Pretest Kulit
Pretest Kulit
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin RSUDTugurejo Semarang
Disusun Oleh :
Ita Purwanti H2A011024
Miftakhun Nissa H2A011029
Tuti Hadiyanti H2A011045
1. Epidermis
Epidermis merupakan bagian kulit paling luar yang paling menarik
untuk diperhatikan dalam perawatan kulit, karena kosmetik dipakai pada
bagian epidermis. Ketebalan epidermis berbeda-beda pada berbagai bagian
tubuh, yang paling tebal berukuran 1 milimeter pada telapak tangan dan
telapak kaki, dan yang paling tipis berukuran 0,1 milimeter terdapat pada
kelopak mata, pipi, dahi dan perut. Sel-sel epidermis disebut keratinosit.
Epidermis melekat erat pada dermis karena secara fungsional epidermis
memperoleh zat-zat makanan dancairan antar sel dari plasma yang
merembes melalui dinding-dinding kapiler dermis ke dalam epidermis.
Pada epidermis dibedakan atas lima lapisan kulit, yaitu :
a. Lapisan tanduk (stratum corneum), merupakan lapisan epidermis
paling atas, dan menutupi semua lapisan epiderma lebih ke dalam.
Lapisan tanduk terdiri atas beberapa lapis sel pipih, tidak memiliki
inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat
sedikit mengandung air. Lapisan tanduk sebagian besar terdiri atas
keratin yaitu sejenis protein yang tidak larut dalam air dan sangat
resisten terhadap bahan-bahan kimia, dikenal dengan lapisan horny.
Lapisan horny, terdiri dari milyaran sel pipih yang mudah terlepas dan
digantikan sel baru setiap 4 minggu, karena usia setiap sel biasanya 28
hari. Pada saat terlepas, kondisi kulit terasa sedikit kasar. Proses
pembaruan lapisan tanduk, terus berlangsung sepanjang hidup,
menjadikan kulit ari memiliki self repairing capacity atau kemampuan
memperbaiki diri. Dengan bertambahnya usia, proses keratinisasi
berjalan lebih lambat. Ketika usia mencapai sekitar 60-tahunan, proses
keratinisasi membutuhkan waktu sekitar 45-50 hari, akibatnya lapisan
tanduk yang sudah menjadi kasar, lebih kering, lebih tebal, timbul
bercak putih karena melanosit lambat bekerjanya dan penyebaran
melanin tidak lagi merata serta tidak lagi cepat digantikan oleh lapisan
tanduk baru. Daya elastisitas kulit pada lapisan ini sangat kecil, dan
lapisan ini sangat efektif untuk mencegah terjadinya penguapan air
dari lapis-lapis kulit lebih dalam sehingga mampu memelihara tonus
dan turgor kulit. Lapisan tanduk memiliki daya serap air yang cukup
besar.
b. Lapisan bening (stratum lucidum) disebut juga lapisan barrier,
terletak tepat di bawah lapisan tanduk, dan dianggap sebagai
penyambung lapisan tanduk dengan lapisan berbutir. Lapisan bening
terdiri dari protoplasma sel-sel jernih yang kecil-kecil, tipis dan
bersifat translusen sehingga dapat dilewati sinar (tembus cahaya).
Lapisan ini sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki.
Proses keratinisasi bermula dari lapisan bening.
c. Lapisan berbutir (stratum granulosum) tersusun oleh sel-sel
keratinosit berbentuk kumparan yang mengandung butir-butir dalam
protoplasmanya, berbutir kasa dan berinti mengkerut. Lapisan ini
paling jelas pada kulit telapak tangan dan kaki.
d. Lapisan bertaju (stratum spinosum) disebut juga lapisan malphigi
terdiri atas sel-sel yang saling berhubungan dengan perantaraan
jembatan-jembatan protoplasma berbentuk kubus. Jika sel-sel lapisan
saling berlepasan, maka seakan-akan selnya bertaju. Setiap sel berisi
filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein. Sel-sel pada
lapisan taju normal, tersusun menjadi beberapa baris. Bentuk sel
berkisar antara bulat ke bersudut banyak (polygonal), dan makin ke
arah permukaan kulit makin besar ukurannya. Di antara sel-sel taju
terdapat celah antar sel halus yang berguna untuk peredaran cairan
jaringan ekstraseluler dan pengantaran butir-butir melanin. Sel-sel di
bagian lapis taju yang lebih dalam, banyak yang berada dalamsusunan
kimiawi yang khas; inti-inti sel dalam bagian basal lapis taju
mengandung kolesterol, asam amino dan glutation.
e. Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale)
merupakan lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel
torak (silinder) dengan kedudukan tegak lurus terhadap permukaan
dermis. Alas sel-sel torak ini bergerigi dan bersatu dengan lamina
basalis di bawahnya. Lamina basalis yaitu struktur halus yang
membatasi epidermis dengan dermis. Pengaruh lamina basalis cukup
besar terhadap pengaturan metabolisme demoepidermal dan fungsi-
fungsi vital kulit. Di dalam lapisan ini sel-sel epidermis bertambah
banyak melalui mitosis dan sel-sel tadi bergeser ke lapisan-lapisan
lebih atas, akhirnya menjadi sel tanduk. Di dalam lapisan benih
terdapat pula sel-sel bening (clear cells, melanoblas atau melanosit)
pembuat pigmen melanin kulit.
2. Dermis
Kulit jangat atau dermis menjadi tempat ujung saraf perasa, tempat
keberadaan kandung rambut, kelenjar keringat, kelenjar-kelenjar palit atau
kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh darah dan getah bening, dan otot
penegak rambut (muskulus arektor pili). Sel-sel umbi rambut yang berada
di dasar kandung rambut, terus-menerus membelah dalam membentuk
batang rambut.
Kelenjar palit yang menempel di saluran kandung rambut,
menghasilkan minyak yang mencapai permukaan kulit melalui muara
kandung rambut. Kulit jangat sering disebut kulit sebenarnya dan 95 %
kulit jangat membentuk ketebalan kulit. Ketebalan rata-rata kulit jangat
diperkirakan antara 1-2 mm dan yang paling tipis terdapat di kelopak mata
serta yang paling tebal terdapat di telapak tangan dantelapak kaki. Susunan
dasar kulit jangat dibentuk oleh serat-serat, matriksinterfibrilar yang
menyerupai selai dan sel-sel.
Keberadaan ujung-ujung saraf perasa dalam kulit jangat,
memungkinkan membedakan berbagai rangsangan dari luar. Masing-
masing saraf perasa memiliki fungsi tertentu, seperti saraf dengan fungsi
mendeteksi rasa sakit, sentuhan, tekanan, panas, dan dingin. Saraf perasa
juga memungkinkan segera bereaksi terhadap hal-hal yang dapat
merugikan diri kita. Jika kita mendadak menjadi sangat takut atau sangat
tegang, otot penegak rambut yang menempel di kandung rambut, akan
mengerut dan menjadikan bulu roma atau bulu kuduk berdiri. Kelenjar
palit yan menempel di kandung rambut memproduksi minyak untuk
melumasi permukaan kulit dan batang rambut. Sekresi minyaknya
dikeluarkan melalui muara kandung rambut. Kelenjar keringat
menghasilkan cairan keringat yang dikeluarkan ke permukaan kulit
melalui pori-pori kulit. Di permukaan kulit, minyak dan keringat
membentuk lapisan pelindung yang disebut acid mantel atau sawar asam
dengan nilai pH sekitar 5,5. sawar asammerupakan penghalang alami yang
efektif dalam menangkal berkembang biaknya jamur, bakteri dan berbagai
jasad renik lainnya di permukaan kulit. Keberadaan dan keseimbangan
nilai pH, perlu terus-menerus dipertahankan dan dijaga agar jangan sampai
menghilang oleh pemakaian kosmetika.
Pada dasarnya dermis terdiri atas sekumpulan serat-serat elastis
yang dapat membuat kulit berkerut akan kembali ke bentuk semula dan
serat protein ini yang disebut kolagen. Serat-serat kolagen ini disebut juga
jaringan penunjang, karena fungsinya adalah membentuk jaringan-jaringan
kulit yang menjaga kekeringan dan kelenturan kulit. Berkurangnya protein
akan menyebabkan kulit menjadi kurang elastis dan mudah mengendur
hingga timbul kerutan. Faktor lain yang menyebabkan kulit berkerut yaitu
faktor usia atau kekurangan gizi. Dari fungsi ini tampak bahwa kolagen
mempunyai peran penting bagi kesehatan dan kecantikan kulit. Perlu
diperhatikan bahwa luka yang terjadi di kulit jangat dapat menimbulkan
cacat permanen, hal ini disebabkan kulit jangat tidak memilikikemampuan
memperbaiki diri sendiri seperti yang dimiliki kulit ari.
Di dalam lapisan dermis terdapat dua macam kelenjar yaitu
kelenjar keringat dan kelenjar palit.
a. Kelenjar keringat,
Kelenjar keringat terdiri dari fundus (bagian yang melingkar) dan
duet yaitu saluran semacam pipa yang bermuara pada permukaan kulit,
membentuk pori-pori keringat. Semua bagian tubuh dilengkapi dengan
kelenjar keringat dan lebih banyak terdapat di permukaan telapak tangan,
telapak kaki, kening dan di bawah ketiak. Kelenjar keringat mengatur suhu
badan dan membantu membuang sisa-sisa pencernaan dari tubuh.
Kegiatannya terutama dirangsang oleh panas, latihan jasmani, emosi dan
obat-obat tertentu. Ada dua jenis kelenjar keringat yaitu :
1) Kelenjar keringat ekrin, kelenjar keringat ini mensekresi cairan jernih,
yaitu keringat yang mengandung 95 97 % air dan mengandung beberapa
mineral, seperti garam, sodium klorida, granula minyak, glusida dan
sampingan dari metabolisma seluler. Kelenjar keringat initerdapat di
seluruh kulit, mulai dari telapak tangan dan telapak kakisampai ke kulit
kepala. Jumlahnya di seluruh badan sekitar dua juta dan menghasilkan 14
liter keringat dalam waktu 24 jam pada orang dewasa. Bentuk kelenjar
keringat ekrin langsing, bergulung-gulung dan salurannya bermuara
langsung pada permukaan kulit yang tidak ada rambutnya.
2) Kelenjar keringat apokrin, yang hanya terdapat di daerah ketiak, puting
susu, pusar, daerah kelamin dan daerah sekitar dubur (anogenital)
menghasilkan cairan yang agak kental, berwarna keputih-putihan serta
berbau khas pada setiap orang Sel kelenjar ini mudah rusak dan sifatnya
alkali sehingga dapat menimbulkan bau. Muaranya berdekatan dengan
muara kelenjar sebasea pada saluran folikel rambut. Kelenjar keringat
apokrin jumlahnya tidak terlalu banyak dan hanya sedikit cairan yang
disekresikan dari kelenjar ini. Kelenjar apokrin mulai aktif setelah usia akil
baligh dan aktivitasnya dipengaruhi oleh hormon.
b. Kelenjar palit,
Kelenjar palit terletak pada bagian atas kulit jangat berdekatan
dengan kandung rambut terdiri dari gelembung-gelembung kecil yang
bermuara ke dalam kandung rambut (folikel). Folikel rambut
mengeluarkan lemak yang meminyaki kulit dan menjaga kelunakan
rambut. Kelenjar palit membentuk sebum atau urap kulit. Terkecuali pada
telapak tangan dan telapak kaki, kelenjar palit terdapat di semua bagian
tubuh terutama pada bagian muka.
Pada umumnya, satu batang rambut hanya mempunyai satu
kelenjar palit atau kelenjar sebasea yang bermuara pada saluran folikel
rambut. Pada kulit kepala, kelenjar palit menghasilkan minyak untuk
melumasi rambut dan kulit kepala. Pada kebotakan orang dewasa,
ditemukan bahwa kelenjar palit atau kelenjar sebasea membesar
sedangkan folikel rambut mengecil. Pada kulit badan termasuk pada
bagian wajah, jika produksi minyak dari kelenjar palit atau kelenjar
sebasea berlebihan, maka kulit akan lebih berminyak sehingga
memudahkan timbulnya jerawat
3. Subkutis
Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah
dan limfe, saraf-saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit.
Cabang-cabang dari pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf menuju lapisan
kulit jangat. Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagai bantalan atau
penyangga benturan bagi organorgan tubuh bagian dalam, membentuk
kontur tubuh dan sebagai cadangan makanan. Ketebalan dan kedalaman
jaringan lemak bervariasi sepanjang kontur tubuh, paling tebal di daerah
pantat dan paling tipis terdapat di kelopak mata. Jika usia menjadi tua,
kinerja liposit dalam jaringan ikat bawah kulit juga menurun.Bagian tubuh
yang sebelumnya berisi banyak lemak, akan berkurang lemaknya dan
akibatnya kulit akan mengendur serta makin kehilangan kontur.
Adneksa Kulit
Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut dan kuku.
Kelenjar kulit terdapat di lapisan dermis, terdiri atas kelenjar keringat dan
kelenjar palit. Ada 2 macam kelenjar keringat, yaitu kelenjar ekrin yang kecil-
kecil, terletak dangkal di dermis dengan sekret yang encer, dan kelenjar
apokrin yang lebih besar, terletak lebih dalam dan sekretnya lebih kental.
Kelenjar enkrin telah dibentuk sempurna pada 28 minggu kehamilan
dan berfungsi 40 minggu setelah kehamilan. Saluran kelenjar ini berbentuk
spiral dan bermuara langsung di permukaan kulit. Terdapat di seluruh
permukaan kulit dan terbanyak di telapak tangan dan kaki, dahi, dan aksila.
Sekresi bergantung pada beberapa faktor dan dipengaruhi oleh saraf
kolinergik, faktor panas, dan emosional.
Kelenjar apokrin dipengaruhi oleh saraf adrenergik, terdapat di aksila,
areola mame, pubis, labia minora, dan saluran telinga luar. Fungsi apokrin
pada manusia belum jelas, pada waktu lahir kecil, tetapi pada pubertas mulai
besar dan mengeluarkan sekret. Keringat mengandung air, elektrolit, asam
laktat, dan glukosa, biasanya pH sekitar 4-6,8 (Djuanda, 2011). Kelenjar palit
terletak di selruh permukaan kulit manusia kecuali di telapak tangan dan kaki.
Kelenjar palit disebut juga kelenjar holokrin karena tidak berlumen dan sekret
kelenjar ini berasala dari dekomposisi sel-sel kelenjar. Kelenjar palitbiasanya
terdapat di samping akar rambut dan muaranya terdapat pada lumen akar
rambut (folikel rambut). Sebum mengandungi trigliserida, asam lemak bebas,
skualen, wax ester, dan kolesterol. Sekresi dipengaruhi hormone androgen,
pada anak-anak jumlah kelenjar palit sedikit, pada pubertas menjadi lebih
besar dan banyak serta mulai berfungsi secara aktif .
Kuku, adalah bagian terminal stratum korneum yang menebal. Bagian
kuku yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku, bagian yang terbuka
di atas dasar jaringan lunak kulit pada ujung jari dikenali sebagai badan kuku,
dan yang paling ujung adalah bagian kuku yang bebas. Kuku tumbuh dari
akar kuku keluar dengan kecepatan tumbuh kira-kira 1 mm per minggu. Sisi
kuku agak mencekung membentuk alur kuku. Kulit tipis yang yang menutupi
kuku di bagian proksimal disebut eponikium sedang kulit yang ditutupki
bagian kuku bebas disebut hiponikium.
Rambut, terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit dan bagian
yang berada di luar kulit. Ada 2 macam tipe rambut, yaitu lanugo yang
merupakan rambut halus, tidak mrngandung pigmen dan terdapat pada sbayi,
dan rambut terminal yaitu rambut yang lebih kasar dengan banyak pigmen,
mempunyai medula, dan terdapat pada orang dewasa. Pada orang dewasa
selain rambut di kepala, juga terdapat bulu mata, rambut ketiak, rambut
kemaluan, kumis, dan janggut yang pertumbuhannya dipengaruhi hormone
androgen. Rambut halus di dahi dan badan lain disebut rambut velus. Rambut
tumbuh secara siklik, fase anagen berlangsung 2-6 tahun dengan kecepatan
tumbuh kira-kira 0.35 mm per hari. Fase telogen berlangsung beberapa bulan.
Di antara kedua fase tersebut terdapat fase katagen. Komposisi rambut terdiri
atas karbon 50,60%, hydrogen 6,36%,, nitrogen 17,14%, sulfur 5% dan
oksigen 20,80% .
1 B. TERANGKAN TENTANG UKK
Berdasarkan Morfologi lesinya, UKK dapat dibagi menjadi:
LESI PRIMER
a. Bulla dan Vesikel
Bulla adalah lesi yang terisi oleh cairan dengan ukuran > 0.5 cm
sedangkan vesikel > 0.5 cm.Dapat terjadi intraepidermal dan subepidermal.
Pada intraepidermal lesi tersebut longgar danmudah pecah dan subepidermal
tegang dan tidak mudah pecah
Patofisiologi: Terjadi karena plasma yang bocor dari pembuluh darah mengisi
ruang epidemis sehinggaterjadi penumpukan cairan.
Vesikel Bulla
Urtika
f. Pustula
Pustula adalah lesi kulit yang terisi dengan pus dibagian epidermis
Patofisiologi: Terjadi karena infeksi bakteri menyebabkan penumpukan
eksudat purulen yang terdiridari pus, leukosit dan debris.
Pustula
g. Abses
Abses adalah efloresensi sekunder berupa kantong berisi nanah di
dalam jaringan.misalnya abses Bartholini dan abses banal.
Patofisiologi: Terjadi akumulasi bahan-bahan purulen di bagian dalam dermis
atau jaringanSubkutan
Abses
LESI SEKUNDER
a. Sikatriks
Sikatriks/scar adalah jaringan ikat yang menggantikan epidermis dan
dermis yangsudah hilang. Jaringan ikat ini dapat lebih cekung dari kulit
sekitarnya (sikatriks atrofi), dapatlebih menonjol (sikatriks hipertrofi), dan
dapat normal (uetrofi/luka sayat). sikatriks tampaklicin, garis kulit dan
adneksa hilang.
Patofisiologi: Terjadi karena proliferasi jaringan fibrosa digantikan oleh
jaringan kolagen setelahterjadinya luka atau ulserasi.
Sikatrik
b. Erosi
Erosi adalah kerusakan kulit sampai stratum spinosum. kulit tampak
menjadi merahdan keluar cairan serosa, misalnya pada dermatitis kontak
Patofisiologi: Terjadi karena adanya trauma sehinggga terjadi pemisahan
lapisan epidermis denganlaserasi rupture vesikel atau bula dan nekrosis
epidermal.
Erosi
c. Likenifikasi
Likenifikasi adalah penebalan kulit sehingga garis-garis lipatan kulit
tampak lebih jelas.
Patofisiologi: Terjadi karena perubahan kolagen pada bagian superficial
dermis menyebabkan penebalankulit.
Likenifikasi
d. Eksoriasi
Eksoriasi adalah kerusakan kulit sampai ujung stratum papilaris
sehingga kulit tampakmerah disertai bintik-bintik perdarahan. ditemukan pada
dermatitis kontak dan ektima
Patofisiologi: Terjadi karena adanya lesi yang gatal sehingga di garuk dan
dapat menyebabkan perdarahan.
Eksoriasi
e. Krusta
Krusta adalah onggokan cairan darah, nanah, kotoran, dan obat yang
sudah mongering diatas permukaan kulit misal impetigo krustosa. Krusta
dapat berwarna hitam, merah atau coklat.
Patofisiologi: Terjadi karena ketika papul, pustule, vesikel bulla mengalami
rupture atau pecah cairan ataubahan-bahan yang terkandung di dalamnya akan
mengering.
Krusta
f. Atrofi
Atrofi adalah pengurangan ukuran sel, organ atau bagian tubuh tertentu
Patofisiologi: Penurunan jaringan ikat retikuler dermis sehingga
menyebabkan penekanan permukaan kulityang reversible.
Atrofi
Berbagai istilah ukuran, susunan kelainan/ bentuk serta penyebaran dan lokalisasi
dijelaskanberikut ini.
Ukuran
1. Miliar : sebesar kepata jarum pentul.
2. Lentikular : sebesar biji jagung
3. numular : sebesar uang logam 5 rupiah atau 100 rupiah
4. plakat : en plaque, lebih besar dari nummular.
Susunan kelainan/bentuk
1. Liniar : seperti garis lurus
2. sirsinar/anular : seperti lingkaran
3. arsinar : berbentuk bulan sabit
4. polisiklik : bentuk pinggiran yang sambung menyambung
5. korimbiformis ; susunan seperti induk ayam yang dikelilingi anak-
anaknya.
Bentuk lesi
1. teratur : misalnya bulat, lonjong, seperti ginjal dan sebagainya.
2. tidak teratur : tidak rnernpunyai bentuk teratur.
Penyebaran dan lokalisasi
1. sirkumskrip : berbatas tegas
2. difus : tidak berbatas tegas
3. genaralisata : tersebar pada sebagian besar bagian tubuh
4. regional : mengenai daerah tertentu badan
5. universalis : seluruh atau hampir seluruh tubuh (90%- 100%)
6. solitar : hanya satu lesi
7. herpetiformis : vesikel berkelompok seperti pada herpes zoster
8. konfluens : dua atau lebih lesi yang menjadi satu
9. diskret : terpisah satu dengan yang lain
10. serpiginosa : proses yang menjalar ke satu jurusan diikuti oleh
penyembuhan pada bagian yang ditinggalkan
11. irisformis : eritema berbentuk bulat lonjong dengan vesikel warna
yang lebih gelap di tengahnya.
12. simatrik : mengenai kedua belah badan yang sama
13. bilateral : mengenai kedua belah badan
14. unilateral : mengenai sebelah badan
2 A. TERANGKAN DAN TATALAKSANA URTIKARIA
Urtikaria adalah reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam
sebab, biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan
menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di
permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo.
Etiologi
Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui
penyebabnya. Diduga penyebab urtikaria bermacam-macam, antara lain:
1. Obat
Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara
imunologik maupun non-imunologik. Obat sistemik (penisilin,
sepalosporin, dan diuretik) menimbulkan urtikaria secara imunologik
tipe I atau II. Sedangkan obat yang secara non-imunologik langsung
merangsang sel mast untuk melepaskan histamin, misalnya opium dan
zat kontras.
2. Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria akut,
umumnya akibat reaksi imunologik. Makanan yang sering
menimbulkan urtikaria adalah telur, ikan, kacang, udang, coklat,
tomat, arbei, babi, keju, bawang, dan semangka.
3. Gigitan atau sengatan serangga
Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtika
setempat, hal ini lebih banyak diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe
seluler (tipe IV).
4. Bahan fotosenzitiser
Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid,
bahan kosmetik, dan sabun germisid sering menimbulkan urtikaria.
5. Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, asap,
bulu binatang, dan aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan
urtikaria alergik (tipe I).
6. Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang,
serbuk tekstil, air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan,
bahan kimia, misalnya insect repellent (penangkis serangga), dan
bahan kosmetik.
7. Trauma Fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, faktor panas,
faktor tekanan, dan emosi menyebabkan urtikaria fisik, baik secara
imunologik maupun non imunologik. Dapat timbul urtika setelah
goresan dengan benda tumpul beberapa menit sampai beberapa jam
kemudian. Fenomena ini disebut dermografisme atau fenomena
Darier.
8. Infeksi dan infestasi
Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya
infeksi bakteri, virus, jamur, maupun infestasi parasit.
9. Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan
peningkatan permeabilitas dan vasodilatasi kapiler .
10. Genetik
Faktor genetik juga berperan penting pada urtikaria, walaupun
jarang menunjukkan penurunan autosomal dominant.
11. Penyakit sistemik
Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan
urtikaria, reaksi lebih sering disebabkan reaksi kompleks antigen-
antibodi.
Klasifikasi
Klasifikasi urtikaria paling sering didasarkan pada karakteristik
klinis daripada etiologi karena sering kali sulit untuk menentukan etiologi
atau patogenesis urtikaria dan banyak kasus karena idiopatik.3 Terdapat
bermacam-macam klasifikasi urtikaria, berdasarkan lamanya serangan
berlangsung dibedakan urtikaria akut dan kronik.
Ordinary urticarias
Acute urticaria
Chronic urticaria
Contact urticaria
Physical urticarias
Dermatographism
Delayed dermatographism
Pressure urticaria
Cholinergic urticaria
Vibratory angioedema
Exercise-induced urticaria
Adrenergic urticaria
Delayed-pressure urticaria
Solar urticaria
Aquagenic urticaria
Cold urticaria
Special syndromes
Schnitzler syndrome
Muckle-Wells syndrome
1. Urtikaria Akut
Urtikaria akut terjadi bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu
atau berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari.2 Lesi
individu biasanya hilang dalam <24 jam, terjadi lebih sering pada anak-
anak, dan sering dikaitkan dengan atopi. Sekitar 20%-30% pasien
dengan urtikaria akut berkembang menjadi kronis atau rekuren.
2. Urtikaria Kronik
Urtikaria kronik terjadi bila serangan berlangsung lebih dari 6 minggu,
pengembangan urtika kulit terjadi secara teratur (biasanya harian)
selama lebih dari 6 minggu dengan setiap lesi berlangsung 4-36 jam.
Gejalanya mungkin parah dan dapat mengganggu kesehatan terkait
dengan kualitas hidup.
3. Urtikaria Kontak
Urtikaria kontak didefinisikan sebagai pengembangan urticarial wheals
di tempat di mana agen eksternal membuat kontak dengan kulit atau
mukosa. Urtikaria kontak dapat dibagi lagi menjadi bentuk alergi
(melibatkan IgE) atau non-alergi (IgE-independen).
4. Urtikaria Fisik
a. Dermographism
Dermographism merupakan bentuk paling sering dari urtikaria
fisik dan merupakan suatu edema setempat berbatas tegas yang
biasanya berbentuk linier yang tepinya eritem yang muncul beberapa
detik setelah kulit digores.9,10 Dermographism tampak sebagai garis
biduran (linear wheal). Transient wheal atau biduran yang sementara
muncul secara cepat dan biasanya memudar dalam 30 menit; akan
tetapi, kulit biasanya mengalami pruritus sehingga bekas garukan dapat
muncul.
Gambar . Dermographisme. Tampak urtikaria dengan linear wheal.
b. Delayed dermographism
Delayed dermographism terjadi 3-6 jam setelah stimulasi, baik dengan
atau tanpa immediate reaction, dan berlangsung sampai 24-48 jam. Erupsi
terdiri dari nodul eritema linier. Kondisi ini mungkin berhubungan dengan
delayed pressure urticaria.9
c. Delayed pressure urticaria
Delayed pressure urticaria tampak sebagai lesi erythematous, edema
lokal, sering disertai nyeri, yang timbul dalam 0,5-6 jam setelah terjadi
tekanan terhadap kulit. Episode spontan terjadi setelah duduk pada kursi yang
keras, di bawah sabuk pengaman, pada kaki setelah berlari, dan pada tangan
setelah mengerjakan pekerjaan dengan tangan.9
d. Vibratory angioedema
Vibratory angioedema dapat terjadi sebagai kelainan idiopatik
didapat, dapat berhubungan dengan cholinergic urticaria, atau setelah
beberapa tahun karena paparan vibrasi okupasional seperti pada pekerja-
pekerja di pengasahan logam karena getaran-getaran gerinda. Urtikaria ini
dapat sebagai kelainan autosomal dominan yang diturunkan dalam
keluarga. Bentuk keturunan sering disertai dengan flushing pada wajah.
e. Cold urticaria
Pada cold urticaria terdapat bentuk didapat (acquired) dan
diturunkan (herediter). Serangan terjadi dalam hitungan menit setelah
paparan yang meliputi perubahan dalam temperatur lingkungan dan kontak
langsung dengan objek dingin. Jarak antara paparan dingin dan onset
munculnya gejala adalah kurang lebih 2,5 jam, dan rata-rata durasi episode
adalah 12 jam.
f. Cholinergic urticaria
Cholinergic urticaria terjadi setelah peningkatan suhu inti tubuh.
Cholinergic urticaria terjadi karena aksi asetilkolin terhadap sel mast.
Erupsi tampak dengan biduran bentuk papular, bulat, ukuran kecil kira-
kira 2-4 mm yang dikelilingi oleh flare eritema sedikit atau luas
merupakan gambaran khas dari urtikaria jenis ini.
h. Solar urticaria
Solar urticaria timbul sebagai biduran eritema dengan pruritus,
dan kadang-kadang angioedema dapat terjadi dalam beberapa menit
setelah paparan dengan sinar matahari atau sumber cahaya buatan.
Histamin dan faktor kemotaktik untuk eosinofil dan neutrofil dapat
ditemukan dalam darah setelah paparan dengan sinar ultraviolet A (UVA),
UVB, dan sinar/cahaya yang terlihat.
i. Exercise-induced anaphylaxis
Exercise-induced anaphylaxis adalah gejala klinis yang kompleks
terdiri dari pruritus, urtikaria, angioedema (kutaneus, laringeal, dan
intestinal), dan sinkop yang berbeda dari cholinergic urticaria. Exercise-
induced anaphylaxis memerlukan olahraga/exercise sebagai stimulusnya.
Faktor fisik
Pengaruh komplemen
(panas, dingin, trauma,
sinar X, cahaya)
SEL MAS
Aktivasi komplemen
BASOFIL
klasik alternatif
Faktor genetik
(defisiensi C1 esterase
inhibitor)
PELEPASAN MEDIATOR
(histamin, SRSA,
Alkohol serotonin, kinin, PEG,
PAF)
Emosi VASODILATASI
Demam
PERMEABILITAS KAPILER
Idiopati URTIKARIA
k?
Gambar 10. Diagram Faktor Imunologik dan Non-Imunologik yang Menimbulkan
Urtikaria
Gejala dan Tanda
Gejala
Gejala urtikaria adalah sebagai berikut:
a. Gatal, rasa terbakar, atau tertusuk.
b. Biduran berwarna merah muda sampai merah.
c. Lesi dapat menghilang dalam 24 jam atau lebih, tapi lesi baru dapat mucul
seterusnya.
d. Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti nyeri perut diare,
muntah dan nyeri kepala
Tanda
Tanda urtikatria adalah sebagai berikut:
a. Klinis tampak eritema dan edema setempat berbatas tegas dan kadang-
kadang bagian tengah tampak lebih pucat.
b. Bentuknya dapat papular, lentikular, numular, dan plakat.
c. Jika ada reaksi anafilaksis, perlu diperhatikan adanya gejala hipotensi,
respiratory distress, stridor, dan gastrointestinal distress.
d. Jika ada lesi yang gatal, dapat dipalpasi, namun tidak memutih jika
ditekan, maka merupakan lesi dari urticarial vasculitis yang dapat
meninggalkan perubahan pigmentasi.
e. Pemeriksaan untuk dermographism dengan cara kulit digores dengan
objek tumpul dan diamati pembentukan wheal dengan eritema dalam 5-15
menit.
f. Edema jaringan kulit yang lebih dalam atau submukosa pada angioedema.
h. Tes fisik
Tes fisik ini bisa dengan es (ice cube test)atau air hangat apabila
dicurigai adanya alergi pada suhu tertentu.
i. Pemeriksaan histopatologik
Pemeriksaan ini tidak selalu diperlukan, tetapi dapat membantu
diagnosis. Pada urtikaria perubahan histopatologis tidak terlalu dramatis.
Tidak terdapat perubahan epidermis. Pada dermis mungkin menunjukkan
peningkatan jarak antara serabut-serabut kolagen karena dipisahkan oleh
edema dermis. Selain itu terdapat dilatasi pembuluh darah kapiler di
papilla dermis dan pembuluh limfe pada kulit yang berkaitan. Selain itu
terdapat suatu infiltrat limfositik perivaskuler dan mungkin sejumlah
eosinofil. Sel mast meningkat jumlahnya pada kulit yang bersangkutan.
Infiltrasi limfosit sering ditemukan di lesi urtikaria tipe akut dan
kronik. Beberapa lesi urtikaria mempunyai campuran infiltrat seluler, yaitu
campuran limfosit, polymorphonuclear leukocyte (PMN), dan sel-sel
inflamasi lainnya.
Infiltrasi seluler campuran tersebut mirip dengan histopatologi dari respon
alergi fase akhir. Beberapa pasien dengan urtikaris yang sangat parah atau
urtikaria atipikal memiliki vaskulitis pada biopsi kulit. Spektrum
histopatologi berhubungan derajat keparahan penyakit, mulai dari
limfositik (ringan) sampai ke vaskulitik (parah).
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan urtikaria dapat diuraikan menjadi first-line therapy, second-
line therapy, dan third-line therapy.
1. First-line therapy
First-line therapy terdiri dari:
a. Edukasi kepada pasien:
Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit urtikaria dengan
menggunakan bahasa verbal atau tertulis.
Pasien harus dijelaskan mengenai perjalanan penyakit urtikaria yang
tidak mengancam nyawa, namun belum ditemukan terapi yang
adekuat, dan fakta jika penyebab urtikaria terkadang tidak dapat
ditemukan.
b. Langkah non medis secara umum, meliputi:
Menghindari faktor-faktor yang memperberat seperti terlalu panas,
stres, alcohol, dan agen fisik.
Menghindari penggunaan acetylsalicylic acid, NSAID, dan ACE
inhibitor.
Menghindari agen lain yang diperkirakan dapat menyebabkan
urtikaria.
Menggunakan cooling antipruritic lotion, seperti krim menthol 1%
atau 2%.
c. Antagonis reseptor histamin
Antagonis reseptor histamin H1 dapat diberikan jika gejalanya
menetap. Pengobatan dengan antihistamin pada urtikaria sangat
bermanfaat. Cara kerja antihistamin telah diketahui dengan jelas yaitu
menghambat histamin pada reseptor-reseptornya. Secara klinis dasar
pengobatan pada urtikaria dan angioedema dipercayakan pada efek
antagonis terhadap histamin pada reseptor H1 namun efektifitas tersebut
acapkali berkaitan dengan efek samping farmakologik yaitu sedasi. Dalam
perkembangannya terdapat antihistamin yang baru yang berkhasiat yang
berkhasiat terhadap reseptor H1 tetapi nonsedasi golongan ini disebut
sebagai antihistamin nonklasik.
Antihistamin golongan AH1 yang nonklasik contohnya adalah
terfenadin, aztemizol, cetirizine, loratadin, dan mequitazin. Golongan ini
diabsorbsi lebih cepat dan mencapai kadar puncak dalam waktu 1-4 jam.
Masa awitan lebih lambat dan mencapai efek maksimal dalam waktu 4
jam (misalnya terfenadin) sedangkan aztemizol dalam waktu 96 jam
setelah pemberian oral. Efektifitasnya berlangsung lebih lama
dibandingkan dengan AH1 yang klasik bahkan aztemizol masih efektif 21
hari setelah pemberian dosis tunggal secara oral. Golongan ini juga
dikenal sehari-hari sebagai antihistamin yang long acting. Keunggulan lain
AH1 non klasik adalah tidak mempunyai efek sedasi karena tidak dapat
menembus sawar darah otak.
Antagonis reseptor H2 dapat berperan jika dikombinasikan dengan
pada beberapa kasus urtikaria karena 15% reseptor histamin pada kulit
adalah tipe H2. Antagonis reseptor H2 sebaiknya tidak digunakan sendiri
karena efeknya yang minimal pada pruritus. Contoh obat antagonis
reseptor H2 adalah cimetidine, ranitidine, nizatidine, dan famotidine.
2. Second-line therapy
Jika gejala urtikaria tidak dapat dikontrol oleh antihistamin saja, second-line
therapy harus dipertimbangkan, termasuk tindakan farmakologi dan non-
farmakologi.
a. Photochemotherapy
Hasil fototerapi dengan sinar UV atau photochemotherapy (psoralen
plus UVA [PUVA]) telah disimpulkan, meskipun beberapa penelitian
menunjukkan peningkatan efektivitas PUVA hanya dalam mengelola
urtikaria fisik tapi tidak untuk urtikaria kronis.
2. Antidepresan
Antidepresan trisiklik doxepin telah terbukti dapat sebagai antagonis
reseptor H1 dan H2 dan menjadi lebih efektif dan lebih sedikit mempunyai
efek sedasi daripada diphenhydramine dalam pengobatan urtikaria kronik.
Doxepin dapat sangat berguna pada pasien dengan urtikaria kronik yang
bersamaan dengan depresi. Dosis doxepin untuk pengobatan depresi dapat
bervariasi antara 25-150 mg/hari, tetapi hanya 10-30 mg/hari yang
dianjurkan untuk urtikaria kronis. Mirtazapine adalah antidepresan yang
menunjukkan efek signifikan pada reseptor H1 dan memiliki aktivitas
antipruritus. Telah dilaporkan untuk membantu dalam beberapa kasus
urtikaria fisik dan delayed-pressure urticaria pada dosis 30 mg/hari.
3. Kortikosteroid
Dalam beberapa kasus urtikaria akut atau kronik, antihistamin
mungkin gagal, bahkan pada dosis tinggi, atau mungkin efek samping
bermasalah. Dalam situasi seperti itu, terapi urtikaria seharusnya respon
dengan menggunakan kortikosteroid. Jika tidak berespon, maka
pertimbangkan kemungkinan proses penyakit lain (misalnya, keganasan,
mastocytosis, vaskulitis). Kortikosteroid juga dapat digunakan dalam
urticarial vasculitis, yang biasanya tidak respon dengan antihistamin.
Sebuah kursus singkat dari kortikosteroid oral (diberikan setiap hari
selama 5-7 hari, dengan atau tanpa tappering) atau dosis tunggal injeksi
steroid dapat membantu ketika digunakan untuk episode urtikaria akut
yang tidak respon terhadap antihistamin. Kortikosteroid harus dihindari
pada penggunaan jangka panjang pengobatan urtikaria kronis karena efek
samping kortikosteroid seperti hiperglikemia, osteoporosis, ulkus
peptikum, dan hipertensi.
Contoh obat kortikosteroid adalah prednison, prednisolone,
methylprednisolone, dan triamcinolone. Prednisone harus diubah menjadi
prednisolone untuk menghasilkan efek, dapat diberikan dengan dosis
dewasa 40-60 mg/hari PO dibagi dalam 1-2 dosis/hari dan dosis anak-anak
0.5-2 mg/kgBB/hari PO dibagi menjadi 1-4 dosis/hari. Prednisolone dapat
mengurangi permeabilitas kapiler, diberikan dengan dosis dewasa 40-60
mg/hari PO (4 kali sehari atau dibagi menjadi 2 kali sehari) dan dosis
anak-anak 0.5-2 mg/kgBB/hari PO (dibagi dalam 4 dosis atau 2 dosis).
Methylprednisolone dapat membalikkan peningkatan permeabilitas
kapiler, diberikan dengan dosis dewasa 4-48 mg/hari PO dan dosis anak-
anak 0.16-0.8 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis dan 4 dosis.
4. Leukotriene Receptor Antagonist
Leukotriene (C4, D4, E4) adalah mediator inflamasi yang poten dan
mempunyai respon terhadap wheal dan flare pada pasien dengan urtikaria
kronis atau pada individu yang sehat. Leukotriene receptor antagonist
seperti montelukast, zafirlukast, dan zileuton menunjukkan keunggulan
yang lebih dibandingkan dengan plasebo dalam perawatan pasien dengan
urtikaria kronik.
5. Antagonis saluran kalsium
Nifedipin telah dilaporkan efektif dalam mengurangi pruritus dan
whealing pada pasien dengan urtikaria kronik bila digunakan sendiri atau
dikombinasikan dengan antihistamin. Mekanisme nifedipin berhubungan
dengan modifikasi influks kalsium ke dalam sel mast kutaneus.
3. Third-line therapy
Third-line therapy diberikan kepada pasien dengan urtikaria yang tidak
berespon terhadap first-line dan second-line therapy. Third-line therapy
menggunakan agen immunomodulatori, yang meliputi cyclosporine, tacrolimus,
methotrexate, cyclophosphamide, mycophenolate mofetil, dan intravenous
immunoglobulin (IVIG). Pasien yang memerlukan third-line therapy seringkali
mempunyai bentuk autoimun dari urtikaria kronik. Third-line therapy lainnya
meliputi plasmapheresis, colchicine, dapsone, albuterol (salbutamol), asam
tranexamat, terbutaline, sulfasalazine, hydroxychloroquine, dan warfarin.
a. Immunomudulatory Agents
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa cyclosporine efektif dalam
mengobati pasien dengan urtikaria kronik yang refrakter. Cyclosporine
dengan dosis 3-5 mg/kgBB/hari menunjukkan manfaat pada dua pertiga
pasien dengan urtikaria kronik yang tidak berespon terhadap antihistamin.
Tacrolimus dengan dosis 20-g/mL setiap hari dapat mengobati pasien
dengan corticosteroid-dependent urticaria.
Intravenous immunoglobulin (IVIG) tampak efektif dalam manajemen
pasien dengan urtikaria autoimun kronik yang parah. Meskipun mekanisme
yang terlibat tidak jelas, namun telah diusulkan bahwa IVIG mungkin berisi
anti-idiotypic antibody yang bersaing dengan IgG endogen untuk reseptor
H1 dan memblok pelepasan histamin atau memperbanyak klirens IgG
endogen.
b. Plasmapheresis
Plasmapheresis telah dilaporkan dapat bermanfaat dalam pengelolaan
urtikaria autoimun kronik yang parah. Plasmapheresis saja tidak cukup
untuk mencegah akumulasi kembali autoantibodi yang melepaskan
histamine dan harus diselidiki dalam hubungannya dengan penggunaan
immunosuppressant pharmacotherapy.
c. Obat lainnya
Dapsone dan/atau colchicine mungkin dapat bermanfaat dalam
mengelola urtikaria ketika infiltrat neutrophil terlihat secara histologis, tetapi
mungkin paling berguna untuk urticarial vasculitis. Hydroxychloroquine
juga telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam pengobatan urtikaria
kronik idiopatik; dan telah dikaitkan dengan respon yang baik pada
hypocomplementemic urticarial vasculitis. Meskipun 2-adrenoceptor
agonist terbutaline telah dievaluasi untuk manajemen urtikaria kronik,
penggunaannya umumnya tidak dianjurkan karena efek samping seperti
takikardia dan insomnia yang tidak dapat ditoleransi dengan baik oleh
banyak pasien.
URTIKARIA
Antihistamin H1 non
sedatif Kortikosteroid sistemik
adalah ideal, namun sayang sekali bahwa hal ini tidak dilakukan pada beberapa
kasus. Meskipun demikian, faktor pendorong yang pasti dapat dikurangi atau
dihilangkan. Kami menganjurkan bahwa pasien dengan urtikaria akut ringan
seharusnya memulai pengobatan dengan antihistamin H1 non sedatif. Pada pasien
dengan urtikaria akut sedang-berat, antihistamin H1 non sedatif seharusnya juga
menjadi terapi pilihan utama. Jika keadaan akut tidak dapat dikendalikan secara
adekuat, pemberian kortikosteroid oral jangka pendek seharusnya ditambahkan.
Pada pasien yang menunjukkan urtikaria akut yang berat dengan gejala distress
pernapasan, asma, atau edema laring, pengobatan yang mungkin diberikan berupa
epinefrin subkutan, kortikosteroid sistemik (oral atau intravena), dan antihistamin
H1 intramuskuler.
Identifikasi dan menghilangkan
penyebab.
NAC
Antihistamin H1 non sedatif
Tambahan obat:
Antihistamin H1 + kostikosteroid
oral jangka pendek +
pencarian/penanganan untuk
urtikaria karena vaskulitis, faktor
tekanan, dan lain-lain + dicoba
obat lain
e. Gradasi
Gradasi menunjukkan berat ringannya penyakit diperlukan bagi pilihan
pengobatan. Ada berbagai pola pembagian gradasi penyakit akne vulgaris
yang dikemukakan, salah satunya sebagai berikut :
1) Komedo dimuka
2) Komedo, papul, pustule, dan peradangan lebih dalam dimuka.
3) Komedo, papul, pustule, dan peradangan lebih dalam dimuka, dada,
punggung.
4) Akne konglobata.
f. Diagnosis
Diagnosis akne vulgaris ditegakkan atas dasar klinis dan pemeriksaan
ekskohleasi sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo
ekstraktor (sendok unna). Sebum yang menyumbat folikel tampak sebagai
massa padat seperti lilin atau massa lebih lunak bagai nasi yang ujungnya
kadang berwarna hitam.
Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan gambaran yang tidak spesifik
berupa sebukan sel radang kronis di sekitar folikel pilosebasea dengan
massa sebum di dalam folikel. Pada kista, radang sudah menghilang diganti
dengan jaringan ikat pebatas massa cair sebum yang bercampur dengan
dara, jaringan mati, dan keratin yang lepas.
Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jassad renik yang mempunyai peran
pada etiologi dan pathogenesis penyakit dapat dilakukan dilaboratorium
mikrobiologi yang lengkap untuk tujuan penelitian, amun hasilnya sering
tidak memuaskan.
Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit dapat pula dilakukan
untuk tujuan serupa. Pada akne vulgaris kadar asam lemak bebas
meningkat dank arena itu pada pengobatan dan pencegahan digunakan cara
untuk mencegahnya.
g. Diagnosis banding
1) Erupsi akneiformis yang disebabkan oleh induksi obat, misalnya
kortikosteroid, INH, barbiturate, bromide, yodida, difenil hidantoin,
trimetadion, ACTH, dan lainnya. Klinis berupa erupsi papulo pustule
mendadak tanpa adanya komedo dihampir seuruh bagian tubuh. Dapat
disertai demam dan dapat terjaddi disemua usia.
2) Akne venenata dan akne akibat rangsangan fisis. Umumnya lesi
monomorfi, tidak gatal, bisa berupa komedo atau papul, dengan tempat
predileksi di tempat kontak zat kimia atau rangsang fisisnya.
3) Rosasea, merupakan penyakit peradangan kronik didaerah muka
dengan gejala eritema, pustule, telangiektasis dan kadang-kadang
disertai hipertrofi kelenjar sebasea. Tidak terdapat komedo kecuali bila
kombinasi degan akne.
4) Dermatitis perioral yang terjadi terutama pada wanita dengan gejal
klinis polimorfi eritema, papul, pustule, disekitar mulut yang terasa
gatal.
h. Penatalaksanaan
Pengobatan akne dapat dilakukan dengan cara memberikan obat-obat
topical, obat sistemik, bedah kulit atau ombinasi cara-cara tersebut.
1) Pengobatan topical
- Bahan iritan yang dapat mengelupas kulit, sulfur (4-8%), resorsinol
(1-5%), asam salisilat dan lain-lain. Kemudian digunakan pula asam
alfa hidroksil, misalnya asam glikolat(3-8%). Obat lain ialah
retinoid. Efek samping obat iritan dapat dikurangi dengan cara
pemakaian yang berhati-hati dimulai dengan konsentrasi yang
paling rendah. Retinoid ialah suatu molekul yang secara langsung
atau melalui konversi metabolic mengikat dan mengaktifkan
reseptor asam retinoid. Sediaannya ada tiga ialah krim 0.025%,
0.05% dan 0.01%; solusio 0.05%. Obat yang lebih baru ialah gel
atau lotion adapolin dan gel atau krim tazarotin0.1%.
- Antibiotika topical yang dapat mengurangi jumlah mikroba dalam
folikel yang berperan dalam etiopatogenesis akne vulgaris, misalnya
oksi tetrasiklin (1%), eritrimisin (1%), klindamisin fosfat (1%).
- Antiperadangan topical, salap atau krim kortikosteroid kekuatan
ringan atau sedang (hidrokortison 1-2,5%) atau suntikan intralesi
kortikosteroid kuat (triamsinolon asetonid 10mg/cc) pada esi
nodulo-kistik.
- Lainnya, misalnya etil laktat 10% untuk menghambat pertumbuhan
jasad renik.
2) Pengobatan sistemik
- Antibakteri sistemik, tetrasiklin (250mg-1.0mg/hari), azitromisin
250-500mg seminggu 3 kali, eritromisin 4x250mg/hari, dan
trimetroprim-sulfnetoksazol untuk akne yang parah dan tidak
responsive dengan obat lain, karena efek sampingnya. Obat lain
ialah klindamisin dan dapson (50-100 mg sehari).
- Obat hormonal untuk menekan produksi androgen dan secara
kompetitif menduduki reseptor organ target dikelenjar sebasea,
misalnya estrogen (50mg/hari selama 21 hari dalam sebulan) atau
antiandrogen siproteron asetat (2mg/hari). Pengobatan ini ditujukan
untuk penderita wanita dewasa akne vulgaris beradang yang gagal
dengan terapi yang lain. Kortikosteroid sistemik iberikan unruk
menekan peradangan dan menekan sekresi kelenjar adrenal,
misalnya prednisone (7,5mg/hari) atau deksametason (0,25-
0,5mg/hari).
- Vitamin A dan retinoid oral. Vitamin A digunakan sebagai
antikeratinisasi (50.000ui-150.000ui/hari) sudah jarang digunakan
karena efek sampingnya. Isotretinoin (0,5-1mg/kgBB/hari)
merupakan derivate retinoid yang menghambat produksi sebum
sebagai pilihan pada akne nodulokistik atau konglobata yang tidak
sembuh dengan pengobatan lain.
- Obat lainnya, misalnya antiinflamasi non-steroid/ibuprofen
(600mg/hari) dapson (2x100mg/hari), seng sulfat (2x200mg/hari).
3) Bedah kulit
- Bedah skalpe digunakan untuk meratakan sisi jaaaringan parut yang
menonjol atau melakukan eksisi elips pada jaringan parut hipotrofik
yang dalam.
- Bedah listrik dilakukan pada komedo tertutup untuk mempermudah
pengeluaran sebum atau pada nodulo-kistik untuk drainase cairan isi
yang dapat mempercepat penyembuhan.
- Bedah kimia dengan asam triklor asetat atau fenol untuk meratakan
jaringan parut yang berbenjol.
- Bedah beku dengan bubur CO2 beku atau N2 cair untuk
mempercepat penyembuhan radang.
- Dermebrasi untuk meratakan jaringan parut hipo dan hipertrofi
pasca akne yang luas.
4) Terapi terbaru
Spironolakton (aldakton, spiraktin) adalah steroid sintetik dan diuretic
lemah, dapat menambah efikasi terapi kombinasi hormonal estrogen
dan antiandrogen terhadap akne, apabila akne yang disertai geala sebore
dan atau hipertrikosis. Dosis yang diberikan adalah 50-100mg/hari
selama 6-9 bulan dan dapat diulangi setelah tenggng 3 hari. Efek
samping yang harus dicermati ialah hipotensi, sehingga dosisnya harus
diturunkan menjadi 25mg/hari.
5) Terapi sinar
Terapi sinar biru adalah terapi akne dengan memakai sinar biru
(panjang gelombang 420nm) yang dapat membasmi P.acne dengan cara
merusak porfirin dalam sel bakteri.
Photodynamic therapy (PDT) merupakan hal terbaru yang diujicobakan
pada pasien akne, terdiri atas 2 tahap/langkah terapi, yaitu pemberian
photosensitizer secara topical, oral atau intraena yang akan ditangkap
oleh sel target dalam jaringan hiperproliferatif (kelenjar sebasea),
kemudian diaktivasi menghasilkan oksigen oleh sumber sinar. Terapi
masih dalam penelitian
i. Prognosis
Umumnya prognosis penyakit baik. akne vulgaris umumnya sembuh
sebelum mencapai usia 30-40an. Jarang terjadi akne vulgaris yang menetap
sampai tua atau mencapai gradasi sangat berat sehingga perlu dirawat-inap
dirumah sakit.
Rumus IM:
100 % = %
+
Syarat perhitungan :
- Jumlah minimal kuman tiap lesi 100 BTA
- IB 1 + tidak perlu dibuat IM-nya, karena untuk mendapat 100 BTA
harus mencari dalam 1000 sampai 10.000 lapangan
- Mulai dari IB 3 + harus dihitung IM-nya, sebab dengan IB 3 +
maksimum harus dicari dalam 100 lapangan.
Contoh Perhitungan IB dan IM
Tempat Pengambilan IB Solid Nonsolid IM
Telinga kiri 4+ 9 91 9%
Telinga kanan 3+ 8 92 8%
Ujung jari tangan kiri 1+ 0 5 0
Ujng Jari tangan kanan 2+ 1 22 1/23%
Lesi I 3+ 7 93 7%
Lesi II 5+ 8 92 8%
18 33 395
IB penderita : 18 : 6 = 3+
IM penderita : 33 : (33+395) = ....%
Ada pendapat, bahwa jika jumlah BTA kurang dari 100,
dapat pula dihitung IM-nya tetapi tidak dinatakan dalam %, tetap
dalam pecahan yang tidak boleh diperkecil atau diperbesar.
Sebagai contoh umpamanya solid ada 4, nonsolid ada 44, maka IM
4:48.
Sebaiknya diadakan standarisasi embuatan sediaan dan
pengamatan sediaan antar laboratorium, nasional maupun
international. Ada tindak lanjut sediaan bakterioskopik sebaiknya
dilakukan oleh laboratorium dan tenaga laboratorium yang sama
pula, agar obyektifitas dapat dipertahankan. Standarisasi IB masih
dapat dilaksanakan, tetapi untuk IM sangat sulit, bahkan ada yang
berpendapat tidak mungkin.
3 B. PEMBAGIAN LEPRA MENURUT WHO DAN RIDLEY-
JOPLING
Menurut Kongres Internasional Madrid (1953), lepra dibagi atas
tipe Indeterminan (I), tipe Tuberculoid (T), tipe Lepromatosa dan tipe
Borderline (B). Ridley Jopling (1960) membagi lepra kedalam
berbagai tipe yaitu Indeterminan (I), Tuberculoid polar (TT),
Borderline Tuberculoid (BT), Mid Borderline (BB), Borderline
Lepromatous (BL), dan Lepromatosa polar (LL).
Tipe I tidak termasuk dalam spektrum. Tipe TT adalah tipe
tuberculoid polar yaitu tuberculoid 100% yang merupakan tipe stabil
sehingga tidak mungkin berubah tipe. Begitu juga dengan tipe LL
yang merupakan tipe lepromatosa polar, yaitu lepramatosa 100% ,
mempunyai sifat stabil dan tidak mungkin berubah lagi. BB
merupakan tipe campuran yang terdiri atas 50% tuberculoid dan 50%
lepromatosa. Pada tipe BT lebih banyak tuberculoid, sedangkan pada
tipe BL lebih banyak lepromatosa. Tipe-tipe campuran ini adalah tipe
yang labil yang berarti bahwa dapat dengan bebas beralih tipe, baik ke
arah tipe TT maupun tipe LL.
Menurut WHO pada 1981, lepra dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe
Multibasilar (MB) dan tipe Pausibasilar (PB).
1) Lepra tipe PB ditemukan pada seseorang dengan SIS baik. Pada
tipe ini berarti mengandung sedikit kuman yaitu tipe TT, tipe BT
dan tipe I. Pada klasifikasi Ridley-Jopling dengan Indeks Bakteri
(IB) kurang dari 2+.
2) Lepra tipe MB ditemukan pada seseorang dengan SIS yang
rendah. Pada tipe ini berarti bahwa mengandung banyak kuman
yaitu tipe LL, tipe BL dan tipe BB. Pada klasifikasi Ridley-
Jopling dengan Indeks Bakteri (IB) lebih dari 2+.
Tabel Perbedaan reaksi ringan dan berat pada reaksi lepra tipe 1
dan tipe 2.
No Gejala/tanda Reaksi tipe 1 Reaksi tipe 2
Ringan Berat Ringan Berat
1 Kulit Bercak: merah, Bercak: merah, Nodul: merah, Nodul: merah,
tebal, panas, tebal, panas, panas, nyeri panas, nyeri yang
nyeri* nyeri yang bertambah parah
bertambah parah sampai pecah
sampai pecah
2 Saraf tepi Nyeri pada Nyeri pada Nyeri pada Nyeri pada
perabaan: (-) perabaan: (+) perabaan: (-) perabaan: (+)
Gangguan Gangguan fungsi: Gangguan Gangguan fungsi:
fungsi: (-) (+) fungsi: (-) (+)
3 Keadaan Demam: (-) Demam: Demam: Demam: (+)
umum
4 Gangguan - - - Terjadi
pada organ perdanngan pada:
lain Mata:
Iridocyclitis
Testis:
epididimoorchitis
Ginjal: nephritis
Kelenjar limfe:
limfadenitis
Gangguan pada
tulang, hidung
dan tenggorokan
*) Apabila ada reaksi pada lesi kulit yang dekat dengan saraf
dikategorikan sebagai reaksi berat.
Pemeriksaan penunjang
Untuk menegakkan diagnosis sifilis, diagnosis klinis harus
dikonfirmasikan dengan pemeriksaan laboratorium berupa :
1. Pemeriksaan lapangan gelap (dark field)
Ream sifilis primer, dibersihkan dengan larutan NaCl fisiologis.
Serum diperoleh dari bagian dasar/dalam lesi dengan cara menekan lesi
sehingga serum akan keluar. Diperiksa dengan mikroskop lapangan gelap
menggunakan minyak imersi. T. pall berbentuk ramping, gerakan lambat,
dan angulasi. Hares hati-hati membedakannya dengan Treponema lain
yang ada di daerah genitalia. Karena di dalam mulut banyak dijumpai
Treponema komensal, maka bahan pemeriksaan dari rongga mulut tidak
dapat digunakan.
2. Mikroskop fluoresensi
Bahan apusan dari lesi dioleskan pada gelas objek, difiksasi dengan
aseton, sediaan diberi antibodi spesifik yang dilabel fluorescein, kemudian
diperiksa dengan mikroskop fluoresensi. Penelitian lain melaporkan bahwa
pemeriksaan ini dapat memberi hasil nonspesifik dan kurang dapat
dipercaya dibandingkan pemeriksaan lapangan gelap.
3. Penentuan antibodi di dalam serum.
Pada waktu terjadi infeksi Treponema, baik yang menyebabkan
sifilis, frambusia, atau pinta, akan dihasilkan berbagai variasi antibodi.
Beberapa tes yang dikenal sehari-hari yang mendeteksi antibodi
nonspesifik, akan tetapi dapat menunjukkan reaksi dengan IgM dan juga
IgG, ialah
Tes yang menentukan antibodi nonspesifik.
Tes Wasserman
Tes Kahn
Tes VDRL (Venereal Diseases Research Laboratory)
Penatalaksanaan
Pada pengobatan jangan dilupakan agar mitra seksualnya juga diobati, dan
selama belum sembuh penderita dilarang bersanggama. Pengobatan dimulai sedini
mungkin, makin dini hasilnya makin balk. Pada sifilis laten terapi bermaksud
mencegah proses lebih lanjut.
Pengobatannya menggunakan penisilin dan antibiotik lain.
1. Penilisin
Obat yang merupakan pilihan ialah penisilin. Obat tersebut dapat
menembus placenta sehingga mencegah infeksi Pada janin dan dapat
menyembuhkan janin yang terinfeksi; juga efektif untuk neurosifilis.
Kadar yang tinggi dalam serum tidak diperlukan, asalkan jangan kurang
dari 0,03 unit/ml. Yang penting ialah kadar tersebut hares bertahan dalam serum
selama sepuluh sampai empat betas hari untuk sifilis dini dan lanjut, dua puluh
sate hari untuk neurosifilis dan sifilis kardiovaskular. Jika kadarnya kurang dari
angka tersebut, setelah lebih dari dua puluh empat sampai tiga puluh jam, maka
kuman dapat berkembang biak.
Menurut lama kerjanya, terdapat tiga macam penisilin:
a. Penisilin G prokain dalam akua dengan lama kerja dua puluh empat jam, jadi
bersifat kerja singkat.
b. Penisilin G prokain dalam minyak dengan aluminium monostearat (PAM),
lama kerja tujuh puluh dua jam, bersifat kerja sedang.
c. Penisilin G benzatin dengan dosis 2,4 juts unit akan bertahan dalam serum
dua sampai tiga minggu, jadi bersifat kerja lama.
Ketiga obat tersebut diberikan intramuskular. Derivat penisilin per oral
tidak dianjurkankarena absorpsi oleh saluran cerma kurang dibandingkan dengan
suntikan.
Cara pemberian penisilin tersebut sesuai dengan lama kerja masing-
masing; yang pertama diberikan setiap hari, yang kedua setiap tiga hari, dan yang
ketiga biasanya setiap minggu.
Penisilin G benzatin karena bersifat kerja lama, make kadar obat dalam
serum dapat bertahan lama dan lebih praktis, sebab penderita tidak perlu disuntik
setiap hari seperti pada pemberian penisilin G prokain dalam akua. Obat ini
mempunyai kekurangan, yakni tidak dianjurkan untuk neurosifilis karena sukar
masuk ke dalam darah di otak, sehingga yang dianjurkan ialah penisilin G prokain
dalam akua. Karena penisilin G benzatin memberi rasa nyeri pada tempat sun-
tikan, ada penyelidik yang tidak menganjurkan pemberiannya kepada bayi.
Demikian pula PAM memberi rasa nyeri pada tempat suntikan dan dapat
mengakibatkan abses jika suntikan kurang dalam; obat ini kini jarang digunakan.
2. Antibiotik Lain
Selain penisilin, masih ada beberapa antibiotik yang dapat digunakan
sebagai pengobatan sifilis, meskipun tidak seefektif penisilin.
Bagi yang alergi terhadap penisilin diberikan tetrasiklin 4 x 500 mg/hari,
atau aeritromisin 4 x 500 mg/hri, atau doksisiklin 2 x 100 mg/hari. Lama
pengobatan 15 hari bagi S I dan S II dan 30 hari bagi stadium laten. Eritromisin
bagi yang hamil, efektivitasnya meragukan. Doksisiklin absorbsinya lebih baik
daripada tetrasiklin, yakni 90-100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%.
Pada penelitian terbaru didapatkan bahwa doksisiklin atau eritromisin
yang diberikan sebagai terapi sifilis primer selama 14 hari, menunjukkan
perbaikan.
Obat yang lain ialah golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4 x 500
mg sehari selama 15 hari. Juga seftriakson setiap hari 2 gr, dosis tunggal i.m. atau
i.v. selama 15 hari.
Azitromisin juga dapat digunakan untuk S I dan S 11, terutama dinegara
yang sedang berkembang untuk menggantikan penisilin.Dosisnya 500 mg sehari
sebagai dosis tunggal. Lama pengobatan 10 hari.
6 B. TERANGKAM DAN PENGOBATAN PIODERMAE
Definisi
Pioderma ialah penyakit kulit yang menyebabkan oleh staphylococcus,
streptococcus, atau oleh kedua-duanya.
Etiologi
Penyebabnya yang utama ialah staphylococcus aureus dan streptococcus B
hemolyticus, sedangkan staphylococcus epidermidis merupakan penghuninormal
di kulit dan jarang menyebabkan infeksi.
Faktor predisposisi
1. Higiene yang kurang
2. Menurunnya daya tahan misalnya; kekurangan gizi,anemia, penyakit kronik,
neoplasma ganas ,diabetes mellitus.
3. Telah ada penyakit lain di kulit karena terjadi kerusakan diepidermis, maka
fungsi kulit pelindung akan terganggu sehingga memudahkan terjadinya
infeksi.
Klasikasi
1. Pioderma Primer
Infeksi terjadi pada kulit yang normal. Gambaran klinisnya tertentu,
penyebabnya biasanya satu macam mikroorganisme.
2. Pioderma Sekunder
Pada kulit telah ada penyakit kulit yang lain, gambaran klinisnya tak khas
dan mengikuti penyakit yang telah ada. Jika penyakit kulit disertai pioderma
sekunder disebut impetigenista, contohnya; dermatitis impatigenista,scabies
impetigenista. Tanda impetigenista, ialah jika terdapat pus,pustule, krusta
berwarna kuning kehijauan, pembesaran kelenjar getah bening
regional,leukositosis,dapat pula disertai demam.
Pengobatan umum
1. Sistematik
Berbagai obat dapat digunakan sebagai pengobatan pioderma. Berikut ini
disebutkan contoh-contohnya.
a) Penisilin g prokain dan semisitetiknya
- Penisilin g prokain
Dosisnya 1,2 juta per hari i.m. obat ini tidak dipakai dengan dosis
tinggi, dan makin sering terjadi syok anafilaktik.
- Ampisilin
Dosisnya kali 500 mg, diberikan sejam sebelum makan.
- Amoksisilin
Dosisnya sama dengan ampisilin, kelebihannya lebih praktis karena
dapat diberikan setelah makan. Jugaa cepat diabsorbsi dibandingkan
dengan ampisilin sehingga konsentral dalam plasma lebih tinggi.
b) Golongan obat resisten-penisiline
Yang termasuk golongan ini contohnya; okasilin, kloksasilin, dikloksilin,
perhari sebelum makan. golongan obat ini mempunyai kelebihan karena
juga berkhasiat bagi staphylococcus aureus yang telah membentuk
penisilinase.
c) Linkomisin dan Klindamisin
Dosis linkomisin 3 kali 500 mg perhari. Klindamisin diabsorbsi lebih baik
karena itu dosisnya lebih kecil, yakni 4 kali 150 mg sehari per os. Pada
infeksi untuk pioderma disamping golongan obat penisilin resisten-
penesilinase. Efek samping yang di sebut kepustakaan berupa colitis
pseudomembranosa, belum pernah penulis temukan. Linkomiskin agar
tidak karena potensi antibakterialnya lebih sedikit, pada pemberian per oral
tidak terlalau dihambat oleh adanya makanan dalam lambung.
d) Eritromisin
Dosisnya 4 kali 500 mg perhari per os. Efektivitasnya kurang
dibandingkan dengan linkomisin/klindimisin dan obat golongan penisilin
resisten-penesilinase dan obat golongan penisilin. Obat ini cepat
menyebabkan resisistensi sering member rasa tak enak di lambung.
e) Sefalosporin
Pada pioderma yang betat atau yang tidak member renspons dengan obat-
obatan tersebut diatas, dapat dipakai sefalosporin . Ada empat generasi
yang berkhasiat untuk kuman positif-gram ialah generasi I, Juga generasi
Iv. Contohnya sefadroksil yang generasi 1 dengan dosis untuk orang
dewasa 2 kali 500% mg atau 2 kali 100 mg perhari.
2. Topikal
Bermacam-macam obat topikal dapat digunakan untuk pengobatan
pioderma. Obat topikal anti mikrobial hendaknya yang tidak dipakai secara
sistemik agar kelak tidak terjadi resistensi dan hiversensitivitas, contohnya
ialah basitrasin,neomisin, dan mipirosin. Niomisin juga berkasiat untuk kuman
negative-gram. Neomisin , yang di negeri Barat dikatakan sering menyebabkan
sensitisasi, menurut pengalaman penulis jarang, teramisin dan kioramfenikol
tidak begitu efektif,banyak digunakan karena harganya murah. Obat-obat
tersebut sebagai salap atau krim.
Sebagai obat topikal juga kompres terbuka, contohnya; larutan
permanganas kalikus 1/500, larutan rivanol 1 o/oo dan yodium povidon 7,5%
yang dilarutkan 10 kali. Yang terakhir ini lebih efektif hanya pada sebagian
kecil mengalami sensitisasi karena yodium. Rivanol mempuyai kekurangan
karena mengotori seprei.
Pemeriksaan Pembantu
Pada pemeriksaan laboratorik terdapat leukositosis. Pada kasus-kasus
yang kronis dan sukar sembuh dilakukan kultur dan tes resistensi. Ada
kemungkinan penyebabnya bukan stafilokokus atau streptokokus melainkan
kuman negative-gram. Hasil tes resistensi hanya bersifat menyokong, invivo
tidak selalu sesuai dengan in vitro.
Bentuk Pioderma
Berbagai bentuk pioderma akan di bicarakan satu persatu.
A. Imfetigo
a. Definisi
Imfetigo ialah pioderma superfisialis (terbatas dan epidermis)
b. Klasifikasi
Terdapat 2 bentuk ialah imfetigo krustosa dan impetigo bulosa.
1. Impetigo Krustosa
Sinonim
Impetigo kontogiosa, infetigo vulgaris, invetigo tillbury fox.
Etiologi
Biasanya streptococcus B hemolyticus.
Gejala klinis
Tidak disertai gejala umum, hanya terdapat pada anak, tempat
redileksi muka,karena di anggap sumber infeksi dari daerah tersebut.
Kelainan kulit ialah eritema dan vesikel yang cepat memecah
sehingga jika penderita datang berobat yang terlihat ialah krusta tebal
berwarna kuning seperti madu. Jika dilepaskan tampak serperti erosi
dibawahnya. Sering krusta menyebar ke perifer dan sembuh dibagian
tengah.
Komplikasi ; glomerulonefritis (2-5%) yang disebabkan oleh sero tipe
tertentu.
Diagnosis banding
Ektima
Pengobatan
Jika krusta sedikit, dilepaskan dan diberi salap antibiotic. Kalau
banyak diberi pula tibiotik sistemik.
2. Impetigo bulosa
Sinonim
Impetigo vesiko-bulosa, cacar monyet.
Etiologi
Biasanya staphylococcus aurerus.
Gejala klinis
Keadaan umumnya tidak dipengaruhi. Tempat predileksi di ketiak,
dada, pinggung. Sering kali miliaria. Terdapat pada anak dan orang
dewasa. Kelainan kulit berupa eritema,bula, dan bula hipopion.
Kadang-kadang waktu penderita datang berobat, vesikel/bula telah
memecah sehingga yang tampak koleret dan dasarnya masih
eritematosa.
Diagnosis banding
Jika vesikel/bula telah pecah dan hanya terdapat koleret dan eritema,
maka mirip dematofitosis. Pana anamnesis hendaknya ditanyakan,
apakah sebelumnya terdapat lepuh. Jika ada, diagnosisnya ialah
impetigo bulosa.
Pengobatan
Jika terdapat hanya beberapa vesikel/bula, dipecahkan lalu diberi
salap antibiotic atau cairan antiseptic. Kalau banyak diberi pula
antibiotic sistemik. Faktor predisposasi dicari, jika karena banyak
keringat, ventilasi diperbaiki.
3. Imfetigo neonatorum
Penyakit ini merupakan varian impetigo bulosa yang terdapat
pada neonates. Kelainan kulit serupa impetigo bulosa hanya lokasinya
menyeluruh, dapat disertai demam.
Diagnosis banding
Sifilis congenital. Pada penyakit ini bula juga terdapat ditelapak
tangan dan kaki, terdapat pula snuffle nose, saddle nose, dan pseudo
paralisis parrot.
Pengobatan
Antibiotik harus diberikan secara sistemik. Topikal dapat diberikan
bedak salisil 2%
B. Folikulitis
a. Definisi
Radang folikel rambut
b. Etiologi
Biasanya staphylococcus aureus
c. Klasifikasi
1. Folikulitis superfisialis; terbatas didalam epidermis
Sinonim
Impetigo bockhart
Gejala klinis Tempat predileksi ditungkai bawah. Kelainan berupa
papul atau pastul yang eritamatosa dan tengahnya terdapat rambut,
biasanya multipel.
2. Folikulitis protunda; sampai ke subkutan.
Gambaran Klinis
Gambaran klinisnya seperti diatas, hanya seraba infitrat di subkutan.
Contohnya sikosis barbe yang berlokas dibibir atas dan di dagu,
bilateral.
d. Diagnosis banding
Tinea barbe, lokalisasinya di mandibula/submandibula, unilateral. Pada
tineo bare sediaan dengan KOH positif.
e. Pengobatan
Antibiotic sistemik/topikal. Cari faktor predisposisi.
C. Furunkel/Karbunkel
a. Definisi
Furunkel ialah radang folikel rambut dan sekitarnya . jika lebih daripada
sebuah disebut furunkulosis. Karbunkel ialah kumpulan furunkel.
b. Etiologi
Biasanya staphylococcus aureus
c. Gejala klinis
Keluhannya nyeri. Kelainan berupa nodus eritematosa berbentuk kerucut,
ditengahnya terdapat pustul. Kemudian melunak menjadi abses yang
berisi pus dan jaringan nekrotik, lalu memecah membentuk fistel. Tempat
predileksi ialah tempat yang banyak friksi, misalnya aksial dan bokong.
d. Pengobatan
Jika sedikit cukup dengan antibiotic topikal. Jika banyak digabung
dengan antibiotic sistemik . kalau berulang-ulang mendapatkan
furunkulosis atau karbunkel, cari faktor predisposisi,misalnya diabetes
militus.
D. Ektima
a. Definisi
Ektima ialah ulkus superficial dengan krusta diatasnya disebabkan
infeksi oleh streptococcus.
b. Etiologi
Streptococcus B hemolyticus
c. Gejala klinis
Tampak sebagai krusta tebal berwarna kuning,biasanya berlokasi di
tungkai bawah, yaitu tempat yang relatif banyak mendapat trauma. Jika
krusta diangkat teryata lekat dan tampak ulkus yang dangkal.
d. Diagnosis banding
Impetigo krustosa, persamaannya, kedua-duanya berkrusta berwarna
kuning, perbedanya impetigo krustosa terdapat pada anak, berlokasi
dimuka, dan dasrnya ialah erosi. Sebaliknya ektima predilekai di tungkai
bawah, dan dasarnya ialah ulkus.
e. Pengobatan
Jika terdapat sedikit, krusta diangkat lalu diolesi dengan salap antibiotic.
Kalau banyak juga diobati antibiotic sistemik.
E. Pionikia
a. Definisi
Staphylococcus aureus dan/atau streptococcus B hemolyticus.
b. Gejala klinis
Penyakit ini didahului trauma. Mulainya infeksi pada lipat kuku, terlihat
tanda-tanda radang, kemudian menjalar ke metrics dan lempeng kuku
(nail plate), dapat terbentuk abses subungual.
c. Pengobatan
Kompres dengan larutan antiseptic dan berikan antibiotic sistemik. Jika
terjadi abses subungual kuku diekstraksi.
F. Erisipelas konsitusi
a. Definisi
Erysipelas ialah penyakit infeksi akut, biasanya disebabkan oleh
streptococcus, gejala utamanya ialah eritema berwarna cerah. Dan
berbatas tegas serta disertai gejala konstitusi.
b. Etilogi
Biasanya streptococcus B hemolyticus.
c. Gejala klinis
Terdapat gejala konsititusi; demam,malese. Lapisan kulit diserang
ialah epidermis dan dermis. Penyakit ini didahuluka trauma, karena itu
biasanya tempat predileksinya tungkai bawah. Kelainan kulit yang utama
ialah eritema yang berwarna merah cerah, terbatas tegas, dan pinggirnya
meninggi dengan tanda-tanda radang akut. Dapat disertai
edema,vesikel,dan bula. Terdapat leukositosis.
Jika tidak diobati akan menjalar kesekitarnya terutama ke
proksimal. Kalau sering residif di tempat yang sama dapat terjadi
elephantiasis.
d. Diagnosis banding
Selulitis, pada penyakit ini terdapat infiltrate di subkutan.
e. Pengobatan
Istirahat, tungkai bawah kaki yg di serang ditinggikan (elevasi), tingginya
sedikit lebih tinggi dari pada letak kor, pengobatan sistemik ialah
antibiotic, topikal diberikal kompres terbuka dengan larutan antiseptic.
Jika di berikan diuretika.
G. Selulitis
Etiologi, gejala konsitusi, tempat predileksi, kelainan pemeriksaan
laboratorik, dan terapinya sama dengan erysipelas.
Kelainan kulit berupa infiltrate yang diful disubkutan dengan tanda-tanda
radang akut.
H. Flegmon
Flegmon ialah selulitis yang mengalami supurasi. Terapinya sama dengan
selulitis hanya ditambah insisi.
I. Ulkus Piogenik
Berbentuk ulkus yang gambaran klinisnya tidak khas disertai pus diatasnya.
Dibedakan dengan ulkus lain yang disebabkan oleh kuman negative-gram,
oleh karena itu perlu dilakukan kultur
J. Abses Multipel Kelenjar Keringat
a. Definisi
Abses multipel kelenjar keringat ialah infeksi yang biasanya disebabkan
oleh staphylococcus aureus pada kelenjar keringat, berupa abses multipel
tak nyeri berbentuk kubah.
b. Etiologi
Biasanya staphylococcus aureus.
c. Gejala klinis
Didapati pada anak. Faktor predisposisi ialah daya tahan yang menurun
(misalnya;malnutrisi,morbili), juga banyak keringat, karena itu bersama-
sama miliaria. Gambaran klinisnya berupa nodus eritematosa, multipel,
tsk nyeri, berbentuk kubah, dan lama memecah. Lokasinya ditempat yang
banyak keringat.
d. Diagnosis banding
Furunkulosis, pada penyakit ini terasa nyeri batuknya seperti kerucut
dengan pustule di tengah dan relative lebih cepat memecah.
e. Pengobatan
Antibiotik sistematik dan tropical. Ingat faktor predisposisi.
K. Hidraadenitis
a. Definitis
Hidraadenitis ialah infeksi kelenjar apokrin, biasanya oleh
staphylococcus aureus.
b. Etiologi
Staphylococcus aureus.
c. Gejala klinis
Infeksi terjadi pada kelenjar apokrin, karena itu terdapat pada usia
sesuatu akil balik sampai dewasa muda. Sering didahului oleh
trauma/mikrotrauma, misalnya; banyak keringat, pemakaian Deodorant
atau rambut ketiak digunting.
Penyakit ini disertai gejala konstitusi; demam,malese. Rumah
berupa nodus dengan kelima tanda radang akut. Kemudisn dapat
melunak menjadi abses, dan memecah membentuk fistel dan disebut
hidraadenitis supurativa. Pada yang menahun dapat terbentuk abses,fistel,
dan sinus yang mutipel. Terbanyak berlokasi diketiak, juga di perineum,
jadi tempat-tempat yang banyak kelenjar apokrim. Terdapat leukositosis.
d. Diagnosis banding
Skrofuloderma. Persamaannya terdapat nodus, abses, dan fistel.
Perbedaannya, pada hidraadenitis supurativa pada skrofuloderma tidak
terdapat tanda-tanda radang akut dan tidak ada leukositosis.
e. Pengobatan
Antibiotik sistemik. Jika telah terbentuk abses, diinsisi. Kalau belum
melunak diberi kompres terbuka. Pada kasus yang kronik residif kelenjar
apokrin dieksisi.
L. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome
a. Definisi
S.S.S.S. ialah infeksi kulit oleh staphylococcus aureus tipe tertentu
dengan cirri yang khas ialah terdapatnya epidermolisis.
b. Epidemiologi
Penyakit itu terutama terdapat pada anak di bawah 5 tahun, pria lebih
banyak daripada wanita.
c. Etiologi
Etiologinya ialah diantaranya staphylococcus aureus grup II faga 52,55
dan/atau faga 71
d. Patogenenesis
Sebagai sumber infeksi ialah infeksi pada mata,hidung,tenggorok,
dan telinga. Eksotoksin yang dikeluarkan bersifat efidermolitik
(epidermolin,eksfoliatin) yang beredar diseluruh tubuh, sampai pada
epidermis dan menyebabkan kerusakan , karena epidermis merupakan
jaringan yang rentan terhadap toksin ini. Pada kulit tidak selalu
ditemukan kuman penyebab.
Fungsi ginjal yang baik diperlukan untuk mengekskresikan
ekspoliatin. Pada anak-anak dan bayi diduga fungsi ekskreasi ginjal
belum sempurna, karena itu umumnya penyakit ini terdapat pada
golongan orang dewasa diduga karena terdapat kegagalan fungsi ginjal,
atau terdapat gangguan imunologik, termasuk yang mendapat obat
imunosupresif.
e. Gejala klinis
Pada umumnya terdapat demam yang tinggi disertai infeksi di
saluran napas bagian atas. Kelainan kulit yang pertama timbul ialah
eritema yang timbul mendadak pada muka,leher,ketiak,dan lipat paha,
kemudian menyeluruh dalam waktu 24 jam. Dalam waktu 24-48 jam
akan timbul bula-bula besar berdinding kendur. Jika kulit yang
tampaknya normal ditekan dan digeser kulit tersebut akan terkelupas
sehingga member tanda nikolsky positif. Dalam 2-3 hari terjadi
pengeriputan spontan disertai pengelupasan lembaran-lembaran kulit
sehingga tampak daerah-daerah erosive. Akibat eidermolisis
tersebut,gambarannya mirip kombusito. Daerah-daerah tersebut akan
mongering dalam beberapa hari dan terjadi deskuamasi. Deskuamasi
pada daerah yang tidak eritmatosa, yang tidak mengelupas terjadi dalam
waktu 10 hari. Meskipun bibir sering dikenai, tetapi mukosa jarang
diserang. Penyembuhan penyakit akan terjadi setelah 10-14 hari tanpa
disertai sikatriks.
f. Komplikasi
Meskipun S.S.S.S. dapat sembuh spontan, dapat pula terjadi pula
terjadi komplikasi, misalnya; selulitis pneumonia, dan septicemia.
g. Pemeriksaan bakteriologi
Jika terdapat infeksi ditempat lain, misalnya disaluran napas dapat
dilakukan pemeriksaan bakteriologik. Juga sebaliknya diperiksa
mengenai tipe kuman,karena S.S.S.S disebabkan oleh staphylococcus
aureus tipe tertentu. Pada kulit, seperti telah disebutkan, tidak didapati
kuman penyebab karena kerusakan kulit akibat toksin.
h. Histopatologi
Pada S.S.S.S terdapat gambaran yang khas, yakni terlihat lepuh
intraepidermal, cerah terdapat di stratum granulosum. Meskipun ruang
lepuh sering mengandung sel-sel akan tolitik, epidermis sisanya
tampaknya utuh tanpa disertai nekrosis sel.
i. Diagnosis banding
Penyakit ini sangat mirip N.E.T. perbedaannya, S.S.S.S. Umumnya
menyerang anak dibawah usia 5 tahun, mulainya kelainan kulit di
muka,leher,aksila dan lipat paha; mukosa umumnya tidak dikenal, alat-
alat dalam tidak diserang, dan angka kematiannya lebih rendah. Kedua
penyaki tersebut agak sulit dibedakan,oleh karena itu hendaknya
dilakukan pemeriksaan histopatologik secara frozen section agar hasilnya
cepat diketahui,karena prinsip terapi kedua penyakit tersebut berbeda.
Perbedaannya terletak pada letak cerah, pada S.S.S.S. stratum
granulosum,sedangkan pada N.E.T di subepidermal. Perbedaan lain, pada
N.E.T. terdapat sel-sel nekrosis di sekitar cerah dan banyak terdapat di
radang.
j. Pengobatan
Perbedaan dengan pengobatan pada N.E.T. maka kortikosteroid
tidak perlu diberikan. Pengobatannya ialah antibiotic, jika dipilih derivate
penisilin hendaknya yang juga efektif bagi staphylococcus aureus yang
membentuk penisilinase, misalnya kloksasilin dengn dosis 3 kali 250%
mg untuk orang dewasa sehari per os. Pada neonates (penyakit ritter)
dosisnya 3kali 50 mg sehari per os. Obat lain yang dapat diberikan ialah
klindamisin dan sefalosporin generasi I. Topikal dapat diberikan
sufratulle atau krim antibiotic. Selain itu juga harus diperhatikan
keseimbangan cairan dan elektroit.
k. Prognosis
Kematian dapat terjadi,terutama pada bayi berusia 1-10%.
Penyebab utama kematian ialah tidak adanya keseimbangan
cairan/elektrolit dan sepsis.
7 A. TERANGKAN DAN PENGOBATAN PENYAKIT VIRUS PADA
KULIT
A. Herpes Zoster
Definisi
Herpes zoster/dampa/cacar ular adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini
merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.
Epidemiologi
Penyebarannya sama seperti varisela. Penyakit ini, seperti yang
diterangkan dalam definisi, merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah
penderita mendapat varisela. Kadang-kadang varisela ini berlangsung subklinis.
Tetapi ada pendapat yang menyatakan kemungkinan transmisi virus secara
aerogen dari pasien yang sedang menderita varisela atau herpes zoster.
Patogenesis
Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion
kranialis. Kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan
daerah persarafan ganglion tersebut. Kadang-kadang virus ini juga menyerang
ganglion anterior, bagian motorik kranialis sehingga memberikan gejala-gejala
gangguan motorik.
Gejala klinis
Daerah yang paling sering terkena adalah daerah torakal, walaupun
daerah-daerah lain tidak jarang. Frekuensi penyakit ini pada pria dan wanita sama,
sedangkan mengenai umur lebih sering pada orang dewasa.
Sebelum timbul gejala kulit terdapat, gejala prodromal baik sistemik
(demam, pusing, malese), maupun gejala prodromal lokal (nyeri otot-tulang, gatal,
pegal dan sebagainya). Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat
menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa dan
edema. Vesikel ini berisi cairan jernih, kemudian menjadi keruh (berwarna abu-
abu), dapat menjadi pustul dan krusta. Kadang-kadang vesikel mengandung darah
dan disebut sebagai herpes zoster hemoragik. Dapat pula timbul infeksi sekunder
sehingga menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa sikatriks.
Masa tunasnya 7-12 hari. Masa aktif penyakit ini berupa lesi-lesi baru
yang tetap timbul berlangsung kira-kira seminggu, sedangkan masa resolusi
berlangsung kira-kira 1-2 minggu. Di samping gejala kulit dapat juga dijumpai
pembesaran kelenjar getah bening regional. Lokalisasi penyakit ini adalah
unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat persarafan. Pada susunan
saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, tetapi pada susunan saraf pusat kelainan
ini lebih sering karena struktur ganglion kranialis memungkinan hal tersebut.
Hiperestesi pada daerah yang terkena memberi gejala yang khas. Kelainan pada
muka sering disebabkan oleh karena gangguan pada nervus trigeminus (dengan
ganglion gaseri) atau nervus fasialis dan otikus (dari ganglion genikulatum).
Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus
trigeminus, sehingga menimbulkan kelainan pada mata, di samping itu juga
cabang kedua dan ketiga menyebabkan kelainan kulit pada daerah persarafannya.
Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan otikus,
sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit
yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran,
nistagmus dan nausea, juga terdapat gangguan pengecapan. Herpes zoster abortif,
artinya penyakit ini berlangsung dalam waktu yang singkat dan kelainan kulitnya
hanya berupa beberapa vesikel dan eritem. Pada herpes zoster generalisata
kelainan kulitnya unilateral dan segmental ditambah kelainan kulit yang menyebar
secara generalisata berupa vesikel yang solitar dan ada umbilikasi. Kasus ini
terutama terjadi pada orang tua atau pada orang yang kondisi fisiknya sangat
lemah, misalnya pada penderita limfoma malignum.
Neuralgia pascaherpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakitnya sembuh. Nyeri ini dapat
berlangsung sampai beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan gradasi nyeri
yang bervariasi dalam kehidupan sehari-hari. Kecenderungan ini dijumpai pada
orang yang mendapat herpes zoster di atas usia 40 tahun.
Komplikasi
Neuralgia pascahepatik dapat timbul pada umur di atas 40 tahun,
persentasenya 10-15%. Makin tua penderita makin tinggi presentasenya.
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa
komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V.,
keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering menjadi
ulkus dengan jaringan nekrotik.
Pada herpes zoster oftalmikus dapat terjadi berbagai komplikasi, di
antaranya ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioretinitis, dan neuritis
optik.
Paralisis motorik terdapat pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat penjalaran
virus secara per kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang
berdekatan. Paralisis biasanya timbul dalam 2 minggu sejak awitan munculnya
lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi, misalnya di muka, diafragma, batang tubuh,
ekstremitas, vesika urinaria, dan anus. Umumnya akan sembuh spontan.
Infeksi juga dapat menjalar ke alat dalam, misalnya paru, hepar, dan otak
.
Pembantu Diagnosis
Pada pemeriksaan percobaan Tzanck dapat ditemukan sel datia berinti
banyak.
Diagnosis Banding
1. Herpes simpleks
2. Pada nyeri yang merupakan gejala prodromal lokal sering salah
diagnosis dengan penyakit reumatik maupun dengan angina pektoris,
jika terdapat di daerah setinggi jantung.
Pengobatan
Terapi sistemik umumnya bersifat simtomatik, untuk nyerinya diberikan
analgetik. Jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotik.
Indikasi obat antiviral ialah herpes zoster oftalmikus dan pasien dengan
defisiensi imunitas mengingat komplikasinya. Obat yang biasa digunakan ialah
asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir. Obat yang lebih baru ialah
famsiklovir dan pensiklovir yang mempunyai waktu paruh eliminasi yang lebih
lama sehingga cukup diberikan 3x250 mg sehari. Obat-obat tersebut diberikan
dalam 3 hari pertama sejak lesi muncul.
Dosis asiklovir yang dianjurkan ialah 5x800 mg sehari dan biasanya
diberikan 7 hari, sedangkan valasiklovir cukup 3x1000 mg sehari karena
konsentrasi dalam plasma lebih tinggi. Jika lesi baru masih tetap timbul obat-obat
tersebut masih dapat diteruskan dan dihentikan sesudah 2 hari sejak lesi baru tidak
timbul lagi.
Isoprinosin sebagai imunostimulator tidak berguna karena awitan kerjanya
baru setelah 2-8 minggu, sedangkan masa aktif penyakit kira-kira hanya
seminggu.
Untuk neuralgia pascaherpetik belum ada obat pilihan, dapat dicoba
dengan akupungtur.
Menurut FDA, obat pertama yang dapat digunakan untuk nyeri neuropatik
pada neuropati perifer diabetik dan neuralgia pasca herpetik ialah pregabalin. Obat
tersebut lebih baik daripada obat gaba yang analog ialah gabapentin, karena efek
sampingnya lebih sedikit, lebih poten (2-4 kali), kerjanya lebih cepat, serta
pengaturan dosisnya lebih sederhana. Dosis awalnya ialah 2x75 mg sehari, setelah
3-7 hari bila responsnya kurang dapat dinaikkan menjadi 2x150 mg sehari. Dosis
maksimumnya 600 mg sehari.
Efek sampingnya ringan berupa dizziness dan somnolen yang akan
menghilang sendiri, jadi obat tidak perlu dihentikan.
Obat lain yang dapat digunakan ialah antidepresi trisiklik (misalnya
nortriptilin dan amitriptilin yang akan menghilangkan rasa nyeri pada 44-67%
kasus.
Efek sampingya antara lain gangguan jantung, sedasi, dan hipotensi. Dosis
awal amitriptilin ialah 75 mg sehari, kemudia ditinggikan sampai timbul efek
terapeutik, biasanya antara 150-300 mg sehari. Dosis nortriptilin ialah 50-150 mg
sehari.
Nyeri neuralgia pasca herpetik (derajat nyeri dan lamanya) bersifat
individual. Nyeri tersebut dapat hilang spontan, meskipun ada yang sampai
bertahun-tahun.
Indikasi pemberian kortikosteroid ialah untuk sindrom Ramsay Hunt.
Pemberian harus sedini-dininya untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang biasa
kami berikan ialah prednison dengan dosis 3x20 mg sehari, setelah seminggu
dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas
akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat antiviral. Dikatakan
kegunaannya untuk mencegah fibrosis ganglion.
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium
vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel
agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Kalau
terjadi ulserasi dapat diberikan salap antibiotik.
Prognosis
Umumnya baik, pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung pada
tindakan perawatan secara dini.
B. Veruka
Definisi
Veruka ialah hiperplasi epidermis disebabkan oleh human papilloma virus
tipe tertentu.
Sinonim
Pelbagai nama yang diberikan, misalnya untuk veruka vulgaris diberi
nama kutil atau common wart dan kondiloma akuminatum disebut sebagai genital
wart.
Epidemiologi
Tersebarnya kosmopolit dab transmisinya melalui kontak kulit, maupun
autoinokulasi. Bergantung pada jenis kutil yang ditemukan, ada yang terdapat
terutama pada usia anak atau pada usia dewasa.
Etiologi
Virus penyebabnya tergolong dalam virus papiloma (grup papova), virus
DNA dengan karakteristik replikasi terjadi intranuklear.
Klasifikasi
Penyakit veruka mempunyai beberapa bentuk klinis.
1. Veruka vulgaris dengan varian veruka filiformis
2. Veruka plana juvenilis
3. Veruka plantaris
4. Veruka akuminatum (kondiloma akuminatum)
Gejala Klinis
Veruka vulgaris
Kutil ini terutama terdapat pada anak, tetapi juga terdapat pada dewasa dan
orang tua. Tempat predileksinya terutama di ekstremitas bagian ekstensor,
walaupun demikian penyebarannya dapat ke bagian lain tubuh termasuk mukosa
mulut dan hidung. Kutil ini bentuknya bulat berwarna abu-abu, besarnya
lentikular atau kalau berkonfluensi berbentuk plakat, permukaan kasar (verukosa).
Dengan goresan dapat timbul autoinokulasi sepanjang goresan (fenomen Kbner).
Dikenal pula induk kutil yang pada suatu saat akan menimbulkan anak-
anak kutil dalam jumlah yang banyak. Ada pendapat yang menggolongkan
sebagai penyakit yang sembuh sendiri tanpa pengobatan. Varian veruka vulgaris
yang terdapat di daerah muka dan kulit kepala berbentuk sebagai penonjolan yang
tegak lurus pada permukaan kulit dan permukaannya verukosa disebut sebagai
verukosa filiformis.
Veruka Plana Juvenilis
Kutil ini besarnya miliar atau lentikular, permukaan licin dan rata,
berwarna sama dengan warna kulit atau agak kecoklatan. Penyebarannya terutama
di daerah muka dan leher, dorsum manus dan pedis, pergelangan tangan, serta
lutut. Juga terdapat fenomen Kbner dan termasuk penyakit yang dapat sembuh
sendiri tanpa pengobatan. Jumlah kutil dapat sangat banyak. Terutama terdapat
pada anak dan usia muda, walaupun juga dapat ditemukan pada orang tua.
Veruka Plantaris
Kutil ini terdapat di telapak kaki terutama di daerah yang mengalami
tekanan. Bentuknya berupa cincin yang keras dengan di tengah agak lunak dan
berwarna kekuning-kuningan. Permukaannya licin karena gesekan dan
menimbulkan rasa nyeri pada waktu berjalan, yang disebabkan oleh penekanan
oleh massa yang terdapat di daerah tengah cincin. Kalau beberapa veruka bersatu
dapat timbul gambaran seperti mozaik.
Histopatologi
Jika gambaran klinis tidak jelas dapat dilakukan pemeriksaan
histopatologik melalui biopsi kulit. Gambaran histopatologis dapat membedakan
bermacam-macam papiloma.
Pengobatan
Macam-macam terapi topikal:
1. Bahan kaustik, misalnya larutan Ag NO3 25%, asam triklorosetat 50%,
dan fenol likuifaktum.
2. Bedah beku, misalnya CO2, N2 dan N2O.
3. Bedah skalpel
4. Bedah listrik
5. Bedah laser
Prognosis
Penyakit ini sering residif, walaupun diberikan pengobatan yang adekuat.
C. Kondiloma Akuminatum
Definisi
Kondiloma akuminatum ialah vegetasi oleh human papilloma virus tipe
tertentu, bertangkai, dan permukaannya berjonjot.
Epidemiologi
Penyakit ini termasuk Penyakit akibat Hubungan Seksual (P.H.S).
Frekuensinya pada pria dan wanita sama. Tersebar kosmopolit dan transmisi
melalui kontak kulit langsung.
Etiologi
Virus penyebabnya adalah Virus Papilloma Humanus (VPH), ialah virus
DNA yang tergolong dalam keluarga virus Papova. Sampai saat ini telah dikenal
sekitar 70 tipe VPH, namun tidak seluruhnya dapat menyebabkan kondiloma
akuminatum. Tipe yang pernah ditemui pada kondiloma akuminatum adalah tipe
6, 11, 16, 18, 30, 31, 33, 35, 39, 41, 42, 44, 51, 52, dan 56.
Beberapa tipe VPH tertentu mempunyai potensi onkogenik yang tinggi,
yaitu tipe 16 dan 18. Tipe ini merupakan jenis virus yang paling sering dijumpai
pada kanker serviks. Sedangkan tipe 6 dan 11 lebih sering dijumpai pada
kondiloma akuminatum dan neoplasia intraepitelial serviks derajat ringan.
Gejala Klinis
Penyakit ini terutama terdapat di daerah lipatan yang lembab, misalnya di
daerah genitalia eksterna. Pada pria tempat predileksinya di perineum dan sekitar
anus, sulkus koronarius, glans penis, muara uretra eksterna, korpus, dan pangkal
penis. Pada wanita di daerah vulva dan sekitarnya, introitus vagina, kadang-
kadang pada porsio uteri. Pada wanita yang banyak mengeluarkan fluor albus atau
wanita yang hamil pertumbuhan penyakit lebih cepat.
Kelainan kulit berupa vegetasi yang bertangkai dan berwarna kemerahan
kalau masih baru, jika telah lama agak kehitaman. Permukaannya berjonjot
(papilomatosa) sehingga pada vegetasi yang besar dapat dilakukan percobaan
sondase. Jika timbul infeksi sekunder warna kemerahan akan berubah menjadi
keabu-abuan dan berbau tidak enak.
Vegetasi yang besar disebut sebagai giant condyloma (Buschke) yang
pernah dilaporkan menimbulkan degenerasi maligna, sehingga harus dilakukan
biopsi.
Diagnosis Banding
1. Veruka vulgaris: vegetasi yang tidak bertangkai, kering dan berwarna abu-abu
atau sama dengan warna kulit
2. Kondiloma latu: sifilis stadium II, klinis berupa plakat yang erosif, ditemukan
banyak Spirochaeta pailidum.
3. Karsinoma sel skuamosa: vegetasi yang seperti kembang kol, mudah berdarah,
dan berbau.
Pengobatan
1. Kemoterapi
a. Podofilin
Yang digunakan ialah tingtur podofilin 25%. Kulit di sekitarnya
dilindungi dengan vaselin atau pasta agar tidak terjadi iritasi, setelah 4-6
jam dicuci. Jika belum ada penyembuhan dapat diulangin setelah 3 hari.
Setiap kali pemberian jangan melebihi 0,3 cc karena akan diserap dan
bersifat toksik. Gejala toksisitas ialah mual, muntah, nyeri abdomen,
gangguan alat napas, dan keringat yang disertai kulit dingin. Dapat pula
terjadi supresi sumsum tulang yang disertai trombositopenia dan
leukopenia. Pada wanita hamil sebaiknya jangan diberikan kerena dapat
terjadi kematian fetus.
Cara pengobatan dengan podofilin ini sering dipakai. Hasilnya baik
pada lesi yang baru, tetapi kurang memuaskan pada lesi yang lama atau
yang berbentuk pipih.
b. Asam triklorasetat
Digunakan larutan dengan konsentrasi 50%, dioleskan setiap
minggu. Pemberiannya harus berhati-hati karena dapat menimbulkan ulkus
yang dalam. Dapat diberikan pada wanita hamil.
c. 5-fluorourasil
Konsentrasinya antara 1-5% dalam krim, dipakai terutama pada
lesi di meatus uretra. Pemberiannya setiap hari sampai lesi hilang.
Sebaiknya penderita tidak miksi selama 2 jam setelah pengobatan.
2. Bedah listrik (elektrokauterisasi)
3. Bedah beku (N2, N2O cair)
4. Bedah skalpel
5. Laser karbondioksida
Luka lebih cepat sembuh dan meninggalkan sedikit jaringan parut, bila
dibandingkan elektrokauterisasi.
6. Interferon
Dapat diberikan dalam bentuk suntikan (i.m. atau intralesi) dan topikal
(krim). Interferon afa diberikan dengan dosis 4-6 mU. i.m. 3 kali seminggu
selama 6 minggu atau dengan dosis 1-5 mU. i.m. selama 6 minggu.
Interferon beta diberikan dengan dosis 2x106 unit i.m. selama 10 hari
berturut-turut.
7. Imunoterapi
Pada penderita dengan lesi yang luas dan resisten terhadap pengobatan
dapat diberikan pengobatan bersama dengan imunostimulator.
Prognosis
Walaupun sering mengalami residif, prognosisnya baik. Faktor
predisposisi dicari, misalnya higiene, adanya fluor albus, atau kelembaban pada
pria akibat tidak disirkumsisi.
D. Moluskum Kontagiosum
Definisi
Moluskum kontagiosum adalah penyakit disebabkan oleh virus poks,
klinis berupa papul-papul, pada permukaannya terdapat lekukan, berisi massa
yang mengandung badan moluskum.
Epidemiologi
Penyakit ini terutama menyerang anak dan kadang-kadang juga orang
dewasa. Jika pada orang dewasa digolongkan dalam Penyakit akibat Hubungan
Seksual (P.S.H). Transmisinya melalui kontak kulit langsung dan otoinokulasi.
Gejala Klinis
Masa inkubasi berlangsung satu sampai beberapa minggu. Kelainan kulit
berupa papul miliar, kadang-kadang lentikular dan berwarna putih seperti lilin,
berbentuk kubah yang kemudian di tengahnya terdapat lekukan (delle). Jika dipijit
akan tampak ke luar massa yang berwarna putih seperti nasi. Lokalisasi penyakit
ini di daerah muka, badan dan ektremitas, sedangkan pada orang dewasa di daerah
pubis dan genitalia eksterna. Kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder
sehingga timbul supurasi.
Histopatologi
Pada pemeriksaan histopatologi di daerah epidermis dapat ditemukan
badan moluskum yang mengandung partikel virus.
Pengobatan
Prinsip pengobatan adalah megeluarkan massa yang mengandung badan
moluskum. Dapat dipakai alat seperti ekstraktor komedo, jarum suntik, atau kuret.
Cara lain dapat digunakan elektrokauterisasi atau bedah beku dengan CO2, N2 dan
sebagainya. Pada orang dewasa harus juga dilakukan terapi terhadap pasangan
seksualnya.
Prognosis
Dengan menghilangkan semua lesi yang ada, penyakit ini tidak atau jarang
residif.
E. Varisela
Definisi
Infeksi akut primer oleh virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan
mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama
berlokasi di bagian sentral tubuh.
Sinonim
Cacar air, chicken pox.
Epidemiologi
Tersebar kosmopolit, menyerang terutama anak-anak, tetapi dapat juga
menyerang orang dewasa. Transmisi penyakit ini secara aerogen. Masa
penularannya lebih kurang 7 hari dihitung dari timbulnya gejala kulit.
Etiologi
Virus varisela-zoster. Penamaan virus ini memberi pengertian bahwa
infeksi primer virus ini menyebabkan penyakit varisela, sedangkan reaktivasi
menyebabkan herpes zoster.
Gejala Klinis
Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14 sampai 21 hari. Gejala klinis
mulai gejala prodormal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malese dan nyeri
kepala, kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul eritematosa yang
dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini khas
berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel akan berubah menjadi pustul dan
kemudian menjadi krusta. Sementara proses ini berlangsung, timbul lagi vesikel-
vesikel yang baru sehingga menimbulkan gambaran polimorfi.
Penyebarannya terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara
sentrifugal ke muka dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata,
mulut, dan saluran napas bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder terdapat
pembesaran kelenjar getah bening regional. Penyakit ini biasanya disertai rasa
gatal.
Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat menimbulkan
kelainan kongenital, sedangkan infeksi yang terjadi beberapa hari menjelang
kelahiran dapat menyebabkan varisela kongenital pada neonatus.
Pembantu Diagnosis
Dapat dilakukan percobaan Tzanck dengan cara membuat sediaan hapus
yang diwarnai dengan Giemsa. Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel dan akan
didapati sel datia berinti banyak.
Diagnosis Banding
Harus dibedakan dengan variola, penyakit ini lebih berat, memberi
gambaran monomorf, dan penyebarannya dimulai dari bagian akral tubuh, yakni
telapak tangan dan telapak kaki.
Pengobatan
Pengobatan bersifat simtomatik dengan antipiretik dan analgesik, untuk
menghilangkan rasa gatal dan diberikan sedativa. Lokal diberikan bedak yang
ditambah dengan zat anti gatal (mentol, kamfora) untuk mencegah pecahnya
vesikel secara dini serta menghilangkan rasa gatal. Jika timbul infeksi sekunder
dapat diberikan antibiotika berupa salap dan oral. Dapat pula diberikan obat-obat
antivirus (lihat pengobatan herpes zoster). V.Z.I.G. (varicella zoster
immunoglobuline) dapat mencegah atau meringankan varisela, diberikan
intramuskular dalam 4 hari setelah terpajan.
Vaksinasi
Vaksin varisela berasal dari galur yang telah dilemahkan. Angka
serokonversi mencapai 97%-99%. Diberikan pada yang berumur 12 bulan atau
lebih. Lama proteksi belum diketahui pasti, meskipun demikian vaksinasi ulangan
dapat diberikan setelah 4-6 tahun.
Pemberiannya secara subkutan, 0,5 ml pada yang berusia 12 bulan sampai
12 tahun. Pada usia di atas 12 tahun juga diberikan 0,5 ml, setelah 4-8 minggu
diulangi dengan dosis yang sama.
Bila terpajannya baru kurang dari 3 hari perlindungan vaksin yang
diberikan masih terjadi. Sedangkan antibodi yang cukup sudah timbul antara 3-6
hari setelah vaksinasi.
Prognosis
Dengan perawatan yang teliti dan memperhatikan higiene memberi
prognosis yang baik dan jaringan parut yang timbul sangat sedikit.
F. Variola
Pendahuluan
Cacar merupakan penyakit infeksi menular yang sudah dikenal sejak
berabad-abad sebelumnya. Penyakit ini dahulu pada daerah-daerah tertentu dapat
endemi atau epidemi.
Definisi
Variola/cacar/small pox ialah penyakit virus yang disertai keadaan umum
yang buruk, dapat menyebabkan kematian, efloresensinya bersifat monomorf
terutama terdapat di perifer tubuh.
Epidemiologi
Penyebaran penyakit ini kosmopolit, tetapi pada daerah tertentu memberi
insidens yang tinggi, misalnya di Amerika Tengah dan Selatan, Hindia Barat, dan
Timur Jauh. Dengan vaksinasi yang teratur dan terorganisasi baik, maka insidens
akan jauh menurun, sehingga di daerah yang sebelumnya terdapat endemi tidak
lagi dijumpai kasus variola dan daerah ini dapat disebut sebagai bebas variola
seperti di Indonesia. sejak tahun 1984 oleh WHO seluruh dunia telah dinyatakan
bebas dari penyakit ini. Meskipun demikian kita harus waspada terhadap
munculnya kembali penyakit ini.
Etiologi
Penyebab variola ialah virus poks (pox virus variolae). Dikenal 2 tipe
virus yang hampir identik, tetapi menyebabkan 2 tipe variola, yaitu variola mayor
dan variola minor (alastrim). Perbedaan kedua tipe virus tersebut adalah bahwa
virus yang menyebabkan variola mayor bila diinokulasikan pada membran
korioalantoik tumbuh pada suhu 38o-38,5oC, sedangkan yang menyebabkan
variola minor tumbuh di bawah suhu 38oC. Virus ini sangat stabil pada suhu
ruangan, sehingga dapat hidup di luar tubuh selama berbulan-bulan.
Patogenesis
Transmisinya secara aerogen karena virus ini terdapat dalam jumlah yang
sangat banyak di saluran napas bagian atas dan juga terdapat/terbawa dipakaian
penderita. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan mengalami multiplikasi
dalam sistem retikuloendotelial, kemudian masuk ke dalam darah (viremia) dan
melepaskan diri melalui kapiler dermis menuju sel epidermis (epidermotropik)
dan membentuk badan inklusi intra sitoplasma yang terletak di inti sel (badan
Guarneri). Tipe variola yang timbul bergantung pada imunitas, tipe virus, dan gizi
penderita.
Gejala Klinis
Inkubasinya 2-3 minggu, terdapat 4 stadium:
Stadium inkubasi erupsi (prodromal)
Terdapat nyeri kepala, nyeri tulang dan sendi disertai demam tinggi,
menggigil, lemas, dan muntah-muntah, yang berlangsung selama 3-4 hari.
Stadium makulo-papular
Timbul makula-makula eritematosa yang cepat menjadi papul-papul,
terutama di muka dan ekstremitas, termasuk telapak tangan dan telapak kaki. Pada
stadium ini suhu tubuh normal kembali dan penderita merasa sehat kembali dan
tidak timbul lesi baru.
Stadium vesikulo-pustulosa
Dalam waktu 5-10 hari timbul vesikel-vesikel yang kemudian menjadi
pustul-pustul dan pada saat ini suhu tubuh meningkat lagi. Pada kelainan tersebut
timbul umbilikasi.
Stadium resolusi
Stadium ini berlangsung dalam waktu 2 minggu, timbul krusta-krusta dan
suhu tubuh mulai menurun. Kemudian krusta-krusta terlepas dan meninggalkan
sikatriks-sikatriks yang atrofi. Kadang-kadang dapat timbul perdarahan yang
disebabkan depresi hematopoetik dan disebut sebagai black variola yang sering
fatal. Mortilitas variola bervariasi di antara 1-50%.
Variola Minor (alastrim)
Masa inkubasinya lebih singkat dan gejala prodromal tampak ringan,
sedangkan jumlah lesi yang timbul tidak banyak. Mortilitasnya kurang dari 1%.
Varioloid
Bentuk ini timbul pada individu yang sudah mendapat vaksinasi sehingga
didapati imunitas parsial, walaupun mendapat serangan virus yang cukup virulen.
Gejala prodromalnya sedikit sekali atau tidak ada, begitu pula gejala kulit.
Biasanya lesi di dahi, lengan atas, dan tangan, demam kedua seperti pada stadium
vesikulo-pustulosa tidak dijumpai.
Komplikasi
Komplikasinya ialah bronkopneumonia, infeksi kulit sekunder (furunkel,
impetigo dan sebagainya), ulkus kornea, ensefalitis, efluvium, dan telogen dalam
waktu 3-4 bulan.
Pembantu Diagnosis
Pembantu diagnosis terdiri atas inokulasi pada korioalantoik, pemeriksaan
virus dengan mikroskop elektron, dan deteksi antigen virus pada agar-sel. Kecuali
itu juga pemeriksaan histopatologik dan tes serologik (tes ikatan komplemen).
Profilaksis
Vaksinasi dengan virus vaksinia yang diberikan dengan metode multiple
puncture, merupakan teknik yang dianggap terbaik. Pada waktu pemberian
vaksinasi tempat tersebut tidak dibersihkan dengan alkohol, tetapi cukup dengan
eter atau aseton agar alkohol tidak menginaktifkan virus vaksinia tersebut.
Kontraindikasi vaksinasi ialah: atopi, penderita yang sedang mendapat
kortikosteroid dan dengan defisiensi imunologik.
Pengobatan
Penderita harus dikarantinakan. Sistemik dapat diberikan obat antiviral
(asiklovir atau valasiklovir) misalnya isoprinosin, dan interferon, dapat pula
diberikan globulin gama. Kecuali itu obat yang bersifat simtomatik, misalnya
analgetik/antipiretik. Diawasi pula kemungkinan timbulnya infeksi sekunder,
maupun infeksi nosokomial, serta cairan tubuh dan elektrolit. Jika di mulut masih
terdapat lesi, diberikan makanan lunak. Pengobatan topikal bersifat penunjang,
misalnya kompres dengan antiseptik atau salap antibiotik.
Prognosis
Prognosis sangat bergantung pada penatalaksanaan pertama dan fasilitas
perawatan yang tersedia, maka mortalitas sangat bervariasi di antara 1-50%.
Jaringan parut yang timbul dapat diperbaiki dengan tindakan dermabrasi atau
pemberian collagen implant.
7.B TERANGKAN DAN PENGOBATAN DERMATISIS
Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen dan endogen, menimbulkan kelainan klinis
berupa efloresensi polimorfik (eritema, esema, papul, vesikel, skuama,
likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan,
bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan
menjadi kronis. Sinonim dermatitis ialah ekzem. Ada yang membedakan antara
dermatitis dan ekzem , tetapi pada umumnya menganggap sama.
Etiologi
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), isalnya bahan kimia
(contoh: detergen, asam, basa, oli, semen,), fisik (contoh: sinar,suhu),
mikroorganisme (baktteri, jamur) dapat pula dari dalam (endogen), misalnya
dermatitis atopik. Sebagian lain tidak diketahui etiologinya yang pasti.
Patogenesis
Banyak dermatitis yang belum diketahui dengan pasti patogenesisnya, terutama
yang penyebabnya daktor endogen. Yang telah banyak dipelajai adalah dermatitiis
kontak (baik tipe alergik maupun iritan), dan dermatitis atopik.
A. Gejala klinis
Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal. Kelainan kulit
bergantung pada stadium penyakit, batasnya sirkumskrip, dapat pula difus.
Penyebarannya dapat setempat, generalisata, dan universalis.
Pada stadium akut kelainan kulit berua edema, vesikel, atau bula, erosi dan
eksudasi, sehingga tampak basah (madidans). Stadium subakut, eritema dan
edema berkurang, eksudat mengering menjadi krusta. Sedang pada stadium
kronis lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul, dan likenifikasi,
mungkin juga terdapat erosi dan ekskoriasi karena garukan. Stadium tersebut
tidak selalu berurutan, bisa saja suatu gambaran dermatitis sejak awal
memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis. Demikian pula
jenis efloresensi tidak selalu harus polimorfik, mungkin hanya oligomorfik.
B. Tata nama (nomenklatur) dan klasifikasi
Hingga kini belum ada kesepakatan internasional mengenai tatanama dan
klasifikasi dermatitis, tidak hanya karena penyebabnya ang multi faktor, tetapi
juga karena seseorang dapat menderita lebih dari satu janis dermatitis pada
waktu yang bersamaan atau bergantian.
Ada yang memberi nama berdasarkan etiologi (contoh: dermatitis kontak,
radiodermatitis, dermatitis medikamentosa), morfologi (contoh: dermatitis
papulosa, dermatitis vesikulosa, dermatitis madidans, dermatitis eksfoliativa),
bentuk (contoh: dermatitis tangan, dermatitis intertriginosa), dan ada pula
yang berdasarkan stadium penyakit (contoh: dermatitis akut, dermatitis
kronis).
C. Histologi
Perubahan histologik dermatitis terjadi pada epidermis dan dermis,
bergantung pada stadiumnya. Pada stadium akut kelinan di epidermis berupa
spongiosis, vesikel, atau bula, edema intrasel, dan eksositosis terutama sel
mononuklear, kadang eosinofil juga ditemukan, bergantung pada penyebab
dermatitis.
Perubahan histologik pada stadium subakut hampir seperti pada stadium
akut, spongiosis, jumlah vesikel berkurang, epidermis mulai menebal
(akantosis ringan), tertutup krusta, stadium korneum mengalami parakeratosis
setempat; eksositosis berkurang; edema di dermis berkurang, vasodilatasi
masih jelas, sebukan sel radang masih jelas, fibroblas mulai meningkat
jumlahnya.
Epidermis pada stadium kronis menebal (akantosis), stratum korneum
menebal (hiperkeratosis dan parakeratosis setempat), rete ridges memanjang,
kadang ditemukan spongiosis ringan, tidak lagi terlihat vesikel, eksositosis
sedikit, pigmen melanin terutama di sel basal bertembah. Papila dermis
memanjang (papilomatosis), dinding pembuluh darah bersebukan sel radang
mononuklear, jumlah fibroblas bertambah, kolagen menebal.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang tepat didasarkan kausa, yaitu menyingkirkan penyebabnya.
Tetapi, seperti diketahui penyebab dermatitis multi faktor, kadang juga tidak
diketahui dengan pasti. Jadi pengobatan bersifat simtomatis, yaitu dengan
menghilangkan/mengurangi gejala, dan menekan peradangan.
1) Sistemik
Pada kasus ringan dapat diberikan antihistamin. Pada kasus berat dapat
diberikan kortikosteroid.
2) Topikal
Prinsip umum topikal sebagai berikut:
Dermatitis akut/basah (madidans) diobati secara basah (kompres terbuka),
bila subakut diberi losio (bedak kocok), krim, pasta, atau linimentum
(pasta pendingin). Krim diberikan pada daerah yang tidak berambut. Bila
kronik diberi salep.
Makin berat atau akut penyaktnya, makin rendah persentase obat spesifik.
8. A Terangkan tentang dermatomikosis dan tatalaksananya
Dermatomikosis adalah penyakit pada kulit, kuku, rambut, dan mukosa
yang disebabkan infeksi jamur.
Etiologi Dermatomikois
Faktor faktoryangmempengaruhiDermatomikosis.
Ada dua golongan jamur yang menyebabkan mikosis superfisialis yaitu non
Dermatofita
Non-Dermatofita
(Malasezia furfur)
a. Dermatofitosis
1) TineaKapitis
Adalah kelainan kulit pada daerah kepala rambut yang disebabkan jamur
golongan dermatofita. Disebabkan oleh species dermatofita trichophyton dan
microsporum. Gambaran klinik keluhan penderita berupa bercak pada kepala,
gatal sering disertai rambut rontok ditempatlesi. Ditemukan juga Grey patch ring
worm, kerion, blck dot, dan favus.
2) TineaFavosa
2) TineaKorporis
Adalah infeksi jamur dermatofita pada kulit halus (globurusskin) di daerah
muka, badan, lengan dan glutea. Penyebab tersering adalah T.rubrum dan T.
mentagropytes. Gambaran klinik biasanya berupa lesi terdiri atas bermacam-
macam efloresensi kulit, berbatas tegas dengan konfigurasi anular, arsinar, atau
polisiklik, bagian tepi lebih aktif dengan tanda peradangan lebih jelas. Daerah
sentral biasanya menipis dan terjadi penyembuhan, sementara tepi lesi meluas
sampai keperifer. Kadang bagian tengahnya tidak menyembuh, tetapi tetap
meninggi dan tertutup skuama sehingga menjadi bercak yang besar.
4) TineaImbrikata
5) TineaKruris
Adalah penyakit jamur dermatifita didaerah lipat paha, genitalia dan sekitar
anus, yang dapat meluas kebokong dan perut bagian bawah. Penyebab E.
floccosum, kadang-kadang disebabkan oleh T. rubrum. Gambaran klinik lesi
simetris dilipat paha kanan dan kiri mula-mula lesi berupa bercak eritematosa,
gatal lama kelamaan meluas sehingga dapat meliputi scrotum, pubis ditutupi
skuama, kadang-kadang disertai banyak vesikel-vesikel kecil.
Diagnosis berdasar gambaran klinis yang khas dan ditemukan elemen jamur
pada pemeriksaan kerokan kulit dengan mikroskopis langsung memakai larutan
KOH 10-20%.
7) Tineaunguium
Penyakit ini dapat dibedakan dalam 3 bentuk tergantung jamur penyebab dan
permulaan dari dekstruksi kuku. Subinguinal proksimal bila dimulai dari pangkal
kuku, Subinguinal distal bila di mulai dari tepi ujung dan Leukonikia trikofita
bila dimulai dari bawah kuku. Permukaan kuku tampak suram tidak mengkilat
lagi, rapuh dan disertai oleh subungual hiperkeratosis. Dibawah kuku tampak
adanya detritus yang banyak mengandung elemen jamur.
8) Kandidiasis
a ) Kandidiasis oral dimana kelainan ini sering terjadi pada bayi berupa bercak
putih seperti membran pada mukosa mulut dan lidah bila membran tersebut
diangkat tampak dasar kemerahan dan erosif.
b) Perleche berupa retakan sudut mulut, pedih dan nyeri bila tersentuh
makanan atau air.
c) Kandidiasis vaginal kelainan berupa bercak putih diatas mukosa
yang eritematosa erosif, mulai dari servik sampai introitus vagina,
didapatkan fluoralbus putih kekuningan disertai semacam butiran
tepung kadang seperti susu pecah terasa gatal serta
dispareunikarena ada erosi.
d) Balanitis biasanya terjadi pada laki-laki yang tidak sunat, terasa gatal
disertai timbulnya membran atau bercak putih pada gland
penis.
b ) Kandidiasis kuku infeksi jamur pada kuku dan jaringan sekitar terasa
nyeri dan peradangan sekitar, kuku rusak dan menebal lesi berwarna
kehijauan.
c ) Kandidiasis granulomatosa bentuk ini jarang dijumpai, manifestasi
berupa granuloma terjadi akibat penumpukan krusta serta hipertropi
setempat, biasa terdapat dikepala atau ektremitas.
d ) Kandidid adalah suatu alergi terhadap elemen jamur atau metabolit
candida SSP.
Tinea unguium Terbinafine 250 mg/hr 6 Itraconazole 200 mg/hr /3-5 bulan atau
(Onychomycosis) minggu untuk kuku jari 400 mg/hr seminggu per bulan selama
tangan, 12 minggu untuk 3-4 bulan berturut-turut.
kuku jari kaki Fluconazole 150-300 mg/ mgg s.d
sembuh (6-12 bln) Griseofulvin 500-
1000 mg/hr s.d sembuh (12-18 bulan)
Tinea corporis Griseofulvin 500 mg/hr Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4
sampai sembuh (4-6 minggu Itraconazole 100 mg/hr selama
minggu), sering 15 hr atau 200mg/hr selama 1 mgg.
dikombinasikan dengan Fluconazole 150-300 mg/mggu selama
imidazol. 4 mgg.
Tinea cruris Griseofulvin 500 mg/hr Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4 mgg
sampai sembuh (4-6 Itraconazole 100 mg/hr selama 15 hr
minggu) atau 200 mg/hr selama 1 mgg.
Fluconazole 150-300 mg/hr selama 4
mgg.
Tinea pedis Griseofulvin 500mg/hr Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4 mgg
sampai sembuh (4-6 Itraconazole 100 mg/hr selama 15 hr
minggu) atau 200mg/hr selama 1 mgg.
Fluconazole 150-300 mg/mgg selama
4 mgg.
Chronic and/or Terbinafine 250 mg/hr Itraconazole 200 mg/hr selama 4-6
widespread selama 4-6 minggu mgg. Griseofulvin 500-1000 mg/hr
non-responsive sampai sembuh (3-6 bulan).
tinea.
b. Non Dermatofitosis
Diagnosis pada sediaan langsung kerokan kulit dengan larutan KOH 20%
terlihat campuran hifa pendek dan spora-spora bulat yang dapat berkelompok.
Obat
Potensi Dosage
(kelompok) GenericUmum Merek vehicle Tersedia ukuran
Potensi Dosage
(kelompok) GenericUmum Merek vehicle Tersedia ukuran
Potensi Dosage
(kelompok) GenericUmum Merek vehicle Tersedia ukuran
Potensi Dosage
(kelompok) GenericUmum Merek vehicle Tersedia ukuran
dengan 1-2 kali sehari. Efek anti-alerginya selain berdasarkan, juga berkat
dayanya menghambat sintesis mediator-radang, seperti prostaglandin, leukotrin
dan kinin.
2.H2-blockers (Penghambat asma)
Obat-obat ini menghambat secara efektif sekresi asam lambung yang meningkat
akibat histamine, dengan jalan persaingan terhadap reseptor-H2 di lambung.
Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga mengurangi
vasodilatasi dan tekanan darah menurun. Senyawa ini banyak digunakan pada
terapi tukak lambug usus guna mengurangi sekresi HCl dan pepsin, juga sebagai
zat pelindung tambahan pada terapi dengan kortikosteroida. Lagi pula sering kali
bersama suatu zat stimulator motilitas lambung (cisaprida) pada penderita reflux.
Penghambat asam yang dewasa ini banyak digunakan adalah simetidin, ranitidine,
famotidin, nizatidin dan roksatidin yang merupakan senyawa-senyawa heterosiklis
dari histamin.
1 Amoxillin 500 mg
2 Ampicilin 500 mg
5 Sulbenisilin 1g
6 Na kloksasilin 250 mg
7 Oksitetrasiklin Hcl 50 mg
8 Levoflaksasin 500 mg
2. Golongan Aminoglikosida
2 Tobramisin 40 mg / ml
3 Gentamisin 40 mg / ml inj
3. Golongan Kloramfenikol
No Nama Obat Sediaan
1 Kloramfenikol 250 mg / tab , 125 mg / 5 ml sirup
2 Tiamfenikol 500 mg
4. Golongan Kuinolon
No Nama Obat Sediaan
1 Pefloksasin 400 mg
4 Levoflaksasin 500 mg
5 Getifloksasin 400 mg
6 Norfloksasin 400 mg
5. Golongan Makrolid
No Nama Obat Sediaan
1 Klaritromisin 250 mg , 500 mg
2 Roksitromisin 150 mg
3 Azitromisin basa 250 mg
4 Eritromisin 250 mg
5 Siprofloksasin 500 mg
6. Golongan Sefalosporin
No Nama Obat Sediaan
1 Sefuroksim 500 mg
3 Sefotaksim 1g
4 Na . Seftriakson 1g
5 Na . Sefazolin 1g
6 Sefaklor 500 mg
8 Sefpironil 1g
9 Sefdinir 100 mg
7. Golongan Tetrasiklin
2 Oksitetrasiklin 250 mg
3 Doksisiklin 100 mg
8. Golongan Lain-lain
No Nama Obat Sediaan
Gunakan
selapis pada
luka dengan
pembalut
Luka bakar, yang sesuai
Kasa Steril
traumatik, ulcratif, untuk luka
Sofra Tulle (Pak 10
electif, infeksi kulit yang
lembar)
sekunder mengeluarka
eksudat,
ganti
pembalut
sehari 1x
Potong
Kasa Luka bakar, luka
ukuran yang
Daryant Pembalut infeksi sekunder,
sesuai,
Tulle (Dus 10 tukak dan setelah
letakkan
Pembalut) operasi
pada luka
Tetes mata:
1-2 tetes,
teteskan pada
amta yang
Blecidex sakit tiap 1-2
(Framisetin Mata, pengobatan jam selama
Framiset sulfat 5 mg, jangka pendek yang 2-3 hri,
5.
yn gramisidin Botol tetes 5 memerlukan lanjutkan
0,05 mg, mL steroid. Telinga sehari 3-4 x
deksametas otitis ekstrena akut 1-2 tetes.
on 0,5 dan kronis Tetes telinga
mg/ml sehari 1-4 x
2-3 tetes,
teteskan dala
telinga yang
sakit
Mata,
teteskan 1-2
Sofradex
tetes sampai
(Framisetin Pengobatan jangka
6x sehari
sulfat 5 mg, pendek, inflamasi
Botol Tetes atau lebih
gramisidin infeksi okular
mata dan bila
0,05 mg, disebabkan
telinga 8 mL diperlukan.
deksametas organisme yang
Telinga,
on 0,5 sensitif
teteskan
mg/ml
sehari 3-4 x
2-3 tetes
Topifram Eksem, Dermatitis, 1-4 x sehari
(Gramisisdi epidermatitis, luka oleskan paa
Krim
na 0,25 mg, bakar, bagian yang
desoksimet fotosensitisasi yang sakit
on 2,5 mg, terinfksi bakteri
framisetina
7,5 mg)
Ringan atau
Terapi infeksi sedang 1-2
Bralifex bagian luar mata tete setiap 4
Botol 5 mL
(Tobramisi dan adneksanya jam; berat: 2
tetes mata
n 3 mg/mL) disebabkan bakteri tts setiap jam
yang peka hingga
sembuh
Septikimia, sepsis
neonatus, infeksi
pernapasan bawah
Infeksi
dan
sedang, 2-3
gastrointestinum
mg/kgBB/har
salurran kemih,
i; infeksi
Nebcin Amp 1,5 kulitt, tulang,
berat 3
(Tobramisi mL/60 mg; jaringan lunak
mg/kgBB/har
n sulfat 60 vial 2 mL/80 terutama oleh
i; Infeksi
mg/1,5 mL mg Pseudomonas
paling berat:
aeruginosa E.Coli,
>5
Klebsiela,
mg/KgBB/ha
Streptococcus
ri
faecalis,
staphylococcus;
aereus
Tobrami
6. 3-
syn
5mg/kgBB/h
Infeksi gigi T,
Tobryne ari dalam 3
peritinitis, Infeksi
(Trobramisi Injeksi: Dus dosis terbagi;
saluran nafas
sn sulfat 1 Vial anak-anak
bawah, kulit, tulang
40mg/mL) 1,5-1,9
dan jaringan lunak
mg/kgBB
tiap 12 jam
Infeksi mata bakteri 1-2 tetes
superfisial atau diteteskan
adanya resiko pada kantung
Bralifex infeksi bakteri yang konjungtiva
plus membuttuhkan setiap 4-6
(Tobramisi kortikosteroida, jam selama
Botol 5 mL
sn 3 mg, uveitis anterior 24-48 jam
tetes mata
deksametas kronik, luka pada pertama,
on 1 kornea karena zat dosis harus
mg/mL) kimia, radiasi, ditingkatkan
terbakar karena menjadi 1-2
panas atau karena tetes setiap 2
penetrasi zat asing jam
Tobradex
(Tobramisi Salep Infeksi mata -
n 0,3%,
deksametas
on 0,1%)
IM:
15mg/kgBB/
hari dibagi 2
dosis.
Neonatus
dan
prematur:
Dosis Awal
10mg/kgBB/
Infeksi kuman hari
gram negatif pada dilanjtkan 15
intra abdominal, mg/kgBB/har
Alostil jaringan lunak, i dibagi 2
(Amikasin Injeksi: Vial combustio, jaringan dosis. IV:
Sulfat 500 500 mg tulang dan sendi. 500 mg
mg) Saluran nafas alostin
bawah, saluran dilarutkan
kemih, paska dalam
operasi. NaCl/dekstro
sa 5%
Dewasa/anak
: IV dalam 1-
2 jam. Dosis
Amikas maksimal
7.
yn sehari 1,5 g,
pengobatan
jangan lebih
dari 10 hari
Sehari
Terapi pendek 15mg/kgBB
infeksi parah dibagi dalm
disebabkan kuman 2 dosis. Bayi
gram negatif yang baru lahir
Amikin peka termasuk atau byi
(Amikasin spesies prematur.
Sulfat 250 Injeksi: Vial pseudomonas, Dosis awal:
mg, 500 mg E.Coli, Proteus Sp, 10mg/kgBB/
dan 1g) Providencia, hari diikuti
Klebsiella, dengan
Enterobacter sehari
serratia, sp, dan 15mg/kgBB
acinobacter sp dibagi dalam
2 dosis
Mikasin Bakteremia, Dewasa,
(Amikasin septikemia, infeksi anak dan
sulfat 250 Injeksi: Vial saluran nafas, bayi yang
mg, 500 tulang dan sendi lebih besar:
mg) berat, infeksi SSP, 7,5 mg/kgBB
kulit, tiap 12 jam
intraabdominal, atau 5
luka bakar mg/kgBB
terinfeksi, infeksi tiap 8 jam,
paska OP, ISK bayi baru
dengan komplikasi lahir:
dan ISK berulang 10mg/kgBB/
hari
kemudian 7,5
mg/kgBB
tiap 12 jam.
Maksimal 15
mg/kgBB/
hari. Lama
terapi 7-10
hari; ISK:
sehari 2x
250mg
BB> 50 kg,
Sehari:
2x150mg
atau sehari 1
x 300mg,
Infeksi bakteri BB<50kg
Netilmis serius karena strain sehari:
8. Netromycin Injeksi: Vial
yn yang resisten 2x100mg
gentamisin atau sehari
1x200 mg.
Dosis rata-
rata 4-6
mg/kgBB/har
i
Amubiasis:
dewasa/anak:
25-
35mg/kgBB/
Diare yang hari, tebagi
Gabbroral
disebabkan amuba dalam 3
(Paromomi
baik akut maupun dosis selama
sin sulfat Sirup dan
kronik, terapi 5-10 hari.
250mg, tablet
Paromo penunjang pada Manajemen
9. 125mg/5m
mycin kasus koma pada koma
L
hepatikum hepatikum:;
4g sehari
dalam dosis
terbagi, 5-6
hari
Terapi amebiasis Amubiasis
Tablet dan
Gabbryl intestinal ringan intestinal,
sirup
sampai sedang dewasa dan
yang disebabkan anak 25-35
entamoeba mg/kgBB/hai
histolytica. Terapi terbagi
penunjang untuk dalam 3
koma hepatikum. dosis, selama
7-10 hari.
Tetapi dapat
diulangi
dengan
interval 2
minggu.
Oma
hepatikum
sehari 4g
dalam dosis
terbagi.
Selama 5-6
hari
10. A Terangkan dan Penatalaksanaan Psoriasis
Definisi
Psoriasis merupakan sebuah penyakit autoimun kronik residif yang
muncul pada kulit. Penyakit ini tergolong dalam dermatosis eritroskuamosa
dan bersifat kronik dan residif. Penyakit ini menimbulkan warna kemerahan,
plak bersisik muncul di kulit, disertai oleh fenomena tetesan lilin, tanda
Auspitz, dan Kobner. Psoriasis ini juga disebut dengan psoriasis vulgaris.
Psoriasis adalah peradangan menahun yang ditandai dengan plak
eritematosa dengan skuama lebar, kasar, berlapis dan putih seperti mika.
Perjalanan penyakit ini kronis residif. Dapat menyerang perempuan maupun
laki-laki dengan resiko yang sama. Mengenai semua umur terutama 30-40
tahun. Faktor genetik mempunyai keterkaitan yang besar dengan psoriasis
tipe satu: yaitu psoriasis dengan awitan sebelum berumur 40 tahun.
Sebaliknya psoriasis tipe dua yaitu bila awitannya lebih dari 40 tahun sedikit
dikaitkan dengan faktor genetik. Biasanya psoriasis menempati daerah
ekstensor, skalp, siku, lutut, dan bokong. Dapat juga mengenai lipatan
(psoriasis inversa) atau palmo-plantar (psoriasis plamoplantar). Luas lesi
dapat terlokalisir atau meluas ke hampir seluruh tubuh. Berbagai bentuk
ragam psoriasis dapat dijumpai: Bila ukuran lesi lentikular disebut psoriasis
gutata, bentuk tersering adalah psoriasis vulgaris dengan ukuran lebih besar
dari lentikular. Selain kulit badan, psoriasis juga menyerang kulit kepala,
kuku, sendi dan mukosa (geographic tounge).
Psoriasis bentuk berat adalah psoriasis yang luas, psoriasis pustulosa
generalisata, psoriasis eritroderma, dan psoriasis arthritis,dan umumnya 1/3
kasus termasuk dalam kategori ini. Kualitas hidup pasien menjadi perhatian
utama, walaupun seseorang dengan lesi tidak luas namun mengganggu
kualitas hidupnya dapat dikategorikan berat. Lesi sering terasa gatal, panas
dan kering. Garukan atau trauma akan memicu reaksi Koebner, yaitu timbul
lesi baru pada daerah tersebut. Berbagai faktor dapat menimbulkan
kekambuhan antara lain: trauma, infeksi, faktor endokrin, hipokalsemia,
stress emosional, obat-obatan (antimalaria, litium, beta andrenergic blocking
agent) dan alkohol.
Penatalaksanaan
Saat ini terdapat berbagai pengobatan psoriasis yang aman dan efektif.
Pengobatan tersebut memperbaiki keadaan kulit serta mengurangi keluhan
gatal. Dari banyaknya jenis pengobatan, hanya sebagian kecil saja
pengobatan psoriasis dapat membersihkan kelainan kulit. Proses tersebut
dinamakan clearance atau remisi. Setelah remisi masih diperlukan
pengobatan lanjutan (pengobatan pemeliharaan) yang diberikan dalam
jangka waktu lama untuk mempertahankan remisi atau mengontrol
timbulnya kelainan kulit baru. Sampai saat ini belum ada obat yang dapat
menyembuhkan psoriasis secara total. Semua pengobatan yang ada hanya
dapat menekan gejala psoriasis. Sebagian besar penderita tidak pernah
mencapai suatu keadaan remisi yang bebas pengobatan.
Gambar. Psoriasis
Tahap ulkus mengancam biasanya terlewati, dan bila diketahui maka kaki
harus diistirahatkan secara absolut (tidak boleh menahan beban, berjalan atau
duduk) dan dilakukan elevasi selama 48-72 jam, untuk mencegah kerusakan
jaringan lebih lanjut. Penderita diinstruksikan untuk melakukan perawatan diri
dan memakai alas kaki.
Bila ditemukan bula nekrosis, pemecahan bula harus dihindari, dan bila
terpaksa dilakukan dapat dilakukan dengan cara ditusuk dan kulit yang terluka
ditutup dengan kasa steril. Penderita juga dinstruksikan untuk melakukan
perawatan diri dan menggunakan alas kaki pelindung.
Ketika sudah terjadi ulkus yang terbuka, harus ditentukan apakah ulkus
tersebut akut, kronik, dengan komplikasi atau rekuren. Pada ulkus akut
diusahakan secepatnya mengontrol infeksi dan meminimalkan kerusakan jaringan.
Tirah baring, elevasi tungkai, irigasi serta pemakaian antibiotika bila diperlukan.
Tindakan pada kasus ini terbatas hanya untuk mengambil jaringan yang benar-
benar mati dan prosedur drainase, yang harus dilakukan secara hati-hati. Setelah
10 hari, keadaan dievaluasi kembali.
Ulkus kronik tanpa komplikasi sulit untuk sembuh karena penderita terus
berjalan dan terjadi proses pemecahan jaringan granulasi. Tujuan pengobatan pada
tahap ini adalah melindungi ulkus selama berjalan dan membiarkan ulkus
menyembuh tanpa interfensi. Ini dapat dicapai dengan menutup luka dengan
pembalut plester dan penderita diperbolehkan berjalan setelah jaringan mengeras.
Biasanya dalam waktu 6 minggu ulkus mulai membaik. Terkadang diperlukan
perawatan 6 minggu lagi untuk mendapatkan hasil kesembuhan yang nyata.
Setelah mengangkat pembalut penderita harus melakukan perawatan diri dan
memakai alas kaki pelindung. Untuk ulkus superfisial, pembalut plester dapat
diganti dengan plester yang mengandung zinc oksida. Plester diganti bila
diperlukan misalnya bila terdapat eksudat atau terlepas. Plester dipakai sampai 2
minggu setelah luka menyembuh. Selama itu, jalan harus dibatasi dan penderita
harus memakai alas kaki pelindung bila berjalan. Bial ulkus luas dan bersih
penyembuhan dapat dipercepat dengan melakukan tandur kulit dan dibalut selama
4 minggu untuk melindungi tandur. Terkadang ulkus sulit menyembuh karena
aliran darah ke telapak kaki berkurang dari yang seharusnya. Pada kasus seperti
ini dapat dilakukan dekompresi neurovaskular tibialis posterior.
Seperti telah disebutkan terdahulu, komplikasi yang sering terajadi adalah infeksi
pada jaringan yang lebih dalam. Pada kasus seperti ini, bila terdapat fase akut
diterapi seperti ulkus akut. Bila sudah teratasi, dilakukan evaluasi untuk
mengidentifikasi komplikasi yang timbul. Debridement dilakukan untuk infeksi
yang lebih dalam. Beberapa hari setelah prosedur ini dilakukan, ulkus dirawat
seperti ulkus tanpa komplikasi. Pada kasus ulkus seperti bunga kol harus
dilakukan pemeriksaan histopatologi untuk menentukan ganas tidaknya.
Dilakukan eksisi lokal, dan bila diperlukan dilakukan amputasi. Bila terdapat
ulkus dan deformitas, ulkus disembuhkan dahulu, baru kemudian dilakukan
koreksi deformitas.
DAFTRA PUSTAKA
Ariani, Cindy. 2012. Kadar Profil Lipid Serum sebagai salah satu faktor pada
kejadian Psoriasis. Thesis Univeristas Udayana Bali.
Djuanda, Adhi. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi keenam. Badan
penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Siregar, R.S. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. EGC. Jakarta.