Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1. Kapan saat timbulnya utang pajak?
2. Bagaimana cara pengenaan terhadap utang pajak tersebut?
3. Apakah hal-hal yang dapat mengakibatkan hapusnya utang pajak?
4. Apakah yang dimaksud tarif pajak dan apa saja jenisnya?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami pada saat kapan timbulnya utang pajak.
2. Untuk memahami cara-cara pengenaan terhadap utang pajak.
3. Untuk mengetahui dan memahami hal-hal yang dapat mengakibatkan hapusnya utang
pajak
4. Untuk memahami pengertian tarif pajak dan jenis tarif pajak

1.4 Manfaat
Dengan disusunnya paper ini, diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu :
1. Dengan adanya informasi tentang materi ini, diharapkan dapat menambah
pengetahuan serta pemahaman mahasiswa mengenai utang pajak dan tarif pajak.

1
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Saat Timbulnya Utang Pajak


2.2 Cara Pengenaan Utang Pajak
2.3 Hapusnya Utang Pajak
2.4 Tarif Progresif
2.5 Tarif Degresif
Tarif degresif (menurun) adalah tarif pemungutan pajak yang presentasenya makin
kecil bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak makin besar. Sekalipun presentasenya
makin kecil, tidak berarti jumlah pajak yang terutang menjadi kecil, tetapi bias menjadi besar
karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya juga semakin besar. Tarif ini tidak
pernah digunakan dalam praktik perundang-undangan perpajakan.
Contoh pemakaian tarif degresif :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Rp. 10.000.000 30%
Rp. 10.000.000-Rp. 50.000.000 25%
> Rp. 50.000.000 15%
Jika Tuan Ali berpenghasilan sebesar Rp. 100.000.000, maka besarnya pajak yang
terutang adalah :
30% Rp 10.000.000 = Rp 3.000.000
25% Rp 40.000.000 = Rp 10.000.000
15% Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000
Jumlah Pajak Terutang = Rp 20.500.000

2.6 Tarif Proporsional


Tarif proporsional (sebanding) adalah tarif pemungutan pajak yang menggunakan
presentase tetap tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Dengan
demikian, makin besar jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak, akan semakin besar
jumlah pajak terutang (yang harus dibayar). Tarif ini diterapkan dalam UU No. 18 Tahun 200
(UU PPN) yang menggunakan tarif proporsional sebesar 10%. Misalnya, Tuan Alex
melakukan suatu transaksi (penjualan) suatu Barang Kena Pajak (BKP) sebagai berikut :

Jumlah Penjualan Tarif Besarnya Pajak


Rp 500.000 10% Rp 50.000
Rp 1.000.000 10% Rp 100.000
Rp 5.000.000 10% Rp 500.000
Rp 10.000.000 10% Rp 1.000.000
Demikian pula dengan UU No. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) menggunakan tarif proporsional sebesar 0.5% serta UU No. 21 Tahun 2000 tentang

2
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (UU BPHTB) menggunakan tarif proporsional
sebesar 5%. Karena tarif proporsional ini hanya menggunakan satu tarif yang presentasenya
tetap, maka sering disebut juga dengan tarif tunggal.
2.7 Tarif Tetap
Tarif tetap adalah tarif pemungutan pajak yang besar nominalnya tetap tanpa
memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Tarif ini diterapkan dalam UU
No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai (BM). Dalam undang-undang bea materai, tarif yang
digunakan adalah bea materai dengan nilai nominal sebasar Rp 500 dan Rp 1.000. Nilai
nominal dalam perkembangannya selalu berubah-ubah. Berdasarkan PP No.7 Tahun 1995,
tarif bea materai tersebut dinaikkan menjadi Rp 1.000 dan Rp 2.000 yang selanjutnya dengan
PP No. 24 Tahun 2000 tarifnya dinaikkan lagi menjadi Rp. 3.000 dan Rp. 6.000.
2.8 Tarif Advalorem
Tarif advalorem adalah suatu tarif dengan presentase tertentu yang dikenakan atau
ditetapkan pada harga atau nilai suatu barang.
Misalnya, PT ABC mengimpor barang jenis X sebanyak 1.000 unit dengan harga per unit
Rp 100.000. Jika tarif bea masuk atas impor barang tersebut 10%, maka besarnya bea masuk
yang harus dibayar adalah :
Nilai barang impor = 1.000 Rp 100.000
= Rp 100.000.000
Tarif bea masuk 10%, maka bea masuk yang harus dibayar = 10% Rp 100.000.000
= Rp 10.000.000
2.9 Tarif Spesifik
Tarif spesifik adalah tarif dengan suatu jumlah tertentu atas suatu jenis barang tertentu
atau suatu satuan jenis barang tertentu.
Misalnya, PT. BCD mengimpor barang jenis Y sebanyak 1.000 unit dengan harga Rp
100.000. Jika tarif bea masuk atas impor barang Rp 100.000 per unit, maka besarnya bea
masuk yang harus dibayar adalah :
Jumlah barang impor = 1.000 unit
Tarif Rp 100.000,
maka bea masuk yang harus dibayar = Rp 100.000 1.000
= Rp 100.000.000

3
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Didapat beberapa kesimpulan mengenai utang pajak dan tarif pajak yaitu sebagai
berikut :
1. siadi
2. sjdxoa
3. kfslk
4. Tarif pajak merupakan besarnya pajak terutang yang harus dibayarkan oleh wajib
pajak, yang mana besarnya tarif pajak ini tidak selalu ditentukan secara nilai
presentase tetapi bias dengan nilai nominal. Tarif pajak terdiri atas beberapa jenis
yaitu tarif progresif, tarif degresif, tarif proporsional, tarif tetap, tarif advalorem dan
tarif spesifik.

3.2 Saran
Ada beberapa saran yang penulis dapat sampaikan adalah sebagai berikut :

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai