Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

HALUSINASI

PENGERTIAN
Halusinasi merupakan suatu bentuk persepsi atau pengalaman indera yang
tidak terdapat stimulasi terhadap reseptornya. Gangguan persepsi sensori:
halusinasi merupakan suatu masalah keperawatan yang ditemukan pada pasien
gangguan jiwa. Bagian ini berisi pedoman agar perawat dapat memberikan asuhan
keperawatan pada pasien yang mengalami halusinasi (Wahyuni, Keliat, Yusron, &
Susanti, 2011).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang
ditandai dengan perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan
stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat & Akemat, 2009: 109).
JENIS DAN ISI HALUSINASI
Berikut ini adalah jenis halusinasi menurut data objektif dan subjektifnya.
Data objektif dapat dikaji dengan cara mengobservasi perilaku pasien sedangkan
data subjektif dapat dikaji dengan melakukan wawancara dengan pasien. Melalui
data ini perawat dapat mengetahui isi halusinasi pasien.
Jenis halusinasi Data objektif Data subjektif
Dengar/suara Bicara atau tertawa Mendengar suara-suara
sendiri. atau kegaduhan.
Marah-marah tanpa Mendengar suara yang
sebab. mengajak bercakap-
Mencodongkan telinga cakap
ke arah tertentu. Mendengar suara
Menutup telinga. memerintah
Melakukan sesuatu yang
berbahaya
Penglihatan Menunjuk-nunjuk ke Melihat bayangan, sinar,
arah tertentu. bentuk geometris,
Ketakutan pada sesuatu bentuk kartun, melihat
yang tidak jelas. hantu atau monster.
Penghidu Tampak seperti sedang Mencium bau-bauan
mencium bau-bauan seperti bau darah, urine,
tertentu. feses, terkadang bau
Menutup hidung yang menyenangkan.
Pengecapan Sering meludah Merasakan rasa seperti
muntah darah, urine atau feses
Perabaan Menggaruk-garuk Mengatakan ada
permukaan kulit serangga di permukaan
kulit
Merasa seperti tersengat
listrik
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi, dan situasi munculnya
halusiinasi yang dialami oleh pasien. Kapan halusinasi terjadi? Jika mungkin jam
berapa? Frekuensi terjadinya apakah terus menerus atau hanya sekali? Situasi
terjadinya, apakah jika sedang sendiri, atau setelah terjadi kejadian tertentu? Hal
ini dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada waktu terjadinya
halusinasi dan untuk menghindari situasi yang menyebabkan munculnya
halusinasi sehingga pasien tidak larut dengan halusinasinya. Dengan mengetahui
frekuensi terjadinya halusinasi, tindakan untuk mencegah terjadinya halusinasi
dapat direncanakan (Keliat & Akemat, 2009: 109).

RESPON HALUSINASI
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu muncul,
perawat dapat menanyakan kepada pasien tentang perasaan atau tindakan pasien
saat halusinasi terjadi. Perawat dapat juga menanyakan kepada keluarga atau
orang terdekat dengan pasien atau dengan mengobservasi perilaku pasien saat
halusinasi muncul (Keliat & Akemat, 2009: 109).
FAKTOR PREDISPOSISI
1. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal yang
dapat meningkatkan stress dan ansietas yang dapat berakhir dengan
gangguan persepsi. Pasien mungkin menekan perasaannya sehingga
pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
2. Faktor sosial budaya
Berbagai faktor masyarakat yang membuat seseorang merasa disingkirkan
atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul akibat berat
seperti delusi dan halusinasi.
3. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau peran
yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat terakhir dengan
pengingkaran terhadap kenyataan sehingga terjadi halusinasi.
4. Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan orientasi
realitas, serta dapat ditemukan atropik otak, pembesaran ventikal,
perubahan besar, serta bentuk sel kortikal dan limbik.
5. Faktor genetik
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya ditemukan pada
pasien skizofrenia. Skrixofenia ditemukan cukup tinggi pada keluarga
yang salah satu anggota keluarganya mengalami skizofrenia, serta akan
lebih tinggi jika kedua orang tua skizofrenia.

FAKTOR PRESIPITASI
1. Stresor sosial budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, perpisahan dengan orang yang penting, atau diasingkan dari
kelompok dapat menimbulkan halusinasi.
2. Faktor biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta zat
halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas termasuk
halusinasi
3. Faktor psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya gangguan
orientasi realitas. Pasien mengembangkan koping untuk menghindari
kenyataan yang tidak menyenangkan.
4. Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi realitas
berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi, motorik dan
sosial (Yusuf, 2015).
POHON MASALAH
Risiko Perilaku Mencederai Diri

Gangguan pemeliharaan
Akibat Gangguan Sensori/Persepsi kesehatan

Penyebab Defisit perawatan diri:


Isolasi Sosial: Menarik Diri
mandi & berhias

Gangguan Konsep Diri:


Harga Diri Rendah
Kronis

1. Diagnosis Keperawatan
Setelah pengkajian dilakukan dan data subjektif dan objektif ditemukan pada
pasien, diagnosis keperawatan yang dapat dirumuskan adalah gangguan persepsi
sensori: halusinasi (dengar, penglihatan, penghidu, dan peraba) (Keliat & Akemat,
2009: 113).
2. Tindakan Keperawatan
Selanjutnya, setelah diagnosis keperawatan ditegakkan, perawat melakukan
tindakan keperawatan bukan hanya pada pasien, tetapi juga keluarga. Tindakan
keperaawatan pasien halusinasi, yaitu sebagai berikut:
Tindakan keperawatan pada pasien
a. Tujuan keperawatan
1) Pasien dapat mengenali halusinasi yang dialaminya
2) Pasien dapat mengontrol halusinasinya
3) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
b. Tindakan keperawatan
1) Bantu pasien mengenali halusinasi
Untuk membantu pasien mengenali halusinasi, perawat dapat berdiskusi
dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang didengar, dilihat, atau
dirasa), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi
yang menyebabkan halusinasi muncul dan respons pasien saat halusinasi
muncul.
2) Melatih pasien mengontrol halusinasi
Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasi, perawat
dapat melatih pasien empat cara yang sudah terbukti dapat
mengendalikan halusinasi. Keempat cara mengontrol halusinasi adalah
sebagai berikut.
a) Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah cara mengendalikan diri terhadap
halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien
dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau
tidak memedulikan halusinasinya. Jika ini dapat dilakukan pasien
akan mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi
yang muncul. Mungkin halusinasi tetap ada, tetapi dengan
kemampuan ini, pasien tidak akan larut untuk menuruti
halusinasinya. Berikut ini tahapan intervensi yang dilakukan perawat
dalam mengajarkkan pasien.
1. Menjelaskan cara menghardik halusinasi.
2. Memperagakan cara menghardik.
3. Meminta pasien memperagakan ulang.
4. Memantau penerapan cara, menguatkan perilaku pasien.
b) Bercakap-cakap dengan orang lain.
Bercakap-cakap dengan orang lain dapat membantu mengontrol
halusinasi. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain, terjadi
distraksi; fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke
percakapan yang dilakukan dengan orang lain.
c) Melakukan aktivitas yang terjadwal
Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan
menyibukkan diri melakukan aktivitas yang teratur. Dengan
beraktivitas secara terjadwal pasien tidak akan mengalami banyak
waktu luang sendiri yang sering kali mencetuskan halusinasi. Oleh
karena itu, halusinasi dapat dikontrol dengan cara beraktivitas secara
teratur dari bangun pagi sampai tidur malam. Tahapan intervensi
perawat dalam memberikan aktivitas yang terjadwal, yaitu:
1. Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk
mengatasi halusinasi.
2. Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan pasien.
3. Melatih pasien melakukan aktivitas
4. Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan
aktivitas yang telah dilatih. Upayakan pasien mempunyai
aktivitas mulai dari bangun pagi sampai larut malam.
5. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan; memberikan
penguatan terhadap perilaku pasien yang positif.
d) Minum obat secara teratur
Minum obat secara teratur dapat mengontrol halusinasi. Pasien juga
harus dilatih untuk minum obat secara teratur sesuai dengan program
terapi dokter. Pasien gangguan jiwa yang di rawat di rumah sering
mengalami putus obat sehingga pasien mengalami kekambuhan. Jika
kekambuhan terjadi untuk mencapai kondisi seperti semula aakan
membutuhkan waktu. Oleh karena itu, pasien harus dilatih minum
obat sesuai program dan berkelanjutan. Berikut ini intervensi yang
dapat dilakukan perawat agar pasien patuh minum obat.
1. Jelaskan kegunaan obat.
2. Jelaskan akibat jika putus obat.
3. Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat.
4. Jelaskan cara minum obat dengan prinsip
5. Benar (benar obat, benar pasien, benar cara, benar waktu dan
benar dosis).
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B.A.. (2009). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC
Wahyuni, S. E., Keliat, B. A., Yusron, & Susanti, H. (2011). Penurunan
Halusinasi Pada Klien Jiwa Melalui Cognitive Behavior Theraphy. Jurnal
Keperawatan Indonesia.
Yusuf, Ah, Rizky Fitryasari PK dan Hanik Endang Nihayati. (2015). Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Media

Anda mungkin juga menyukai