Anda di halaman 1dari 12

I.

Identitas
Nama : Tn. SR
Tanggal lahir : 19 November 1960
Usia : 52 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Luneng Lor, Purworejo
Status : Menikah
No. RM : 24-xx-xx
Tanggal Kunjungan : 16 Oktober 2017

II. Anamnesis
a. Keluhan Utama :

Lendir berbau yang mengalir di belakang tenggorokan memberat sejak 5 hari


yang lalu.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien kontrol datang dengan keluhan lendir berbau yang menglir di belakang
tenggorokan sejak 5 hari yang lalu sehabis pulang dari Umroh. Pasien pertama kali
merasakan keluhan sejak bulan juni yang lalu dan didiagnosis RSK sejak 2 bulan
yang lalu. Keluhan disertai nyeri pada kepala sebelah kanan yang dirasakan terus-
menerus, serta batuk berdahak berwarna putih kental, keluhan hidung tersumbat
sebelah kanan, penurunan penghidu, dan terkadang keluar cairan berbau dari hidung
ketika sujud, demam disangkal. Pasien juga sempat merasakan bindeng dan
mengalami batuk pilek ketika melaksanakan ibadah umroh.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat keluhan serupa disangkal, riwayat alergi disangkal, hipertensi


disangkal, diabetes meiltus disangkal.

d. Riwayat Penyakit keluarga


Riwayat keluhan serupa disangkal, riwayat alergi disangkal.
III. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan Umum: Compos mentis, kesan gizi baik, sakit ringan
- Vital Sign :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36.5
- Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Hidung

Struktur Hasil
Inspeksi Simetris (+)
Deformitas (-)
Sekret (-/-)
Edema (-/-)
Hiperemis (-/-)
Palpasi Nyeri tekan (+/+) pada
daerah kantus kanan.
Krepitasi (-/-)

- Pemeriksaan Rinoskopi Anterior

Examination Right Left

Discharge Mucous discharge Serous discharge (-)


(+) minimal
Bloody discharge (-)
Bloody discharge (-)
Pus discharge (-)
Pus discharge (-)

Conchae Edema (+) Edema (+)


Hyperemic (+) Hyperemic (+)

Hypertrophy (-) Hypertrophy (-)

Septum Deviation (-) Deviation (-)

Perforation (-) Perforation (-)

Laceration (-) Laceration (-)

- Pemeriksaan rinoskopi posterior tidak dilakukan


- Pemeriksaan Orofaring

Examination Findings

Lips Pink, lesion (-)

Buccal Hyperemic (-), stomatitis (-), mass (-)


Mucosa

Tongue Hyperemic (-), mass (-), deformity (-)

Palate Hyperemic (-), mass (-), deformity (-)

Gum Edema (-), Hyperemic (-), deformity (-)

Teeth Caries (-), deformity (-)

Uvula Deviation (-)


Tonsil Enlargement (-), crypt enlargement (-)

Pharynx Hyperemic (-), sekret mukoid di dinding faring (+)

- Pemeriksaan telinga

Ear Right Left

Inspection Deformity (-) Deformity (-)

Discharge (-) Discharge (-)

Edema (-) Edema (-)

Hyperemic (-) Hyperemic (-)

Lesion (-) Lesion (-)

Palpation Tragic pain (-) Tragic pain (-)

Retroauricular pain (-) Retroauricular pain (-)


Examination Right Left

Rinne Normal Normal

Weber No Lateralization

Schwabach Normal Normal

IV. Assessment
- Rhinosinsitis kronis

V. Terapi
- K Diclofenac 50 mg 2x1
- Klindamisin 300 mg S.o.12.h
- Trifed 2x1
Rhinosinusitis Kronis

Rinosinusitis yaitu istilah bagi suatu proses inflamasi yang melibatkan mukosa
hidung dan sinus paranasal. Rinitis dan sinusitis umumnya terjadi bersamaan,
sehingga terminologi saat ini yang lebih diterima adalah rinosinusitis. Rinosinusitis
dibagi menjadi kelompok akut, subakut dan kronik. Sekitar 17,4 % penduduk dewasa
Amerika Serikat (AS) pernah mengidap sinusitis dalam jangka waktu 12 bulan.

Patogenesis dan Etiologi

Kesehatan sinus setiap orang bergantung pada sekresi mukus yang normal
baik dari segi viskositas, volume dan komposisi; transport mukosiliar yang normal
untuk mencegah stasis mukus dan kemungkinan infeksi; serta patensi kompleks
ostiomeatal untuk mempertahankan drainase dan aerasi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi obstruksi ostium tuba antara lain pembengkakan mukosa dan obstruksi
mekanikal yang muncul kebanyakan berasal dari ISPA dan alergi

Kompleks ostiomeatal (KOM) merupakan tempat drainase bagi kelompok


sinus anterior (frontalis, ethmoid anterior dan maksilaris) dan berperan penting bagi
transport mukus dan debris serta mempertahankan tekanan oksigen yang cukup untuk
mencegah pertumbuhan bakteri. Obstruksi ostium sinus pada KOM merupakan faktor
predisposisi yang sangat berperan bagi terjadinya rinosinusitis kronik. Namun
demikian, kedua faktor yang lainnya juga sangat berperan bagi terjadinya rinosinusitis
kronik. Interupsi pada satu atau lebih faktor diatas akan mempengaruhi faktor lainnya
dan kemudian memicu terjadinya kaskade yang berkembang menjadi rinosinusitis
kronik dengan perubahan patologis pada mukosa sinus dan juga mukosa nasal.

Etiologi rinosinusitis akut dan rinosinusitis kronik berbeda secara mendalam.


Pada rinosinusitis akut, infeksi virus dan bakteri patogen telah ditetapkan sebagai
penyebab utama. Namun sebaliknya, etiologi dan patofisiologi rinosinusitis kronik
bersifat multifaktorial dan belum sepenuhnya diketahui; rinosinusitis kronik
merupakan sindrom yang terjadi karena kombinasi etiologi yang multipel.
Manifestasi Klinis

Menurut EP3OS 2007, keluhan subyektif yang dapat menjadi dasar


rinosinusitis kronik adalah:

1) Obstruksi nasal
Keluhan buntu hidung pasien biasanya bervariasi dari obstruksi aliran
udara mekanis sampai dengan sensasi terasa penuh daerah hidung dan
sekitarnya

2) Sekret / discharge nasal


Dapat berupa anterior atau posterior nasal drip

3) Abnormalitas penciuman
Fluktuasi penciuman berhubungan dengan rinosinusitis kronik yang
mungkin disebabkan karena obstruksi mukosa fisura olfaktorius dengan /
tanpa alterasi degeneratif pada mukosa olfaktorius

4) Nyeri / tekanan fasial


Lebih nyata dan terlokalisir pada pasien dengan rinosinusitis akut, pada
rinosinusitis kronik keluhan lebih difus dan fluktuatif.

Anamnesis yang baik juga dapat mengarahkan derajat keparahan dari RSK
dan juga menentukan kualitas hidup dari pasien.

Pemeriksaan rinoskopi anterior dilakukan dengan cahaya lampu kepala yang


adekuat dan kondisi rongga hidung yang lapang (sudah diberi topikal dekongestan
sebelumnya). Dengan rinoskopi anterior dapat dilihat kelainan rongga hidung yang
berkaitan dengan rinosinusitis kronik seperti udem konka, hiperemi, sekret (nasal
drip), krusta, deviasi septum, tumor atau polip. Rinoskopi posterior bila diperlukan
untuk melihat patologi di belakang rongga hidung.

Diagnosis

Diagnosis rinosinusitis kronik tanpa polip nasi (pada dewasa) berdasarkan


EP3OS 2012 ditegakkan berdasarkan penilaian subyektif, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lainnya. Penilaian subyektif berdasarkan pada keluhan,
berlangsung lebih dari 12 minggu:
- Inflamasi pada nasal dan sinus paranasal yang ditandai dengan 2
atau lebih simptom, di manasalah satunya adalah blokade
nasal/obstruksi/kongesti atau discar nasal (anterior/posterior nasal
drip)
- Nyeri wajah / tekanan, nyeri kepala dan
- Penurunan / hilangnya penciuman
Yang didukung dengan demonstrable disease atau tanda endoskopi
seperti:
- Polip nasi dan/atau
- Sekret mukopurulen primer dari meatus media dan/atau
- Edema/obstruksi mukosa primer dari meatus media
Dan atau
- Perubahan pada CT Scan
- Perubahan mukosa pada KOM
Pemeriksaan fisik yang dilakukan mencakup rinoskopi anterior dan posterior.
Yang menjadi pembeda antara kelompok rinosinusitis kronik tanpa dan dengan nasal
polip adalah ditemukannya jaringan polip / jaringan polipoid pada pemeriksaan
rinoskopi anterior. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain endoskopi
nasal, sitologi dan bakteriologi nasal, pencitraan (foto polos sinus, transiluminasi, CT-
scan dan MRI), pemeriksaan fungsi mukosiliar, penilaian nasal airway, fungsi
penciuman dan pemeriksaan laboratorium. CT Scan merupakan baku emas bagi
pencitraan pada RSK, di mana dapat ditemukan penebalan mukosa difus, perubahan
tulang dan air fluid level.
Manajemen RSK

Berdasarkan Amerian Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery,


RSK harus diterapi maksimal dengan medikasi, walaupun tidak ada standar terapi
yang baku, yang mana berhubungan dengan heterogenesitas penyakit, seperti terlihat
pada variasi CRSwNP, CRsNP, allergic fungal rhinosinusitis dan RSK dengan
penyakit istemik lainnya.

Terapi medikamentosa memegang peranan dalam penanganan rinosinusitis


kronik yakni berguna dalam mengurangi gejala dan keluhan penderita, membantu
dalam diagnosis rinosinusitis kronik (apabila terapi medikamentosa gagal maka
cenderung digolongkan menjadi rinosinusitis kronik) dan membantu memperlancar
kesuksesan operasi yang dilakukan. Pada dasarnya yang ingin dicapai melalui terapi
medikamentosa adalah kembalinya fungsi drainase ostium sinus dengan
mengembalikan kondisi normal rongga hidung.

Jenis terapi medikamentosa yang digunakan untuk rinosinusitis kronik tanpa


polip nasi pada orang dewasa antara lain:

1. Antibiotika, merupakan modalitas tambahan pada rinosinusitis kronik mengingat


terapi utama adalah pembedahan. Jenis antibiotika yang digunakan adalah
antibiotika spektrum luas antara lain:
a. Amoksisilin + asam klavulanat
b. Sefalosporin: cefuroxime, cefaclor, cefixime
c. Florokuinolon : ciprofloksasin
d. Makrolid : eritromisin, klaritromisin, azitromisin
e. Klindamisin
f. Metronidazol
2. Antiinflamasi dapat menggunakan kortikosteroid topikal atau oral
3. Terapi penunjang lainnya meliputi:
a. Dekongestan oral/topikal yaitu golongan agonis -adrenergik
b. Antihistamin
c. Stabilizer sel mast, sodium kromoglikat, sodium nedokromil
d. Mukolitik
e. Antagonis leukotrien
f. Imunoterapi
g. Lainnya: humidifikasi, irigasi dengan salin, olahraga, avoidance terhadap
iritan dan nutrisi yang cukup
Terapi pembedahan dapat dilakukan pada RSK baik dengan polip maupun non
polip apabila pengobatan dengan medikamentosa tidak memberikan perbaikan.
Teknik ang digunakan bisa secara ekstranasal maupun secara endoskopi
menggunakan teknik FESS.
REFLEKSI KASUS:

RINOSINUSITIS KRONIS

Pembimbing:

Dr. Bambang Udji

Disusun Oleh:

Artaria Nuraini

KEPANITERAAN KLINIK ILMU THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

RSUP DR. SARDJITO


Referensi

Cain, Rachel B, L. D. (2013). Update on the management of chronic Rhinosinusitis. Dove


Press, 6, 114.

Fokkens, W., Lund, V., & Mullol, J. (2007). European Position Paper on Rhinosinusitis and
Nasal Polyps. Rhinology, (20), 1136.

Mascarenhas, J. G., da Fonseca, V. M. G., Chen, V. G., Itamoto, C. H., da Silva, C. A. P.,
Gregrio, L. C., & Kosugi, E. M. (2013). Long-term outcomes of endoscopic sinus
surgery for chronic rhinosinusitis with and without nasal polyps. Brazilian Journal of
Otorhinolaryngology, 79(3), 306311.

Meltzer EO, H. D. (2011). Rhinosinusitis Diagnosis and Management for the Clinician: Mayo
Clinic Proceeding, 86(5), 427443.

Mustafa, M., Patawari, P., Shimmi, S. C., Hussain, S. S., & Sien, M. M. (2015). Acute and
Chronic Rhinosinusitis , Pathophysiology and Treatment, 4(2), 3036.

Anda mungkin juga menyukai