Anda di halaman 1dari 22

PPH ec Atonia Uteri

Christian Adiputra Wijaya

10.2011.045

Kelompok A2

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta,

Jalan Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510, Telp : 021-56942061, Fax : 021-5631731,

E-mail : chrisadiputra@gmail.com

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak
lahir. Perdarahan pasca persalinan (PPP) sejak dulu telah didefinisikan sebagai taksiran
kehilangan darah 500ml. Meskipun demikian kehilangan darah seringkali diperhitungkan
secara lebih rendah dengan perbedaan 30-50%. Kehilangan darah rata-rata setelah persalinan
pervaginam adalah 500 ml, dengan 5% ibu mengalami kehilangan darah > 1000 ml.
Hal-hal yang menyebabkan perdarahan postpartum ialah : atonia uteri, perlukaan jalan lahir,
terlepasnya sebagian plasenta dari uterus, tertinggalnya sebagian dari plasenta umpamanya
kotiledon atau plasenta suksenturiata, atau akibat kelainan proses pembekuan darah.
Apabila sebagian plasenta lepas sebagian lagi belum, terjadi perdarahan karena uterus tidak
bisa berkontraksi dan beretraksi dengan baik pada batas antara dua bagian itu. Selanjutnya
apabila sebagian besar plasenta sudah lahir tetapi sebagian kecil masih melekat pada dinding
uterus dapat timbul perdarahan dalam masa nifas. Sebab penting perdarahan post partum
adalah atonia uteri. Ini dapat terjadi sebagai akibat : partus lama, pembesaran uterus yang
berlebihan pada waktu hamil, seperti pada hamil kembar, hidramnion atau janin besar,
multiparitas, anastesi yang dalam, anestesi lumbal.1,2

1
PEMBAHASAN

Perdarahan post partum (PPH) adalah salah satu penyebab kematian ibu melahirkan. Tiga
faktor utama penyebab kematian ibu melahirkan adalah perdarahan post partum atau
perdarahan pasca persalinan, hipertensi saat hamil atau pre eklamasi dan infeksi. Perdarahan
menempati prosentase tertinggi penyebab kematian ibu (28%). Di berbagai negara paling
sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, proporsinya
berkisar antara kurang dari 10-60 %. Walaupun seorang perempuan bertahan hidup setelah
mengalami pendarahan pasca persalinan, namun selanjutnya akan mengalami kekurangan
darah yang berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang
berkepanjangan.1

Dikatan perdarahan post partum jika perdarahan melebihi 500 ml yang terjadi setelah bayi
lahir. Kehilangan darah pasca persalinan seringkali diperhitungkan secara lebih rendah
dengan perbedaan 30-50%. Kehilangan darah setelah persalinan per vaginam rata-rata 500
ml, dengan 5% ibu mengalami perdarahan > 1000 ml. Sedangkan kehilangan darah pasca
persalinan dengan bedah sesar rata-rata 1000 ml. Perkembangan terkini, perdarahan pasca
persalinan didefinisikan sebagai 10% penurunan hematokrit sejak masuk atau perdarahan
yang memerlukan transfusi darah.1

Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim dan
sebagian lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri. Atoni uteri
merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum.1

A. ANAMNESIS

Anamnesis adalah cara pemeriksaan dengan wawancara yang dapat dilakukan dengan
wawancara langsung secara langsung kepada pasien ( autoanamnesi) atan wawancara melalui
kerabat pasien ( allo ananemnesis). Dari anamnesis kita dapat memikirkan berbagai diagnosis
yang sesuia dengan gejala yang dikeluhkan pasien.

Tujuan anamnesis adalah mendapatkan keterangan sebanyak-banyaknya mengenai kondisi


pasien, berikut merupakan anamnesis saat berhapan dengan pasien2,3:

2
Identitas pasien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record
dan lain lain

Riwayat kesehatan
- Riwayat kesehatan dahulu
riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia, riwayat pre
eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat implantasi
plasenta, retensi sisa plasenta.
- Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah banyak (>500ml),
Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah
rendah, ekstremitas dingin, dan mual.
- Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita hipertensi, penyakit
jantung, dan pre eklampsia, penyakit keturunan hemopilia dan penyakit menular.

Riwayat obstetric
- Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya , keluhan
waktu haid, HPHT
- Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia mulai hamil
- Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu
- Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada abortus, retensi
placenta
- Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat bersalin,
apakah ada kesulitan dalam persalinan anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir,
panjang
- Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada pendarahan, ASI cukup atau tidak
dan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi

3
Riwayat Kehamilan sekarang
- Hamil muda, keluhan selama hamil muda
- Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan, suhu, nadi,
pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain
- Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan, beberapa kali, perawatan
serta pengobatannya yang didapat

Hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca persalinan. Yaitu;


- Riwayat persalinan kurang baik
1. Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu.
2. Grande multipara (lebih dari empat anak).
3. Jarak kehamilan yang dekat ( lebih dari 4 anak)
4. Bekas operasi caesar
5. Pernah abortus sebelumnya

B. PEMERIKSAAN

Pemeriksaan Fisik1,3

1. Pemeriksaan tanda-tanda vital


- Suhu badan
Suhu biasanya meningkat sampai 380C dianggap normal. Setelah satu hari suhu akan
kembali normal (360 C 370 C), terjadi penurunan akibat hipovolemia
- Nadi
Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang
semakin berat.
- Tekanan darah
Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia
- Pernafasan
Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi tidak normal.
2. Pemeriksaan Khusus
Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi dengan
mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi :
- Nyeri/ketidaknyamanan
- Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan)
4
- Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma)

Sistem vaskuler
Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8 jam berikutnya
- Tensi diawasi tiap 8 jam
- Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah
- Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan
- Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek koagulasi kongenital,
idiopatik trombositopeni purpura.

Sistem Reproduksi

- Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum, kemudian tiap 8 jam
selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya
- Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan bau
- Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi, luka jahitan dan
apakah ada jahitannya yang lepas
- Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak
- Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum
- Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum
kehamilan (sub involusi)

3. Traktus urinarius
Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar atau tidak, spontan dan
lain-lain
4. Traktur gastro intestinal
Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi
5. Integritas Ego : Mungkin cemas, ketakutan dan khawatir

- Hasil pemeriksaan waktu bersalin yang juga harus diperhatikan


1. Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum, forsep.
2. Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak besar.
3. Uterus yang kelelahan, persalinan lama.
4. Uterus yang lembek akibat narkosa.

5
5. Inversi uteri primer dan sekunder

Pemeriksaan Penunjang1,2

Laboratorium
- Pada periode antenatal, dilakukan pemeriksaan darah lengkap (CBC). Penemuan anemia
pada wanita hamil harus menjadi peringatan bagi dokter untuk meningkatkan angka
hemoglobin. Hemoglobin di bawah 10-10,5 g/dL dapat menimbulkan kesulitan persalinan,
dan beberapa pasien dengan trombositopenia dapat ditemukan. Wanita yang akan
menjalani persalinan harus melakukan CBC apabila sebelumnya tidak dilakukan. Setiap
wanita yang mengalami perdarahan antepartum harus melakukan CBC.
- Golongan darah dan skrining antibodi juga harus dilakukan selama periode antenatal.
Apabila hasilnya diketahui tidak ada antibodi golongan darah yang ditemukan, maka tes
tersebut tidak perlu diulang lagi. Bagaimanapun juga, banyak fasilitas yang mengulang tes
ini secara rutin apabila dibutuhkan darah secara cepat. Jangka waktu antara permintaan
beberapa variasi produk darah dan kesiapan fasilitas harus diketahui. Pada pasien dengan
resiko tinggi PPH, crossmatcing darah sebanyak 2-6U sebelum persalinan sangat
dibutuhkan. Misalnya pada keadaan riwayat PPH berat sebelumnya, plasenta previa,
kemungkinan plasenta akreta, bekas SC, kelainan pembekuan darah, atau trombositopenia
berat.
- Test pembekuan tidak lagi dilakukan secara rutin pada wanita hamil, termasuk pada
wanita yang akan menjalani persalian SC. Tetap saja, harus diketahui kemungkinan
riwayat kelainan hemostasis.
- Setelah diagnosis PPH ditegakkan, CBC dan test pembekuan dasar harus dilakukan.
o Biasanya, hemoglobin tidak menujukkan jumlah kehilangan darah
o Crossmatching 4-6 U dari PRC harus dilakukan dan disediakan oleh PMI bila
dibutuhkan
o Temuan dari tes pembekuan biasanya tidak bermakna, tapi kelainan dapat juga
ditemukan. Hal ini biasanya terjadi ketika PPH disebabkan oleh abrupsio plasenta,
sindroma HELLP, kehamilan dengan fatty liver, IUFD, emboli, atau septicemia
o Apabila APPT meningkat, maka perlu dipikirkan penggunaan fibrinogen,
perhitungan waktu thrombin, D-dimers, dan film darah. Pada postterm, level
fibrinogen akan meningkat 2-3 kali daripada kondisi tak hamil, dan harus dilihat

6
juga level fibrinogen pada kondisi tak hamil itu sebagai peringatan akan adanya
koagulopati.

Imaging Studies

- Onset PPH biasanya cepat. Dengan diagnosis dan pengobatan yang tepat, kemajuan
dapat timbul sebelum hasil laboratorium dan radiologi ada. Pada dokter yang
berpengalaman, USG dapat membantu menemukan bekuan darah dan plasenta yang
tertinggal, bagaimanapun juga, pengobatan PPH termasuk eksplorasi manual apabila
perdarahan persisten. USG antenatal dapat mendeteksi pasien resiko tinggi dengan
factor predisposisi PPH, misalnya plasenta previa, dan USG menjadi labih sensitif dan
spesifik untuk mendiagnosis plasenta akreta dan variasinya.

C. DIAGNOSIS

Diagnosis Kerja

1. PPH ec Atonia Uteri

Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim dan
sebagian lagi belum karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri.
Atoni uteri merupakan penyebab terpenting perdarahan postpartum. Atonia uteri dapat terjadi
karena proses persalinan yang lama pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil
seperti pada hamil kembar atau janin besar; persalinan yang sering (multiparitas) atau
anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta
dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila perdarahan
sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum
tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar dan
lembek.1,2,3
Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan
yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila
sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah
sakit. Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan
dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.

7
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian perdarahan
secepat mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan
atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila
tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, dilakukan kompresi bimanual
pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa
kedalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada
kemungkinann dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau
pengangkatan rahim.2,3
Adapun Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri : Umur, Paritas, Partus lama dan
partus terlantar, Obstetri operatif dan narkosa, Uterus terlalu regang dan besar misalnya pada
gemelli, hidramnion atau janin besar, Kelainan pada uterus seperti mioma uterii, uterus
couvelair pada solusio plasenta, Faktor sosio ekonomi yaitu malnutrisi.3

Sedangkan penyebab terjadinya Atonia uteri adalah :


Terjadinya disfungsi uterus. Dengan kata lain terjadinya atonia uteri primer.
Adanya penatalaksanaan yang salah pada Kala III yaitu kala pengeluaran placenta
Mencoba untuk mempercepat kala III, dorongan dan pemijitan yang bertujuan
mengeluaran bayi dan placentanya teridiri membuat laserasi atau perobekan pada jalan
lahir.
Akibat karena anestesi yang dalam dan lama sehingga terjadilah proses relaksasi dari
miometrium uteri yang terjadi terus menerus.
Kerja uterus yang sangat kurang efektif selama kala persalinan yang kemungkinan
besai yang akan diikuti oleh kontraindikasi.
Terjadinya overdistensi : uterus yang mengalami depresi secara besar-besaran akbibat
keadaan distensi yang terlalu lama.
Kelemahan akibat partus lama, pada orang yang mengalami partus lama, uterusnya
cenderung untuk lelah dalam berkontraksi jikalau anak yang selanjutnya bakal lahir.
Kelemahan uterus akibat paritas (multigarand eporawistoyo)
Terdapatnya Mioma uteri. Dalam melihat adanya perdarahan yang keluar.

8
Penatalaksanaan Atonia uteri

Pada prinsipnya yang paling penting kita lakukan itu adalah 3:


- Resusitasi
Penanganan pertama, karna pasien dalam keadaan kehilangan darah, untuk sementara kita
mesti harus menatalaksanaan dalam primary survey yaitu A, B dan C yaitu pemberian
oksiganisasi dan pemberiaan cairan cepat, memonitoring tanda tanda vital sign, monitoring
jumlah urin dan saturasi oksigen.
- Masase dan kompresi bimanual
Tindakan masase dan kompresi bimanual ini bertujuan untuk merangsang kontraksi dari
miometrium di uteri, sehingga dapat menekat pembuluh darah disekitarnya sehingga
perdarahan yang keluar tidak begitu banyak. Tindakan ini dilakukan terlebih dahulu jika telah
dinyatakan kalau pasien berada dalam kondisi atonia uteri.

- Pemberian Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini
menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur
kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan
kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyababkan tetani.
Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus
dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU
intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu
nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
- Uterine lavage
Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan, pemberian air panas ke dalam cavum uteri
mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia uteri. Pemberian 1-2 liter salin 47C-50C
langsung ke dalam cavum uteri menggunakan pipa infus. Tangan operator tidak boleh
menghalangi vagina untuk memberi jalan salin keluar.

9
Gambar 1. Perdarahan Atoni Uterus.2

Diagnosis Banding

1. PPH ec Retensio Plasenta

Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi
lahir.
Penyebab retensio plasenta :
- Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih
dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
a. Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebihdalam.
b. Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
endometrium sampai ke miometrium.
c. Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.
d. Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding
rahim.
- Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau
adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat kesalahan penanganan kala
III) yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).

10
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian
plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera
mengeluarkannya. Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum
penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.2,3,4

2. PPH ec robekan jalan lahir

Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan postpartum.
Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan postpartum dengan uterus
yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robelan servik atau vagina.
- Robekan Serviks
Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik seorang multipara berbeda
dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan
perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang
tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan
baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan servik uteri.2
- Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai.
Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat
ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada
dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.2
- Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada
persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi
luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa,
kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum
ferensia suboksipito bregmatika.2
Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang
berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat.

3. PPH ec Iversio Uteri

Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk
ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi di luar

11
saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya waktu,
lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi
darah.2,3
Pembagian inversio uteri :
1. Inversio uteri ringan : Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun belum
keluar dari ruang rongga rahim.
2. Inversio uteri sedang : Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
3. Inversio uteri berat : Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar
vagina.
Penyebab inversio uteri :
1. Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan
intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
2. Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta
yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri :


1. Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.
2. Tarikan tali pusat yang berlebihan.

Frekuensi inversio uteri : angka kejadian 1 : 20.000 persalinan.

Gejala klinis inversio uteri :


- Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang
banyak sampai syok. Apalagbila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang
terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.

- Pemeriksaan dalam :
1. Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke
dalam.
2. Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak.
3. Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).

12
D. ETIOLOGI

Penyebab umum perdarahan postpartum adalah:


1. Atonia Uteri
Pada kasus yang diduga berisiko tinggi terjadinya atonia uteri harus diantisipasi dengan
pemasangan infus. Demikian juga harus disiapkan obat uterotonika serta pertolongan
persalinan kala III dengan baik dan benar.2
Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah :

Umur yang terlalu muda / tua


Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande mutipara
Partus lama dan partus terlantar
Uterus terlalu regang dan besar misal pada gemelli, hidromnion / janin besar
Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couveloair pada solusio plasenta
Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi

2. Retensi Plasenta
3. Sisa Plasenta dan selaput ketuban
o Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)
o Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia

4. Trauma jalan lahir


o Episiotomi yang lebar
o Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim
o Rupture uteri
Setiap tindakan yang akan dilakukan selama proses persalianan harus diikuti dengan
pemeriksaan jalan lahir agar diketahui adanya robekan pada jalan lahir dan segera dilakukan
penjahitan dengan benar.1

5. Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya
fibrinogenemia/hipofibrinogenemia.

13
Meskipun jarang tetapi bila terjadi sering berakibat fatal, sehingga perlu diantisipasi dengan
hati-hati dan seksama
Tanda yang sering dijumpai :
Perdarahan yang banyak.
Solusio plasenta.
Kematian janin yang lama dalam kandungan.
Pre eklampsia dan eklampsia.
Infeksi, hepatitis dan syok septik.
Hematoma
Inversi Uterus
Subinvolusi Uterus

E. EPIDEMIOLOGI

Amerika Serikat dan Negara Maju

Frekuensi PPH tergantung dari manajemen persalinan kala III. Kala III merupakan periode
yang dimulai dari setelah melahirkan bayi lengkap sampai melahirkan plasenta lengkap.
Menurut penelitian, prevalensi PPH dengan perdarahan lebih dari 500ml adalah 5% (pada
manajemen aktif) dan 13% (pada manajemen tidak aktif). Sementara PPH dengan perdarahan
lebih dari 1000ml adalah 1% (pada manajemen aktif) dan 3% (pada manajemen tidak aktif).1

Negara Berkembang

Peningkatan PPH pada Negara berkembang direfleksikan pada rasio pertolongan persalinan
yang tidak aktif karena kurangnya pertolongan persalinan secara aktif dengan obat-obatan.
Beberapa faktor lain juga menunjang terjadinya PPH. Yang pertama adalah kurangnya
pengalaman dari penolong persalinan untuk manajemen PPH bila terjadi. Kurangnya
pelayanan persediaan darah, pelayanan anestesi, dan pelayanan operasi juga memegang
peranan penting.3

14
F. GEJALA KLINIK
Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (> 500
ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi
syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.
Gejala Klinis berdasarkan penyebab1,3,4:
a. Atonia Uteri:
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah
anak lahir (perarahan postpartum primer)
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan
kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)

b. Robekan jalan lahir


Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir,
kontraksi uteru baik, plasenta baik.
Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.
c. Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi
uterus baik
Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri
akibat tarikan, perdarahan lanjutan

d. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)


Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak
lengkap dan perdarahan segera
Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak
berkurang.

e. Inversio uterus
Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika
plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat

15
G. PATOFISIOLOGI
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi
ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga
pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga
perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi
perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh
darah, penyakit darah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak
ada atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan
penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada
keadaan shock hemoragik.3,4

Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah:
Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).
1. Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi).
2. Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
3. Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang
lemah tersebut menjadi kuat.
Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).
1. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
2. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus.
Penanganannya, ambil spekulum dan cari robekan.
3. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung uterus mengeras tapi
perdarahan tidak berkurang.

H. PENATALKSANAAN
Pencegahan
Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah memimpin kala
II dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila persalinan diawasi oleh seorang dokter
spesialis obstetrik dan ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan suntikan
ergometrin secara IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan
yang terjadi.5

16
Terapi
Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak berkontraksi dengan kuat,
uterus harus diurut 3,5:
- Pijat dengan lembut fundus uterus, sambil menyokong segmen uterus bagian bawah
untuk menstimulasi kontraksi dan kekuatan penggumpalan. Waspada terhadap kekuatan
pemijatan. Pemijatan yang kuat dapat meletihkan uterus, mengakibatkan atonia uteri
yang dapat menyebabkan nyeri. Lakukan dengan lembut. Perdarahan yang signifikan
dapat terjadi karena penyebab lain selain atoni uteri.
- Dorongan pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada fundus uteri. Bila
perdarahan berlanjut pengeluaran plasenta secara manual harus dilakukan.
- Pantau tipe dan jumlah perdarahan serta konsistensi uterus yang menyertai selama
berlangsungnya hal tersebut. Waspada terhadap darah yang berwarna merah dan uterus
yang relaksasi yang berindikasi atoni uteri atau fragmen plasenta yang tertahan.
Perdarahan vagina berwarna merah terang dan kontra indikasi uterus, mengindikasikan
perdarahan akibat adanya laserasi.
- Berikan kompres es salama jam pertama setelah kelahiran pada ibu yang beresiko
mengalami hematoma vagina. Jika hematoma terbentuk, gunakan rendam duduk setelah
12 jam.
- Pertahankan pemberian cairan IV dan mulai cairan IV kedua dengan ukuran jarum 18,
untuk pemberian produk darah, jika diperlukan. Kirim contoh darah untuk penentuan
golongan dan pemeriksaan silang, jika pemeriksaan ini belum dilakukan diruang
persalinan.
- Pemberian 20 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan RL atau saline normal, terbukti
efektif bila diberikan infus intra vena + 10 ml/mnt bersama dengan mengurut uterus
secara efektif.
- Bila cara diatas tidak efektif, ergonovine 0,2 mg yang diberikan secara IV, dapat
merangsang uterus untuk berkontraksi dan berelaksasi dengan baik, untuk mengatasi
perdarahan dari tempat implantasi plasenta.
- Pantau asupan dan haluaran cairan setiap jam. Pada awalnya masukan kateter foley untuk
memastikan keakuratan perhitungan haluaran.
- Berikan oksigen malalui masker atau nasal kanula. Dengan laju 7-10 L/menit bila
terdapat tanda kegawatan pernafasan.

17
Terapi Perdarahan Postpartum karena Atonia
Bila terjadi perdarahan sebelum plasenta lahir (Retensia plasenta), ibu harus segera minta
pertolongan dokter rumah sakit terdekat. Untuk daerah terpencil dimana terdapat bidan, maka
bidan dapat melakukan tindakan dengan urutan sebagai berikut 2,4:
- Pasang infus.
- Pemberian uterotonika intravena tiga hingga lima unit oksitosina atau ergometrin 0,5 cc
hingga 1 cc.
- Kosongkan kandung kemih dan lakukan masase ringan di uterus.
- Keluarkan plasenta dengan perasat Crede, bila gagal, lanjutkan dengan;
- Plasenta manual (seyogyanya di rumah sakit)
- Periksa apakah masih ada plasenta yang tertinggal. Bila masih berdarah
- Dalam keadaan darurat dapat dilakukan penekanan pada fundus uteri atau kompresi
aorta.

Bila perdarahan terjadi setelah plasenta lahir, dapat dilakukan:


Pemberian uterotonika intravena.
Kosongkan kandung kemih.
Menekan uterus-perasat Crede.
Tahan fundus uteri/(fundus steun) atau kompresi aorta.

Tentu saja, urutan di atas dapat dilakukan jika fasilitas dan kemampuan penolong
memungkinkan. Bila tidak, rujuk ke rumah sakit yang mampu melakukan operasi
histerektomi, dengan terlebih dahulu memberikan uterotonika intravena serta infus cairan
sebagai pertolongan pertama. Perdarahan postpartum akibat laserasi/ Robekan Jalan Lahir
Perdarahan pasca persalinan yang terjadi pada kontraksi uterus yang kuat, keras, bisa terjadi
akibat adanya robekan jalan lahir (periksa dengan spekulum dan lampu penerangan yang
baik-red). Bila sudah dapat dilokalisir dari perdarahannya, jahitlah luka tersebut dengan
menggunakan benang katgut dan jarum bulat. Untuk robekan yang lokasinya dalam atau sulit
dijangkau, berilah tampon pada liang senggama/vagina dan segera dirujuk dengan terlebih
dahulu memasang infus dan pemberian uterotonika intravena.5

18
Sisa plasenta4
- Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah dilahirkan
- Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis
- Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan darah atau
jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta
dengan dilatasi dan kuret.
- Hb 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama 10 hari.

PREVENTIF
Penelitian menyebutkan bahwa manajemen aktif dari kala III persalinan dapat menurunkan
insidens PPH berat. Manajemen aktif adalah kombinasi dari (1) uterotonika (oksitosin) (2)
pemotongan tali pusat awal dan (3) traksi penarikan tali pusat secara lembut ketika uterus
berkontraksi dengan baik.3,6

Bukti menunjukkan keuntungan dari manajemen aktif kala III adalah penurunan 60%
insidens PPH baik kehilangan darah 500ml dan 1000ml, konsentrasi hemoglobin kurang dari
9 g /dL pada 24-48 jam setelah persalinan dan kebutuhan transfusi darah. Penurunan 80%
dari kebutuhan uterotonika. Penelitian itu juga menunjukkan bahwa setiap 12 pasien yang
mendapatkan manajemen aktif kala III daripada manajemen fisik, maka dapat mencegah satu
incidence PPH. Dan setiap 67 pasien tersebut, dapat mencegah satu pasien dengan transfusi
darah.3,6

Ada pendapat yang menyatakan bahwa manajemen aktif kala III dapat meningkatkan
frekuensi dari plasenta yang tertinggal. Tetapi hal tersebut tidak didukung oleh penelitian.
Khususnya apabila digunakan oksitosin sebagai uterotonika. US-RCT membandingkan
penggunaan oksitosin pada manajemen aktif antara setelah persalinan bayi atau setelah
pengeluaran plasenta. Penelitian tersebut mengatakan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan pada insidens PPH di kedua manajemen aktif tersebut. Penelitian tersebut juga
mengatakan bahwa pemberian oksitosin secara awal (sebelum pengeluaran plasenta) tidak
meningkatkan incidence plasenta yang tertinggal. Sebagai tambahan, penelitian tersebut
menyatakan keuntungan pemberian oksitosin, di antaranya adalah penurunan 25% PPH dan
50% kebutuhan transfusi darah.6

19
Mereka menyatakan bahwa manajemen persalinan bayi tidak meningkatkan incidence
plasenta yang tertinggal, tetapi tidak menunjukkan penemuan ini dapat mendukung
manajemen aktif. 3

Setelah persalinan, pemberian obat uterotonika paling tidak selama 2-3 jam itu masuk akal.
Pemberian ini sebanyak 10U oksitossin pada 500ml cairan intravena secara drip, ergonovine
200-250mcg intramuskular, atau 15-methyl prostaglandin F2-alpha (carbopros) 250 mcg
intramuskular.3

I. KOMPLIKASI
Perdarahan postpartum yang tidak ditangani dapat mengakibatkan 2,4:
1. Syok hemoragie
Akibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya kesadaran akibat
banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi darah ke seluruh
tubuh dan dapat menyebabkan hipovolemia berat. Apabila hal ini tidak ditangani dengan
cepat dan tepat, maka akan menyebabkan kerusakan atau nekrosis tubulus renal dan
selanjutnya meruak bagian korteks renal yang dipenuhi 90% darah di ginjal. Bila hal ini terus
terjadi maka akan menyebabkan ibu tidak terselamatkan.
2. Anemia
Anemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan perubahan hemostasis
dalam darah, juga termasuk hematokrit darah. Anemia dapat berlanjut menjadi masalah
apabila tidak ditangani, yaitu pusing dan tidak bergairah dan juga akan berdampak juga pada
asupan ASI bayi.
3. Sindrom Sheehan
Hal ini terjadi karena, akibat jangka panjang dari perdarahan postpartum sampai syok.
Sindrom ini disebabkan karena hipovolemia yang dapat menyebabkan nekrosis kelenjar
hipofisis. Nekrosis kelenjar hipofisi dapat mempengaruhi sistem endokrin.

J. PROGNOSIS
Perdarahan pascapersalinan masih merupakan ancaman yang tidak terduga walaupun dengan
pengawasan yang sebaik-baiknya, perdarahan pascapersalinan masih merupakan salah satu
sebab kematian ibu yang penting. Sebaliknya menurut pendapat para ahli kebidanan modern:
Perdarahan pascapersalinan tidak perlu sampai membawa kematian pada ibu bersalin.
Pendapat ini memang benar bila kesadaran masyarakat tentang hal ini sudah tinggi dan dalam

20
klinik tersedia banyak darah dan cairan serta fasilitas lainnya. Dalam masyarakat kita masih
besar anggapan bahwa darahnya adalah merupakan hidupnya karena itu mereka menolak
menyumbangkan darahnya, walaupun untuk menolong jiwa istri dan keluarganya sendiri.
Pada perdarahan pascapersalinan, angka kematian ibu 7,9% dan 1,8-4,5%. Tingginya angka
kematian ibu karena banyak penderita yang dikirim dari luar dengan keadaan umum yang
sangat jelek dan anemis dimana tindakan apapun kadang-kadang tidak menolong.6

K. KESIMPULAN
PPH merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada proses persalinan yang dapat
menimbulkan morbiditas dan mortalitas ibu. Penyebab tersering PPH yang sering ditemukan
adalah atonia uteri. Alangkah baiknya kita dapat menilai faktor resiko sebelum dan sesudah
persalinan sehingga perawatan pada wanita hamil resiko tinggi dapat maksimal.
Bagaimanapun juga, perdarahan yang mengancam jiwa dapat terjadi tanpa adanya faktor
resiko dan peringatan sebelumnya. Semua penolong dan fasilitas yang termasuk dalam
bangsal kebidanan harus mempunyai rencana yang jelas dan manajemen PPH.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Universitas Padjadjaran Bandung. Obstetri Patologi .

Bandung : Elstar Offset. 2008 ; 578 9.

2. Winkjosastro H, Hanada . Perdarahan Pasca Persalinan. Diunduh tanggal 27 Mei 2014

dari : http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklobpt12 .html [update : 1

Februari 2005].

3. Forte W, Oxom H. Ilmu kebidanan patologi dan fisiologi persalinan. Jkt: EGC ; 2010.
4. Wiknjosastro H.Ilmu bedah kebidanan. Ed 2. Jkt : PT bina pustaka sarwono
prawirohardjo; 2010.
5. Setiawan Y. Perawatan perdarahan post partum. Disitasi tanggal 27 Mei 2014
http://www.Siaksoft.net [update : Januari 2008].
6. Saifuddin, Abdul Bari, dkk. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal . Jakarta : Tri Dasa Printer ; 2006 : 304-6.

22

Anda mungkin juga menyukai