Anda di halaman 1dari 14

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PERKEBUNAN HULU

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER

LAPORAN HASIL KUNJUNGAN LAPANG KOMODITI LATEKS DI


PTPN XII KEBUN RENTENG

Disusun Oleh :
Nama : Dia ayu cahya pratiwi
NIM : 161710101083
Kelas : THP-A
Tanggal Laporan : 14 Oktober 2017
Asisten :
1. Yayan Priyo Handoko
2. Seno Dwi Pratama Putra
3. Safira Cahya Rosjadi
4. Debra Natasya Ulfha
5. Herinda Putri Septianti
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dunia ini ada berbagai jenis bahan hasil perkebunan salah satunya adalah
karet. Karet mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari terutama
dalam bidang ekonomi karena karet memiliki andil besar dalam meningkatkan
devisa negara. Ekspor karet merupakan penghasil devisa kedua setelah kelapa
sawit. Oleh karena itu upaya peningkatan produktifitas usaha tani karet terus
dilakukan terutama dalam bidang teknologi budidayanya. Setiap bagian dari pohon
karet apabila dilukai atau digores akan mengeluarkan getah berwarna putih yang
warnanya hampir mirip dengan warna susu. Getah karet ini biasa disebut sebagai
lateks. Seiring perkembangan teknologi bahan olahan yang dihasilkan dari lateks
juga beragam seperti lateks pekat, RSS, Crepe dan lain sebagainya. Barang-barang
yang sering kita jumpai sehari-hari juga banak yang berasal dari produk olahan
karet misalnya ban motor yang biasa terbuat dari RSS.
Indonesia sebagai negara dengan perkebunan terluas di dunia memiliki
potensi sebagai penghasil karet terbesar di dunia. Data luas perkebunan karet
Indonesia di Indonesia pada tahun 2009 yaitu sebesar 3.435.270 hektar yang mana
produksi total karet alamnya sebanyak 2.440.347 ton. Total luas kebun dan
produksi karet alam meningkat pada tahun 2010 menjadi 3.445.121 hektar dengan
total produksi karet alam sebesar 2.591.935 ton (Ditjenbum, 2012). Diantaranya
85% merupakan perkebunan karet milik rakyat dan hanya 7% perkebunan besar
negara serta 8% perkebunan milik swasta.
Salah satu perkebunan yang mengolah lateks adalah PTPN XII Kebun
Reneng yang memproduksi RSS. Praktikum kunjungan lapang yang dilakukan di
PTPN XII Kebun Renteng megharapkan agar mahasiswa nantinya lebih memahami
bagaimana kondisi karet alam yang baik dan mengetahui bagaimana proses
pengolahan karet yang tepat sehingga dapat meningkatkan perbaikan mutu karet
alam nantinya. Kompetensi mahasiswa dinilai sangat kurang jika tidak mengetahui
secara langsung gambaran teknologi pengolahan hulu karet karena biasanya teori
yang diberikan selama kegiatan perkuliahan belum tentu sama dengan apa yang ada
dilapang.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari kunjungan lapang ini yaitu untuk lebih memahami
proses pengolahan lateks secara lebih detail dan mengetahui seperti apa mutu karet
yang dihasilkan.
1.3 Luaran
Adapun luaran yang diharapkan dalam kegiatan ini yaitu:
a. Mahasiswa
Dapat memahami seperti apa pengolahan RSS menjadi laeks dengan cara
yang benar dan terpenuhinya laporan praktikum yang baik sebagai salah
satu penyelesaian tugas mata kuliah Teknologi Pengolahan Komoditi
Perkebunan Hulu
b. PTPN XII
Dengan adanya kunjungan lapang ini dapat lebih dikenal dan dapat
bertukar informasi dengan mahasiswa
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Proses Penyadapan Lateks
PTPN XII memasang alarm diarea tempat tinggal para karyawannya yang
mana alarm tersebut akan berbunyi setiap pukul 01.00 dini hari yang menunjukkan
bahwa proses penyadapan lateks harus dimulai. Di PTPN XII ini penyadapan lateks
dilakukan mulai pukul 01.00 sampai 07.00 karena pada saat itu lates yang
dihasilkan akan lebih banyak. Ini sesuai dengan teori yang didapat oleh mahasiswa
dikelas yang mana proses penyadapan lateks dilakukan dipagi hari karna
prodiktivitas lateks yang dihasilkan akan lebih optimum hal ini disebabkan karena
adanya tekanan turgor sel yang dapat mempercepat dan mengoptimalkan proses
penyadapan lateks di pagi hari. Penyadapan lateks tidak dilakukan di siang hari
karena efektifitas tekanan turgorselnya menurun akibat sudah digunakan untuk
metabolisme lain seperti fotosintesis. Selain itu pada siang hari rentan terjadi
prakoagulasi karena panas.
Teori yang diperoleh ini diperkuat dengan pernyataan Tumpal (2008) yang
mengatakan lateks dapat keluar dari pembuluh akibat adanya turgor yang
merupakan tekanan pada dinding sel yag diisi oleh sel. Banyak sedikitnya isi sel
akan mempengaruhi tekanan dinding sel. Semakin banyak isi sel tekanan dinding
sel semakin kuat begitu pula sebaliknya semakin sedikit isi sel tekanan dinding
selnya menjadi lemah. Tekanan dinding sel atau tekanan turgor yang semakin tinggi
akan memperbanyak jumlah lateks yang dihasilkan sehingga proses penyadapan
dianjurkan dilakukan pada saat tekanan turgor tinggi yaitu pada pagi hari pukul
05.00 sampai 06.00 dan pengumpulanya dilakukan pada pukul 08.00-10.00.
Proses penyadapan dilakukan dengan cara membuka pembuluh lateks
dalam kulit latek yang kulit batangnya sudah dibersihkan sebelumnya kemudian
dipasang alat pengalir lateks pada bagian bawah sadap. Tebal sadapan 1-2 mm dan
tidak boleh melukai kambium. Lateks mulai bisa disadap ketika tanaman sudah
berumur 5-7 tahun. Apabila dijumpai rumus sadap S/2 d/2 berarti tanaman karet
disadap selama 2 hari sebanyak dua kali dengan spiral pohon. S menunjukkan
spiral dan d menunnjukan hari penyadapan.
2.2 Penerimaan Lateks Kebun
Lateks segar yang telah disadap dan sampai dipabrik di cek kondisiya
tergolong superior atau inferior dengan menggunakan tangan. Apabila ketika di cek
dengan tangan lateks terlihat cair dan tidak ada gumpalan ataupun gelembung-
gelembung yang tersisa di tangan, lateks tersebut tergolong lateks superior
sedangkan apabila ketika di cek meninggalkan gumpalan-gumpalan ataupun
gelembung-gelembung di tangan, tergolong sebagai lateks inferior. Selain itu lateks
kebun yang diterima akan diambil 100 cc dan di hitung Kadar Karet Keringnya
sehingga mutu yang dihasilkan dari olahan lateks yang akan diperoleh dapat
diketahui. Di PTPN XII uji karet kering lateks dilakukan dengan mengkoagulasi
lateks dan menggiling latek sehingga 18 kali untuk mengetahui kandungan kadar
airnya dan seberapa tipis sheet yang dapat dihasilkan. Lateks kebun yang telah di
cek superior atau inferior dan sudah diambil 100 cc untuk di hitung kadar karet
keringnya kemudian disaring menggunakan saringan dengan ukuran 30 mesh untuk
menghilangkan kotoran, busa lateks maupun lateks yang mengalami prakoagulasi.
Proses uji kadar karet kering yang dilakukan ini sesuai dengan teori yang diperoleh
pada saat perkuliahan.
2.3 Proses Pengolahan Lateks menjadi RSS
Lateks kebun yang telah disaring menggunakan saringan 30 mesh
diencerkan dengan air sebanyak 13% dan disaring kembali dengan menggunakan
saringan 60 mesh. Menurut teori proses pengenceran dilakukan untuk
menyeragamkan KKK sehingga cara pengolahan dan mutunya dapat dijaga serta
memudahkan penyaringan kotoran (Sucahyo, 2010). Lateks yang sudah mengalami
proses penyaringan diukur volumenya dan di tambah dengan asam semut 500 cc.
penambahan asam semut ini berfungsi untuk mengkoagulasi lateks sehingga lates
dapat meggumpal. Perlakuan proses ini sesuai dengan teori yang dipelajari di kelas
dan teori yang dikemukakan oleh Zuhra (2006) yang menyatakan bahwa
penambahan asam semut sebagai zat koagulan dapat menurunkan pH lateks pada
titik isoelektriknya sehingga lateks akan membeku yaitu pada pH antara 4,5-4.7.
lateks yang sudah diberi asam semut diaduk 8 kali dengan menggunakan pengaduk
yang memiliki beberapa lubang dengan tujuan untuk lebih menghomogenkan
larutan asam semut dan lateks. Buih atau busa yang terbentuk dari proses
penyaringan ataupun pengadukan ini dibuang dengan cara diseser. Pembuangan
busa ini dilakukan karena dapat menurunkan kualitas dari sheet yang akan
dihasilkan. Setelah busa dihilangkan lateks di beri sekat-sekat dengan jarak 5 cm
dan dibiarkan selama 2 jam, yang mana pada proses ini ketika lateks sudah mulai
terkoagulasi akan ditambah dengan air yang berfungsi untuk mencegah terjadinya
oksidasi yang dapat menurunkan mutu dari sheet yang akan dihasilkan serta untuk
mencegah sheet menjadi lengket sebelum digiling. Pada saat proses pendiaman ini
ditutup dengan menggunakan plastik untuk mencegah adanya kotoran atau debu-
debu terikut di dalam lateks karena kondisi atap pabrik yang masih cukup sederhana
sehingga kualitas sheet yang dihasilkan nantinya tidak menurun.
Lateks yang telah dikoagulasi selama 2 jam kemudian di giling
menggunakan 6 rol gilingan dengan kecepatan dan besar celah gilingan yang
berbeda. Semakin dekat gilingan dengan bak pencucian semakin kecil celah rol
gilingannya dan semakin tinggi kecepatan pemutarannya. Pada saat proses untuk
mencegah supaya lateks tidak lengket pada gilingan dan membantu mengurangi
residu-residu dan serum yang tersisa. Adanya serum dapat mengakibatkan cacat
pada lembaran sheet yang dihasilkan. Pada gilingan yang terakhir terdapat motif
dan merk dari PTPN XII, sehingga ketika lembaran sheet masuk pada gilingan
terakhir selain ukurannya yang menjadi lebih tipis, sheet ini juga akan memiliki
motif dan merk. Ketebalan sheet yang diharapkan hasil penggilingan adalah 0,3 cm.
Tujuan utama dari proses penggilingan ini untuk memperluas bidang sheet dan
mengeluarkan sebagian air. Sheet yang sudah tergiling akan dicuci dalam bak
pencucian untuk menhilangkan kotoran dan residu-residu lain yang menempel pada
sheet. Sebelum di asap lembaran sheet yang sudah jadi kemudian ditiriskan selama
2-4 jam dalam kondisi terlindung dari sinar matahari langsung. Penirisan bertujuan
untuk mengurangi kadar air sehingga proses pengasapan dapat berjalan dengan
optimal.
Proses pengasapan lembaran sheet dilakukan 5-6 hari dengan suhu 40-60
yang dinaiikkan secara bertahap. Pada hari pertama, pengasapan dilakukan dengan
suhu kamar asap sekitar 40-45C. Hari kedua, pengasapan dengan suhu kamar asap
45-50C. Hari ketiga, pengasapan dengan suhu kamar asap 50-55C. Hari keempat,
pengasapan dengan suhu kamar asap 55-60C. Hari kelima, pengasapan dengan
suhu kamar asap 60-65C.
Pada hari pertama dan kedua kayu yang digunakan sebagai bahan bakar ialah kayu
basah karena lebih banyak menghasilkan asap yang berfungsi sebagai pembentuk
warna juga antibakteri dan jamur karena asap akibat adanya kandungan zat fenol.
Sedangkan pada hari selanjutnya digunakan kayu kering karena berfungsi untuk
mempertahankan kebutuhan kalor yang digunakan. Kayu yang digunakan pada
proses pengasapan ialah kayu karet yang telah mati, roboh atau tidak produktif lagi
karena panas yang dihasilkan dari kayu karet stabil dan dapat bertahan lama.
Standar penggunaan kayu sebagai bahan bakar yaitu 4 m3/ton karet. Dalam ruang
pengasapan ada 22 kamar setiap kamar berkapasitas 1,2 ton. Perbedaan kesalahan
pada proses pengolahan dan pengasapan yaitu pada proses pengolahan gelembung
kecil-kecil sedangkan pada proses pengasapan gelembung besar-besar
Saat pengasapan setelah 12 jam lembaran sheet akan dibalik dengan tujuan
untuk meratakan warna dan sheet tidak lengket. Setiap jam sheet harus dikontrol
karena rentan terhadap suhu panas yang mana apabila suhu terlalu panas sheet akan
menjadi lebih molor. Pada proses pengasapan apabila suhu terlalu panas jendela-
jendela yang ada pada ruang pengasapan dibuka sehingga panas dapat keluar.
Pengasapan dengan menggunakan asap cair akan menghasilkan sheet dengan warna
yang lebih cerah.

2.4 Sortasi dan Pengemasan


Karet yang telah diasap disortasi diatas kaca untuk mempermudah proses
penggolongan. Saat sortasi sheet juga dibersihkan dengan cara disikat. Sheet pada
saat sortasi di PTPN XII Kebun Renteng digolongkan pada mutu I (tidak banyak
gelembung), mutu II (terdapat sedikit gelembung), mutu III (banyak gelembung),
dan mutu cutting (berasal dari potonga-potongan karet yang saat penggilingan tidak
rata, karet dengan gelembung besar karena suhu yang terlalu tinggi). Karet yang
telah disortasi ditimbang sesuai mutu kemudian disusun pada suatu cetakan dan
dilakukan pengepresan pertama. Selanjutanya 3 tumpukan karet hasil pengepresan
pertama dipres kembali dan langsung dibegel selama 24 jam. Proses begel bertujuan
supaya sheet tidak melar atau menggembung sehingga ukurannya dapat terjaga.
Menurut SNI 06-0001-1987 mengenai karet konvensional, secara umum
sheet diklasifikasikan dalam kelas mutu RSS 1, RSS 2, RSS 3, RSS 4, RSS 5 dan
Cutting yang mana cutting merupakan potongan dari lembaran yang terlihat masih
mentah atau terdapat gelembung udara hanya pada sebagian kecil sehingga dapat
digunting. Beberapa penjelasan dari masing-masing kelas mutu RSS yaitu sebagai
berikut.
1. RSS 1: lembaran yang dihasilkan harus benar-benar kering, bersih, kuat, tidak
ada cacat, tidak berkarat, tidak melepuh serta tidak ada benda-benda pengotor,
tidak boleh ada garis-garis pengaruh dari oksidasi, lembaran lembek, suhu
pengeringan terlalu tinggi, belum benar-benar kering, pengasapan berlebihan,
warna terlalu tua serta terbakar. Apabila terdapat gelembung-gelembung
berukuran kecil (seukuran jarum pentul) masih diperkenankan asalkan letaknya
tersebar merata. Pembungkusan harus baik agar tidak terkontaminasi jamur
tetapi jika sewaktu diterima terdapat jamur pada pembungkusnya masih dapat
diizinkan asalkan tidak masuk ke dalam karetnya.
2. RSS 2: lembaran harus kering, bersih, kuat, bagus, tidak cacat, tidak melepuh
dan tidak terdapat kotoran. Sheet tidak diperkenankan terdapat noda atau garis
akibat oksidasi, sheet lembek, suhu pengeringan terlalu tinggi, belum benar-
benar kering, pengasapan berlebihan, warna terlalu tua serta terbakar. Lembaran
kelas ini masih menerima gelembung udara serta noda kulit pohon yang
ukurannya agak besar (dua kali ukuran jarum pentul). Zat-zat damar dan jamur
pada pembungkus, kulit luar bandela atau pada lembaran di dalamnya masih
dapat ditorerir. Tetapi apabila sudah melebihi 5% dari bandela maka lembaran
akan ditolak.
3. RSS 3: lembaran harus kering, kuat, bagus, tidak cacat, tidak melepuh dan tidak
terdapat kotoran. Bila terdapat cacat warna, gelembung udara besar (tiga kali
ukuran jarum pentul) ataupun noda-noda dari kulit tanaman karet masih ditolerir.
Namun, tidak diterima jika terdapat noda atau garis akibat oksidasi, lembaran
lembek, suhu pengeringan terlalu tinggi, belum benar-benar kering, pengasapan
berlebihan, warna terlalu tua serta terbakar. Jamur yang terdapat pada
pembungkus kulit luar bandela serta menempel pada lembaran tidak menjadi
masalah asalkan jumlahnya tidak melebihi 10% dari bandela dimana contoh
diambil.
4. RSS 4: lembaran harus kering, kuat, tidak cacat, tidak melepuh serta tidak
terdapat pasir atau kotoran luar. Yang diperkenankan yaitu bila terdapat
gelembung udara kecil-kecil sebesar 4 kali ukuran jarum pentul, karet agak rekat
atau terdapat kotoran kulit pohon asal tidak banyak. Mengizinkan adanya noda-
noda asalkan jernih. Lembaran lembek, suhu pengeringan terlalu tinggi dan karet
terbakar tidak bisa diterima. Bahan damar atau jamur kering pada pembungkus
kulit bagian luar bandela serta pada lembaran, asalkan tidak melebihi 20% dari
keseluruhan masih mungkin untuk kelas RSS 4.
5. RSS 5: lembaran yang dihasilkan harus kokoh, tidak terdapat kotoran atau benda
asing kecuali yang diperkenankan. Dibanding dengan kelas RSS yang lain, RSS
5 merupakan yang terendah standarnya. Bintik-bintik, gelembung kecil, noda
kulit pohon yang besar, karet agak rekat, kelebihan asap dan sedikit belum kering
masih termasuk dalam batas toleransi. Bahan damar atau jamur kering pada
pembungkus kulit bagian luar bandela serta pada lembaran, asalkan tidak
melebihi 30% dari keseluruhan masih mungkin untuk kelas RSS 5. Pengeringan
pada suhu tinggi dan bekas terbakar tidak diperkenankan untuk jenis kelas ini.
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari kunjungan lapang ini yaitu pengolahan lateks di
PTPN XII Kebun Renteng dimulai dari penyadapan, penerimaan lateks kebun,
pengenceran lateks, pembekuan lateks, penggilingan, pengasapan, sortasi dan
pengemasan serta pengepakan dengan urutan tahapan yang sama dengan teori.
Mutu sheet yang digunakan pada PTPN XII Kebun Renteng ada 4 termasuk cutting
sedankan jika menurut SNI 06-0001-1987 ada 6 termasuk cutting. Hasil kunjungan
lapang tidak jauh berbeda dari teori yang disampaikan dalam perkuliahan dan teori
pada buku.
.
3.2 Saran
Diharapkan pada kunjungan lapang sistem pengamatan ke dalam pabrik
lebih diperbaiki sehingga masing-masing mahasiswa dapat mengamti dengan baik
dan memahami setiap proses yang ada di pabrik sehingga tidak tertinggal tinggal
dan ketepatan waktu harap lebih diperbaiki serta kunjungan lapang diharapkan
tidak hanya dilakukan pada pengolahan karet sheet saja.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional. 1987. SNI 06-0001-1987 tentang karet konvensional
Direktorat Jendral Kerjasama Perdagangan Internasional.2012. International
Rubber Consortium Limited (IRCo).
Setyamidjaja, D. H. 1993. Karet, Budidaya dan Pengolahan. Yogyakarta:
Kanisisus
Sucahyo, L. 2010. Kajian Pemanfaatan Asap Cair Tempurung Kelapa sebagai
Bahan Koagulan Lateks dalam Pengolahan Ribbed Smoked Sheet (RSS)
dan Pengurangan Bau Busuk Bahan Olahan Karet. Skripsi. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Tumpal. 2008. Paduan Lengkap Karet. Jakarta: Penebar Swadaya
Zuhra, F. 2006. Karet. Medan: Universitas Sumatera Utara.
DOKUMENTASI
No. Gambar Keterangan
1. Penyaringan lateks
dengan ukuran 60 mesh

Penambahan asam semut


pada lateks

Pengadukan lateks dan


asam semut

Penghilangan
busa/gelembung kecil
pada lateks

Pemberian sekat-sekat
pada lateks agar
terbentuk lembaran
Tungku pengasapan
lateks

Kayu karet bahan bakar


pengasapan

Mutu RSS

Pensortiran RSS

Pengepresan RSS

Anda mungkin juga menyukai