Definisi
Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi,
sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam menjelang dini hari.
Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi
dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.1
Epidemiologi
Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics (NCHS) pada tahun
2003, prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak dan
pada dewasa > 18 tahun, 38 per 1000. Jumlah perempuan yang mengalami serangan
lebih banyak daripada laki-laki. WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000
kematian akibat asma. Sedangkan berdasarkan laporan NCHS pada tahun 2000 terdapat
4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu populasi.5
Di Indonesia, prevalensi asma pada anak berusia 6-7 tahun sebesar 3% dan
untuk usia 13-14 tahun sebesar 5,2%. Berdasarkan laporan National Center for Health
Statistics (NCHS), prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per
1000 anak (jumlah anak 4,2 juta) dan pada dewasa > 18 tahun adalah 38 per 1000
(jumlah dewasa 7,8 juta). Sebelum masa pubertas, prevalensi asma pada laki-laki 3 kali
lebih banyak dibanding perempuan, selama masa remaja prevalensinya hampir sama
dan pada dewasa laki-laki lebih banyak menderita asma dibanding wanita.
1
mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll), ekspresi emosi berlebih, asap rokok
dari perokok aktif dan pasif, polusi udara di luar dan di dalam ruangan, exercise induced
asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas tertentu, dan
perubahan cuaca.3,4
Patogenesis
A. Patofisiologi Asma
1. Obstruksi saluran respiratori
Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada pasien asma dapat
disebabkan oleh banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos
bronkial yang dipicu oleh mediator agonis yang dikeluarkan oleh sel inflamasi.
Akibatnya terjadi hiperplasia kronik dari otot polos, pembuluh darah, serta
terjadi deposisi matriks pada saluran nafas. Selain itu, dapat pula terjadi
hipersekresi mukus dan pengendapan protein plasma yang keluar dari
mikrovaskularisasi bronkial dan debris seluler.6
2
Gambar 3. Bronkus Normal dan Bronkus Asmatik
3
merupakan karakteristik asma kronis. Obstruksi yang luas akibat penumpukan
mukus saluran nafas hampir selalu ditemukan pada asma yang fatal dan menjadi
penyebab ostruksi saluran nafas yang persisiten pada serangan asma berat yang
tidak mengalami perbaikan dengan bronkodilator.6
Gambaran Klinis
Seorang anak dikatakan menderita serangan asma apabila didapatkan gejala
batuk dan/atau mengi yang memburuk dengan progresif. Selain keluhan batuk dijumpai
sesak nafas dari ringan sampai berat. Pada serangan asma gejala yang timbul
bergantung pada derajat serangannya. Pada serangan ringan, gejala yang timbul tidak
terlalu berat. Pasien masih lancar berbicara dan aktifitasnya tidak terganggu. Pada
serangan sedang, gejala bertambah berat anak sulit mengungkapkan kalimat. Pada
serangan asma berat, gejala sesak dan sianosis dapat dijumpai, pasien berbicara
terputus-putus saat mengucapkan kata-kata.8
Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus akibat adanya inflamasi kronik
saluran respiratorik. Akibatnya timbul hipersekresi lender, udem dinding bronkus dan
konstriksi otot polos bronkus. Ketiga mekanisme patologi diatas mengakibatkan
timbulnya gejala batuk, pada auskultasi dapat terdengar ronkhi basah kasar dan mengi.
Pada saat serangan dapat dijumpai anak yang sesak dengan komponen ekspiratori yang
lebih menonjol.8
4
Pemeriksaan Penunjang
Pada serangan asma berat, pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah
analisis gas darah (AGD) dan foto rontgen thoraks proyeksi antero-posterior. Pada
AGD dapat dijumpai adanya peningkatan PCO2 dan rendahnya PO2 (hipoksemia).
Pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan adalah uji fungsi paru bila kondisi
memungkinkan. Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan adanya penurunan FEV1 yang
mencapai <70% nilai normal.8
Selain pemeriksaan di atas, pemeriksaan IgE dan eosinofil total dapat membantu
penegakan diagnosis asma. Peningkatan kadar IgE dan eusinofil total umum dijumpai
pada pasien asma. Untuk memastikan diagnosis, dilakukan pemeriksaan uji provokasi
dengan histamin atau metakolin. Bila uji provokasi positif, maka diagnosis asma secara
definitive dapat ditegakkan.8
Diagnosis
Kelompok anak yang patut diduga asma adalah anak yang menunjukkan batuk
dan/atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam atau dini hari
(nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan/atau atopi
pada pasien.2,7
Sehubungan dengan kesulitan mendiagnosis asma pada anak kecil, dan
bertambahnya umur khususnya diatas umur tiga tahun, diagnosis asma menjadi lebih
definitif. Untuk anak yang sudah sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan faal paru
sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederharna dengan peak flow meter, atau
yang lebih lengkap dengan spirometer. Uji provokasi bronkus dengan histamin,
metakolin, gerak badan (exercise), udara kering dan dingin,atau dengan salin hipertonis
sangat menunjang diagnosis.pemeriksaan ini berguna untuk mendukung diagnosis asma
anak melalui 3 cara yaitu didapatkannya:8
1. Variabilitas pada PFR atau FEV 1 lebih dari 20%
2. Kenaikan 20% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi bronkodilator.
3. Penurunan 20% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.
5
Tabel 1. Klasifikasi derajat asma anak 7,8
Parameter klinis Asma episodik Asma episodik Asma persisten
Kebutuhan jarang sering (asma berat)
obat, (asma ringan) (asma sedang)
dan faal paru
1.Frekuensi 3-4x /1tahun 1x/bulan 1/bulan
serangan
2.Lama serangan <1 minggu 1 minggu Hampirsepanjang
tahun, tidak ada
remisi
3.Intensitas Ringan Sedang Berat
serangan
4.diantara Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan
serangan malam
5.Tidur dan Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu
aktivitas <3x/minggu >3x/minggu
6.Pemeriksaan Normal, tidak Mungkin terganggu Tidak pernah
fisis ditemukan kelainan (ditemukan kelainan) normal
diluar serangan
7.Obat Tidak perlu Perlu, non steroid/ Perlu, steroid
pengendali steroid inhalasi dosis inhalasi
100-200 g Dosis 400
g/hari
8.Uji faal paru PEF/FEV1 >80% PEF/FEV1 60-80% PEF/FEV1 <
(di luar 60%
serangan0 Variabilitas 20-
30%
9.Variabilitas faal 20% 30% 50%
paru
(bila ada
6
serangan)
7
Interkosta Retraksi Napas cuping
suprasternal hidung
Frekuensi napas Takipnu Takipnu Takipnu
Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak
sadar:
Usia frekuensi napas normal
<2 bulan < 60 / menit
2-12 bulan < 50 /menit
1-5 tahun < 40 / menit
6-8 tahun < 30 / menit
Frekuensi nadi Normal Takikardi Takikardi
Pedoman nilai baku frekuesi nadi pada anak :
Usia Frekuensi nadi normal
2-12 bulan < 160 / menit
1-2 tahun < 120 / menit
3-8 tahun < 110 / menit
8
Diagnosis Banding
Mengi tidak hanya terjadi pada asma, tapi dapat terjadi berbagai macam
keadaan yang menyebabkan obstruksi pada saluran nafas :
9
5. Tuberculosis kelenjar limfe di daerah trakheobronkial
6. Asma kardial, sangat jarang pada anak. Dispnu paroksismal terutama malam
hari dan didapatkan tanda-tanda kelainan jantung.
7. Kelainan trakea dan bronkus, misalnya trakeobronkomalasi dan stenosis
bronkus.2
Tatalaksana Asma
Tatalaksana asma dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana saat serangan dan jangka
panjang.8 Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin
tercapainya tumbuh kembang anak secara optimal sesuai dengan potensi genetiknya.
Secara lebih khusus tujuan yang ingin dicapai adalah:7
1. Pasien dapat menjalani aktivitas normal sebagai seorang anak, termasuk bermain
dan berolah raga,
2. sedikit mungkin angka absensi sekolah,
3. gejala tidak timbul siang ataupun malam hari (tidur tidak terganggu),
4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok pada
PEF,
5. Kebutuhan obat seminimal mungkin, kurang dari sekali dalam dua tiga hari, dan
tidak ada serangan,
6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sedikit mungkin timbul,
terutama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak,
Tujuan tatalaksana saat serangan:2
- Meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin
- Mengurangi hipoksemia
- Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya
- Rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah kekambuhan.
Apabila tujuan ini tercapai maka perlu reevaluasi tatalaksananya apakah perlu tingkat
pengobatan dinaikkan (step up) atau bahkan perubahan pengobatan atau bila tujuan
telah tercapai dan stabil 1 3 bulan apakah sudah perlu dilakukan penurunan pelan
pelan (step down). Berikut ini adalah syarat step up dan step down:7,8
10
Syarat Step Up Syarat Step down
pengendalian lingkungan dan hal-hal Pengendalian lingkungan harus tetap
yang memberatkan asma sudah baik
dilakukan
pemberian obat sudah tepat susunan dan Asma sudah terkendali selama 3 bulan
caranya berturut-turut
tindakan 1 dan 2 sudah dicoba selama 4 ICS hanya boleh diturunkan 25% setiap
-6 minggu 3 bulannya sampai dengan dosis terkecil
yang masih dapat mengendalikan
asmanya.
efek samping ICS (inhaled Bila step down gagal, perlu dicari
cortikosteroid) tidak ada sebabnya dan kalau sudah dikoreksi,
ICS dapat diturunkan bersama dengan
penambahan LABA dan atau LTRA
A. Tatalaksana Medikamentosa
Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda
(reliever) dan obat pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk
meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah
teratasi dan sudah tidak ada lagi gejala maka obat ini tidak lagi digunakan atau
diberikan bila perlu. Kelompok kedua adalah obat pengendali yang disebut juga
obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi
masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran nafas. Dengan demikian
pemakaian obat ini terus menerus diberikan walaupun sudah tidak ada lagi
gejalanya kemudian pemberiannya diturunkan pelan pelan yaitu 25 % setiap
penurunan setelah tujuan pengobatan asma tercapai 6 8 minggu.9
11
Obat obat Pereda (Reliever)
1. Bronkodilator
a. Short-acting 2 agonist
Obat yang sering dipakai adalah salbutamol, fenoterol,
terbutalin.9
Dosis salbutamol:
Oral: 0,1 - 0,15 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
Nebulisasi : 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis maksimum
5mg/kgBB), interval 20 menit, atau nebulisasi kontinu dengan
dosis 0,3 0,5 mg/kgBB/jam (dosis maksimum 15 mg/jam).
Dosis fenoterol: 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
Dosis tebutalin:
12
Dosis terbutalin IV : 10 mcg/kgBB melalui infuse selama 10
menit, dilanjutkan dengan 0,1 0,4 ug/kgBB/jam dengan infuse
kontinu.
Efek samping 2 agonist antara lain tremor otot skeletal,
sakit kepala, agitasi, palpitasi, dan takikardi.
b. Methyl xanthine
Obat ini diberikan pada serangan asma berat dengan
kombinasi 2 agonist dan antikolinergik(12). Methilxanthine cepat
diabsorbsi setelah pemberian oral, rectal, atau parenteral.
Pemberian teofilin IM harus dihindarkan karena menimbulkan
nyeri setempat yang lama. Dosis aminofilin IV inisial bergantung
kepada usia : 16 bulan: 0,5mg/kgBB/Jam; 611 bulan: 1
mg/kgBB/Jam; 19 tahun: 1,2 1,5 mg/kgBB/Jam; > 10 tahun:
0,9 mg/kgBB/Jam.9
2. Antikolinergik
Obat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida.
Kombinasi dengan nebulisasi 2 agonist menghasilkan efek
bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis anjuran 0,1 ml/kgBB,
nebulisasi tiap 4 jam. Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan
0,025 % dengan dosis : untuk usia diatas 6 tahun 8 20 tetes; usia
kecil 6 tahun 4 10 tetes. Efek sampingnya adalah kekeringan atau
rasa tidak enak dimulut. Antikolinergik inhalasi tidak
direkomendasikan pada terapi asma jangka panjang pada anak.9
3. Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan: (1)
terapi inisial inhalasi 2 agonist kerja cepat gagal mencapai
perbaikan yang cukup lama; (2) serangan asma tetap terjadi meski
pasien telah menggunakan kortikosteroid hirupan sebagai kontroler;
(3) serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat
sebelumnya. Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling
13
sedikit 4 jam untuk mencapai perbaikan klinis, efek maksimum
dicapai dalan waktu 12 24 jam.
Preparat oral yang di pakai adalah prednisone, prednisolon,
atau triamsinolon dengan dosis 1 2 mg/kgBB/hari diberikan 2 3
kali sehari selama 3 5 kali sehari. Metilprednisolon merupakan
pilihan utama karena kemampuan penetrasi kejaringan paru lebih
baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan efek mineralokortikoid
minimal. Dosis metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1
mg/kgBB setiap 4 sampai 6 jam. Dosis Hidrokortison IV 4 mg/kgBB
tiap 4 6 jam. Dosis dexamethasone bolus IV 0,5 1 mg/kgBB
dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari setiap 6 8 jam.9
B. Terapi Suportif
Bentuk terapi suportif yang dapat diberikan antara lain terapi oksigen
dan terapi cairan. Oksigen diberikan pada serangan sedang dan berat melalui
nasal kanul ataupun masker. Perlu dilakukan pemantauan saturasi oksigen,
sebaiknya diukur dengan pulse oxymetry (nilai normal > 95%).9
Dehidrasi dapat terjadi pada serangan asma berat karena kurang
adekuatnya asupan cairan, peningkatan insensible water loss, takipnea serta efek
diuretic teofilin. Pemberian cairan harus hati-hati karena pada asma berat terjadi
peningkatan sekresi Antidiuretik Hormone (ADH) yang memudahkan terjadinya
retensi cairan dan tekanan pleura negatif tinggi pada puncak inspirasi yang
memudahkan terjadinya edema paru. Jumlah cairan yang diberikan adalah 1-1,5
kali kebutuhan maintenance.9
14
Cara Pemberian Obat7
KOMPLIKASI
Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, terjadi emfisema
dan perubahan bentuk thorak yaitu thorak membungkuk kedepan dan
memanjang. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara
dan tampak sulcus Harrison.
Bila sekret banyak dan kental dapat terjadi atelektasis, bila berlangsung lama
terjadi bronkoektasis, bila ada infeksi akan terjadi bronkopneumonia.
Kegagalan pernafasan, kegagalan jantung dan kematian.(2,6)
15
PROGNOSIS
16
DAFTAR PUSTAKA
17
9. Supriyatno B, S Makmuri M.
Serangan Asma Akut. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB,
penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta : Badan
Penerbit IDAI ; 2008. h.120-32.
18