Anda di halaman 1dari 18

ASMA

Definisi
Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi,
sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam menjelang dini hari.
Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi
dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.1

Epidemiologi
Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics (NCHS) pada tahun
2003, prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak dan
pada dewasa > 18 tahun, 38 per 1000. Jumlah perempuan yang mengalami serangan
lebih banyak daripada laki-laki. WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000
kematian akibat asma. Sedangkan berdasarkan laporan NCHS pada tahun 2000 terdapat
4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu populasi.5
Di Indonesia, prevalensi asma pada anak berusia 6-7 tahun sebesar 3% dan
untuk usia 13-14 tahun sebesar 5,2%. Berdasarkan laporan National Center for Health
Statistics (NCHS), prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per
1000 anak (jumlah anak 4,2 juta) dan pada dewasa > 18 tahun adalah 38 per 1000
(jumlah dewasa 7,8 juta). Sebelum masa pubertas, prevalensi asma pada laki-laki 3 kali
lebih banyak dibanding perempuan, selama masa remaja prevalensinya hampir sama
dan pada dewasa laki-laki lebih banyak menderita asma dibanding wanita.

Etiologi dan Faktor Risiko


Secara umum faktor risiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu faktor
genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik meliputi: hiperreaktivitas, atopi/alergi
bronkus, faktor yang memodifikasi penyakit genetik, jenis kelamin, ras/etnik. Faktor
lingkungan meliputi: alergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing,
alternaria/jamur), alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari), makanan (bahan
penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut, susu sapi, telur), obat-
obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, beta-blocker dll), bahan yang

1
mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll), ekspresi emosi berlebih, asap rokok
dari perokok aktif dan pasif, polusi udara di luar dan di dalam ruangan, exercise induced
asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas tertentu, dan
perubahan cuaca.3,4

Patogenesis

Gambar 1. Patogenesis Asma

A. Patofisiologi Asma
1. Obstruksi saluran respiratori
Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada pasien asma dapat
disebabkan oleh banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos
bronkial yang dipicu oleh mediator agonis yang dikeluarkan oleh sel inflamasi.
Akibatnya terjadi hiperplasia kronik dari otot polos, pembuluh darah, serta
terjadi deposisi matriks pada saluran nafas. Selain itu, dapat pula terjadi
hipersekresi mukus dan pengendapan protein plasma yang keluar dari
mikrovaskularisasi bronkial dan debris seluler.6

2
Gambar 3. Bronkus Normal dan Bronkus Asmatik

2. Hiperaktivitas saluran respiratori


Saluran respiratori dikatakan hiperreaktif atau hiperresponsif jika pada
pemberian histamin dan metakolin dengan konsentrasi kurang 8g% didapatkan
penurunan Forced Expiration Volume (FEV1) 20% yang merupakan
kharakteristik asma, dan juga dapat dijumpai pada penyakit yang lainnya seperti
Chronic Obstruction Pulmonary Disease (COPD), fibrosis kistik dan rhinitis
alergi. Stimulus seperti olahraga, udara dingin, ataupun adenosin, tidak memiliki
pengaruh langsung terhadap otot polos saluran nafas (tidak seperti histamin dan
metakolin). Stimulus tersebut akan merangsang sel mast, ujung serabut dan sel
lain yang terdapat disaluran nafas untuk mengeluarkan mediatornya.6
3. Otot polos saluran respiratori
Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot bronkus.
Kelainan ini disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada bagian
elastisitas jaringan otot polos atau pada matriks ektraselularnya. Peningkatan
kontraktilitas otot pada pasien asma berhubungan dengan peningkatan kecepatan
pemendekan otot. Sebagai tambahan, terdapat bukti bahwa perubahan pda
struktur filamen kontraktilitas atau plastisitas dari sel otot polos dapat menjadi
etiologi hiperaktivitas saluran nafas yang terjadi secara kronik.6
4. Hipersekresi mukus
Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan
pada saluran nafas pasien asma dan penampakan remodeling saluran nafas

3
merupakan karakteristik asma kronis. Obstruksi yang luas akibat penumpukan
mukus saluran nafas hampir selalu ditemukan pada asma yang fatal dan menjadi
penyebab ostruksi saluran nafas yang persisiten pada serangan asma berat yang
tidak mengalami perbaikan dengan bronkodilator.6

Gambaran Klinis
Seorang anak dikatakan menderita serangan asma apabila didapatkan gejala
batuk dan/atau mengi yang memburuk dengan progresif. Selain keluhan batuk dijumpai
sesak nafas dari ringan sampai berat. Pada serangan asma gejala yang timbul
bergantung pada derajat serangannya. Pada serangan ringan, gejala yang timbul tidak
terlalu berat. Pasien masih lancar berbicara dan aktifitasnya tidak terganggu. Pada
serangan sedang, gejala bertambah berat anak sulit mengungkapkan kalimat. Pada
serangan asma berat, gejala sesak dan sianosis dapat dijumpai, pasien berbicara
terputus-putus saat mengucapkan kata-kata.8
Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus akibat adanya inflamasi kronik
saluran respiratorik. Akibatnya timbul hipersekresi lender, udem dinding bronkus dan
konstriksi otot polos bronkus. Ketiga mekanisme patologi diatas mengakibatkan
timbulnya gejala batuk, pada auskultasi dapat terdengar ronkhi basah kasar dan mengi.
Pada saat serangan dapat dijumpai anak yang sesak dengan komponen ekspiratori yang
lebih menonjol.8

4
Pemeriksaan Penunjang
Pada serangan asma berat, pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah
analisis gas darah (AGD) dan foto rontgen thoraks proyeksi antero-posterior. Pada
AGD dapat dijumpai adanya peningkatan PCO2 dan rendahnya PO2 (hipoksemia).
Pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan adalah uji fungsi paru bila kondisi
memungkinkan. Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan adanya penurunan FEV1 yang
mencapai <70% nilai normal.8
Selain pemeriksaan di atas, pemeriksaan IgE dan eosinofil total dapat membantu
penegakan diagnosis asma. Peningkatan kadar IgE dan eusinofil total umum dijumpai
pada pasien asma. Untuk memastikan diagnosis, dilakukan pemeriksaan uji provokasi
dengan histamin atau metakolin. Bila uji provokasi positif, maka diagnosis asma secara
definitive dapat ditegakkan.8

Diagnosis
Kelompok anak yang patut diduga asma adalah anak yang menunjukkan batuk
dan/atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam atau dini hari
(nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan/atau atopi
pada pasien.2,7
Sehubungan dengan kesulitan mendiagnosis asma pada anak kecil, dan
bertambahnya umur khususnya diatas umur tiga tahun, diagnosis asma menjadi lebih
definitif. Untuk anak yang sudah sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan faal paru
sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederharna dengan peak flow meter, atau
yang lebih lengkap dengan spirometer. Uji provokasi bronkus dengan histamin,
metakolin, gerak badan (exercise), udara kering dan dingin,atau dengan salin hipertonis
sangat menunjang diagnosis.pemeriksaan ini berguna untuk mendukung diagnosis asma
anak melalui 3 cara yaitu didapatkannya:8
1. Variabilitas pada PFR atau FEV 1 lebih dari 20%
2. Kenaikan 20% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi bronkodilator.
3. Penurunan 20% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.

5
Tabel 1. Klasifikasi derajat asma anak 7,8
Parameter klinis Asma episodik Asma episodik Asma persisten
Kebutuhan jarang sering (asma berat)
obat, (asma ringan) (asma sedang)
dan faal paru
1.Frekuensi 3-4x /1tahun 1x/bulan 1/bulan
serangan
2.Lama serangan <1 minggu 1 minggu Hampirsepanjang
tahun, tidak ada
remisi
3.Intensitas Ringan Sedang Berat
serangan
4.diantara Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan
serangan malam
5.Tidur dan Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu
aktivitas <3x/minggu >3x/minggu
6.Pemeriksaan Normal, tidak Mungkin terganggu Tidak pernah
fisis ditemukan kelainan (ditemukan kelainan) normal
diluar serangan
7.Obat Tidak perlu Perlu, non steroid/ Perlu, steroid
pengendali steroid inhalasi dosis inhalasi
100-200 g Dosis 400
g/hari
8.Uji faal paru PEF/FEV1 >80% PEF/FEV1 60-80% PEF/FEV1 <
(di luar 60%
serangan0 Variabilitas 20-
30%
9.Variabilitas faal 20% 30% 50%
paru
(bila ada

6
serangan)

Tabel 2. Penetuan Derajat Serangan Asma8


Parameter klinis, Ringan Sedang Berat
Fungsi paru,
Laboratorium
Sesak (breathless) Berjalan Berbicara Istirahat
Bayi : Bayi : Bayi :
Menangis keras Tangis pendek Tidak mau
& lemah minum /
Kesulitan makan
menetek dan
makan
Posisi Bisa berbaring Lebih suka Duduk
Duduk bertopang
lengan
Bicara Kalimat Penggal Kata-kata
kalimat
Kesadaran Mungkin Biasanya Biasanya
Irritable Irritable Irritable
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada
Wheezing Sedang, sering Nyaring, Sangat
hanya pada Sepanjang nyaring,
akhir ekspirasi Terdengar
ekspirasi inspirasi tanpa
stateskop
Penggunaan otot Biasanya tidak Biasanya ya Ya
Bantu respiratorik
Retraksi Dangkal, Sedang, Dalam,
Retraksi ditambah ditambah

7
Interkosta Retraksi Napas cuping
suprasternal hidung
Frekuensi napas Takipnu Takipnu Takipnu
Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak
sadar:
Usia frekuensi napas normal
<2 bulan < 60 / menit
2-12 bulan < 50 /menit
1-5 tahun < 40 / menit
6-8 tahun < 30 / menit
Frekuensi nadi Normal Takikardi Takikardi
Pedoman nilai baku frekuesi nadi pada anak :
Usia Frekuensi nadi normal
2-12 bulan < 160 / menit
1-2 tahun < 120 / menit
3-8 tahun < 110 / menit

Pulsus paradoksus Tidak ada Ada Ada


<10 mmHg 10-20 mmHg >20 mmHg
PEFR atau FEV1 (% Nilai Nilai terbaik)
- Prabronkodilator dugaan/ 40-60% <40%
- Pascabronkodilator >60% 60-80% <60%
>80% Respon < 2
jam
SaO2 % >95% 91-95% 90%
PaO2 Normal >60 mmHg < 60 mmHg
PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg

8
Diagnosis Banding

Mengi tidak hanya terjadi pada asma, tapi dapat terjadi berbagai macam
keadaan yang menyebabkan obstruksi pada saluran nafas :

1. Pada bayi adanya korpus alienum di saluran nafas dan esofagus.


2. penyakit paru kronik yang berhubungan dengan bronkiektasis atau fibrostik
kistik.
3. Bronkiolitis akut, biasanya mengenai anak dibawah umur 2 tahun dan terbanyak
dibawah umur 6 bulan dan jarang berulang.
4. bronkitis, tidak ditemukan eosinofilia, suhu biasanya tinggi dan tidak herediter,
bila sering berulang dan kronik biasanya disebabkan oleh asma.

9
5. Tuberculosis kelenjar limfe di daerah trakheobronkial
6. Asma kardial, sangat jarang pada anak. Dispnu paroksismal terutama malam
hari dan didapatkan tanda-tanda kelainan jantung.
7. Kelainan trakea dan bronkus, misalnya trakeobronkomalasi dan stenosis
bronkus.2

Tatalaksana Asma
Tatalaksana asma dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana saat serangan dan jangka
panjang.8 Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin
tercapainya tumbuh kembang anak secara optimal sesuai dengan potensi genetiknya.
Secara lebih khusus tujuan yang ingin dicapai adalah:7
1. Pasien dapat menjalani aktivitas normal sebagai seorang anak, termasuk bermain
dan berolah raga,
2. sedikit mungkin angka absensi sekolah,
3. gejala tidak timbul siang ataupun malam hari (tidur tidak terganggu),
4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok pada
PEF,
5. Kebutuhan obat seminimal mungkin, kurang dari sekali dalam dua tiga hari, dan
tidak ada serangan,
6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sedikit mungkin timbul,
terutama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak,
Tujuan tatalaksana saat serangan:2
- Meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin
- Mengurangi hipoksemia
- Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya
- Rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah kekambuhan.
Apabila tujuan ini tercapai maka perlu reevaluasi tatalaksananya apakah perlu tingkat
pengobatan dinaikkan (step up) atau bahkan perubahan pengobatan atau bila tujuan
telah tercapai dan stabil 1 3 bulan apakah sudah perlu dilakukan penurunan pelan
pelan (step down). Berikut ini adalah syarat step up dan step down:7,8

10
Syarat Step Up Syarat Step down
pengendalian lingkungan dan hal-hal Pengendalian lingkungan harus tetap
yang memberatkan asma sudah baik
dilakukan
pemberian obat sudah tepat susunan dan Asma sudah terkendali selama 3 bulan
caranya berturut-turut
tindakan 1 dan 2 sudah dicoba selama 4 ICS hanya boleh diturunkan 25% setiap
-6 minggu 3 bulannya sampai dengan dosis terkecil
yang masih dapat mengendalikan
asmanya.
efek samping ICS (inhaled Bila step down gagal, perlu dicari
cortikosteroid) tidak ada sebabnya dan kalau sudah dikoreksi,
ICS dapat diturunkan bersama dengan
penambahan LABA dan atau LTRA

A. Tatalaksana Medikamentosa
Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda
(reliever) dan obat pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk
meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah
teratasi dan sudah tidak ada lagi gejala maka obat ini tidak lagi digunakan atau
diberikan bila perlu. Kelompok kedua adalah obat pengendali yang disebut juga
obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi
masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran nafas. Dengan demikian
pemakaian obat ini terus menerus diberikan walaupun sudah tidak ada lagi
gejalanya kemudian pemberiannya diturunkan pelan pelan yaitu 25 % setiap
penurunan setelah tujuan pengobatan asma tercapai 6 8 minggu.9

11
Obat obat Pereda (Reliever)
1. Bronkodilator
a. Short-acting 2 agonist
Obat yang sering dipakai adalah salbutamol, fenoterol,
terbutalin.9
Dosis salbutamol:
Oral: 0,1 - 0,15 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
Nebulisasi : 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis maksimum
5mg/kgBB), interval 20 menit, atau nebulisasi kontinu dengan
dosis 0,3 0,5 mg/kgBB/jam (dosis maksimum 15 mg/jam).
Dosis fenoterol: 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.

Dosis tebutalin:

Oral: 0,05 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.


nebulisasi: 2,5 mg atau 1 nebulisasi
Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah
30 menit, efek puncak dicapai dalam 2 4 jam, lama kerjanya
sampai 5 jam. Pemberian inhalasi (inhaler/nebulisasi) memiliki
onset kerja 1 menit, efek puncak dicapai dalam 10 menit, lama
kerjanya 4 6 jam.
Serangan ringan : MDI 2 4 semprotan tiap 3 4 jam.
Serangan sedang : MDI 6 10 semprotan tiap 1 2 jam.
Serangan berat : MDI 10 semprotan.

Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat


karena pada keadaan ini obat inhalasi sulit mencapai bagian distal
obstruksi jalan napas. Efek samping takikardi lebih sering terjadi.9

Dosis salbutamol IV : mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan 0,1


mcg/kgBB setiap 15 menit, dosis maksimal 4 mcg/kgBB/menit.

12
Dosis terbutalin IV : 10 mcg/kgBB melalui infuse selama 10
menit, dilanjutkan dengan 0,1 0,4 ug/kgBB/jam dengan infuse
kontinu.
Efek samping 2 agonist antara lain tremor otot skeletal,
sakit kepala, agitasi, palpitasi, dan takikardi.

b. Methyl xanthine
Obat ini diberikan pada serangan asma berat dengan
kombinasi 2 agonist dan antikolinergik(12). Methilxanthine cepat
diabsorbsi setelah pemberian oral, rectal, atau parenteral.
Pemberian teofilin IM harus dihindarkan karena menimbulkan
nyeri setempat yang lama. Dosis aminofilin IV inisial bergantung
kepada usia : 16 bulan: 0,5mg/kgBB/Jam; 611 bulan: 1
mg/kgBB/Jam; 19 tahun: 1,2 1,5 mg/kgBB/Jam; > 10 tahun:
0,9 mg/kgBB/Jam.9
2. Antikolinergik
Obat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida.
Kombinasi dengan nebulisasi 2 agonist menghasilkan efek
bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis anjuran 0,1 ml/kgBB,
nebulisasi tiap 4 jam. Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan
0,025 % dengan dosis : untuk usia diatas 6 tahun 8 20 tetes; usia
kecil 6 tahun 4 10 tetes. Efek sampingnya adalah kekeringan atau
rasa tidak enak dimulut. Antikolinergik inhalasi tidak
direkomendasikan pada terapi asma jangka panjang pada anak.9
3. Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan: (1)
terapi inisial inhalasi 2 agonist kerja cepat gagal mencapai
perbaikan yang cukup lama; (2) serangan asma tetap terjadi meski
pasien telah menggunakan kortikosteroid hirupan sebagai kontroler;
(3) serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat
sebelumnya. Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling

13
sedikit 4 jam untuk mencapai perbaikan klinis, efek maksimum
dicapai dalan waktu 12 24 jam.
Preparat oral yang di pakai adalah prednisone, prednisolon,
atau triamsinolon dengan dosis 1 2 mg/kgBB/hari diberikan 2 3
kali sehari selama 3 5 kali sehari. Metilprednisolon merupakan
pilihan utama karena kemampuan penetrasi kejaringan paru lebih
baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan efek mineralokortikoid
minimal. Dosis metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1
mg/kgBB setiap 4 sampai 6 jam. Dosis Hidrokortison IV 4 mg/kgBB
tiap 4 6 jam. Dosis dexamethasone bolus IV 0,5 1 mg/kgBB
dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari setiap 6 8 jam.9

B. Terapi Suportif
Bentuk terapi suportif yang dapat diberikan antara lain terapi oksigen
dan terapi cairan. Oksigen diberikan pada serangan sedang dan berat melalui
nasal kanul ataupun masker. Perlu dilakukan pemantauan saturasi oksigen,
sebaiknya diukur dengan pulse oxymetry (nilai normal > 95%).9
Dehidrasi dapat terjadi pada serangan asma berat karena kurang
adekuatnya asupan cairan, peningkatan insensible water loss, takipnea serta efek
diuretic teofilin. Pemberian cairan harus hati-hati karena pada asma berat terjadi
peningkatan sekresi Antidiuretik Hormone (ADH) yang memudahkan terjadinya
retensi cairan dan tekanan pleura negatif tinggi pada puncak inspirasi yang
memudahkan terjadinya edema paru. Jumlah cairan yang diberikan adalah 1-1,5
kali kebutuhan maintenance.9

14
Cara Pemberian Obat7

UMUR ALAT INHALASI


< 2 tahun Nebuliser, Aerochamber, babyhaler
2-4 tahun Nebuliser, Aerochamber, babyhaler
Alat Hirupan (MDI/ Metered Dose Inhaler) dengan alat
perenggang (spacer)
5-8 tahun Nebuliser
MDI dengan spacer
Alat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler,
Turbuhaler)
>8 tahun Nebuliser
MDI (metered dose inhaler)
Alat Hirupan Bubuk
Autohaler

Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangi deposisi obat dalam


mulut (orofaring), jadi mengurangi jumlah obat yang akan tertelan sehingga
mengurangi efek sistemik. Sebaliknya, deposisi dalam paru lebih baik sehingga
didapat efek terapeutik yang lebih baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk
kering memerlukan inspirasi yang kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk
anak usia sekolah.

KOMPLIKASI
Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, terjadi emfisema
dan perubahan bentuk thorak yaitu thorak membungkuk kedepan dan
memanjang. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara
dan tampak sulcus Harrison.
Bila sekret banyak dan kental dapat terjadi atelektasis, bila berlangsung lama
terjadi bronkoektasis, bila ada infeksi akan terjadi bronkopneumonia.
Kegagalan pernafasan, kegagalan jantung dan kematian.(2,6)

15
PROGNOSIS

Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir


menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang
jumlahnya kira-kira 10 juta penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di
pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas. 1,5

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Direktorat Jenderal PPM & PLP,


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengendalian
Penyakit Asma. Departemen Kesehatan RI ;2009; 5-11
2. Kartasasmita CB. Epidemiologi
Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB,
penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta : Badan
Penerbit IDAI ; 2008. h.71-83.
3. Nelson Textbook of Pediatrics :
Childhood Asthma. Elsevier Science (USA);2003
4. OByrne P, Bateman ED, Bousquet J, Clark T, Paggario P, Ohta K, dkk.
Global Initiative For Asthma. Medical Communications Resources, Inc ;
2006.
5. Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto DB.
Pedoman Nasional Asma Anak. Jakarta: UKK Pulmonologi PP IDAI;
2009.
6. Rahajoe N.
Deteksi dan Penanganan Jangka Asma Anak. dalam : Manajemen Kasus
Respiratorik Anak Dalam Praktek Sehari-hari. Edisi pertama. Jakarta :
Yapnas Suddharprana; 2007.h. 97-106.
7. Rahajoe N.
Tatalaksana Jangka Panjang Asma Anak. dalam: Rahajoe NN,
Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak.
edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.134-46.
8. S Makmuri M.
Patofisologi Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto
DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta :
Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.98-104.

17
9. Supriyatno B, S Makmuri M.
Serangan Asma Akut. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB,
penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta : Badan
Penerbit IDAI ; 2008. h.120-32.

18

Anda mungkin juga menyukai