Anda di halaman 1dari 34

4

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Struktur Jantung dan Fungsinya


1. Anatomi Jantung
Tabel 2.1 Anatomi jantung beserta fungsinya

Gambar Jantung Keterangan Dan Fungsi Jantung

Jantung berbentuk seperti buah pir


atau kerucut terletak seperti
piramida terbalik dengan apeks
(puncak) berada di bawah dan basis
(alas) berada di atas, jantung
terletak pada rongga dada (cavum
thorax) tepatnya pada rongga
mediastinum diantara paru-paru kiri
dan kanan fungsi Jantung
merupakan organ utama dalam
sistem kardiovaskuler yang
memompa darah keseluruh tubuh
Epikardium adalah lapisan paling
luar dari jantung, tersusun dari
lapisan sel-sel mesotelial yang
berada di atas jaringan ikat dan
berfungsi sebagai lapisan
perlindungan tambahan bagi
jantung di bawah perikardium.

Epikardium
5

Miokardium adalah lapisan tengah


dinding jantung yang merupakan
jaringan otot jantung dan lapisan
tebal dari dinding jantung.
Miokardium terdiri dari sel-sel otot
jantung dan berfungsi merangsang
kontraksi jantung untuk
Miokardum memompa darah dari ventrikel dan
melemaskan jantung untuk
memungkinkan atrium untuk
menerima darah dan
memompa darah ke sel-sel jaringan
tubuh.

Endokardium adalah lapisan


terakhir atau lapisan paling dalam
pada jantung. Endocardium terdiri
dari jaringan endotel atau selaput
lendir yang melapisi permukaan
Endokardium rongga jantung dan berfungsi
mengumpulkan darah, memompa
dan dapat membantu mengatur
kontraktilitas.

Atrium Kanan berfungsi sebagai


tempat penyimpanan darah dan
sebagai penyalur darah dari vena-
vena sirkulasi sistemik yang
mengalir ke ventrikel kanan. Darah
yang berasal dari pembuluh vena ini
masuk ke dalam atrium kanan
melalui vena kava superior, vena
kava inverior dan sinus koronarius
6

Ventrikel Kanan berfungsi


menghasilkan kekuatan dapat
memompa darah yang diterimanya
dari atrium ke sirkulasi pulmonar

Atrium Kiri berfungsi menerima


darah yang teroksigenasi dari paru-
paru melalui keempat vena
pulmonalis

Ventrikel Kiri berfungsi


menghasilkan tekanan yang cukup
tinggi untuk mengatasi tahanan
sirkulasi sistemik, dan
mempertahankan aliran darah ke
jaringan perifer

Katup Atrioventrikularis (AV)


Katup atrioventrikularis terdiri dari
katup trikuspidalis dan katub
mitralis. Daun-daun katup
atrioventrikularis halus tetapi tahan
lama. Katup trikuspidalis yang
terletak antara atrium dan ventrikel
kanan mempunyai 3 buah daun
katup. Katup mitralis yang
memisahkan atrium dan ventrikel
kiri, merupakan katup bikuspidalis
dengan dua buah daun katup. Daun
katup dari kedua katup ini tertambat
7

melalui berkas-berkas tipis jaringan


fibrosa yang disebut kordatendinae.
Kordatendinae akan meluas
menjadi otot kapilaris, yaitu tonjolan
otot pada dinding ventrikel.
Kordatendinae menyokong katup
pada waktu kontraksi ventrikel.
Fungsi dari kordatandinae untuk
mencegah membaliknya daun katup
ke dalam atrium. Apabila
kordatendinae atau otot papilaris
mengalami gangguan (rupture,
iskemia), darah akan mengalir
kembali ke dalam atrium jantung
sewaktu ventrikel berkontraksi.
Katup Semilunaris Kedua katup
semilunaris sama bentuknya; katup
ini terdiri dari 3 daun katup simetris
yang menyerupai corong yang
tertambat kuat pada annulus
fibrosus. Katup aorta terletak antara
ventrikel kiri dan aorta, sedangkan
katup pulmonalis terletak antara
ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis.
Katup semilunaris berfungsi
mencegah aliran kembali darah dari
aorta atau arteri pulmonalis ke
dalam ventrikel, sewaktu ventrikel
dalam keadaan istirahat. Tepat di
atas daun aorta, terdapat kantung
menonjol dari dinding aorta dan
arteria pulmonalis, yang disebut
sinus valsalva. Muara arteri
koronaria terletak di dalam kantung-
kantung tersebut. Sinus-sinus ini
melindungi muara koronaria
8

tersebut dari penyumbatan oleh


daun katup, pada waktu katup aorta
terbuka.

2. Pembuluh Darah pada Jantung


Dua kelompok pembuluh darah utama yang mengalirkan darah dari dan ke jantung
dapat dijelaskan pada tabel berikut :

Tabel 2.2 Pembuluh darah jantung


Pembuluh Pulmonaris Pembuluh Sistemik

Arteri pulmonaris > mengangkut Arteri sistemik : membawa darah yang


darah yang mengandung sedikit banyak mengandung oksigen dari
oksigen dari ventrikel kanan ke ventrikel kiri ke sirkulasi sistemik melalui
paru-paru> Paru-paru tempat aorta, cabang-cabang aorta :
pertukaran gas CO2 dan O2 Arteri koronaria > ke jantung
Vena pulmonaris > mengangkut Arteri karotis > ke leher, kepala dan
darah bersih dari paru-paru ke otak
atrium kiri Arteri subklavia > ke lengan dan
daerah dada
Arteri abdominalis>ke organ-organ
abdomen
Arteri iliofemoralis > ke panggung
dan tungkai
9

B. Fisiologi Jantung
1. Hemodinamika Jantung
Tabel 2.3 Gambaran fisiologi jantung
Gambar fisiologi jantung Keterangan

Darah yang kehabisan oksigen dan


mengandung banyak karbondioksida dari
seluruh tubuh mengalir melalui dua vena
berbesar menuju ke dalam atrium kanan.
Setelah atrium kanan terisi darah, ia akan
mendorong darah ke dalam ventrikel kanan
melalui katup trikuspidalis. Darah dari
ventrikel kanan akan dipompa melalui katup
pulmoner ke dalam arteri pulmonalis menuju
ke paru-paru. Darah akan mengalir melalui
pembuluh yang sangat kecil (pembuluh
kapiler) yang mengelilingi kantong udara di
paru-paru, menyerap oksigen, melepaskan
karbondioksida dan selanjutnya dialirkan
kembali ke jantung. Darah yang kaya akan
oksigen mengalir di dalam vena pulmonalis
menuju ke atrium kiri. Peredaran darah di
antara bagian kanan jantung, paru-paru dan
atrium kiri disebut sirkulasi pulmoner karena
darah dialirkan ke paru-paru. Darah dalam
atrium kiri akan didorong menuju ventrikel kiri
melalui katup bikuspidalis/ mitral, yang
selanjutnya akan memompa darah bersih ini
melewati katup aorta masuk ke dalam aorta.
Darah kaya oksigen ini disirkulasikan ke
seluruh tubuh, kecuali paru-paru.
10

2. Siklus Jantung

Tabel 2.4 Siklus jantung


SIKLUS JANTUNG PENJELASAN

1. Fase Ventrikel Filling Sesaat setelah kedua atrium menerima darah


dari masing-masing cabangnya, dengan
demikian akan menyebabkan tekanan di kedua
atrium naik melebihi tekanan di kedua ventrikel.
Keadaan ini akan menyebabkan terbukanya
katup atrioventrikular, sehingga darah secara
pasif mengalir ke kedua ventrikel secara cepat
karena pada saat ini kedua ventrikel dalam
keadaan relaksasi/ diastolik sampai dengan
aliran darah pelan seiring dengan bertambahnya
tekanan di kedua ventrikel. Proses ini
dinamakan dengan pengisian ventrikel atau
ventrikel filling. Perlu anda ketahui bahwa 60%
sampai 90 % total volume darah di kedua
ventrikel berasal dari pengisian ventrikel secara
pasif. Dan 10% sampai 40% berasal dari
kontraksi kedua atrium.

2. Fase Atrial Contraction Seiring dengan aktifitas listrik jantung yang


menyebabkan kontraksi kedua atrium, dimana
setelah terjadi pengisian ventrikel secara pasif,
disusul pengisian ventrikel secara aktif yaitu
dengan adanya kontraksi atrium yang
memompakan darah ke ventrikel atau yang kita
kenal dengan "atrial kick". Dalam grafik EKG akan
terekam gelombang P. Proses pengisian ventrikel
secara keseluruhan tidak mengeluarkan suara,
kecuali terjadi patologi pada jantung yaitu bunyi
jantung 3 atau cardiac murmur.
3. Fase Isovolumetric Pada fase ini, tekanan di kedua ventrikel berada
Contraction pada puncak tertinggi tekanan yang melebihi
11

tekanan di kedua atrium dan sirkulasi sistemik


maupun sirkulasi pulmonal. Bersamaan dengan
kejadian ini, terjadi aktivitas listrik jantung di
ventrikel yang terekam pada EKG yaitu komplek
QRS atau depolarisasi ventrikel.
Keadaan kedua ventrikel ini akan menyebabkan
darah mengalir balik ke atrium yang
menyebabkan penutupan katup atrioventrikuler
untuk mencegah aliran balik darah tersebut.
Penutupan katup atrioventrikuler akan
mengeluarkan bunyi jantung satu (S1) atau
sistolik. Periode waktu antara penutupan katup
AV sampai sebelum pembukaan katup semilunar
dimana volume darah di kedua ventrikel tidak
berubah dan semua katup dalam keadaan
tertutup, proses ini dinamakan dengan fase
isovolumetrik contraction.

4. Fase Ejection Seiring dengan besarnya tekanan di ventrikel


dan proses depolarisasi ventrikel akan
menyebabkan kontraksi kedua ventrikel
membuka katup semilunar dan memompa darah
dengan cepat melalui cabangnya masing-
masing. Pembukaan katup semilunar tidak
mengeluarkan bunyi. Bersamaan dengan
kontraksi ventrikel, kedua atrium akan di isi oleh
masing-masing cabangnya.

5. Fase Isovolumetric Setelah kedua ventrikel memompakan darah,


Relaxation maka tekanan di kedua ventrikel menurun atau
relaksasi sementara tekanan di sirkulasi sistemik
dan sirkulasi pulmonal meningkat. Keadaan ini
akan menyebabkan aliran darah balik ke kedua
ventrikel, untuk itu katup semilunar akan
menutup untuk mencegah aliran darah balik ke
ventrikel. Penutupan katup semilunar akan
12

mengeluarkan bunyi jantung dua (S2) atau


diastolik. Proses relaksasi ventrikel akan
terekam dalam EKG dengan gelombang T, pada
saat ini juga aliran darah ke arteri koroner
terjadi. Aliran balik dari sirkulasi sistemik dan
pulmonal ke ventrikel juga di tandai dengan
adanya "dicrotic notch".
a) Total volume darah yang terisi setelah fase
pengisian ventrikel secara pasif maupun aktif (
fase ventrikel filling dan fase atrial contraction)
disebut dengan End Diastolic Volume (EDV)
b) Total EDV di ventrikel kiri (LVEDV) sekitar 120
ml.
c) Total sisa volume darah di ventrikel kiri setelah
kontraksi/ sistolik disebut End Systolic Volume
(ESV) sekitar 50 ml.
d) Perbedaan volume darah di ventrikel kiri antara
EDV dengan ESV adalah 70 ml atau yang
dikenal dengan stroke volume. (EDV-ESV =
Stroke Volume) (120-50 = 70).
13

3. Sistem Listrik Jantung


Tabel 2.5 Sistem kelistrikan jantung
Gambar Penjelasan

1. SA node (Nodus Sino-Atrial)


System kelistrikan jantung bersumber dan
dimulai dari nodus sinoatrial yang terletak
diantara pertemuan vena kava superior
dan atrium kanan, pada keadaan normal
SA node dapat mengeluarkan impuls 60-
100 x/ menit.
2. Traktus internodal
Sinyal listrik kemudian disebarkan ke
seluruh atrium melalui nodus interartrial
(anterior,media dan posterior).
3. Brachman Bundle
Menghantarkan impuls dari SA node ke
atrium kiri.
4. AV node (Nodus Atrio-ventrikuler)
AV note berfungsi menahan impuls
jantung selama atrium berkontraksi, selain
itu AV note berfungsi mengatur jumlah
impuls atrium yang mencapai ventrikel. AV
note dapat mengeluarkan impuls 40-60
kali/menit.
5. Bundle of HIS
Impuls masuk ke bundle His, yang
merupakan bagian pangkal (proksimal)
dari system his-purkinje yang bersifat
menghantarkan listrik dengan sangat
cepat. Kemudian sinyal listrik ini
diteruskan ke berkas cabang kanan dan
kiri.
6. Serabut Purkinye
Berakhir pada serabut purkinje dan
14

miokard untuk membuat otot jantung


berkontraksi. Sel-sel facemaker di
subendokard ventrikel dapat
menghasilkan impuls dengan frekuensi
20-40 kali/menit.

4. Curah Jantung
Cardiac Output adalah volume darah yang dipompa oleh tiap-tiap ventrikel
per menit (bukan jumlah total darah yang dipompa oleh jantung). Selama
setiap periode tertentu, volume darah yang mengalir melalui sirkulasi paru
ekuivalen dengan volume yang mengalir melalui sirkulasi sistemik. Dengan
demikian, curah jantung dari kedua ventrikel dalam keadaan normal identik,
walaupun apabila diperbandingkan denyut demi denyut, dapat terjadi variasi
minor. Dua faktor yang mempengaruhi kardiak output adalah kecepatan
denyut jantung (denyut per menit) dan volume sekuncup (volume darah yang
dipompa per denyut). Curah jantung merupakan faktor utama yang harus
diperhitungkan dalam sirkulasi, karena curah jantung mempunyai peranan
penting dalam transportasi darah yang memasok berbagai nutrisi. Curah
jantung adalah jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel selama satu
menit. Nilai normal pada orang dewasa adalah 5 L/mnt.

CO = SV x HR

Volume sekuncup adalah sejumlah darah yang disemburkan setiap denyut.


Maka curah jantung dapat dipengaruhi oleh perubahan volume sekuncup
maupun frekuensi jantung. Frekuensi jantung istirahat pada orang dewasa
rata-rata 60 sampai 80 denyut/menit dan rata-rata volume sekuncup 70
ml/denyut. Perubahan frekuensi jantung dapat terjadi akibat kontrol refleks
yang dimediasi oleh sistem saraf otonom, meliputi bagian simpatis dan
parasimpatis. Impuls parasimpatis, yang berjalan ke jantung melalui nervus
vagus, dapat memperlambat frekuensi jantung, sementara impuls simpatis
meningkatkannya. Efeknya terhadap frekwensi jantung berakibat mulai dari
aksi pada Nodus SA untuk meningkatkan maupun menurunkan kecepatan
depolarisasi intrinsiknya. Keseimbangan antara kedua refleks tadi mengontrol
sistem yang normalnya menentukan frekuensi jantung. Frekuensi jantung
15

dirangsang juga oleh peningkatan kadar katekolamin (yang disekresikan oleh


kelenjar adrenal) dan oleh adanya kelebihan hormon tiroid yang
menghasilkan efek menyerupai katekolamin. Volume sekuncup jantung
ditentukan oleh tiga faktor :

Tabel 2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi volume sekuncup jantung

Faktor-faktor yang mempengaruhi Penjelasan

1. Kontraktilitas intrinsik otot jantung Kontraksi intrinsik otot jantung adalah


istilah yang digunakan untuk
menyatakan tenaga yang dapat
dibangkitkan oleh kontraksi
miokardium pada kondisi tertentu.
Kontraksi ini dapat meningkat akibat
katekolamin yang beredar, aktivitas
saraf simpatis dan berbagai obat
seperti digitalis serta dapat menurun
akibat hipoksemia dan asidosis.
Peningkatan kontraktilitas dapat
terjadi pada peningkatan volume
sekuncup.

2. Derajat peregangan otot jantung Preload merupakan tenaga yang


sebelum kontraksi (preload) menyebabkan otot ventrikel
meregang sebelum mengalami
eksitasi dan kontraksi. Preload
ventrikel ditentukan oleh volume
darah dalam ventrikel pada akhir
diastolik. Semakin besar preload,
semakin besar volume sekuncupnya,
sampai pada titik dimana otot
sedemikian teregangnya dan tidak
mampu berkontraksi lagi. Hubungan
antara peningkatan volume akhir
diastolik ventrikel pada kontraktilitas
intrinsik tertentu dinamakan hukum
16

starling jantung, yang didasarkan


pada kenyataan bahwa semakin
besar pula derajat pemendekan yang
akan terjadi. Akibatnya terjadi
peningkatan interaksi antara
sarkomer filamen tebal dan tipis.

3. Tekanan yang harus dilawan otot Afterload adalah suatu tekanan yang
jantung untuk menyemburkan harus dilawan ventrikel untuk
darah selama kontraksi menyemburkan darah. Tahanan
(afterload). terhadap ejeksi ventrikel kiri
dinamakan tahanan vaskuler
sistemik. Tahanan oleh tekanan
pulmonal terhadap ejeksi ventrikel
dinamakan tahanan vaskuler
pulmonal. Peningkatan afterload
akan mengakibatkan penurunan
volume sekuncup.
17

5. Interpretasi EKG
Tabel 2.7 Interpretasi EKG

INTERPRESTASI EKG
Gelombang P: depolarisasi atrium
Gelombang Q: depolarisasi di berkas his
Gelombang R: depolarisasi menyebar dari bagian dalam ke bagian
luar dasar ventrikel
Segmen PR: waktu yang dibutuhkan oleh impuls dari SA node ke AV
node; terjadi perlambatan AV node
Gelombang S: depolarisasi menyebar naik dari bagian dasar
ventrikel
Kompleks QRS: depolarisasi ventrikel
Segmen ST: waktu sejak akhir depolarisasi ventrikel sebelum terjadi
repolarisasi (fase plateau); saat terjadi kontraksi & pengosongan
ventrikel
Gelombang T: repolarisasi atrium
Interval TP: waktu saat terjadinya relaksasi & pengisian ventrikel
18

Tabel 2.8 Aksis listrik jantung

aVL aVF Posisi Lihat Lead Axis (derajat)

+ + Intermediet sama tinggi 30

lebih tinggi aVF 40


No Lokasi Gambaran EKG 20

- + Vertikal Lead I = 0 90

Lead I = + 80

Lead I = - 100

+ - Horizontal Lead II = 0 -30

Lead II = + -20

Lead II = - -40

0 + Semi vertikal 60

+ 0 Semi horisontal 0

Tabel 2.9 Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG:

NO Lokasi Gambaran EKG

1 Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-


V4/V5
2 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-
V3
3 Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-
V6 dan I dan aVL
4 Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-
V6 dan inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang
Q di I dan aVL
5 Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).
6 Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
dan aVF
7 Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
aVF, V1-V3
19

8 True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST


depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2
9 RV Infraction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).
Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam
pertama infark.

C. Konsep dasar Penyakit CHF (Congestive Heart Disease)


1. Pengertian
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan
sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini
mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah
lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot
jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk
waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu
memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan
menahan air dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan
dalam beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya
sehingga tubuh klien menjadi bengkak (congestive) (Udjianti, 2010).

Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa


kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/ kemampuannya
hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal
(Mansjoer dan Triyanti, 2007). Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan
abnormalitas dari struktur atau fungsi jantung sehingga mengakibatkan
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke jaringan dalam
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Darmojo, 2004 & Ardini, 2007).
20

Gambar 2.1 Jantung normal dan Jantung heart failure

2. Klasifikasi
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4
kelas (Mansjoer dan Triyanti, 2007)

Tabel 2.7 Klasifikasi Congestive Heart Failure


Kelas Gejala

Kelas I (Mild) Tidak ada gejala pada setiap tingkat


tenaga dan tidak ada Universitas
Sumatera Utara pembatasan dalam
kegiatan fisik biasa.
Kelas II (Mild) Gejala ringan dan keterbatasan
sedikit selama kegiatan rutin.
Nyaman saat istirahat.
Kelas III (Moderate) Akibat gejala terlihat keterbatasan,
bahkan selama aktivitas minimal.
Nyaman hanya saat istirahat
Kelas IV (berat) Keterbatasan aktivitis. Pengalaman
gejala bahkan sementara pada saat
istirahat (duduk di kursi atau
menonton TV).
21

Klasifikasi diatas menjadi acuan dalam penggolongan tingkatan gagal


jantung. Black & Hawks (2009) membagi gagal jantung menjadi 4 tingkatan.
Gagal jantung tingkat pertama atau disebut dengan istilah disfungsi otot
jantung asimtomatik dengan gagal jantung ringan merupakan penderita yang
sesuai dengan kelas I/II NYHA. Gagal jantung tingkat kedua atau disebut
dengan istilah gagal jantung ringan ke sedang merupakan penderita yang
sesuai dengan kelas II/III NYHA. Gagal jantung tingkat ketiga atau disebut
dengan istilah gagal jantung lanjut merupakan penderita dengan kelas III/IV
NYHA. Gagal jantung tingkat keempat atau disebut dengan gagal jantung
berat dengan fase dekompe nsasi yang berkelanjutan merupakan penderita
dengan kelas III/IV NYHA.

3. Etiologi
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif (CHF)
dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu:
a. Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan
anemia kronis/ berat.
b. Faktor interna (dari dalam jantung)
1) Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum
Defect (ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
2) Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
3) Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
4) Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut

4. Patofisiologi
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi
baik pada jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel
berkurang akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat
meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua
ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang serabut
miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi
singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi
ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa berfungsi dengan baik
tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan
dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya
tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan
dan timbul edema paru atau edema sistemik.
22

Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan


tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa
sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan
memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena; yang
akan meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya meningkatkan
preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan
cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu,
takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya
iskemia pada pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan
peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.

Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer.


Adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital,
tetapi jika aktivasi ini sangat meningkat malah akan menurunkan aliran ke
ginjal dan jaringan. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah
penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus,
yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin-
angiotensin-aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan
resistensi vaskuler perifer selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri
sebagaimana retensi sodium dan cairan. Gagal jantung berhubungan dengan
peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi, yang juga bersifat
vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi
peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang
menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan
vasodilator.
23

D. Konsep Dasar Asuhan Keperawatn dengan Masalah Kebutuhan Dasar


Gangguan Rasa Nyaman; Nyeri
1. Konsep Dasar Nyeri
Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, universal, dan bersifat individual
terhadap sensasi nyeri beragam dan tidak bisa disamakan satu sama lain
(Asmadi, 2008). Nyeri merupakan keadaan ketika individu mengalami sensasi
ketidaknyamanan dalam merespons suatu rangsangan yang tidak
menyenangkan (Lynda Juall, 2012). Nyeri akut adalah pengalaman sensori
dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan
jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan
sedemikian rupa (International Association for the Study of Pain), serangan
yang tiba-tiba atau lambat dari intesitas ringan hingga berat dengan akhir
yang dapat diantidipasi atau diprediksi dan berlangsung < 6 bulan (NANDA,
2012).

Nyeri kronis adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenan
gkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau
digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International Association
for the Study of Pain), serangan yang tiba-tiba atau lambat dari intesitas
ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantidipasi atau diprediksi dan
berlangsung > 6 bulan (NANDA, 2012).

2. Fisiologi Nyeri
Menurut Mubarak (2007) sistem saraf perifer terdiri atas saraf sensorik primer
yang khusus bertugas mendeteksi kerusakan jaringan dan membangkitkan
sensasi sentuhan panas, dingin, nyeri, dan tekanan. Reseptor yang bertugas
merambatkan sensasi nyeri disebut resiseptor. Menurut Tamsuri (2006)
reseptor nyeri (nosiseptor) adalah organ tubuh yang berfungsi untuk
menerima rangsangan nyeri. Organ tubuh yang berperan dalam reseptor
nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap
stimulus kuat yang secara potensial merusak.

Berdasarkan letaknya nosisepter dapat dikelompokkan dalam beberapa


bagian tubuh yaitu pada kulit (kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan
didaerah viseral. Didalam tubuh manusia terdapat dua macam tansmiter
24

impuls nyeri yang berfungsi untuk menghantarkan sensasi nyeri dan sensasi
yang lain seperti dingin, hangat, sentuhan, dan sebagainya. Neuroregulator
atau substansi yang berperan dalam transmisi stimulus saraf yang terdiri dari
dua yaitu neurotransmiter dan neuromodulator. Neurotransmiter mengirimkan
impuls-impuls elektrik melewati rongga sinaps antara dua serabut saraf, dan
dapat bersifat sebagai penghambat atas dapat pula mengeksitasi.
Sedangkan neuromodulator bekerja secara tidak langsung dengan
meningkatkan atau menurunkan efek partikuler neurotransmiter (Tamsuri,
2006).

3. Klasifkasi nyeri
Menurut Prasetyo (2010), nyeri diklasifikasikan berdasarkan jenis nyeri yaitu:
a. Nyeri Akut
Nyeri akut terjadi setelah cidera akut, penyakit, atau intervensi bedah dan
memiliki awitan yang cepat dengan intensitas yang bervariatif (ringan sampai
berat) dan berlangsung dengan waktu yang singkat. Fungsi nyeri akut adalah
untuk memberi peringatan akan cidera atau penyakit yang akan datang. Nyeri
akut biasanya menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah area yang
rusak pulih kembali. Nyeri akut berdurasi singkat (kurang dari 6 bulan),
biasanya akibat dari trauma, bedah, atau inflamasi. Contonya seperti sakit
kepala, sakit gigi, tertusuk jarum, terbakar, nyeri otot, nyeri saat melahirkan,
nyeri sesudah tindakan pembedahan (Prasetyo, 2010).

b. Nyeri Kronis
Nyeri kronis berlangsung lebih lama dari nyeri akut (lebih dari 6 bulan),
dengan intensitas bervariasi yaitu ringan sampai berat, penderita kanker
maligna biasanya akan merasakan nyeri kronis terus menerus dan
berlangsung sampai kematian. Nyeri kronis dibedakan dalam dua kelompok
besar yaitu nyeri kronis maligna dan nyeri kronis non maligna.
Menurut Tamsuri (2006), nyeri diklasifikasikan berdasarkan lokasi nyeri yaitu:
1) Nyeri kutaneus (superficial) Biasanya timbul akibat stimulasi terhadap kulit
seperti pada laserasi, luka bakar. Memiliki durasi yang pendek,
terlokalisir, dan memiliki sensasi yang tajam.
2) Nyeri somatis dalam (deep somatic pain) Nyeri yang terjadi pada otot dan
tulang serta struktur penyokong lainnya, bersifat tumpul dan distimulasi
dengan adanya peregangan dan iskemia.
25

3) Nyeri viseral Disebabkan oleh kerusakan organ internal, nyeri bersifat


difus (singkat) dan durasi cukup lama. Sensasi yang timbul biasanya
tumpul.
4) Nyeri sebar (radiasi) Sensasi nyeri meluas dari daerah asal kejaringan
sekitar. Nyeri biasanya dirasakan saat berjalan/bergerak, bersifat
intermiten atau konstan.
5) Nyeri fantom Nyeri khusus yang dirasakan oleh pasien yang mengalami
amputasi. Nyeri dipersepsi berada pada organ yang telah diamputasi
seolah-olah organnya masih ada.
6) Nyeri alih (reffered pain) Timbul akibat nyeri viseral yang menjalar ke
organ lain, sehingga dirasakan nyeri pada beberapa tempat atau lokasi.

4. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri


Menurut Prasetyo (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri diantaranya
sebagai berikut :
Tabel 2.6 Faktor-faktor yang mempegaruhi nyeri
Factor Yang Keterangan
Mempengaruhi
Nyeri
Usia Menurut Potter & Perry adalah variabel penting yang
mempengaruhi nyeri terutama pada anak dan orang
dewasa. Anak belum bisa mengungkapkan nyeri,
sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada
anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika
sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi
Jenis kelamin Gill mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak
mempunyai perbedaan secara signifikan mengenai
respon mereka terhadap nyeri. Masih diragukan bahwa
jenis kelamin merupakan faktor yang berdiri sendiri
dalam ekspresi nyeri.
Budaya Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara
individu mengatasi nyeri (Calvillo & Flaskerud, 1991).
Ansietas Ansietas yang relevan atau berhubungan dengan
nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap
nyeri. Ansietas yang tidak berhubungan dengan nyeri
dapat mendistraksi pasien dan secara aktual dapat
26

menurunkan persepsi nyeri. Secara umum, cara yang


efektif untuk menghilangkan nyeri adalah dengan
mengarahkan pengobatan nyeri untuk mengurangi
ansietas
Pengalaman masa Seringkali individu yang lebih berpengalaman dengan
lalu dengan nyeri
nyeri yang dialaminya, makin takut individu tersebut
terhadap peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan.
Individu ini mungkin akan lebih sedikit mentoleransi
nyeri, akibatnya ia ingin nyerinya segera reda sebelum
nyeri tersebut menjadi lebih parah. Reaksi ini hampir
pasti terjadi jika individu tersebut mengetahui ketakutan
dapat meningkatkan nyeri dan pengobatan yang tidak
adekuat, cara seseorang berespon terhadap nyeri
adalah akibat dari banyak kejadian nyeri selama rentang
kehidupannya
Efek placebo Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespon
terhadap pengobatan atau tindakan lain karena sesuatu
harapan bahwa pengobatan tersebut benar-benar
bekerja. Menerima pengobatan atau tindakan saja
sudah merupakan efek positif.
Harapan positif pasien tentang pengobatan dapat
meningkatkan keefektifan medikasi atau intervensi
lainnya serta hubungan pasien perawat yang positif
dapat juga menjadi peran yang amat penting dalam
meningkatkan efek plasebo Keluarga dan Support Sosial
Pola koping Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalani
perawatan di rumah sakit adalah hal yang sangat tak
tertahankan. Secara terus-menerus klien kehilangan
kontrol dan tidak mampu untuk mengontrol lingkungan
termasuk nyeri. Klien sering menemukan jalan untuk
mengatasi efek nyeri baik fisik maupun psikologis.
Penting untuk mengerti sumber koping individu selama
nyeri. Sumber-sumber koping ini seperti berkomunikasi
dengan keluarga, latihan dan mendengarkan music atau
bernyanyi dapat digunakan sebagai rencana untuk
mensupport klien dan menurunkan nyeri klien.
27

5. Skala Pengukuran Nyeri / Intensitas Nyeri


Intensitas nyeri adalah gambaran seberapa parah nyeri yang dirasakan oleh
indvidu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual, nyeri dalam
intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda
(Tamsuri, 2006)
a. Skala Numerik (Numerical Rating Scale, NRS)
Digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian. Pasien menilai nyeri
dengan skala 0 sampai 10, angka 0 diartikan tidak merasa nyeri, angka 10
diartikan nyeri yang paling berat yang pernah dirasakan (Prasetyo, 2010).
b. Skala Analog Visual (Visual Analog Scale, VAS)
Merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus
menurus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala
ini memberi kebebasan pada pasien untuk mengidentifikasi tingkat keparahan
nyeri yang ia rasakan. Skala analog visual merupakan pengukur keparahan
nyeri yang lebih sensitif karena pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada
rankaian, dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Prasetyo,
2010).

Tidak ada nyeri Nyeri paling hebat

E. Konsep Dasar keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajan nyeri yang faktual/terkini, lengkap, dan akurat akan memudahkan
perawat dalam menetapkan data dasar, menegakkan diagnosa,
merencanakan terapi pengobatan, dan memudahkan dalam mengevaluasi.
Terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan seoang perawat
dalam memulai pengkajian respon nyeri (Prasetyo, 2010).
28

Dorvan & Girton (1984) dalam Prasetyo (2010) mengidentifikasi komponen


tersebut diantaranya penentuan ada tidaknya nyeri, dalam melakukan
pengkajian nyeri, perawat harus mempercayai ketika pasien melaporkan
adanya nyeri, walaupun pada saat observasi perawat tidak menemukan luka
atau cidera. Setiap nyeri yang dilaporkan pasien adalah nyata, tetapi ada
sebagian pasien menyembunyikan nyerinya untuk menghindari pengobatan.
Menurut Prasetyo (2010), karakteristik nyeri dibagi dalam beberapa metode
P, Q, R, S, T, yaitu:
a. Faktor Pencetus (P: provocate), perawat mengkaji tentang penyebab
atau stimulasi nyeri pada pasien. Perawat melakukan observasi dibagian
tubuh yang mengalami cidera. Apabila perawat mencurigai adanya nyeri
psikogenik maka perawat dapat mengeksplorasikan perasaan pasien
dengan menanyakan perasaan apa yang dapat mencetus nyeri.
b. Kualitas (Q: quality), kualitas nyeri adalah hal yang subjektif yang
diungkapkan pasien, pasien sering mendeskripsikan nyeri dengan
kalimat: berdenyut, tajam, tumpul, bepindah-pindah, perih, seperti
tertindih, tertusuk. Tiap-tiap pasien berbeda dalam melaporkan kualitas
nyeri yang dirasakan.
c. Lokasi (R: region), mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta pada
pasien untuk menunjukkan semua bagian/daerah yang dirasakan nyeri
oleh pasien. Untuk melokalisi nyeri lebih spesifik, maka perawat dapat
meminta pasien untuk melacak daerah nyeri dari titik yang paling nyeri,
apabila nyeri bersifat difus (menyebar) maka kemungkinan akan sulit
untuk dilacak.
d. Keparahan (S: severe), tingkat keparahan pasien tentang nyeri
merupakan karakteristik yang paling subjektif. Pada pengkajian ini pasien
disuruh menggambarkan nyeri yang dirasakannya sebagai nyeri ringan,
sedang, berat. Kesulitannya adalah makna dari setiap istilah berbeda bagi
perawat dan pasien, tidak ada batasan khusus yang membedakan antara
nyeri ringan, sedang, berat. Ini juga disebabkan karena pengalaman nyeri
setiap orang berbeda-beda.
e. Durasi (T: time), perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan
durasi, awitan, dan rangkaian nyeri, misalnya menanyakan kapan nyeri
mulai dirasakan?, sudah berapa lama nyeri dirasakan?, apakah nyeri
yang dirasakan terjadi pada waktu yang sama setiap hari?, seberapa
sering nyeri kambuh?.
29

2. Pemeriksaan fisik
a. B1 (Breathing)
Klien terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal dan mengeluh
sesak napas seperti tercekik. Dispnea kardiak biasanya ditemukan.
Sesak napas terjadi akibat pengerahan tenaga dan disebabkan oleh
kenaikan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri yang meningkatkan tekanan
vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan peningkatan
curah darah oleh ventrikel kiri pada saat melakukan kegiatan fisik.
Dispnea kardiak pada infark miokardium yang kronis dapat timbul pada
saat istirahat.
b. B2 (Blood)
(1) Inspeksi
Inspeksi adanya jaringan parut pada dada klien. Keluhan lokasi nyeri
biasanya di daerah substernal atau nyeri atas pericardium.
Penyebaran nyeri dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri dan
ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
(2) Palpasi
Denyut nadi perifer melemah. Thrill pada IMA tanpa komplikasi
biasanya tidak ditemukan.
(3) Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume
sekuncup yang disebabkan IMA. Bunyi jantung tambahan akibat
kelainan katup biasanya tidak ditemukan pada IMA tanpa komplikasi
(4) Perkusi : Batas jantung tidak mengalami pergeseran.

c. B3 (Brain)
Kesadaran umum klien biasanya Compos Mentis. Pengkajian objektif
klien, yaitu wajah meringis, menangis, merintis, merenggang, dan
menggeliat yang merupakan respons dari adanya nyeri dada akibat infark
pada miokardium. Tanda klinis lain yang ditemukan adalah takikardia,
dispnea pada saat istirahat maupun saat beraktivitas.

d. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine dengan intake cairan klien. Oleh karena
itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria pada klien dengan IMA
karena merupakan tanda awal syok kardiogenik.
30

e. B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi abdomen
ditemukan nyeri tekan pada keempat kuadran, penurunan peristaltic usus
yang merupakan tanda utama IMA.

f. B6 (Bone)
Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Klien sering merasa
kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap, dan jadwal
olahraga teratur, perubahan postur tubuh. Kaji higienis personal klien
dengan menanyakan apakah klien mengalami kesulitan melakukan tugas
perawatan diri.

5. Analisa Data
Menurut Potter dan Perry (2005) dalam Prasetyo (2010), penegakan
diagnosa keperawatan yang akurat untuk pasien yang mengalami nyeri
dilakukn berdasarkan pengumpulan dan analisis data yang cermat. Terdapat
dua diagnosa keperawatan utama yang dapat digunakan untuk
menggambarkan nyeri yaitu nyeri akut dan nyeri kronis. Data subjektif adalah
data yang didapatkan dari pasien berupa suatu ungkapan terhadap situasi
atau kejadian yang dialami pasien tersebut. Informsi tersebut tidak bisa
ditentukan oleh perawat. Data objektif adalah data yang dapat diobservasi
dan diukur, diperoleh dengan menggunakan panca indra selama
pemeriksaan fisik misalnya frekunensi nadi, pernafasan, tekanan darah, berat
badan, tinggi badan, suhu, tingkat kesadaran (Prasetyo, 2010)

Tabel 2.8 Contoh analisa data berdasarkan Nanda, Nic, dan Noc
Data Masalah Diagnosa
keperawatan Keperawatan
Data Subjektif: Nyeri Akut Nyeri akut /d luka
Mengungkapkan secara verbal atau post operasi
melaporkan nyeri dengan isyarat
Data objektif:
Posisi untuk menghindari nyeri
Perubahan tonus otot (rentang dari
lemas tidak bertenanga sampai
kaku)
31

Respon autonomik (diaforesisi,


perubahan tekanan darah,
pernafasan, nadi, dilatasi pupil)
Perilaku distraksi (melakuan
aktifitas lain)
Perilaku ekspresif (gelisah,
merintih, menangis, menghela
nafas panjang)
Wajah topeng

6. Rumusan Masalah
Contoh diagnosa keperawatan Nanda untuk Nyeri (Potter & Perry, 2005).

Ansietas yang berhubungan dengan nyeri yang tidak hilang


Nyeri yang berhubungan dengan:
- Cedera fisik atau trauma
- Penurunan suplai darah ke jantung
- Proses melahirkan normal
Nyeri kronik yang berhubungan dengan:
- Jaringan parut
- Kontrol nyeri yang tidak adekuat
Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan: - Nyeri maligna kronis
Ketidakefektipan koping individu berhubungan dengan:
- Nyeri muskuloskeletal
- Nyeri insisi
Risiko cidera berhubungan dengan:
- Penurunan resepsi nyeri
Difisit perawatan diri berhubungan dengan:
- Nyeri muskuloskeletal
Disfungsi seksual berhubungan dengan:
- Nyeri artritis panggul
Gangguan pola tidur berhubungan dengan:
- Nyeri punggung bagian bawah
32

7. Perencanaan
Menurut Potter dan Perry (2005) untuk setiap diaknosa yang telah
teridentifikasi, perawat menegembangkan rencana keperawatn untuk
kebutuhan pasien. Perawat dan pasien bersama-sama mendiskusikan
tentang harapan dan tindakan untuk mengatasi nyeri. Apabila perawat
memberi asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami nyeri maka
tujuan berorientasi pada pasien yang mencakup hal-hal berikut:
a. Pasien mengatakan merasa sehat dan nyaman
b. Pasien mempertahankan kemampuan untuk melakukan perawatan diri
c. Pasien mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki saat ini
d. Pasien menjelaskan faktor-faktor penyebab ia merasa nyeri
e. Pasien menggunakan terapi yang diberikan dirumah dengan aman

Menurut Tamsuri (2006) dan Wilkinson (2011) dalam buku Nic dan Noc,
intervensi yang dapat dilakukan yaitu:
Wilkinson (2011)
Intervensi :
- Lakukan pengkajian nyeri yang Rasional :
komprehensif meliputi lokasi, - Untuk mengetahui sejauh mana
karakteristik, durasi, keparahan nyeri terjadi
nyeri - Mengetahui tingkat skala nyeri
- Minta pasien untuk menilai nyeri pasien
atau ketidakmampuan pada skala 0- - Untuk mengetahui tindakan yang
10 nyaman dilakukan bila nyeri
- Bantu pasien mengidentifikasi muncul
tindakan kenyamanan yang efektif - Untuk mengalihkan rasa nyeri
dimasa lalu, seperti distraksi, yang dialami pasien agar pasien
relaksasi, kompres hangat lupa akan nyerinya dengan
- Bantu pasien untuk lebih berfokus melakukan aktifitas
pada aktifitas, bukan pada nyeri dan - Agar pasien tahu manfaat obat
rasa tidak nyaman dengan yang diberikan kepadanya
melakukan pengalihan melalui sehingga nyeri berkurang
televisi, radio, tape, dan interaksi - Agar perawat lebih mengetahui
dengan pengunjung nyeri yang dialami pasien ketika
- Gunakan pendekatan yang positif nyeri tidak dapat diatas
untuk mengoptimalkan respon Memberikan rasa nyaman
33

pasien terhadap analgesik misalnya,


obat ini akan mengurangi rasa
nyeri anda.
- Intruksikan pasien untuk
menginformasikan kepada perawat
jika peredaan nyeri tidak dapat
dicapai
- Lakukan perubahan posisi
nyaman, ganti linen tempat tidur bila
diperlukan

Tamsuri (2006)
Intervensi : Rasional:
- Kaji derajat nyeri - Dapat menggunakan skala 0-10 -
- Jelaskan penyebab nyeri, berapa Pengatahuan yang memadai
lama nyeri akan berlangsung memberi orientasi tentang penyakit
- Berikan informasi yang akurat yang lebih baik
untuk mengurangi rasa takut - Ketakutan dapat menjadi faktor
- Ajarkan tindakan penururnan nyeri yang meningkatkan sensasi nyeri
noninvasif - Tindakan nyeri noninvasif antara
- Berikan analgetik lain relaksasi, stimulasi kutan,
distraksi
-Mengurangi rasa nyeri

Menetapkan rencana perawatan yang efektif, perawat perlu membina


hubungan yang terapeutik dengan pasien dan memberi penyuluhan nyeri
kepada pasien (Potter & Perry, 2005).

Salah satu Intervensi mengatasi nyeri adalah dengan mengajarkan tentang


teknik non farmakologi : napas dalam, relaksasi, distraksi, kompres
hangat/dingin. Menurut Potter dan perry (2005:1528-1530), teknik relaksasi
memberikan individu dalam mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman
atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri, saat klien mencapai relaksasi
penuh maka persepsi nyeri berkurang.
34

Terapi perilaku koognitif merupakan psikoterapi yang didasarkan pada


pengamatan, asumsi, kepercayaan dan perilaku, dengan tujuan
mempengaruhi emosi negatif sebagai contoh penafsiran yang tidak akurat
terhadap peristiwa nyeri (Priharjo, 1993). Terapi koognitif perilaku secara
umum juga meliputi teknik relaksasi dan pengalihan perhatian. Telah terbukti
terapi koognitif perilaku telah diterima secara luas, karena keefektifannya
terhadap psikoterapi pada yang mengalami gangguan dan masalah
psikologis (Astutiningrum, 2013).

Terapi perilaku koognitif merupakan terapi secara praktik yang berfokus pada
masalah khusus dan bertujuan untuk mengatasi pola perilaku menyimpang
dari pasien penderita nyeri seperti serangan panik, gangguan panik, depresi,
gangguan makan, gangguan obsesive kompulsif gangguan strees setelah
trauma, kemarahan, masalah dalam tidur, syindrom lemah kronis, nyeri
kronis, fobia. (Keefe, F. J, 1996).
a. Teknik Relaksasi
Latihan relaksasi progresif meliputi kombinasi latihan pernafasan yang
terkontrol dan rangkaian kontraksi serta relaksasi kelompok otot. Klien
mulai latihan bernafas dengan perlahan dan menggunakan diagfragma,
sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada
mengembang penuh. Saat klien melakukan pola pernafasan teratur,
perawat mengarahkan klien untuk melokalisasi setiap daerah yang
mengalami ketegangan otot, berfikir bagaimana rasanya, menegangkan
otot sepenuhnya, dan kemudian merelaksasikan otot-otot tersebut.
Kegiatan ini menciptakan sensasi melepaskan ketidaknyamanan dan
stress. Secara bertahap, klien dapat merelaksasi otot tanpa harus
terlebih dahulu menegangkan otot-otot tersebut.

Saat klien mencapai relaksasi penuh, maka persepsi nyeri berkurang


dan rasa cemas yang menyebabkan tekanan darah meningkat terhadap
pengalaman nyeri menjadi minimal. Sehingga pada intervensi penulis
mencantumkan tindakan teknik relaksasi pada klien. Teknik relaksasi
nafas dalam menganjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan
mengisi paru-paru dengan udara, menghembuskannya secara perlahan,
melemaskan otot-otot tangan, kaki, perut dan punggung, serta
mengulangi hal yang sama sambil terus berkonsentasi hingga pasien
merasa nyaman, tenang dan rileks (Uliyah, 2006 : 231).
35

1) Teknik terapi relaksasi yang pertama


Stewart (1996) menjelaskan teknik relaksasi sebagai berikut :
a) Diharapkan klien menarik nafas dalam dan mengisi paru-paru
dengan udara
b) Kemudian perlahan-lahan udara dihembuskan sambil
membiarkan tubuh menjdi kendor dan merasakan betapa
nyaman hal tersebut
c) Selanjutnya klien bernafas beberapa kali dengan irama normal
d) Klien menarik nafas dalam lagi dan menghembuskan pelan-pelan
dan membiarkan hanya kaki dan telapak kaki yang kendor.
Perawat meminta klien mengkonsentrasikan pikiran klien pada
kakinya yang hangat dan ringan
e) Setelah itu klien mengulang langkah ke-4 dan
mengkonsentrasikan pikiran pada lengan, perut, punggung dan
kelompok otot-otot yang lain.

2) Teknik terapi relaksasi yang kedua


a) Kontraksikan masing-masing otot dalam sepuluh kali hitungan
kemudian lemaskan
b) Lakukan latihan di ruangan yang tenang dengan posisi duduk
atau berbaring yang nyaman
c) Lakukan latihan dengan imajinasi yang santai
d) Contoh latihan yang dapat membantu klien :
- Mengangkat bahu, menurunkannya dan
melemaskannya
- Mengepalklan kedua tangan, mengepalkannya dengan kuat
erat selama 5 detik, dan melemaskannya dengan sempurna.

b. Teknik Distraksi
Teknik distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke
stimulus yang lain (Tamsuri, 2007). Priharjo (1993) mengatakan, teknik
distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa aktivitas retikuler
menghambat stimulus nyeri. Jika seseorang menerima input sensori yang
berlebihan dapat menyebabkan terhambatnya implus nyeri ke otak (nyeri
berkurang atau tidak dirasakan oleh pasien). Stimulus yang
menyenangkan dari luar juga dapat merangsang sekresi hormon endorfin,
36

sehingga simulus nyeri yang dirasakan oleh pasien menjadi kurang.


Peredaan nyeri secara umum berhubungan langsung dengan partisipasi
aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang digunakan dan minat
individu dalam stimulus, oleh karena itu, stimulus otak akan lebih efektif
dalam menurunkan nyeri (Tamsuri, 2007)

Distraksi imajinasi
Berdasarkan penggunaannya terdapat beberapa macam teknik imajinasi
terbimbing :
a) Guided walking Imagery : klien dianjurkan mengimajinasikan
pemandangan standar seperti padang rumput, pegunungan, pantai,
dll. Kemudian imajinasi klien dikaji untuk mengetahui sumber konflik
b) Autogenic abeaction : klien diminta untuk memilih sebuah prilaku
negatif yang ada dalam pikirannya kemudian klien
mengungkapkannya secara verbal tanpa batasan. Bila berhasil akan
tampak perubahan pada raut muka/wajah klien
c) Covert sensitization : teknik ini berdasarkan pada paradigma
reinforcment yang menyimpulkan bahwa proses imajinasi dapat
dimodifikasi berdasarkan pada prinsip yang sama dalam modifikasi
perilaku.
d) Covert behaviour Reahearsal : teknik ini mengajak seseorang untuk
mengimajinasikan perilaku koping yang dia inginkan. Teknik yang
dilakukan adalah mengajarkan klien teknik lima jari.
- Pertama-tama pasien dianjurkan untuk fokus dan
mengkonsentrasikan pikirannya kepada masa-masa yang
menyenangkan dalam hidupnya, seperti masa kanak-kanak atau
masa remaja yang menyenangkan.
- Selanjutnya pasien dianjurkan membayangan ketika pasien
memperoleh prestasi yang memuaskan. Contohnya, ketika pasien
mendapatkan juara atau memperoleh penghargaan atas prestasi
yang dicapainya.
- Kemudian pasien diajak membayangkan ketika pasien berada
disuatu tempat yang indah dan sejuk seperti sedang berada di
pegunungan atau tepi pantai, dan lain-lainnya.
- Selanjutnya pasien di ajak membayangkan saat-saat bahagia dan
harmonis ketika pasien berada ditengah-tengah keluarga atau
bersama orang-orang yang disayangi.
37

Anda mungkin juga menyukai