BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Epikardium
5
B. Fisiologi Jantung
1. Hemodinamika Jantung
Tabel 2.3 Gambaran fisiologi jantung
Gambar fisiologi jantung Keterangan
2. Siklus Jantung
4. Curah Jantung
Cardiac Output adalah volume darah yang dipompa oleh tiap-tiap ventrikel
per menit (bukan jumlah total darah yang dipompa oleh jantung). Selama
setiap periode tertentu, volume darah yang mengalir melalui sirkulasi paru
ekuivalen dengan volume yang mengalir melalui sirkulasi sistemik. Dengan
demikian, curah jantung dari kedua ventrikel dalam keadaan normal identik,
walaupun apabila diperbandingkan denyut demi denyut, dapat terjadi variasi
minor. Dua faktor yang mempengaruhi kardiak output adalah kecepatan
denyut jantung (denyut per menit) dan volume sekuncup (volume darah yang
dipompa per denyut). Curah jantung merupakan faktor utama yang harus
diperhitungkan dalam sirkulasi, karena curah jantung mempunyai peranan
penting dalam transportasi darah yang memasok berbagai nutrisi. Curah
jantung adalah jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel selama satu
menit. Nilai normal pada orang dewasa adalah 5 L/mnt.
CO = SV x HR
3. Tekanan yang harus dilawan otot Afterload adalah suatu tekanan yang
jantung untuk menyemburkan harus dilawan ventrikel untuk
darah selama kontraksi menyemburkan darah. Tahanan
(afterload). terhadap ejeksi ventrikel kiri
dinamakan tahanan vaskuler
sistemik. Tahanan oleh tekanan
pulmonal terhadap ejeksi ventrikel
dinamakan tahanan vaskuler
pulmonal. Peningkatan afterload
akan mengakibatkan penurunan
volume sekuncup.
17
5. Interpretasi EKG
Tabel 2.7 Interpretasi EKG
INTERPRESTASI EKG
Gelombang P: depolarisasi atrium
Gelombang Q: depolarisasi di berkas his
Gelombang R: depolarisasi menyebar dari bagian dalam ke bagian
luar dasar ventrikel
Segmen PR: waktu yang dibutuhkan oleh impuls dari SA node ke AV
node; terjadi perlambatan AV node
Gelombang S: depolarisasi menyebar naik dari bagian dasar
ventrikel
Kompleks QRS: depolarisasi ventrikel
Segmen ST: waktu sejak akhir depolarisasi ventrikel sebelum terjadi
repolarisasi (fase plateau); saat terjadi kontraksi & pengosongan
ventrikel
Gelombang T: repolarisasi atrium
Interval TP: waktu saat terjadinya relaksasi & pengisian ventrikel
18
- + Vertikal Lead I = 0 90
Lead I = + 80
Lead I = - 100
Lead II = + -20
Lead II = - -40
0 + Semi vertikal 60
+ 0 Semi horisontal 0
2. Klasifikasi
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4
kelas (Mansjoer dan Triyanti, 2007)
3. Etiologi
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif (CHF)
dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu:
a. Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan
anemia kronis/ berat.
b. Faktor interna (dari dalam jantung)
1) Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum
Defect (ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
2) Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
3) Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
4) Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut
4. Patofisiologi
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi
baik pada jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel
berkurang akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat
meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua
ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang serabut
miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi
singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi
ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa berfungsi dengan baik
tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan
dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya
tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan
dan timbul edema paru atau edema sistemik.
22
Nyeri kronis adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenan
gkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau
digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International Association
for the Study of Pain), serangan yang tiba-tiba atau lambat dari intesitas
ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantidipasi atau diprediksi dan
berlangsung > 6 bulan (NANDA, 2012).
2. Fisiologi Nyeri
Menurut Mubarak (2007) sistem saraf perifer terdiri atas saraf sensorik primer
yang khusus bertugas mendeteksi kerusakan jaringan dan membangkitkan
sensasi sentuhan panas, dingin, nyeri, dan tekanan. Reseptor yang bertugas
merambatkan sensasi nyeri disebut resiseptor. Menurut Tamsuri (2006)
reseptor nyeri (nosiseptor) adalah organ tubuh yang berfungsi untuk
menerima rangsangan nyeri. Organ tubuh yang berperan dalam reseptor
nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap
stimulus kuat yang secara potensial merusak.
impuls nyeri yang berfungsi untuk menghantarkan sensasi nyeri dan sensasi
yang lain seperti dingin, hangat, sentuhan, dan sebagainya. Neuroregulator
atau substansi yang berperan dalam transmisi stimulus saraf yang terdiri dari
dua yaitu neurotransmiter dan neuromodulator. Neurotransmiter mengirimkan
impuls-impuls elektrik melewati rongga sinaps antara dua serabut saraf, dan
dapat bersifat sebagai penghambat atas dapat pula mengeksitasi.
Sedangkan neuromodulator bekerja secara tidak langsung dengan
meningkatkan atau menurunkan efek partikuler neurotransmiter (Tamsuri,
2006).
3. Klasifkasi nyeri
Menurut Prasetyo (2010), nyeri diklasifikasikan berdasarkan jenis nyeri yaitu:
a. Nyeri Akut
Nyeri akut terjadi setelah cidera akut, penyakit, atau intervensi bedah dan
memiliki awitan yang cepat dengan intensitas yang bervariatif (ringan sampai
berat) dan berlangsung dengan waktu yang singkat. Fungsi nyeri akut adalah
untuk memberi peringatan akan cidera atau penyakit yang akan datang. Nyeri
akut biasanya menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah area yang
rusak pulih kembali. Nyeri akut berdurasi singkat (kurang dari 6 bulan),
biasanya akibat dari trauma, bedah, atau inflamasi. Contonya seperti sakit
kepala, sakit gigi, tertusuk jarum, terbakar, nyeri otot, nyeri saat melahirkan,
nyeri sesudah tindakan pembedahan (Prasetyo, 2010).
b. Nyeri Kronis
Nyeri kronis berlangsung lebih lama dari nyeri akut (lebih dari 6 bulan),
dengan intensitas bervariasi yaitu ringan sampai berat, penderita kanker
maligna biasanya akan merasakan nyeri kronis terus menerus dan
berlangsung sampai kematian. Nyeri kronis dibedakan dalam dua kelompok
besar yaitu nyeri kronis maligna dan nyeri kronis non maligna.
Menurut Tamsuri (2006), nyeri diklasifikasikan berdasarkan lokasi nyeri yaitu:
1) Nyeri kutaneus (superficial) Biasanya timbul akibat stimulasi terhadap kulit
seperti pada laserasi, luka bakar. Memiliki durasi yang pendek,
terlokalisir, dan memiliki sensasi yang tajam.
2) Nyeri somatis dalam (deep somatic pain) Nyeri yang terjadi pada otot dan
tulang serta struktur penyokong lainnya, bersifat tumpul dan distimulasi
dengan adanya peregangan dan iskemia.
25
2. Pemeriksaan fisik
a. B1 (Breathing)
Klien terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal dan mengeluh
sesak napas seperti tercekik. Dispnea kardiak biasanya ditemukan.
Sesak napas terjadi akibat pengerahan tenaga dan disebabkan oleh
kenaikan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri yang meningkatkan tekanan
vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan peningkatan
curah darah oleh ventrikel kiri pada saat melakukan kegiatan fisik.
Dispnea kardiak pada infark miokardium yang kronis dapat timbul pada
saat istirahat.
b. B2 (Blood)
(1) Inspeksi
Inspeksi adanya jaringan parut pada dada klien. Keluhan lokasi nyeri
biasanya di daerah substernal atau nyeri atas pericardium.
Penyebaran nyeri dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri dan
ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
(2) Palpasi
Denyut nadi perifer melemah. Thrill pada IMA tanpa komplikasi
biasanya tidak ditemukan.
(3) Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume
sekuncup yang disebabkan IMA. Bunyi jantung tambahan akibat
kelainan katup biasanya tidak ditemukan pada IMA tanpa komplikasi
(4) Perkusi : Batas jantung tidak mengalami pergeseran.
c. B3 (Brain)
Kesadaran umum klien biasanya Compos Mentis. Pengkajian objektif
klien, yaitu wajah meringis, menangis, merintis, merenggang, dan
menggeliat yang merupakan respons dari adanya nyeri dada akibat infark
pada miokardium. Tanda klinis lain yang ditemukan adalah takikardia,
dispnea pada saat istirahat maupun saat beraktivitas.
d. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine dengan intake cairan klien. Oleh karena
itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria pada klien dengan IMA
karena merupakan tanda awal syok kardiogenik.
30
e. B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi abdomen
ditemukan nyeri tekan pada keempat kuadran, penurunan peristaltic usus
yang merupakan tanda utama IMA.
f. B6 (Bone)
Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Klien sering merasa
kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap, dan jadwal
olahraga teratur, perubahan postur tubuh. Kaji higienis personal klien
dengan menanyakan apakah klien mengalami kesulitan melakukan tugas
perawatan diri.
5. Analisa Data
Menurut Potter dan Perry (2005) dalam Prasetyo (2010), penegakan
diagnosa keperawatan yang akurat untuk pasien yang mengalami nyeri
dilakukn berdasarkan pengumpulan dan analisis data yang cermat. Terdapat
dua diagnosa keperawatan utama yang dapat digunakan untuk
menggambarkan nyeri yaitu nyeri akut dan nyeri kronis. Data subjektif adalah
data yang didapatkan dari pasien berupa suatu ungkapan terhadap situasi
atau kejadian yang dialami pasien tersebut. Informsi tersebut tidak bisa
ditentukan oleh perawat. Data objektif adalah data yang dapat diobservasi
dan diukur, diperoleh dengan menggunakan panca indra selama
pemeriksaan fisik misalnya frekunensi nadi, pernafasan, tekanan darah, berat
badan, tinggi badan, suhu, tingkat kesadaran (Prasetyo, 2010)
Tabel 2.8 Contoh analisa data berdasarkan Nanda, Nic, dan Noc
Data Masalah Diagnosa
keperawatan Keperawatan
Data Subjektif: Nyeri Akut Nyeri akut /d luka
Mengungkapkan secara verbal atau post operasi
melaporkan nyeri dengan isyarat
Data objektif:
Posisi untuk menghindari nyeri
Perubahan tonus otot (rentang dari
lemas tidak bertenanga sampai
kaku)
31
6. Rumusan Masalah
Contoh diagnosa keperawatan Nanda untuk Nyeri (Potter & Perry, 2005).
7. Perencanaan
Menurut Potter dan Perry (2005) untuk setiap diaknosa yang telah
teridentifikasi, perawat menegembangkan rencana keperawatn untuk
kebutuhan pasien. Perawat dan pasien bersama-sama mendiskusikan
tentang harapan dan tindakan untuk mengatasi nyeri. Apabila perawat
memberi asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami nyeri maka
tujuan berorientasi pada pasien yang mencakup hal-hal berikut:
a. Pasien mengatakan merasa sehat dan nyaman
b. Pasien mempertahankan kemampuan untuk melakukan perawatan diri
c. Pasien mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki saat ini
d. Pasien menjelaskan faktor-faktor penyebab ia merasa nyeri
e. Pasien menggunakan terapi yang diberikan dirumah dengan aman
Menurut Tamsuri (2006) dan Wilkinson (2011) dalam buku Nic dan Noc,
intervensi yang dapat dilakukan yaitu:
Wilkinson (2011)
Intervensi :
- Lakukan pengkajian nyeri yang Rasional :
komprehensif meliputi lokasi, - Untuk mengetahui sejauh mana
karakteristik, durasi, keparahan nyeri terjadi
nyeri - Mengetahui tingkat skala nyeri
- Minta pasien untuk menilai nyeri pasien
atau ketidakmampuan pada skala 0- - Untuk mengetahui tindakan yang
10 nyaman dilakukan bila nyeri
- Bantu pasien mengidentifikasi muncul
tindakan kenyamanan yang efektif - Untuk mengalihkan rasa nyeri
dimasa lalu, seperti distraksi, yang dialami pasien agar pasien
relaksasi, kompres hangat lupa akan nyerinya dengan
- Bantu pasien untuk lebih berfokus melakukan aktifitas
pada aktifitas, bukan pada nyeri dan - Agar pasien tahu manfaat obat
rasa tidak nyaman dengan yang diberikan kepadanya
melakukan pengalihan melalui sehingga nyeri berkurang
televisi, radio, tape, dan interaksi - Agar perawat lebih mengetahui
dengan pengunjung nyeri yang dialami pasien ketika
- Gunakan pendekatan yang positif nyeri tidak dapat diatas
untuk mengoptimalkan respon Memberikan rasa nyaman
33
Tamsuri (2006)
Intervensi : Rasional:
- Kaji derajat nyeri - Dapat menggunakan skala 0-10 -
- Jelaskan penyebab nyeri, berapa Pengatahuan yang memadai
lama nyeri akan berlangsung memberi orientasi tentang penyakit
- Berikan informasi yang akurat yang lebih baik
untuk mengurangi rasa takut - Ketakutan dapat menjadi faktor
- Ajarkan tindakan penururnan nyeri yang meningkatkan sensasi nyeri
noninvasif - Tindakan nyeri noninvasif antara
- Berikan analgetik lain relaksasi, stimulasi kutan,
distraksi
-Mengurangi rasa nyeri
Terapi perilaku koognitif merupakan terapi secara praktik yang berfokus pada
masalah khusus dan bertujuan untuk mengatasi pola perilaku menyimpang
dari pasien penderita nyeri seperti serangan panik, gangguan panik, depresi,
gangguan makan, gangguan obsesive kompulsif gangguan strees setelah
trauma, kemarahan, masalah dalam tidur, syindrom lemah kronis, nyeri
kronis, fobia. (Keefe, F. J, 1996).
a. Teknik Relaksasi
Latihan relaksasi progresif meliputi kombinasi latihan pernafasan yang
terkontrol dan rangkaian kontraksi serta relaksasi kelompok otot. Klien
mulai latihan bernafas dengan perlahan dan menggunakan diagfragma,
sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada
mengembang penuh. Saat klien melakukan pola pernafasan teratur,
perawat mengarahkan klien untuk melokalisasi setiap daerah yang
mengalami ketegangan otot, berfikir bagaimana rasanya, menegangkan
otot sepenuhnya, dan kemudian merelaksasikan otot-otot tersebut.
Kegiatan ini menciptakan sensasi melepaskan ketidaknyamanan dan
stress. Secara bertahap, klien dapat merelaksasi otot tanpa harus
terlebih dahulu menegangkan otot-otot tersebut.
b. Teknik Distraksi
Teknik distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke
stimulus yang lain (Tamsuri, 2007). Priharjo (1993) mengatakan, teknik
distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa aktivitas retikuler
menghambat stimulus nyeri. Jika seseorang menerima input sensori yang
berlebihan dapat menyebabkan terhambatnya implus nyeri ke otak (nyeri
berkurang atau tidak dirasakan oleh pasien). Stimulus yang
menyenangkan dari luar juga dapat merangsang sekresi hormon endorfin,
36
Distraksi imajinasi
Berdasarkan penggunaannya terdapat beberapa macam teknik imajinasi
terbimbing :
a) Guided walking Imagery : klien dianjurkan mengimajinasikan
pemandangan standar seperti padang rumput, pegunungan, pantai,
dll. Kemudian imajinasi klien dikaji untuk mengetahui sumber konflik
b) Autogenic abeaction : klien diminta untuk memilih sebuah prilaku
negatif yang ada dalam pikirannya kemudian klien
mengungkapkannya secara verbal tanpa batasan. Bila berhasil akan
tampak perubahan pada raut muka/wajah klien
c) Covert sensitization : teknik ini berdasarkan pada paradigma
reinforcment yang menyimpulkan bahwa proses imajinasi dapat
dimodifikasi berdasarkan pada prinsip yang sama dalam modifikasi
perilaku.
d) Covert behaviour Reahearsal : teknik ini mengajak seseorang untuk
mengimajinasikan perilaku koping yang dia inginkan. Teknik yang
dilakukan adalah mengajarkan klien teknik lima jari.
- Pertama-tama pasien dianjurkan untuk fokus dan
mengkonsentrasikan pikirannya kepada masa-masa yang
menyenangkan dalam hidupnya, seperti masa kanak-kanak atau
masa remaja yang menyenangkan.
- Selanjutnya pasien dianjurkan membayangan ketika pasien
memperoleh prestasi yang memuaskan. Contohnya, ketika pasien
mendapatkan juara atau memperoleh penghargaan atas prestasi
yang dicapainya.
- Kemudian pasien diajak membayangkan ketika pasien berada
disuatu tempat yang indah dan sejuk seperti sedang berada di
pegunungan atau tepi pantai, dan lain-lainnya.
- Selanjutnya pasien di ajak membayangkan saat-saat bahagia dan
harmonis ketika pasien berada ditengah-tengah keluarga atau
bersama orang-orang yang disayangi.
37