PENDAHULUAN
Oleh sebab itu, Penanganan dini sangat diperlukan karena drowning dapat
menyebabkan paru seseorang terendam cairan, yang dapat menyebabkan
kondisi yang dapat mengancam jiwa, seperti pneumonia aspirasi dan asfiksia.
Peran perawat di sini juga sangat diperlukan mengingat kebutuhan oksigenasi
adalah kebutuhan dasar manusia. Pasien dengan drowning mengalami
kesulitan bernafas, sehingga hal ini juga dapat menganggu kenyamanan dan
nyawa pasien, maka dari itu asuhan keperawatan yang tepat dan cepat kepada
klien sangat diperlukan.
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
1.4.1 Teoritis
Menambah wawasan dalam pengetahuan mengenai kasus tenggelam.
1.4.2 Aplikatif
1. Menambah pengetahuan mengenai kasus tenggelam.
2. Menambah pengetahuan mengenai pemeriksaan yang dapat
dilakukan terhadap jenazah yang diduga tenggelam.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tenggelam adalah kesulitan untuk bernafas sewaktu terbenam di dalam air
tawar atau laut. Sedangkan nyaris tenggelam (Near drowning) adalah keadaan
nyaris terganggunya pernafasan selagi tenggelam yang berhasil diselamatkan
nyawanya dengan resusitasi dan tindakan medis lainnya. Korban nyaris tenggelam
dapat berakhir dengan kematian akibat perubahan sekunder sewaktu episode akut.
Menurut WHO (2015), tenggelam merupakan gangguan sistem pernafasan
akibat terendam dalam media yang cair. Konsensus terbaru dari tenggelam harus
mencakup kasus fatal dan non fatal. Dampak tenggelam dapat berupa kematian,
morbiditas, dan non morbiditas. Ada juga konsensus yang menyatakan bahwa
istilah basah, kering, aktif, pasif, diam dan menengah seharusnya tidak dugunakan
lagi.
Drowning atau tenggelam adalah proses masuknya cairan ke dalam saluran
nafas atau paru-paru yang menyebabkan gangguan pernafasan sampai kematian.
Definisi tenggelam mengacu pada adanya cairan yang masuk hingga menutupi
lubang hidung dan mulut, sehingga tidak terbatas pada kasus tenggelam dikolam
renang, atau perairan seperti sungai, laut, dan danau saja, tetapi juga pada kondisi
terbenamnya tubuh dalam selokan atau kubangan dimana bagian wajah berada
dibawah permukaan air (Putra, 2014).
2.2 Etiologi
Terdapat beberapa penyebab tenggelam antara lain :
a. Kemampuan fisik yang terganggu akibat pengaruh obat
b. Ketidakmampuan fisik akibat hipotermia, syok, cedera atau kelelahan.
c. Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi tenggelam menurut Levin (dalam Arovah, 2009) adalah :
1. Berdasarkan kondisi paru-paru korban
a. Typical Drowning
Kondisi ketika cairan masuk ke dalam saluran pernapasan saat
korban tenggelam.
b. Atypical Drowning
c. Dry Drowning
Cairan yang masuk ke dalam saluran pernapasan hanya sedikit
bahkan tidak ada.
2. Berdasarkan kondisi kejadian
a. Tenggelam (Drowning)
Penderita meneguk air dalam jumlah yang banyak hingga air
masuk ke dalam saluran pernafasan. Bagian epiglotis akan
mengalami spasme yang mengakibatkan saluran nafas menjadi
tertutup dan hanya dapat dilalui oleh udara yang sangat sedikit.
b. Hampir tenggelam (Near Drowning)
Kondisi korban masih bernafas dan membatukkan air keluar.
2.4 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang sering muncul adalah tanda dan gejala sistem
neurologi. Distres respiratori awalnya tidak terlihat, hanya terlihat adanya
perpanjangan nilai RR tanpa hipoksemia. Pasien yang lebih parah biasanya
menunjukkan tanda hiposekmia, retraksi dinding dada, dan suara paru abnormal.
Manifestasi neurologi yang muncul seperti penurunan kesadaran, pasien mulai
meracau, iskemik-hipoksia pada sistem saraf pusat sehingga menunjukkan tanda
peningkatan.
Tanda gejala lainnya diantaranya:
1. Frekuensi pernafasan berkisar dari pernapasan yang cepat dan dangkal
sampai apneu
2. Syanosis
3. Peningkatan edema paru
4. Kolaps sirkulasi
5. Hiposekmia
2.5 Patofisiologi
Hipoksia merupakan hal utama yang terjadi setelah seorang individu
tenggelam. Keadaan terhambatnya jalan nafas akibat tenggelam menyebabkan
adanya gasping dan kemudian aspirasi, dan diikuti dengan henti nafas (apnea).
Hipoksemia dan asidosis yang persisten dapat menyebabkan korban beresiko
terhadap henti jantung dan kerusakan system syaraf pusat. Laringospasme
menyebabkan keadaan paru yang kering, namun karena asfiksia membuat
relaksasi otot polos, air dapat masuk ke dalam paru dan menyebabkan edema
paru.
Efek fisiologis aspirasi pun berbeda antara tenggelam di air tawar dan air
laut. Pada tenggelam di air tawar, plasma darah mengalami hipotonik, sedangkan
pada air laut adalah hipertonik. Aspirasi air tawar akan cepat diabsorbsi dari
alveoli sehingga menyebabkan hipervolemia intravaskular, hipotonis, dilusi
elektrolit, serum dan hemolisis intravaskular, aspirasi laut menyebabkan
hipovelemia, hemokonsentrasi, dan hipertonis.
Aspirasi air yang masuk kedalam paru dapat menyebabkan vagotonia,
vaskontriksi paru, dan hipertensi. Air segar dapat menembus membran alveolus
dan mengganggu stabilitas alveolus dengan menghambat kerja surfaktan. Selain
itu, air segar dan hipoksemi dapat menyebabkan lisis eritrosit dan hiperkalemia.
Sedangkan air garam, dapat menghilangkan surfaktan, dan menghasilkan cairan
eksudat yang kaya protein di alveolus, intertitial paru, dan membran basal alveolar
sehingga menjadi keras dan sulit mengembang.
2.6 Penatalaksanaan
1. Bantuan hidup dasar
Penanganan ABC merupakan hal utama yang harus dilakukan, dengan
fokus utama pada perbaikan jalan nafas dan oksigenisasi buatan. Penilaian
pernapasan dilakukan dengan tiga langkah yaitu:
a. Look yaitu melihat adanya pergerakan dada
b. Listen yaitu mendengar suara nafas
c. Feel yaitu merasakan ada tidaknya hembusan nafas
Penanganan pertama pada korban yang tidak sadar dan tidak bernafas
dengan normal setelah pembersihan jalan napas yaitu kompresi dada lalu
pemberian napas buatan dengan rasio 30:2. Terdapat tiga cara pemberian
nafas buatan yaitu mouth to mouth, mouth to nose, mouth to neck stoma.
2. Bantuan hidup lanjut
Bantuan hidup lanjut pada korban tenggelam yaitu pemberian oksigen
dengan tekanan lebih tinggi, yang dapat dilakukan dengan BVM ( Bag
valve Mask ) atau tabung oksigen. Oksigen yang diberikan memiliki
saturasi 100%. Jika setelah pemberian oksigen ini keadaan korban belum
membaik maka dapat dilakukan intubasi trakeal.
BAB 3
Identitas
Nama : Ny. A Suku bangsa : Jawa
Jenis kelamin : Perempuan Pendidikan : S1
Umur : 24 tahun Pekerjaan :
Mahasiswa
Agama : Islam Penanggung biaya : Orang
Tua
Status : Belum Menikah
Alamat : jl. Hayam Wuruk Dodik G/42
Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama : Pasien iritabilitas, dan mengeluh sesak
Riwayat Penyakit Sekarang : Ny. A gagal menikah nekat mencoba bunuh diri
dengan cara menenggelamkan diri ke laut selatan.
Saat ini korban telah berhasil dievakuasi ke tepi
oleh tim penyelemat dalam keadaan masih hidup
setelah tenggelam.
ROS
OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK ( Review Of System )
Kesadaran : Delirium
Tanda vital TD : 80/50 mmHg nadi : 140x/menit
suhu : 36C RR : 30x/menit
Antropometri TB : 159 cm BB sebelum sakit : 48 kg
BB setelah sakit : 48 kg
MASALAH : penurunan curah jantung
Pernafasan B1 (Breath)
Bentuk dada : Simetris Pergerakan : Tidak
ada
Otot bantu nafas tambahan : Tidak ada Jika ada, jelaskan : Tidak
ada
Irama nafas : Regular Kelainan : Tidak
ada
Pola nafas : Normal Taktil/ vocal fremitus : Tidak
ada
Suara nafas : Vesikuler Suara nafas tambahan :
Whizing (Tidak ada), Rongki (Tidak ada)
Sesak nafas : ada Batuk : ada
Sputum : Tidak ada Warna : Tidak
ada
Ekskresi : Tidak
ada
Sianosis : ada
Kebersihan : Bersih
ekskresi : Normal
Perkemihan
Porsi : porsi
Frekuensi minum : ketika haus Jumlah : 1,5 l Jenis : air miner
Abdomen Bentuk perut : simetris Peristaltik :
Kelainan abdomen : tdk ada
Hepar :-
Lien : -
Nyeri abdomen : -
Rectum dan anus :
Eliminasi alvi SMRS Frekuensi : 1x sehari Warna : coklat kekuningan
Konsistensi : lembek
Eliminasi alvi MRS Frekuensi : 2 hr sekali Warna : coklat
Konsistensi : keras Colostomy : -
Tidak ditemukan masalah keperawatan
Masalah
Muskuloskeletal & integumen
B4 (Bone)
Tidak ada masalah keperawatan
Masalah
Thyroid :-
Endokrin
Hiperglikemia : -
Hipoglikemia : -
Masalah Tidak ditemukan masalah keperawatan
Seksual-reproduksi
Menstruasi terakhir :
Masalah menstruasi :-
Pap smear terakhir :-
Pemeriksaan payudara/testis sendiri tiap bulan : -
Masalah seksual yang berhubungan dengan penyakit : -
Mandi 1 1 1: Mandiri
Berpakaian / dandan 1 1 2: Alat bantu
Toileting /eliminasi 1 1 3: Dibantu orang lain
/ alat
Mobilitas ditempat 1 1 4: Tergantung / tidak
tidur mampu
Berpindah 1 1
Berjalan 1 1
Naik tangga 1 1
Berbelanja 1
Memasak 1
Pemeliharaan umum 1
Alat antu berupa : -
Personal Hygiene
Mandi SMRS : 2 kali/hari Mandi MRS : 1 kali sehari
Keramas : 1 kali/hari Keramas : belum
keramas
Ganti pakaian : 2 kali/hari Ganti pakaian : 1 kali
Menyikat gigi : 2 kali sehari Menyikat gigi : 1 kali
Memotong kuku : 1 kali sehari Memotong kuku : belum
MASALAH : tidak ada masalah
Istirahat Tidur
Istirahat Tidur SMRS : 21.00 - 04.30 Jam tidur siang : 2 jam
Jumlah : -
Kualitas Tidur : nyenyak Kebiasaan tidur : tidak ada
Masalah : Tidak ada masalah Penyebab :-
MASALAH : Tidak ada masalah
Kognitif persepsi-psiko-sosio-spiritual
Persepsi terhadap sehat sakit : pasien merasa sakitnya karena cobaan dari Tuhan
Konsep diri : meskipun pasien dalam keadaan sakit, pasien tetap
berusaha untuk cepat sembuh, dan minum obat secara teratur.
Kemapuan berbicara : baik Bahasa Sehari-hari: bahasa
indonesia
Kemampuan adaptasi terhadap masalah : baik
Ansietas : tidak jika ya,jelaskan : -
Aktivitas sehari-hari : baik
Rekreasi : pasien rekreasi sebulan sekali
Olah raga : pasien olah raga seminggu sekali
Sistem pendukung : sebelum pasien sakit, pasien sering bermain dan
berkumpul dengan teman kampusnya
Hubungan dengan orang lain: baik
Kegiatan ibadah : baik
MASALAH : tidak ada masalah
ANALISA DATA
No. Data Etiologi Problem
1. DS : pasien mengatakan Gangguan pertukaran
kesulitan untuk bernafas gas
DO : hipoksia
4. DS :
DO :
Gangguan perfusi
penurunan kurangnya suplai oksigen
jaringan serebral
kesadaran
CRT > 2 detik
Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan supresi
reflek batuk sekunder akibat aspirasi air ke dalam paru
2. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan refraktori dan
kebocoran interstitial pulmonal / alveolar pada status cedera kapiler paru
3. Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan kurangnya
suplai oksigen
4. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan peningkatan kerja
ventrike
INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
. Keperawatan Kriteria Hasil
1. Ketidakefektifa Setelah dilakukan 1. Kaji status 1. Suara nafas
n bersihan jalan tindakan pasien terjadi karena
2. Pertahankan
nafas yang keperawatan selama adanya aliran
posisi
berhubungan 124 jam bersihan udara melewati
tubuh/posisi
dengan supresi jalan nafas efektif batang tracheo
kepala dan
reflek batuk branchial dan
gunakan jalan
sekunder akibat juga karena
aspirasi air ke nafas tambahan adanya cairan,
Kriteria Hasil
dalam paru bila perlu mukus atau
3. Catat perubahan
sumbatan lain
Jalan nafas
dalam bernafas
dari saluran
paten
dan pola
nafas
Tidak terjadi
nafasnya 2. Pemeliharaan
aspirasi 4. Auskultasi
jalan nafas
Sekresi bagian dada
dengan paten
encer dan anterior dan 3. Penggunaan
mudah posterior untuk otot-otot
dibersihkan mengetahui interkostal atau
adanya abdominal/lehe
penurunan atau r dapat
tidaknya meningkatkan
ventilasi dan usaha dalam
adanya bunyi bernafas
4. Pengembangan
tambahan
5. Berikan dada dapat
fisioterapi ada menjadi batas
misalnya: dari akumulasi
postural cairan dan
drainase, adanya cairan
perkusi dapat
dada/vibrasi jika meningkatkan
ada indikasi fremitus
6. Jelaskan 5. Meningkakan
penggunaan drainase sekret
peralatan pari,
pendukung peningkatan
7. Kaji
efisiensi
kemampuan
penggunaan
batuk, latihan
otot-otot
nafas dalam,
pernafasan
perubahan 6. Mengurangi
posisi dan kekhawatiran
lakukan suction pasien dengan
bila ada indikasi kondisinya
7. Penimbunan
sekret
mengganggu
ventilasi dan
predisposisi
perkembangan
atelektasis dan
infeksi paru
2. 1. Gangguan Setelah dilakukan 1. Kaji status 1. Takipneu adalah
pertukaran tindakan pernafasan, mekanisme
gas yang keperawatan 124 catat kompensasi untuk
berhubungan jam tidak terjadi peningkatan hipoksemia dan
dengan gangguan respirasi atau peningkatan usaha
refraktori pertukaran gas perubahan pola nafas
2. Tanda sianosis
dan nafas
Kriteria Hasil : 2. Kaji tanda dapat dinilai pada
kebocoran
distress mulut, bibir yang
interstitial
Oksigenasi
pernafasan, berindikasi
pulmonal /
adekuat
peningkatan adanya
alveolar
Saturasi
frekuensi hipoksemua
pada status
oksigen
jantung, agitasi, sistemik, sianosis
cedera
dalam
berkeringat, perifer seperti
kapiler paru
rentang
sianosis pada kuku dan
normal 3. Observasi
ekstremitas
adanya
vasookontriksi
somnolen, 3. Hipoksemia dapat
confusion, ,enyebabkan
apatis, dan iritabilitas dari
ketidakmampua miokardium
4. Suara nafas
n beristirahat
4. Catat ada mungkin tidak
tidaknya suara sama atau tidak
nafas dan ditemukan.
adanya bunyi Crakles terjadi
nafas tambahan karena
5. Berikan
peningkatan
humidifier
cairan di
oksigen dengan
permukaan
masker CPAP
jaringan yang
jika ada indikasi
disebabkan oleh
6. Berikan dan
peningkatan
monitor terapi
permeabilitas
bronkodilator
membran alveoli
sesuai indikasi
7. Pertahankan kapiler. Wheezing
ventilasi terjadi karena
mekanis bronkokontriksi
atau adanya
mukus pada jalan
nafas
5. Memaksimalkan
pertukaran
oksigen secara
terus menerus
dengan tekanan
yang sesuai
6. Untuk mencegah
ARDS
7. Peningkatan
ekspansi paru
meningkatkan
oksigenasi
3. Gangguan Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat 1. Tingkat kesadaran
perfusi serebral tindakan kesadaran klien merupakan
yang keperawatan 124 dengan GCS indikator terbaik
2. Melakukan
berhubungan jam tidak terjadi adanya perubahan
dengan gangguan perfusi sirkulasi perifer neurologi
2. Indikasi adanya
kurangnya serebral secara
fraktur basilar
suplai oksigen komperhensif
3. Pada keadaan
Kriteria Hasil : 3. Pantau tekanan
normal
darah
Klien 4. Catat status autoregulasi
menunjukka neurologi secara mempertahankan
n perhatian, tertatur, aliran darah otak
konsentrasi bandingkan yang konstan pada
dan orientasi dengan nilai saat fluktuasi
Klien standar tekanan darah
menunjukka menghindari sistemik
4. Mengkaji adanya
n memori suhu yang
kecenderungan
jangka lama kestrim dan
pada tingkat
dan saat ini, ekstremitas
5. Perhatikan kesdaran dan
membuat
adanya gelisah potensial adanya
keputusan
meningkat, peningkatan TIK
yang benar
5. Petunjuk
tingkah laku
nonverbal ini
yang tidak
mengindikasikan
sesuai
6. Monitor tanda adanya
vital setiap 1 peningkatan TIK
6. Adanya perubahan
jam
7. Tinggikan tanda vital seperti
kepala pasien respirasi
15-45 derajat menunukkan
sesuai indikasi kerusakan pada
yang dapat batang otak
7. Meningkatkan
ditoleransi
aliran balik vena
dari kepala,
sehingga akan
mengurangi
kongesti dan
edema atau resiko
terjadi
peningkatan TIK
4. Penurunan Setelah dilakukan 1. Raba nadi 1. Perbedaan
curah jantung tindakan (radial, carotid, frekuensi,
yang keperawatan selama femoral, dorsalis kesamaan dan
berhubungan 124 jam, tidak pedis) catat keteraturan nadi
dengan terjadi penurunan frekuensi, menunjukkan efek
peningkatan curah jantung keteraturan, gangguan curah
kerja ventrikel amplitude jantung pada
Kriteria Hasil :
(penuh/kuat) sirkulasi
dan simetris. sistemik/perifer
Pompa
Catat adanya Perbedaan
jantung
pulsus alternan, frekuensi,
efektif
nadi bigeminal, kesamaan dan
atau defisit nadi keteraturan nadi
2. Auskulatasi
menunjukkan efek
bunyi jantung,
gangguan curah
catat frekuensi,
jantung pada
irama. Catat
sirkulasi
adanya denyut
sistemik/perifer
jantung ekstra, 2. Pendengaran
penurunan nadi terhadap bunyi
3. Pantau tanda
jantung ekstra atau
vital dan kaji
penurunan nadi
keadekuatan
membantu
curah
mengidentifikasi
jantung/perfusi
disritmua pada
jaringan.
pasien tak
4. Berikan oksigen
terpantau
tambahan sesuai
3. Meskipun tidak
indikasi
semua disritmia
5. Berikan
lingkungan mengancam hidup,
tenang penanganan cepat
untuk mengakhiri
disritmia
diperlukan pada
adanya gangguan
curah jantung dan
perfusi jaringan
4. Meningkatkan
jumlah sediaan
oksigen untuk
miokard, yang
menurunkan
iritabilitas yang
disebabkan oleh
hipoksia
5. Meningkatkan
jumlah sediaan
oksigen untuk
miokard, yang
menurunkan
iritabilitas yang
disebabkan oleh
hipoksia
BAB 4
PENUTUPAN
4.1 Kesimpulan
Tenggelam merupakan gangguan sistem pernafasan akibat terendam dalam
media yang cair. Konsensus terbaru dari tenggelam harus mencakup kasus
fatal dan non fatal. tenggelam disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
kemampuan fisik yang terganggu akibat pengaruh obat, ketidakmampuan fisik
akibat hipotermia, syok, cedera atau kelelahan, dan ketidakmampuan akibat
penyakit akut ketika berenang. Penanganan utama dari tenggelam dengan
bantuan hidup dasar yaitu penanganan ABC berfokus pada perbaikan jalan
nafas dan oksigen buatan. Pada pasien yang tidak sadar dilakukan kompresi
dad lalu pemberian nafas buatan yaitu mouth to mout, penanganan kedua
yaitu bantuan hidup lanjut merupakan pemberian oksigen dengan tekanan
lebih tinggi yang dapat dilakukan dengan BVM atau tabung oksigen.
Masalah keperawatan yang sering muncul biasanya gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan penurunan oksigen dalam udara inspirasi,
bersihan jalan nafas tidak efektif, perubahan perfusi jaringan otak, pola nafas
tidak efektif.
4.2 Saran
Menurut pendapat kelompok kami, masih banyak hal-hal yang harus
diperhatikan pada penanganan tenggelam, seperti masalah berkelanjutan yang
timbul akibat tenggelam, dll.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi kedua. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2000.
2. WHO. Global report on drowning: preventing a leading killer. World Health
Organization; 2014.
3. Karakteristik Serta Faktor Resiko Kematian Akibat Tenggelam Berdasarkan Data Bagian
Ilmu Kedokteran Forensik RSUP Sanglah 2010-2012 Bali: Jurnal Medica Udayana.. 2014.
4. Soflan Dahlan. Ilmu kedokteran forensik. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro; 2007. h. 121-3.