Anda di halaman 1dari 7

BAB III

Menurut Maswadi Rauf, indikator utama dalam bangun tegaknya demokrasi adalah
1. Kebebasan/persamaan (freedom/equality)
2. Kedaulatan Rakyat (peoples sovereignty)

Demokrasi merupakan sebuah sistem politik yang melindungi kebebasan warga


negaranya, sekaligus memberi tugas pemerintah untuk menjamin kebebasan tersebut.
Pada dasarmya, demokrasi merupakan pelembagaan dari kebebasan. Kebebasan
dianggap sebagai suatu sarana untuk mencapai kemajuan dengan memberikan hasil
maksiimal dari usaha seseorang tanpa adanya pembatasan dari penguasa atau
pemerintah.

Persamaan merupakan sarana penting untuk kemajuan setiap orang. Dengan


prinsip persamaan, semua orang dianggap sama dan tidak dibeda-bedakan, serta dapat
memperoleh akses dan kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri sesuai
dengan potensinya. Dengan sistem demokrasi, diasumsikan bahwa semua orang sama
derajat dan haknya sehingga harus dan berhak untuk diperlakukan sama dalam
pemerintahan.

Maswadi Rauf menguraikan bahwa konsep kebebasan dan persamaan diantara


sesama manusia melahirkan beberapa persyaratan yang penekanannya pada individu,
persetujuan sebagai dasar dalam hubungan antar manusia, persamaan semua manusia,
keanekaragaman, hak suara yang luas, dan kebebasan berbicara dan berkumpul.

Menurut konsep kedaulatan rakyat, suatu kebijakan yang dibuat adalah


kehenddak rakyat dan ditujukan untuk kepentingan rakyat. Mekanisme ini akan
mencapai dua hal, yaitu kecil kemungkinan untuk terjadi penyalahgunaan kekuasaan,
dan dapat terjaminnya kepentingan rakyat dalam tugas pemerintahan.
Perwujudan lain konsep kedaulatan adalah pengawasan oleh rakyat.
Pengawasan dilakukan karena demokrasi tidak mempercayai niat baik dari penguasa.
Menurut mereka, betapapun baiknya niat penguasa, jika mereka menyalahgunakan
kontrol/kendali yang mereka punya terhadap rakyat, maka akan ada 2 kemungkinan
buruk, yaitu kebijakan mereka tidak sesuai dengan kebutuhann rakyat, dan yang kedua,
yang lebih buruk, adalah jika kebijakan tersebut korup dan hanya melayani
kepentingan penguasa.

Konsep kedaulatan rakyat menghasilkan beberapa persyaratan demokrasi sebagai


berikut
1. Negara sebagai alat
2. Rule of law
3. Pemilihan umum yang bebas, terbuka, adil, jujur, berkala, dan kompetitif
4. Pemerintah yang bergantung pada parlemen
5. Pengadilan bebas.
Demokratisasi merupakan sebuah perubahan, baik perlahan maupun cepat, yang
menuju kearah demokrasi. Demokratisasi menjadi tuntutan global yang tidak bisa
dihentikan. Demokratisasi dalam sebuah sistem pemerintahan bukanlah suatu proses
yang mudah. Pada saat perubahan tersebut terjadi, akan ada segelintir golongan yang
menolak perubahan secara terus menerus, ada pula golongan lain yang tidak mampu
mempersiapkan diri. Menurut Maswadi Rauf, demokratisasi memiliki ciri :
1. Berlangsung secara evolusioner
2. Proses perubahan secara persuasif, bukan koersif
3. Proses yang tidak pernah selesai.

Sebelum adanya perubahan, UUD 1945 memberikan kekuasaan yang lebih besar
kepada anggota DPR. Menurut Maswadi Rauf, salah satu perubahan penting yang
dibawa UUD 1945 adalah Pemilu Presiden dan wakil presiden secara langsung dimana
hukum ini tercatat dalam pasal 6A ayat (1). Menurut Maswadi ini adalah sebuah
terobosan politik yang hebat dalam sistem politik di Indonesia.
Maswadi juga berpendapat bahwa terdapat dua faktor yang dapat menghambat
terlaksananya pemilihan presiden secara langsung. Pertama adalah kepentingan
kelompok tertentu dari elit politik. Kelompok tertentu akan lebih mendukung
pemilihan tak langsung (oleh MPR) karena akan lebih mudah untuk merekayasa atau
mendudukan tokoh tertentu. Ini artinya presiden ditentukan oleh sekelompok kecil
orang pada puncak pemerintahan dengan alasan bahwa mendudukan tokoh tersebut
lebih mudah dan lebih mudah dikendalikan.

Secara kesimpulan pemilihan presiden ditentukan oleh kelompok elit yang berada
dalam posisi puncak yang mempunyai wewenang yang tinggi derajatnya, sehingga
menghasilkan sistem politik yang elitis. Kedua adalah keraguan terhadap kemampuan
masyarakat untuk memilih dengan baik dan benar dikarenakan wawasan politik yang
dirasa masih rendah dan belum sepenuhnya mengerti dengan konsekuensi pilihan
presiden mereka. Namun Rakyat Indonesia patut bersyukur karena MPR akhirnya
menyetujui pemilihan presiden secara langsung yang dinisiasi dengan disetujuinya
RUU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada tanggal 7 Juli 2003.

Untuk menjalankan Pemilu yang demokratis dibutuhkan suatu lembaga pemilihan


yang tidak memihak baik kepada pemerintah, partai politik tertentu, maupun pihak
lainnya. Dengan dasar pikiran ini dibentuklah Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai
lembaga yang mandiri seperti disebutkan pada Pasal 22E ayat (5)

Undang- Undang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres)

Terdapat beberapa isu penting pada masa UU Pilpres yang menjadi wacana
publik. Isu - isu tersebut adalah persayaratan presiden, presentasi kursi partai yang
mencalonkan , dan kampanye presiden.
Mengenai persyaratan presiden, masih diperdebatkan apakah Capres harus
sarjana atau boleh hanya sampai Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan apakah
boleh Capres merupakan seorang terdakwa. Masalah ini diatasi dalam RUU Pilpres
pasal 6 huruf R dan T dimana tertulis bahwa Capres minimal berpendidikan SLTA dan
boleh berstatus terdakwa.

Persyaratan pendidikan sarjana bagi Capres tidak diperlukan karena bagi


Capres yang merupakan aktivis organisasi pada umumnya disibukkan oleh kegiatan-
kegiatan organisasi dan sosial sehingga sulit untuk mengatur kuliah di perguruan tinggi
secara teratur. Bila tujuannya adalah untuk menghasilkan Capres yang berkualitas
karena mampu mengembangkan nalar dengan tingkat intelektualitas yang tinggi,
pendidikan tinggi bukanlah satu-satunya sarana. Pengalaman aktif berorganisasi juga
dapat mengembangkan daya nalar dan intelektualitas sebagai pemimpin.

Mengenai Capres yang pernah menjadi seorang terdakwa, menurut Maswadi


Rauf dalam dunia politik, citra dan nama baik adalah segalanya. Jika vonis bersalah
sudah dijatuhkan oleh pengadilan tingkat pertama dan kedua maka citra dan nama baik
yang bersangkutan sudah dirusak. Disetujuinya ketentuan yang memperbolehkan
terdakwa mencalonkan diri sebenarnya tidak terlalu memengaruhi dan tidaklah
dianggap sesuatu yang esensial sebagai kemenangan orang atau partai tertentu karena
yang lebih penting adalah dukungan para pemilih. Bila ada partai yang berani
mencalonkan seorang terdakwa sebagai capres, maka Capres tersebut akan jadi bahan
sindiran dan kritik masyarakat yang akan menurunkan citra sang Capres. Oleh karena
itu tidak ada pihak yang menang dengan disetujuinya seorang terdakwa untuk menjadi
Capres karena yang akan menilai, menentukan, dan memilihi presiden adalah para
pemilih.

UU Pemilu

Untuk meningkatkan kualitas Pemilu 2004 maka diberlakukan beberapa


perubahan, yakni: sistem pemilu, daerah pemilihan yang didasarkan atas jumlah
penduduk, dan verifikasi partai politik. UU Pemilu yang digunakan adalah gabungan
antara sistem proporsional dengan daftar tertutup dan sistem proposional dengan daftar
terbuka. Dalam sistem proporsional daftar tertutup para caleg disusun sesuai dengan
nomor urut yang memperoleh kursi di lembaga legislatif. Oleh karena itu nomor yang
lebih kecil memperoleh kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan kursi tersebut.
Sistem ini pro bagi yang memiliki pandangan bahwa partai politik harus berperan besar
dalam menentukan caleg dimana pimpinan partai dapat menempatkan kader yang
diinginkan pada nomor-nomor yang diperkirakan memperoleh kursi.

Pada sistem proporsional dengan daftar terbuka, terpilihnya caleg tidak


ditentukan oleh nomor urut tapi oleh besarnya jumlah perolehan suara tiap caleg. Caleg
yang memperoleh suara lebih besar, mempunyai kesempatan yang lebih besar pula
untuk duduk di lembaga perwakilan. Jadi nomor urut tidak menentukan karena yang
menentukan adalah besarnya suara si caleg itu sendiri. Para caleg pro dengan sistem
ini namun pimpinan partai tidak setuju dengan sistem ini karena pemimpin partai tidak
berperan besar dalam menentukan kemungkinan terpilihnya caleg. Oleh karena itu
sistem ini bukan merupakan sistem yang diinginkan oleh pimpinan caleg.

Ditempuhlah jalan tengah berupa gabungan kedua sistem tersebut. Para pemilih
boleh memilih salah satu dari nama - nama caleg dari partai tersebut, namun pemilih
juga bisa hanya memilih partai tanpa memilih nama caleg. Hal ini sah karena dalam
sistem proporsional para pemilih memilih parpol. Namun sistem proporsional dengan
daftar terbuka tetap lebih baik karena memberikan kewenangan yang lebih besar bagi
para pemilih untuk menentukan sendiri para caleg yang akan duduk di lembaga
perwakilan sehingga kedaulatan rakyat lebih nyata dalam sistem ini. Dalam sistem
prporsional dengan daftar tertutup, kewenangan para pemilih untuk menentukan lebih
kecil karena pemimpin partai lebih besar peranannya.

Pembahasan mengenai RUU Susunan dan Kedudukan.

Isu penting yang dibahas oleh UU Susduk adalah :


1. Kedudukan MPR,
2. Perwakilan dewan perwakilan daerah
3. Pergantian antara waktu
4. Status penuh waktu bagi anggota perwakilan.

Terdapat dua isu yang berkembang di seputar, pertama adalah MPR merupakan
suatu lembaga yang hanya ada jika DPR dan DPD bersidang. Kedua, MPR adalah suatu
lembaga yang pemimpimannya terpisah dari DPD dan DPR, Karena, dengan ketentuan
bahwa pemilihan presiden dan wakil presiden sudah tidak berlaku secara tidak
langsung, maka MPR tidak lagi ada hak untuk memilih presiden dan wakil presiden
secara langsung. Maka sebab itu, MPR kehilangan fungsi untuk menetapkan Garis
Garis Besar haluan Negara. Oleh karena itu, sejak penetapan amendemen UUD 1945,
maka MPR telah kehilangan dua fungsi, yaitu pemilihan presiden secara langsung, dan
menetapkan GHBN. Maka fungsi MPR yang tersisa maka hanya 3, yaitu:
1. MPR berfungsi untuk melantik Presiden dan wakil presiden dengan proses
seremonial.
2. MPR dapat memberhentikan presiden dan wakil rakyat jika masa jabatan nya
sudah selesai
3. Memiliki wewenang untuk mengubah dan menetapkan UUD.

UUD 1945 juga menetapkan bahwa DPD bukanlah lembaga legislatif. Fungsi DPD
adalah sebagi mitra kerja DPR yang dapat mengajukan RUU tertentu kepada DPR dan
ikut membahas UU bersama DPR. Di samping itu juga DPD dapat melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan UU tersebut. Yang dapat dilakukan UU Susduk
adalah mewajibkan DPR untuk memperhatikan RUU yang disampaikan oleh DPD.
Pertama, Kecilnya peranan DPD disebabkan karena keraguan akan perlunya suara-
suara daerah yang disampaikan oleh DPD dalam pembuatan UU, dan terdapat
pandangan bahwa anggota DPR sebenarnya sudah mencerminkan kepentingan daerah
daerah yang ada di Indonesia. Kedua, Peran DPD sangat kecil karena ditakutkan bahwa
DPR dan DPD akan terjadi nya konflik dengan DPR dalam proses pembuatan UU.

RUU susduk yang baru disahkan telah memutuskan berlaku nya PAW terhadap
anggota lembaga perwakilan yang dilakukan oleh badan kehormatan. Pada Masa Orde
baru, PAW digunakan oleh ketua partai untuk berfungsi untuk memecat anggota
anggota mereka di lembaga legislatif, karena bertentangan dan kebijakan penguasa
orde baru. Pada zaman sekarang, PAW digunakan untuk mendisiplinkan anggota yang
tidak sejalan dengan pandangan partai, dan juga mereka yang tidak melakukan fungsi
sebagai wakil rakyat.

Wacana mengenai anggota yang penuh waktu didasarkan pada pertimbangan


bahwa perangkapan jabatan oleh anggota-anggota DPR akan mengganggu tugas-tugas
mereka selaku wakil rakyat. Oleh karena itu, menjadi anggota lembaga perwakilan
adalah sebuah pilihan, bukan sebuah pekerjaan sambilan. Tuntutan ini semakin
mendesak mengingat para wakil rakyat telah menerima imbalan (dalam bentuk gaji dan
berbagai bentuk uang kehormatan) yang amat besar, jauh lebih besar dari gaji pegawai
negeri sipil.

Anda mungkin juga menyukai