Oleh:
David Christian Ronaldtho (102012210)
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp. 021-56942061
Email : drdavidchristian@gmail.com
Pendahuluan
Berdasarkan uraian singkat di atas, dan dengan berdasarkan skenario kasus dimana
seorang laki-laki berusia 55 tahun, datang ke Puskesmas dengan keluhan sering sakit kepala dan
tengkuk terasa kencang sejak 2 bulan terakhir, maka disusunlah makalah ini dengan mengangkat
judul Hipertensi Primer Grade Satu pada Orang Dewasa dengan tujuan agar pembaca dapat
memahami mengenai hipertensi itu sendiri beserta dengan penatalaksanaan terhadap hipertensi.
Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu tanya jawab yang dilakukan antara dokter dengan pasien
mengenai keluhan yang dirasakan oleh pasien, dengan menanyakan keluhan dan keterangan
mengenai penyakit kepada pasien. Terdapat 2 jenis anamnesis, yaitu autoanamnesis dan
alloanamnesis.2
Autoanamnesis yaitu bertanya langsung kepada pasien itu sendiri untuk mendapatkan
diagnosis yang tepat, sedangkan alloanamnesis yaitu anamnesis yang dilakukan terhadap
keluarga dan kerabat dekat pasien. Alloanamnesis dilakukan jika pasien yang bersangkutan tidak
memungkinkan kondisinya untuk dianamnesis.2
Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami sakit di seluruh daerah kepala dan
bersifat hilang timbul. Durasi sakit kepala yang dialami pasien adalah sekitar 10-20 menit. Sakit
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik adalah salah satu elemen penting dari suatu proses untuk menentukan
diagnosis dari sebuah penyakit. Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang paling penting dalam
memperkuat penemuan-penemuan yang berhasil kita dapatkan dari riwayat yang telah kita ambil
dan menambah atau mengurangi pilihan diagnosis yang dapat kita lakukan. Diagnosis dilakukan
untuk mengetahui penyakit yang dialami oleh pasien, agar dapat memberikan terapi yang tepat
kepada pasien.3
Untuk permulaan dari pemeriksaan fisik, harus dilakukan penilaian terhadap keadaan
umum pasien, kesadaran pasien, serta tanda-tanda vital pasien yang terdiri dari tekanan darah,
frekuensi denyut nadi, suhu, dan frekuensi pernafasan. Setelah itu lakukan pemeriksaan fisik
dasar yang terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.3
Pada pemeriksaan fisik didapati tanda-tanda vital pasien adalah sebagai berikut:
Pemeriksaan Penunjang
- Hb 14 gr/dL
- Ht 40%
- Leukosit 5.500/L
- Trombosit 165.000/L
Berdasarkan hasil anamnesis terhadap pasien yang didukung dengan pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa diagnosis kerja dari kasus ini
adalah hipertensi primer grade I. Hipertensi esensial atau hipertensi primer adalah hipertensi
yang tidak diketahui penyebabnya. Umumnya, klasifikasi tekanan darah yang dipakai adalah
menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7).5
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari kasus ini adalah hipertensi sekunder. Hipertensi sekunder yaitu
hipertensi yang disebabkan oleh adanya penyakit lain atau gangguan tertentu. Presentase
hipertensi sekunder adalah sebesar 10% dari keseluruhan kasus hipertensi.
Etiologi
Hipertensi primer adalah tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih, pada usia 18 tahun ke
atas dengan penyebab yang tidak diketahui. Pengukuran dilakukan 2 kali atau lebih dengan
posisi duduk, kemudian diambil reratanya, pada 2 kali atau lebih kunjungan.
Ada beberapa klasifikasi dan pedoman penanganan hipertensi, di antaranya The Seventh
Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure (JNC 7), World Health Organization (WHO), International Society of
Hypertension (ISH), European Society of Hypertension (ESH) dan European Society of
Cardiology (ESC), British Hypertension Society (BHS), serta Canadian Hypertension Education
Program (CHEP).
Diastolik
Kategori Sistolik (mmHg) (mmHg)
Optimal < 120 dan < 80
Normal 120-129 dan/atau 80-84
Normal tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi stadium I 140-159 dan/atau 90-99
dan/atau 100-
Hipertensi stadium II 160-179 109
Hipertensi stadium III 180 dan/atau 110
Hipertensi sistolik terisolasi 140 dan <90
Epidemiologi
Hipertensi ditemukan pada kurang lebih 6% dari seluruh penduduk dunia, dan merupakan
sesuatu yang sifatnya umum pada seluruh populasi. Data epidemiologi menunjukkan bahwa
adanya peningkatan prevalensi hipertensi, dengan meningkatnya harapan hidup atau populasi
usia lanjut. Lebih dari separuh populasi di atas usia 65 tahun menderita hipertensi, baik
hipertensi sistolik maupun kombinasi sistolik dan diastolik.5
Interaksi antar individu, ras, suku dan faktor lingkungan menyebabkan peranan genetik
sebagai penyebab utama terjadinya hipertensi menjadi sulit ditentukan. Apalagi dengan
meningkatnya migrasi penduduk dunia pada akhir abad ini. Di Indonesia, berdasarkan survey
RISKESDAS pada tahun 2007, prevalensi penderita hipertensi adalah 31,7%, terbanyak di Jawa
Timur 37,4% dan terendah di Papua Barat 20,1%. Pada penduduk dengan usia di atas 50 tahun,
penderita hipertensi ditemukan lebih banyak pada wanita yaitu 37%, bila dibanding dengan pria
yaitu 28%. Sedangkan, pada usia di atas 25 tahun, ditemukan 29% pada wanita dan 27% pada
pria. Hipertensi primer itu sendiri merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi.1
Patogenesis1
Hipertensi primer merupakan penyakit yang bukan hanya disebabkan oleh satu macam
mekanisme, akan tetapi bersifat multi-faktorial, yang timbul akibat dari interaksi dari berbagai
macam faktor resiko. Berbagai faktor dan mekanisme tersebut antara lain adalah:
1. Faktor resiko
Faktor resiko yang dimaksud adalah berupa diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok,
dan genetik.
Aktifitas berlebih dari sistem saraf simpatis mempunyai peranan yang penting pada awal
terjadinya hipertensi primer. Pada awalnya terjadi peningkatan denyut jantung, curah jantung,
kadar Norepinefrin (NE) plasma dan urin, berlebihnya NE di tingkat regional, rangsangan saraf
simpatis post-ganglion dan reseptor -adrenergik menyebabkan vasokonstriksi di sirkulasi
perifer. Meningkatnya aktifitas saraf simpatis ini sulit diukur secara klinis, sehingga pengukuran
kadar NE plasma dan denyut jantung tidak dapat dipakai untuk mengukur aktifitas saraf simpatis
yang meningkat. Untuk mengukur aktifitas ini dapat dipakai dengan mengukur kadar NE yang
berlebih di tingkat regional dengan radiotracer dan microneurography.
3. Mekanisme renal
Ginjal merupakan salah satu faktor yang ikut berperan dalam patogenesis terjadinya hipertensi.
Sebaliknya, hipertensi dapat menyebabkan terjadinya kelainan pada ginjal. Dasar dari semua
kelainan yang ada pada hipertensi adalah menurunnya kemampuan ginjal untuk
mengekskresikan kelebihan natrium yang pada diet tinggi garam.
4. Mekanisme vaskular
Perubahan fungsi dan struktur pembuluh darah kecil dan besar memegang peranan penting saat
mulai terjadinya dan progresifitas hipertensi. Pada beberapa keadaan didapati adanya
peningkatan tahanan pembuluh darah perifer dengan curah jantung yang normal. Terjadi
gangguan keseimbangan antara faktor yang menyebabkan terjadinya dilatasi dan konstriksi
pembuluh darah.
-Disfungsi endotel
Lapisan endotel pembuluh darah merupakan faktor yang sangat berperan dalam menjaga
kesehatan pembuluh darah, dan merupakan lapisan utama pertahanan terhadap aterosklerosis dan
hipertensi. Keseimbangan tonus pembuluh darah diatur oleh modulator vasodilatasi dan
-Remodelling vaskular
5. Mekanisme hormonal
Aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron merupakan salah satu mekanisme penting, yang ikut
berperan pada retensi natrium oleh ginjal, disfungsi endotel, inflamasi dan remodeling pembuluh
darah, juga hipertensi. Renin yang diproduksi terutama oleh sel juxtaglomerulus yang ada di
ginjal, akan berikatan dengan angiotensinogen yang diproduksi oleh hati,menghasilkan
angiotensin (AT) I. selanjutnya, oleh angiotensin converting enzyme (ACE) yang terutama
banyak terdapat di paru dan di jantung serta pembuluh darah (tissue ACE), AT I akan diubah
menjadi angiotensin (AT) II. Selain itu masih ada jalur alternative lain. Chymase yang
merupakan suatu enzim protease serine akan mengubah AT I menjadi AT II. Interaksi antara AT
II dan reseptor AT I akan mengaktivasi beberapa mekanisme di tingkat seluler yang ikut
berperan dalam terjadinya hipertensi dan percepatan keruasakan pada organ target oleh karena
hipertensi itu sendiri.
Manifestasi Klinis
Gejala klasik dari hipertensi yaitu sakit kepala, epistaksis, pusing, dan tinitus yang diduga
berhubungan dengan naiknya tekanan darah, ternyata sama seringnya dengan yang terdapat pada
yang tidak dengan tekanan darah tinggi. Namun, gejala sakit kepala sewaktu bangun tidur, mata
kabur, depresi, dan nokturia, ternyata meningkat pada hipertensi yang tidak diobati. Empat
sekuele utama akibat hipertensi adalah stroke, infark miokard, gagal ginjal, dan ensefalopati.7
7|Fakultas Kedokteran Ukrida
Sebagian besar nyeri kepala pada hipertensi tidak berhubungan dengan tekanan darah. Fase
hipertensi yang berbahaya bisa ditandai dengan hilangnya penglihatan (papiledema).4
Penatalaksanaan
1. Pengobatan non-farmakologis
JNC-7 merekomendasikan untuk menurunkan berat badan berlebih, pembatasan asupan garam
kurang atau sama dengan 100 meq/L/hari (2,4 gram natrium atau 6 gram natrium klorida),
meningkatkan konsumsi buah dan sayur, menurunkan konsumsi alkohol tidak lebih dari 2 kali
minum/hari, meningkatkan aktivitas fisik paling tidak berjalan 30 menit/hari selama 5
hari/minggu serta menghentikan merokok, akan mengurangi resiko kejadian kardiovaskular.1
2. Pengobatan Farmakologis8
Prognosis
Prognosis dari hipertensi akan baik apabila pasien teratur minum obat dan dapat mengubah gaya
hidup menjadi gaya hidup sehat.
Kesimpulan
Hipertensi dibagi menjadi hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer
adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya, sedangkan hipertensi sekunder adalah
hipertensi yang disebabkan adanya penyakit lain. Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial,
sehingga dapat diterapi dengan terapi farmakologi maupun terapi non-farmakologi.
Daftar Pustaka
1. Yogiantoro M. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 6th ed. Jakarta: Interna Publishing;2014.h.2284-9
3. Delp, Manning. Buku major diagnosis fisik. 9th ed. Jakarta: EGC;2008.h.32
12 | F a k u l t a s K e d o k t e r a n U k r i d a
7. Tambayong J. Patofisiologi. Jakarta: EGC;2006.h.96
8. Departemen farmakologi dan terapeutik Universitas Indonesia. Farmakologi dan terapi. Jakarta:
13 | F a k u l t a s K e d o k t e r a n U k r i d a