanpa riwayat skizofrenik.

Anda mungkin juga menyukai