STROKE ISKEMIK
HEAD INJURY
Oleh:
Sahitra 120100241
Betsy Y. Nadeak 120100277
Rahma Saenah Nasution 120100058
Vidya Cecilia 120100421
Charles 120100119
Alfinyanto Utama 120100304
Rizky Ayu W. Sijabat 120100239
Trinidia Lubis 120100060
Pembimbing:
dr. Rita , MKed (Neu), Sp S
STROKE ISKEMIK
2.1 Definisi
Menurut WHO, definisi stroke adalah suatu perkembangan gejala klinis
akibat gangguan fungsi serebral otak secara fokal maupun global, dimana gejala
dapat berlangsung 24 jam atau lebih yang dapat menyebabkan kematian, tanpa
adanya penyebab lain selain gangguan vaskular.1 Stroke diklasifikasikan
berdasarkan beberapa kriteria, yaitu berdasarkan patologi anatomi dan
penyebabnya (stroke iskemik dan stroke hemoragik), berdasarkan stadium atau
pertimbangan waktu (serangan iskemik sepintas atau TIA, Reversible Ischemic
Neurologic Deficit, Progressing stroke atau stroke in evolution).2
Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak
yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan
darah dan oksigen di jaringan otak.3
2.2 Epidemiologi
Setiap tahunnya ada sekitar 5,8 juta orang yang meninggal karena stroke
dan dua per tiga dari semua kematian akibat stroke terjadi di negara-negara
berkembang. Di Amerika Serikat didapatkan 700.000 orang mengalami stroke
baru atau berulang tiap tahunnya.4
Menurut Riskesdas tahun 2008, stroke menempati urutan pertama sebagai
penyebab kematian utama semua usia di Indonesia.5 Selanjutnya, menurut
PERDOSSI, dari data sporadik di rumah sakit terlihat adanya tren kenaikan angka
morbiditas stroke, yang sering dengan semakin panjangnya life expentancy dan
gaya hidup yang berubah.6
Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan data WHO mencapai angka 8,3
per 1.000 penduduk.4 dari angka tersebut, daerah yang memiliki prevalensi stroke
tertinggi adalah Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan yang
terendah adalah Papua (3,8 per 1.000 penduduk).5
Sementara itu, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia
melaporkan bahwa proporsi stroke di rumah sakit antara tahun 1984 sampai
dengan tahun 1986 meningkat, yaitu 0,72 per 100 penderita pada tahun 1984 dan
naik menjadi 0,89 per 100 penderita pada tahun 1985 dan 0,96 per 100 penderita
pada tahun 1986.7
2.3 Etiologi
Secara umum, stroke iskemik bisa disebabkan oleh berbagai macam
masalah, yaitu masalah pembuluh darah, jantung dan substrat darah itu sendiri.6
Menurut Grau dalam literatur Sjahrir, penyebab stroke iskemik yang utama
adalah aterosklerosis arteri besar (makroangiopati), kardioembolisme, dan
penyakit pembuluh darah kecil otak (mikroangiopati). Makroangiopati stroke
memiliki ciri khas berupa tingginya prevalensi merokok, penyakit jantung
koroner, dan penyakit arteri perifer. Pada sisi lain, stroke kardioemboli
berhubungan dengan derajat keparahan strokenya.7
Penyebab lain yang lebih jarang adalah diseksi arteri serebral, serebral
vaskulitis, koagulopati, kelainan hematologi, dan lain-lain. Berdasarkan
penelitian-penelitian sebelumnya, telah berkembang dua hipotesis mengenai
penyebab terjadinya stroke, yakni aterosklerosis arteri besar dan penyakit
pembuluh darah kecil yang disertai hipertensi dan diabetes melitus.7
2.5 Patofisiologi
2.5.1 Patofisiologi Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi akibat oklusivaskular pada otak sehingga
menghasilkan daerah iskemik di wilayah vaskular yang terkena. Keadaan iskemik
menyebabkan sel otak menjadi hipoksia dan kehabisan ATP. Tanpa adanya ATP
maka tidak ada energi untuk mengatur aktivitas ion di membran sel dan proses
depolarisasi sel sehingga dapat berujung pada kematian sel.11
Tersumbatnya pembuluh darah intrakranial akut menyebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak. Normalnya aliran darah ke otak adalah 50
ml/100 gr otak/menit. Jika terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis,maka
akan meningkatkan autoregulasi sebagai kompensasi dalam mempertahankan
level secara konstan aliran darah otak terhadap perubahan tekanan darah.
Kecepatan aliran darah di otak bervariasi antara 40- 70cm/detik. Apabila aliran
darah otak meningkat atau arteri menyempit, kecepatan segmen arteri juga akan
meningkat. Hal ini mengindikasikan adanya toleransi tinggi terhadap hipertensi
dan juga sensitif terhadap hipotensi. Sel membran dan fungsi sel akan terganggu
sangat parah seandainya aliran darah otak turun di bawah 10 ml/100 gr/menit. Sel
neuron tidak akan bertahan hidup jika aliran darah di bawah 5 ml/100 gr/menit.7
Apabila tidak ada aliran darah ke otak dalam waktu 4-10 menit, hal ini akan
menyebabkan kematian otak. Jika aliran darah diperbaiki sebelum terjadi
kematian sel, kemungkinan pasien hanya menunjukkan gejala Transient Ischemic
Attack.12
Dalam keadaan normal konsumsi oksigen di ukur sebagai CMRO2
(Cerebral Metabolic Rate for Oxygen) normal 3,5 cc/100 gr otak/menit. Keadaan
hipoksia juga mengakibatkan produksi molekul oksigen tanpa pasangan elektron.
Keadaan ini disebut oxygen-free radicals. Radikal bebas ini akan menyebabkan
oksidasi fatty acid di dalam organel sel dan plasma sel yang mengakibatkan
disfungsi sel. Otak normal membutuhkan 500 cc O2 dan 75-100 mg glukosa
setiap menitnya. Dalam keadaan hipoksia, akan terjadi proses anaerob glikolisis
dalam pembentukan ATP dan laktat sehingga akhirnya produksi energi menjadi
kecil dan terjadi penumpukan asam laktat, baik di dalam sel ataupun di luar sel.
Akibatnya, fungsi metabolisme saraf terganggu.12
Jika neuron iskemik, terjadi beberapa perubahan kimiawi yang berpotensi
dan memacu peningkatan kematian sel. Hal ini disebabkan sel membran tidak
mampu mengontrol keseimbangan ion intra dan ekstra sel. Derajat keparahan
iskemik bervariasi dalam zona yang berbeda di daerah yang di suplai oleh arteri
tersebut. Pada pusat zona tersebut aliran darah sangatlah rendah (0-10 ml/100
gr/menit) dan kerusakan iskemik sangat parah dapat menyebabkan nekrosis.
Proses ini disebut core of infarct. Di daerah pinggir zona tersebut aliran darah
agak lebih besar sekitar 10-20 ml/100 mg/menit karena adanya aliran kolateral
sekitarnya, sehingga menyebabkan kegagalan elektrik tanpa disertai kematian sel
permanen. Daerah ini disebut daerah iskemik penumbra, keadaan antara hidup dan
mati, tergantung aliran darah dan oksigen yang adekuat untuk suatu restorasi.13
Adanya respon inflamasi akan memperburuk keadaan iskemik yang
memperberat bagi perkembangan infark serebri. Beberapa penelitian
menunjukkan pada penderita stroke iskemik didapati perubahan kadar sitokin.
Produksi sitokin yang berlebih akan mengakibatkan plugging mikrovaskular
serebral dan pelepasan mediator vasokonstruktif endothelin sehingga
memperberat aliran darah. Selain itu juga menyebabkan eksaserbasi kerusakan
blood brain barrier dan parenkim melalui pelepasan enzim hidrolitik, proteolitik,
dan produksi radikal bebas yang akan memicu apoptosis dan menambah neuron
yang mati.14
2.6 Diagnosa
Mendiagnosa stroke dapat dilakukan dengan:
1. Anamnesa
a. Cari faktor risiko
Pada penderita dengan gangguan cerebrovaskular, risiko yang mungkin
didapat adalah TIA, hipertensi, dan diabetes. Pada wanita, penggunaan
kontrasepsi oral dapat berhubungan dengan arteri cerebral dan penyakit
bendungan vena, khususnya jika terdapat hipertensi dan riwayat merokok.
b. Onset
Anamnesa harus dapat membedakan gambaran klinis dari TIA, stroke in
evolution atau completed stroke. Pada beberapa kasus, juga dapat
mengevaluasi apakah penyebab stroke lebih mengarah kepada thrombosis
atau emboli pada anamnesa klinis.
i. Klinis mengarah stroke thrombosis pasien dengan halangan
thrombosis vaskular sering didapat gangguan neurologis yang
meningkat perlahan-lahan
ii. Klinis mengarah stroke emboli didapati gangguan neurologi yang
muncul tiba-tiba tanpa tanda awal dan dalam onset yang maksimal
c. Tanda-tanda yang mendukung
i. Kejang diikuti setelah onset stroke pada beberapa kasus. Kejang tidak
dapat membedakan stroke emboli dengan thrombosis, tetapi kejang
pada saat stroke lebih sering muncul pada stroke emboli.
ii. Nyeri kepala muncul pada 25% pasien dengan iskemik stroke, diduga
karena proses dilatasi akut pada pembuluh kolateral.17
2. Pemeriksaan Klinis
a. Tekanan darah harus diperiksa untuk mengetahui jika adanya didapati
hipertensi
b. Pemeriksaan pada retina dengan ophthalmosopic dapat menemukan bukti
embolisasi pada sirkulasi anterior dalam bentuk sisa material emboli yang
tampak pada pembuluh darah retina.17
3. Test Darah
Pemeriksaan ini harus dilakukan rutin untuk deteksi penyebab stroke dan
menyingkirkan kondisi yang mirip seperti stroke.
a. Darah lengkapuntuk memeriksa penyebab stroke seperti thrombositosis,
thrombositopenia, polisitemia, anemia (termasuk sickle cell disease),
leukositosis.
b. Serum glukosa untuk memeriksa hipoglikemia atau hyperosmolar
nonketotic hiperglikemia, dimana dapat menjadi tanda neurologi fokal dan
bukan stroke..
c. Serum kolesterol dan lipid untuk memeriksa peningkatannya, karena
merupakan salah satu faktor risiko untuk stroke.17
4. CT Scan atau MRI
Pemeriksaan ini harus dilakukan secara rutin untuk membedakan antara infark
dan hemoragik sebagai penyebab stroke, dan menyingkirkan penyakit lain yang
mirip seperti stroke dan juga untuk melokalisasi lesi. CT lebih dipilih untuk
diagnosis awal dikarenakan lebih mudah didapat, cepat dan dapat membuat
perbedaan yang tampak pada iskemik dan hemoragik. MRI lebih superior
dibandingkan CT scan dikarenakan dapat menunjukkan tanda awal iskemik
infark, menunjukkan stroke iskemik pada batang otak, dan mendeteksi
hambatan thrombosis pada vena.17
.
2.7 Komplikasi
Komplikasi selama rawat inap termasuk: neurologis stroke rekuren (9%
pasien), kejang (3%); infeksi infeksi saluran kemih (24%), infeksi dada (22%),
lain-lain (19%); jatuh yang berhubungan dengan gerakan (25%), jatuh dengan
cedera berat (5%), dekubitus (21%); tromboemboli DVT (2%), emboli paru
(1%); nyeri nyeri bahu (9%), nyeri lain (34%); dan psikologis depresi (16%),
ansietas (14%), emosional (12%), dan penurunan kesadaran (56%). Setelah pasien
keluar dari rawat inap, infeksi, jatuh, penurunan kesadaran kesadaran, nyeri, dan
gejala depresi dan ansietas tetap sering.9
2.8 Penatalaksanaan
Terapi Umum
A. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan18,19,20
Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang;
ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil.
Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi, tekanan
darah, suhu tubuh, dan saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada
pasien dengan defisit neurologis yang nyata.
Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen <
95%. Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia. Pasien stroke iskemik
akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan terapi oksigen.
B. Stabilisasi Hemodinamik18,19,20
Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian cairan
hipotonik seperti glukosa).
Optimalisasi tekanan darah.
Bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, maka
obat-obat vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti dopamin dosis
sedang/tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target tekanan darah
sistolik berkisar 140 mmHg.
Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24 jam
pertama setelah serangan stroke iskemik.
Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsultasi ke
bagian Kardiologi).
D. Pengendalian Kejang18,19,20
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20 mg dan diikuti
oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum
50 mg/menit.
Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.
G. Penatalaksanaan Hipertensi
Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15%
(sistolik maupun diastolic) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan
darah sistolik (TDS) 220 mmHg atau tekanan darah diastolic (TDD) 120
mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) 130 mmHg (pada 2 kali
pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut,
gagal jantung kongestif serta gagal ginjal.. Pada pasien stroke iskemik akut yang
akan diberi terapi trombolitik (rtPA), tekanan darah diturunkan hingga TDS <185
mmHg dan TDD <110 mmHg. Selanjutnya, tekanan darah harus dipantau hingga
TDS <180 mmHg dan TDD <105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPA.
Obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa
(fentolamin), penyekat reseptor beta (labetalol, esmolol), penyekat ACE
(enalaprilat), atau antagonis kalsium (nikardipin, diltiazem). 18,19,20
H. Penatalaksanaan Hipotensi Pada Stroke Akut
Hipotensi arterial pada stroke akut berhubungan dengan buruknya keluaran
neurologis, terutama bila TDS <100 mmHg atau TDD <70 mmHg. Oleh karena
itu, hipotensi pada stroke akut harus diatasi dan dicari penyebabnya, terutama
diseksi aorta, hipovolemia, perdarahan, dan penurunan cardiac output karena
iskemia miokardial atau aritmia. Penggunaan obat vasopresor dapat diberikan
dalam bentuk infuse dan disesuaikan dengan efek samping yang akan ditimbulkan
seperti takikardia. Obat-obat vasopressor yang dapat digunakan antara lain,
fenilephrin, dopamine, dan norepinefrin. Pemberian obat-obat tersebut diawali
dengan dosis kecil dan dipertahankan pada tekanan darah optimal, yaitu TDS
berkisar 140 mmHg pada kondisi akut stroke. 18,19,20
2.9 Prognosis
Prognosis stroke iskemik akut dipengaruhi oleh derajat keparahan stroke
dan faktor komorbid pasien, usia, dan komplikasi stroke.10 Stroke iskemik akut
telah dihubungkan dengan disfungsi kardiak akut dan aritmia, yang berhubungan
dengan hasil fungsional dan morbiditas pada tiga bulan. Data menunjukkan bahwa
hiperglikemi berat berhubungan secara independen dengan prognosis buruk dan
pembesaran area infark.11,12,13
TRAUMA KEPALA
A. Pengertian
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang
menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan
atau gangguan fungsional jaringan otak.1 Menurut Brain Injury Association of
America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat
kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan
fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.26
C. Trauma Kepala
1. Jenis Trauma
Luka pada kulit dan tulang dapat menunjukkan lokasi (area) dimana terjadi
trauma. Cedera yang tampak pada kepala bagian luar terdiri dari dua, yaitu secara
garis besar adalah trauma kepala tertutup dan terbuka. Trauma kepala tertutup
merupakan fragmen-fragmen tengkorak yang masih intak atau utuh pada kepala
setelah luka. The Brain and Spinal Cord Organization 2009, mengatakan trauma
kepala tertutup adalah apabila suatu pukulan yang kuat pada kepala secara tiba-
tiba sehingga menyebabkan jaringan otak menekan tengkorak.27
Trauma kepala terbuka adalah yaitu luka tampak luka telah menembus
sampai kepada dura mater. Kemungkinan kecederaan atau trauma adalah seperti
berikut;
a) Fraktur
terdapat 4 jenis fraktur yaitu simple fracture, linear or hairline fracture,
depressed fracture, compound fracture. Pengertian dari setiap fraktur adalah
sebagai berikut:
Simple : retak pada tengkorak tanpa kecederaan pada kulit
Linear or hairline: retak pada kranial yang berbentuk garis halus tanpa
depresi, distorsi dan splintering.
Depressed: retak pada kranial dengan depresi ke arah otak.
Compound : retak atau kehilangan kulit dan splintering pada tengkorak.
Selain retak terdapat juga hematoma subdural.
Terdapat jenis fraktur berdasarkan lokasi anatomis yaitu terjadinya retak
atau kelainan pada bagian kranium. Fraktur basis kranii retak pada basis kranium.
Hal ini memerlukan gaya yang lebih kuat dari fraktur linear pada kranium.
Insidensi kasus ini sangat sedikit dan hanya pada 4% pasien yang mengalami
trauma kepala berat. Terdapat tanda-tanda yang menunjukkan fraktur basis kranii
yaitu rhinorrhea (cairan serobrospinal keluar dari rongga hidung) dan gejala
raccoons eye (penumpukan darah pada orbital mata). Tulang pada foramen
magnum bisa retak sehingga menyebabkan kerusakan saraf dan pembuluh darah.
Fraktur basis kranii bisa terjadi pada fossa anterior, media dan posterior.28
Fraktur maxsilofasial adalah retak atau kelainan pada tulang maxilofasial
yang merupakan tulang yang kedua terbesar setelah tulang mandibula. Fraktur
pada bagian ini boleh menyebabkan kelainan pada sinus maxilari.28
b) Luka memar (kontosio)
Luka memar adalah apabila terjadi kerusakan jaringan subkutan dimana
pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya,
kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan berwarna merah kebiruan. Luka memar
pada otak terjadi apabila otak menekan tengkorak. Biasanya terjadi pada ujung
otak seperti pada frontal, temporal dan oksipital. Kontusio yang besar dapat
terlihat di CT-Scan atau MRI (Magnetic Resonance Imaging) seperti luka besar.
Pada kontusio dapat terlihat suatu daerah yang mengalami pembengkakan yang di
sebut edema. Jika pembengkakan cukup besar dapat mengubah tingkat
kesadaran.29
c) Laserasi (luka robek atau koyak)
Luka laserasi adalah luka robek tetapi disebabkan oleh benda tumpul atau
runcing. Dengan kata lain, pada luka yang disebabkan oleh benda bermata tajam
dimana lukanya akan tampak rata dan teratur. Luka robek adalah apabila terjadi
kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit. Luka ini biasanya terjadi
pada kulit yang ada tulang dibawahnya pada proses penyembuhan dan biasanya
pada penyembuhan dapat menimbulkan jaringan parut.23
d) Abrasi
Luka abrasi yaitu luka yang tidak begitu dalam, hanya superfisial. Luka ini
bisa mengenai sebagian atau seluruh kulit. Luka ini tidak sampai pada jaringan
subkutis tetapi akan terasa sangat nyeri karena banyak ujung-ujung saraf yang
rusak.29
e) Avulsi
Luka avulsi yaitu apabila kulit dan jaringan bawah kulit terkelupas,tetapi
sebagian masih berhubungan dengan tulang kranial. Dengan kata lain intak kulit
pada kranial terlepas setelah kecederaan.25
D. Perdarahan Intrakranial
1. Perdarahan Epidural
Perdarahan epidural adalah antara tulang kranial dan dura mater. Gejala
perdarahan epidural yang klasik atau temporal berupa kesadaran yang semakin
menurun, disertai oleh anisokoria pada mata ke sisi dan mungkin terjadi
hemiparese kontralateral.
Perdarahan epidural di daerah frontal dan parietal atas tidak memberikan
gejala khas selain penurunan kesadaran (biasanya somnolen) yang membaik
setelah beberapa hari.
2. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan antara dura mater dan araknoid,
yang biasanya meliputi perdarahan vena. Terbagi atas 3 bagian yaitu:
a) Perdarahan subdural akut
Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk, dan kebingungan, respon
yang lambat, serta gelisah. Keadaan kritis terlihat dengan adanya perlambatan
reaksi ipsilateral pupil. Perdarahan subdural akut sering dihubungkan dengan
cedera otak besar dan cedera batang otak.30
3. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan antara rongga otak dan lapisan
otak yaitu yang dikenal sebagai ruang subaraknoid.30
4. Perdarahan Intraventrikular
Perdahan intraventrikular merupakan penumpukan darah pada ventrikel
otak. Perdarahan intraventrikular selalu timbul apabila terjadi perdarahan
intraserebral.30
5. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral merupakan penumpukan darah pada jaringan
otak. Di mana terjadi penumpukan darah pada sebelah otak yang sejajar dengan
hentaman, ini dikenali sebagai counter coup phenomenon. 30
Eye Opening
Mata terbuka dengan spontan 4
Mata membuka setelah diperintah 3
Mata membuka setelah diberi rangsang nyeri 2
Tidak membuka mata 1
Best Motor Response
Menurut perintah 6
Dapat melokalisir nyeri 5
Menghindari nyeri 4
Fleksi (dekortikasi) 3
Ekstensi (decerebrasi) 2
Tidak ada gerakan 1
Best Verbal Response
Menjawab pertanyaan dengan benar 5
Salah menjawab pertanyaan 4
Mengeluarkan kata-kata yang tidak sesuai 3
Mengeluarkan suara yang tidak ada artinya 2
Tidak ada jawaban 1
Berdasarkan Skala Koma Glasgow, berat ringan trauma kapitis dibagi atas;
1. Trauma kapitis Ringan, Skor Skala Koma Glasgow 14 15
2. Trauma kapitis Sedang, Skor Skala Koma Glasgow 9 13
3. Trauma kapitis Berat, Skor Skala Koma Glasgow 3 8
2. Proses sekunder
Merupakan tahap lanjutan dari kerusakan otak primer dan timbul karena
kerusakan primer membuka jalan untuk kerusakan berantai karena berubahnya
struktur anatomi maupun fungsional dari otak misalnya meluasnya perdarahan,
edema otak, kerusakan neuron berlanjut, iskemia fokal/global otak, kejang,
hipertermi. 31
Menurut Harsono27, ciri khas biomekanik dari coup contra coup dan contusio
adalah sebagai berikut:
1. Coup contusio disebabkan oleh efek langsung dari tulang yang membentur
2. Contra coup contusio disebabkan oleh gerakan otak terhadap permukaan
tulang yang tidak rata
3. Bila kepala relatif diam, benturan langsung menyebabkan coup lesi tanpa
contra coup efek
4. Bila kepala bebas bergerak, benturan pada kepala menyebabkan lesi
contra coup tanpa lesi coup.
b. Pemeriksaan fisik
Setelah ABC, dilakukan pemeriksaan fisik singkat meliputi kesadaran, pupil,
defisit fokal serebral dan cedera ekstra kranial. Hasil pemeriksaan fisik pertama
ini dicatat sebagai data dasar dan ditindaklanjuti, setiap perburukan dari salah satu
komponen diatas bisa diartikan sebagai adanya kerusakan sekunder dan harus
segera dicari dan menanggulangi penyebabnya.
c. Pemeriksaan radiologi
Dibuat foto kepala dan leher, sedangkan foto anggota gerak, dada dan abdomen
dibuat atas indikasi. CT scan kepala dilakukan bila ada fraktur tulang tengkorak
atau bila secara klinis diduga ada hematom intracranial
2. Drainase
Tindakan ini dilakukan bila hiperventilasi tidak berhasil. Untuk jangka pendek
dilakukan drainase ventrikular, sedangkan untuk jangka panjang dipasang
ventrikulo peritoneal shunt, misalnya bila terjadi hidrosefalus
3. Terapi diuretik
o Diuretik osmotik (manitol 20%)
Cairan ini menurunkan TIK dengan menarik air dari jaringan otak normal melalui
sawar otak yang masih utuh kedalam ruang intravaskuler. Bila tidak terjadi
diuresis pemberiannya harus dihentikan.
Cara pemberiannya :
Bolus 0,5-1 gram/kgBB dalam 20 menit dilanjutkan 0,25-0,5 gram/kgBB, setiap 6
jam selama 24-48 jam. Monitol osmolalitas tidak melebihi 310 mOSm
5. Streroid
Berguna untuk mengurangi edema serebri pada tumor otak. Akan tetapi
menfaatnya pada cedera kepala tidak terbukti, oleh karena itu sekarang tidak
digunakan lagi pada kasus cedera kepala
6. Posisi Tidur
Penderita cedera kepala berat dimana TIK tinggi posisi tidurnya ditinggikan
bagian kepala sekitar 20-30, dengan kepala dan dada pada satu bidang, jangan
posisi fleksi atau leterofleksi, supaya pembuluh vena daerah leher tidak terjepit
sehingga drainase vena otak menjadi lancar.
f. Nutrisi
Pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2-2,5 kali normal dan
akan mengakibatkan katabolisme protein. Proses ini terjadi antara lain oleh karena
meningkatnya kadar epinefrin dan norepinefrin dalam darah dan akan bertambah
bila ada demam. Setelah 3-4 hari dengan cairan perenterai pemberian cairan
nutrisi peroral melalui pipa nasograstrik bisa dimulai, sebanyak 2000-3000
kalori/hari.
g. Epilepsi/kejang
Epilepsi yang terjadi dalam minggu pertama setelah trauma disebut early epilepsi
dan yang terjadi setelah minggu pertama disebut late epilepsy. Early epilelpsi
lebih sering timbul pada anak-anak dari pada orang dewasa, kecuali jika ada
fraktur impresi, hematom atau pasien dengan amnesia post traumatik yang
panjang.
Pengobatan:
o Kejang pertama: Fenitoin 200 mg, dilanjutkan 3-4 x 100 mg/hari
o Status epilepsi: diazepam 10 mg/iv dapat diulang dalam 15 menit. Bila cendrung
berulang 50-100 mg/ 500 ml NaCl 0,9% dengan tetesan <40 mg/jam. Setiap 6 jam
dibuat larutan baru oleh karena tidak stabil. Bila setelah 400 mg tidak berhasil,
ganti obat lain misalnya Fenitoin.
Cara pemberian Fenitoin, bolus 18 mg/KgB/iv pelan-pelan paling cepat 50
mg/menit. Dilanjutkan dengan 200-500 mg/hari/iv atau oral Profilaksis: diberikan
pada pasien cedera kepala berat dengan resiko kejang tinggi, seperti pada fraktur
impresi, hematom intrakranial dan penderita dengan amnesia post traumatik
panjang
h. Komplikasi sistemik
o Infeksi: profilaksis antibiotik diberikan bila ada resiko tinggi infeksi seperti:
pada fraktur tulang terbuka, luka luar dan fraktur basis kranii
o Demam: kenaikan suhu tubuh meningkatkan metabolisme otak dan menambah
kerusakan sekunder, sehingga memperburuk prognosa. Oleh karena itu setiap
kenaikan suhu harus diatasi dengan menghilangkan penyebabnya, disamping
tindakan menurunkan suhu dengan kompres
o Gastrointestinal: pada penderita sering ditemukan gastritis erosi dan lesi
gastroduodenal lain, 10-14% diantaranya akan berdarah. Keadan ini dapat dicegah
dengan pemberian antasida atau bersamaan dengan
H2 reseptor bloker.
o Kelainan hematologi: kelainan bisa berupa anemia, trombosiopenia, hipo
hiperagregasi trombosit, hiperkoagilasi, DIC. Kelainan tersebut walaupun ada
yang bersifat sementara perlu cepat ditanggulangi agar tidak memperparah kondisi
pasien.
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 ANAMNESIS
3.1.1 IDENTITAS PRIBADI
Nama : Rohana Simorangkir (RS)
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 62 Tahun
Suku Bangsa : Batak
Agama : Kristen Protestan
Tanggal Masuk : 12 Juni 2016
Tanggal Keluar :-
3.2.4 GENITALIA
Toucher : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Refleks kornea
Langsung : + +
Tidak langsung : + +
Refleks Masseter : tidak dilakukan pemeriksaan
Refleks bersin : tidak dilakukan pemeriksaan
NERVUS IX, X
Pallatum mole : normal
Uvula : medial
Disfagia : (-)
Disartria : (-)
Disfonia : (-)
Reflek muntah : (+)
Pengecapan 1/3 belakang lidah : Sulit dinilai
NERVUS XII
Lidah
Tremor : (-)
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Ujung lidah sewaktu Istirahat : medial
Ujung lidah sewaktu Dijulurkan : medial
3.3.8 REFLEKS
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Biceps : ++ ++
Triceps : ++ ++
Radioperiost : ++ ++
APR : ++ ++
KPR : ++ ++
Strumple : ++ ++
Refleks Patologis
Babinski : - -
Oppenheim : - -
Chaddock : - -
Gordon : - -
Schaefer : - -
Hoffman-trommer : - -
Klonus lutut : - -
Klonus kaki : - -
Refleks Primitif : (-)
3.3.9 KOORDINASI
Lenggang : Sulit dinilai
Bicara : normal
Menulis : Sulit dinilai
Percobaan apraksia : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
Mimik : Simetris
Tes telunjuk-telunjuk : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
Tes telunjuk-hidung : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
Diadokhokinesia : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
Tes tumit-lutut : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
Tes Romberg : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
3.3.10 VEGETATIF
Vasomotorik : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
Sudomotorik : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
Pilo-erektor : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
Potens & libido : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
3.3.11 VERTEBRA
Bentuk
Normal :+
Scoliosis :-
Hiperlordosis :-
Pergerakan
Leher :+
Pinggang : Sulit Dinilai
STATUS PRESENS
Sensorium Compos mentis
Tekanan Darah 170/100 mmHg
Heart Rate 86 x/i
Respiratory Rate 23 x/i
Temperatur 36,3 0C
STATUS NEUROLOGIS
Sensorium Compos mentis
Muntah (-)
Peningkatan TIK Kejang (-)
Sakit kepala (-)
Kaku kuduk (-)
Kernig sign (-)
Perangsangan Meningeal
Brudzinski I (-)
Brudzinski II (-)
NERVUS KRANIALIS
NI Sulit dinilai
N II, III RC +/+, pupil bulat isokor 3mm, kanan = kiri
N III, IV, VI Pergerakan bola mata (+)
NV Refleks kornea (+)
N VII Simetris
N VIII Normal
N IX, X Uvula medial
N XI Sulit dinilai
N XII Lidah istirahat medial
REFLEKS FISIOLOGIS
Kanan Kiri
Biceps / Triceps
++/++ ++/++
Kanan Kiri
APR / KPR
++/++ ++/++
REFLEKS PATOLOGIS
Kanan Kiri
Babinski
- -
Kanan Kiri
Hoffman / Tromner
-/- -/-
Klonus Lutut - -
Klonus Kaki - -
NYERI RADIKULAR
Test Laseque - -
KEKUATAN MOTORIK
ESD: 44444 / 44444 ESS : 44444 / 44444
EID : 44444 / 44444 EIS : 44444 / 44444
3.5 DIAGNOSA
Diagnosa Fungsional : Hemiparese duplex
Diagnosa Etiologik : Infark Iskemik
Diagnosa Anatomik : Intraserebral
Diagnosa kerja : 1. Hemiparese duplex e.c. Infark Stroke Iskemik
2. Head Injury
3.6 PENATALAKSANAAN
- Infus RL 20 gtt/i
- Amlodipin 1x12.5 mg
- Novorapid 15-15-15
23
- Metformin 3x500 mg
- Paracetamol Drip / 8jam
FOLLOW UP
13 Juni 2016
S Demam 2hari bersifat naik turun
O Sens: Compos Mentis
TD : 140/90 mmHg
HR : 82x/i
RR : 20x/i
Temperatur : 35,6C
A Hemiparese duplex ec dd/ 1. Infark cerebri 2. Stroke Hemoragik +
Dementia
P - Inj Citicolon 500mg/12 jam
- Donepezil 10 mg 1x
- Metilcobalt 2x1 tab
- Aptor 1x100 mg
- Paracetamol drip / 8jam
R/ Head CT Scan
Fisioterapi
Hasil Head CT Scan (13 Juni 2016)
- Infark Iskemik ditemporalis kanan, ganglia basalis kiri dan pons
- Atropi cerebri
- Cephal Hematoma di parieto-occipitalis kiri
13 Juni 2016
S Kelemahan alat gerak, mual
O TD : 125/80 mmHg
HR: 82 x/i
RR: 23 x/i
Temp: 36.1 C
A Post Trauma Kapitis + Hipertensi + DM Tipe II
P - Ceftriaxone 125mg 2x1 tab
- Domperidone 10mg 2x1 tab
- Novorapid 15-15-15
- Inj Ranitidine 1 amp/12jam
14 Juni 2016
S Lemah keempat ekstremitas
O Sens: Compos Mentis
TD : 130/100 mmHg
HR : 80x/i
RR : 20x/i
Temperatur : 37C
A Hemiparese duplex ec dd/ 1. Infark cerebri 2. Stroke Hemoragik +
Dementia
P - Inj Citicolin 500mg/12 jam
- Metilcobalt 3x1
14 Juni 2016
S Lemah keempat ekstremitas
O Sens: Compos Mentis
TD : 130/100 mmHg
HR : 80x/i
RR : 20x/i
Temperatur : 37C
A Post Trauma Kapitis + Hipertensi + DM Tipe II
P - Ceftriaxone 125mg 2x1 tab
- Domperidone 10mg 2x1 tab
- Novorapid 15-15-15
- Inj Ranitidine 1 amp/12jam
BAB 4
PEMBAHASAN
Kasus Teori
Diagnosa Fungsional : Stroke adalah suatu perkembangan
Hemiparese duplex gejala klinis akibat gangguan fungsi
serebral otak secara fokal maupun
Diagnosa Etiologik: global, dimana gejala dapat berlangsung
Infark Iskemik 24 jam atau lebih yang dapat
menyebabkan kematian, tanpa adanya
Diagnosa Anatomik : penyebab lain selain gangguan
Intraserebral vaskular.1
Stroke iskemik disebabkan oleh
Diagnosa kerja : tersumbatnya pembuluh darah
1. Hemiparese duplex e.c. Infark intrakranial akut menyebabkan
Stroke Iskemik berkurangnya aliran darah ke otak.
2. Head Injury Apabila tidak ada aliran darah ke otak
Diagnosis banding : dalam waktu 4-10 menit, akan terjadi
Hemiparase duplex e.c. Stroke kematian otak.11, 12
Hemoragik Pemeriksaan CT Scan / MRI dengan
cepat dianjurkan untuk
membedakan stroke
iskemik dengan stroke hemoragik.17
Refleks fisiologis :
B/T: ++/++ ++/++
PR/APR: ++/++ ++/++
Refleks Patologis :
H/T -/- -/-
Babinski - -