PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan
yang peranannya cukup penting bagi prekonomian nasional, khususnya sebagai
penyedia lapangan pekerjaan, sumber pendapatan, dan devisa Negara.
Indonesia merupakan salah satu negara pemasok utama kakao dunia, tepatnya
berada pada urutan ketiga. Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan tumbuhan
berwujud pohon yang menumbuhkan bunga dari batang atau cabang dengan
daerah utama penanaman kakao adalah hutan hujan tropis di Amerika Tengah,
tepatnya wilayah 180 Lintang Utara sampai 150 Lintang Selatan. Biasanya
produk olahan dari biji kakao dikenal sebagai cokelat. Buah kakao terdiri atas
tiga komponen utama yaitu kulit buah , biji, dan plasenta. Kulit buah merupakan
komponen terbesar dari buah kakao, menyokong lebih dari 70% berat buah
masak. Jumlah biji dalam buah kakao berkisar 30-40 biji dengan berat sekitar
27-29% buah masak,biji-biji tersebut direkatkan oleh plasenta.
Pengolahan hulu kakao dilakukan dengan mengolah buah kakao menjadi
biji kakao. Pada proses pengolahan ini sangat penting untuk memperhatikan
mutu dari kualitas biji kakao yang dihasilkan. Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam penentuan mutu suatu biji kakao yaitu ada idaknya serangga
atau benda asing pada biji kakao, kadar air dari biji kakao, bau atau aroma biji
kakao, kadar kotoran dan jumlah biji cacat pada kakao. Pada praktikum ini
dilakukan pengklasifikasian mutu biji kakao berdasarkan SNI 2323-2008.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan mutu biji kakao
berdasar SNI 2323-2008.
BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kakao
Tanaman kakao berasal dari hutan-hutan tropis di Amerika Tengah dan di
Amerika Selatan bagian utara. Penduduk yang pertama kali mengusahakan tanaman
kakao serta menggunakannya sebagai bahan makanan dan minuman adalah suku
Indian Maya dan suku Astek. Pengenalan kakao kepada orang-orang Eropa terjadi
pada tahun 1528 yang mana pada awalnya kakao dibawa pulang oleh beberapa
orang Spanyol untuk diberikan kepada Raja Charless V. karena memiliki rasa yang
lezat cokelat menjadi terkenal di Spanyol dan meluas hingga seluruh dataran Eropa.
Kakao semakin terkenal ketika C.J. Van Houten menemukan alat pengekstrak biji
kakao menjadi lemak coklat dan bubuk coklat pada tahun 1828. Di Indonesia
tanaman kakao diperkenalkan oleh orang Spanyol pada tahun 1560 di Minahasa,
Sulawesi (Lukito, 2010).
Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis dengan naungan pohon-
pohon tinggi, curah hujan tinggi, suhu yang relative sama sepanjang tahun, dan
kelembapan yang tinggi serta relative tetap. Tanaman kakao apabila dibudidayakan
pada umur 3 tahun akan memiliki tinggi 1,8-3 meter pada umur 5 tahun akan
memiliki tinggi mencapai 4,5-7 meter. Tinggi tanaman kakao beragam tergantung
pada intensitas naungan dan factor-faktor tumbuh yang tersedia. Tanaman yang
memiliki tinggi 0,9-1,5 meter akan berhenti tumbuh dan membentuk tempat
percabangan (jorquette) dari pola ortotrop ke plagiotrop. Buah kakao memiliki
warna yang sangat beragam tetapi pada dasarnya buah kakao memiliki dua macam
warna yaitu yaitu hijau atau hijau agak putih ketika masih muda dan kuning ketika
sudah masak. Sementara buah yang ketika muda berwarna merah setelah masak
akan berwarna jingga. Buah kakao masak ketika berumur 6 bulan dengan Panjang
10 hingga 30 cm dengan jumlah biji 20-50 butir per buah (Lukito, 2010).
Kakao merupakan satu-satunya jenis marga Theobroma, suku Sterculiaceae
yang diusahakan secara komersial, sistematika tanaman ini sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Subkelas : Dialypetalae
Bangsa : Malvales
Suku : Sterculiaceae
Marga : Theobroma
Genus : Theobroma cacao L.
Kakao berdasarkan bentuk buahnya dapat diklasifikasikan menjadi 4
populasi yaitu Cundeamor, Criollo, Amelaonedo, dan Angoleta. Menurut
Cuatrecasas dalam Lukito (2010) kakao memiliki dua subjenis yaitu Cacao dan
Sphaerocarpum cuatr. Subjenis Cacao memiliki 4 forma yaitu:
a. Forma Cacao
Bentuk biji bulat, kotiledon putih, dan mutunya tinggi. Anggotanya
tipe Criollo dari Amerika Tengah.
b. Forma Pentagonum
Bentuk biji bulat dan besar, kotiledon putih, dan mutunya tinggi.
Hanya dikenal di Meksiko dan Amerika Tengah.
c. Forma Leiocarpum
Bentuk biji bulat atau montok (plum), kotiledon putih atau ungu
pucat, dan mutunya tinggi. Klon-klon Djati Runggo termasuk forma
ini.
d. Forma Lacandonense
Dikenal didekat Chiapas, Meksiko dan tergolong kakao liar.
Jenis kakao yang terbanyak dibudidayakan Menurut Sunanto (1992) yaitu jenis:
1. Criollo (Criollo Amerika Tengah dan Amerika Selatan), yang menghasilkan biji
kakao bermutu sangat baik dan dikenal sebagai kakao mulia, fine flavour cocoa,
choiced cocoa atau edel cocoa. Criollo memiliki ciri ciri sebagai berikut:
a. Pertumbuhan tanaman kurang kuat dan produksinya relatif rendah dan tunas
tunas muda umumnya berbulu.
b. Masa berbuah lambat.
c. Agak peka terhadap serangan hama dan penyakit.
d. Kulit buah tipis dan mudah diiris.
e. Terdapat 10 alur yang letaknya berselang seling, dimana 5 alur agak dalam
dan 5 alur agak dangkal.
f. Ujung buah umumnya berbentuk tumpul, sedikit bengkok dan tidak memiliki
bottle neck.
g. Tiap buah berisi 30 40 biji yang bentuknya agak bulat sampai bulat.
h. Endospermnya berwarna putih.
i. Proses fermentasinya lebih cepat dan rasanya tidak begitu pahit.
j. Warna buah muda umumnya merah dan bila sudah masak menjadi orange.
2. Forastero, yang menghasilkan biji kakao bermutu sedang dan dikenal sebagai
ordinary cocoa atau bulk cocoa. Jenis terdiri dari forastero amazona dan
trinitario. Tipe forastero memiliki ciri ciri sebagai berikut:
a. Pertumbuhan tanaman kuat dan produksinya lebih tinggi.
b. Masa berbuah lebih awal.
c.Umumnya diperbanyak dengan semain hibrida.
d.Relatif lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
e. Kuat buah agak keras tetapi permukaanya halus.
f. Alur alur pada kulit buah agak dalam.
g. Ada yang memiliki bottle neck dan ada pula yang tidak memiliki.
h. Endospermnya berwarna ungu tua dan berbentuk gepeng.
i. Proses fermentaasinya lebih lama.
j. Rasa biji lebih pahit.
k. Kulit buah berwarna hijau terutama yang berasal dari Amazona dan merah
yang berasal dari daerah lain.
3. Trinitario yang merupakan hibrida alami dari Criollo dan Forastero sehingga
menghasilkan biji kakao yang dapat termasuk fine flavour cocoa atau bulk cocoa.
Jenis Trinitario yang banyak ditanam di Indonesia adalah Hibrid Djati Runggo
(DR) dan Uppertimazone Hybrida.
2.2 Karakteristik Biji Kakao
2.2.1 Kadar air
Kadar air merupakan sifat fisik yang sangat penting dan sangat diperhatikan
oleh pembeli karena sangat berpengaruh terhadap randemen hasil (yield), daya
tahan biji kakao terhadap kerusakan terutama saat penggudangan dan
pengangkutan. Biji kakao, yang mempunyai kadar air tinggi, sangat rentan
terhadap serangan jamur dan serangga. Hal ini tidak disukai oleh konsumen
karena cenderung menimbulkan kerusakan cita-rasa dan aroma dasar yang tidak
dapat diperbaiki pada proses berikutnya. Apabila kadar air kurang dari 5%, kulit
biji akan mudah pecah dan biji harus dipisahkan karena mengandung kadar biji
pecah yang tinggi (Wahyudi, 2008).
2.2.2 Ukuran biji
Ukuran biji buah kakao berdasarkan posisi pada pohon dan posisi dalam
buah itu berbeda. Pada umumnya jumlah buah pada cabang lebih banyak
dibandingkan pada batang. Hal ini disebabkan karena banyaknya tangkai pada
cabang yang ditumbuhi oleh buah dibandingkan pada batang. Akan tetapi, ukuran
buah pada batang lebih besar dan lebih berat dibandingkan buah yang berada pada
cabang. Hal ini disebabkan karena persaingan untuk memperoleh makanan pada
cabang lebih besar dibandingkan persaingan untuk memperoleh makanan pada
batang (Hasbawati, 2006).
Menurut SNI 2323-2008 berdasarkan ukuran berat bijinya yang dinyatakan
dengan jumlah biji per 100 gram contoh adalah sebagai dapat dilihat pada tabel 1
Tabel 1. Penggolongan biji kakao berdasarkan berat bijinya
Golongan Biji/100 g
AA Maks 85
A 86-100
B 101-110
C 111-120
S >120
BSN.2008
2.2.3 Kadar kulit biji
Biji kakao terdiri atas keping biji (nib) yang dilindungi oleh kulit (shell).
Kadar kulit dihitung atas dasar perbandingan berat kulit dan berat total biji kakao
(kulit + keping) pada kadar air 6 - 7 %. Standar kadar kulit biji kakao yang umum
adalah antara 11 - 13 % karena kadar kulit berpengaruh pada randemen hasil
lemak. Biji kakao dengan kadar kulit yang tinggi cenderung lebih kuat atau tidak
rapuh saat ditumpuk di dalam gudang sehingga biji tersebut dapat disimpan dalam
waktu yang lebih lama. Kadar kulit biji kakao dipengaruhi oleh jenis bahan
tanaman dan cara pengolahan (fermentasi dan pencucian). Makin singkat waktu
fermentasi, kadar kulit biji kakao makin tinggi karena sebagian besar sisa lendir
(pulp) masih menempel pada biji. Namun demikian, kandungan kulit biji tersebut
dapat dikurangi dengan proses pencucian (Agus, 2010).
2.3 Komponen Penentu Mutu Biji Kakao
Mutu biji kakao sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor pra panen, seperti
sifat genetis tanaman, lingkungan fisik, dan praktek budidaya, serta penanganan
pasca panen seperti pemanenan, fermentasi, pencucian, pengeringan, dan
pengangkutan (Putra & Wartini, 1998). Selain itu kadar kulit biji kakao, ukuran biji
kakao, dan kadar air biji kakao merupakan factor penting dalam penentuan mutu
kakao karena akan berpengaruh terhadap daya simpan dan juga flavour serta
citarasa biji kakao. Biji kakao sangat diperlukan dalam berbagai macam industri
karena sifatnya yang khas, yaitu: (1) biji kakao mengandung lemak yang cukup
tinggi (55 %) dimana lemaknya mempunyai sifat yang unik yaitu membeku pada
suhu kamar tetapi mencair pada suhu tubuh, (2) bagian padatan biji kakao
mengandung komponen flavor dan pewarna yang sangat dibutuhkan dalam industri
makanan (Djatmiko dan Wahyudi, 1986).
Faktor pembentuk mutu menurut SNI 2323-2008, di Indonesia secara umum
dapat ditentukan sebagai berikut:
1. Serangga hidup: serangga pada stadia apapun yang ditemukan hidup para
partai barang.
2. Biji berbau abnormal: biji yang berbau asap atau bu asing lainnya yang
ditentukan dengan metode uji
3. Benda asing: benda yang bukan berasal dari tanaman kakao
4. Biji berjamur: biji kakao yang tumbuhi jamur pada bagian dalamnya.
5. Biji slaty: pada kakao lindak separuh keping biji berwarna keabu-abuan
bertekstur padat dan pejal. pada kakao mulia warnanya putih kotor.
6. Biji berseragga: biji kakao yang bagian dalamnya terdapat serangga
7. Kotoran: benda berupa plasenta, biji dempet, pecahan biji, pecahan kulit, biji
pipih, ranting dan lain-lain.
8. Biji dempet: biji yang melekat tiga atau lebih yang tidak dapat dipisahkan
denga satu tangan
9. Pecahan biji: biji kakao yang berukuran setengah bagian biji kakao yang utuh.
10. Pecahan kulit: bagian kulit biji kakao tanpa keping biji.
Kakao dalam
kemasan
Pembukaan kemasan
Pengamatan kotoran
Penimbangan
biji kakao
Pembelahan
Pengamatan aroma
Langkah pertama yaitu siapkan bahan yang akan digunakan yaitu biji kakao
yang akan diamati. Setelah itu biji kakao dilakukan pembelahan dengan pisau atau
secara manual dan dibelah memanjang supaya lebih mudah dalam menentukan
aroma biji kakao. Kemudian dilakukan pengamatan aroma pada biji kakao untuk
menentukan adanya bau asap abnormal atau berbau asing pada biji kakao tersebut.
Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui kualitas dari biji kakao yang ada
berdasarkan SNI 2323-2008 yaitu biji kakao tidak boleh berbau asap abnormal atau
berbau asing.
3.2.4 Jumlah biji kakao per 100 gram
Penggolongan
Gambar 4. Diagram Alir Penentuan jumlah biji kakao per 100 gram
Langkah pertama yang dilakukan yaitu menimbang biji kakap fermentasi
sebanyak 100 gram. Setelah itu biji, kakao utuh dalam 100 gram biji kakao tersebut
dipisahkan untuk mengetahui berapa biji kakao utuh yang terdapat pada 100 gram
biji kakao tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengetahui mutu atau kelas biji kakao
tersebut berdasarkan ukuran biji kakao pada SNI 2323-2008.
3.2.5 Penentuan kadar biji cacat pada kakao (biji berjamur, biji slaty, biji
berserangga, dan biji berkecambah)
Pemotongan memanjang
Perhitungan
biji kakao
Pengecilan ukuran
Eksikator 15 menit
Penimbangan
30
20
10 5.22 4.17
0
biji pipih plasenta pecahan biji pecahan kulit biji dempet
4.998
5
4.3
4 3.52
1 0.52 0.42
0
biji pipih plasenta pecahan biji pecahan kulit biji dempet
60
50
40
30
18
20
10
10
0
biji berbau asap biji berbau asam biji berbau coklat
Berdasarkan data hasil pengaman bau dari biji kakao diperoleh data bahwa ada 10
biji kakao yang berbau asap, 18 biji kakao yang berbau asam dan 72 biji kakao yang
berbau coklat. Perolehan data biji berbau coklat memiliki nilai paling tinggi karena
proses fermentasi kakao dapat meninbulkan citarasa coklat dan senyawa precursor
yang dapat menimbulkan aroma coklat ketika dilakukan penyangraian. Fermentasi
tidak hanya bertujuan untuk membebaskan biji dari pulp dan mencegah
pertumbuhan biji, namun terutama juga untuk memperbaiki dan membentuk
citarasa cokelat yang khas (enak dan menyenangkan) serta mengurangi rasa sepat
dan pahit pada biji (Widyotomo,2004). Biji kakao tanpa fermentasi sama sekali
tidak menghasilkan aroma khas cokelat dan memiliki rasa sepat dan pahit yang
biasanya berlebihan (Wahyudi, 2008). Apabila dibandingkan dengan SNI 2323-
2008 sampel biji kakao tidak memenuhi standar SNI karena didalam SNI 2323-
2008 menyebutkan bahwa persyaratan umum mutu biji kakao pada bau asap atau
bau asing adalah nol atau tidak ada.
5.5 Penentuan Kadar Biji Cacat
14
12
10
8
6
4
2
0 0 0
0
biji slaty biji berjamur biji berserangga biji berkecambah
4.998
4.996
4.994
4.992
4.99 4.99
4.99
4.988
4.986
4.984
ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 ulangan 4
Berdasarkan data hasil pengamatan dan perhitungan diperoleh hasil bahwa kadar
air pada ulangan 1, 2,3, dan 4 secara brturut-turut adalah 5%; 4,99%; 5%; dan
4,99%. Hasil ini menunjukkan bahwa kadar air sampel baik pada tiap-tiap ulangan
ataupun dirata-rata sama-sama berada dibawah 7,5% yang mana itu berarti kadar
air dari sampel biji kakao sesuai dengan SNI 2323-2008 yang menyatakan kadar air
maksimal biji kakao adalah 7,5%. Kadar air yang melebihi 7,5% memiliki kualitas
yang kurang baik karena rentan terserang mikroba. Kadar air biji kakao yang lebih
dari 7.5 % menyebabkan biji kakao lebih mudah terserang cendawan. Penyimpanan
dinyatakan aman pada kadar air maksimum 7.5 % yaitu kadar air dalam
kesetimbangan dengan kelembaban relatif ruang simpan. Menurut Christensen dan
Kaufmann (1974) kadar air biji-bijian selalu dalam keseimbangan dengan
kelembaban relatif ruang simpan.
BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa biji
kakao fermentasi ini termasuk kelas AA karena jumlah biji 82 biji per 100 gram biji
kakao, kadar airnya < 7,5%, tidak ada benda asing. Kadar biji kakao cacat masih
dibawah ambang batas (dibawah standar yang telah ditetapkan) karena hanya
dijumpai biji slaty. Biji kakao fermentasi ini memiliki kadar kotoran yang dibawah
ambang batas dari SNI 2323-2008. Secara keseluruhan, biji kakao ini memenuhi
standar dari SNI 2323-2008.
6.2 Saran
Kakao fermentasi yang digunakan sebaiknya lebih dari satu jenis untuk
lebih mudah melakukan perbandingan antara satu sampel dengan sampel yang lain
dan setiap praktikum dilakukan lebih dari 1 ulangan suapya data yang dianalisa
lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, H. 2010. Teknologi Pengolahan Kakao. Jawa Tengah: Aspirasi.
Djatmiko, B. dan T. Wahyudi. 1986. Aspek Pengolahan dan Mutu Coklat Lindak
dan Mulia. Jawa Timur: Balai Penelitian Perkebunan Jember.
Hasbawati. 2006. Karakteristik Fisik Biji Buah Kakao Menurut Posisinya Pada
Pohon. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Lukito. 2010. Buku Pintar Budidaya Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao.
Jakarta: Agromedia Pustaka
Putra, G. P. G., & Wartini, M. (1998). Penambahan asam asetat sebelum fermentasi
sebagai upaya mempersingkat waktu fermentasi dengan kualitas hasil biji
kakao kering siap ekspor. Laporan Akhir Hasil Penelitian Dosen Muda.
Denpasar: Program Studi Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.
Wahyudi, T., T.R. Pangabean., dan Pujianto. 2008. Panduan Lengkap Kakao
Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya.
Widyotomo, S., S. Mulato & Handaka. (2004). Disain teknologi pengolahan pasta,
lemak, dan bubuk cokelat untuk kelompok tani. Bogor: Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian
LAMPIRAN PERHITUNGAN