Menurut Maswadi Rauf, indikator utama dalam bangun tegaknya demokrasi adalah
1. Kebebasan/persamaan (freedom/equality)
2. Kedaulatan Rakyat (peoples sovereignty)
Sebelum adanya perubahan, UUD 1945 memberikan kekuasaan yang lebih besar
kepada anggota DPR. Menurut Maswadi Rauf, salah satu perubahan penting yang
dibawa UUD 1945 adalah Pemilu Presiden dan wakil presiden secara langsung dimana
hukum ini tercatat dalam pasal 6A ayat (1). Menurut Maswadi ini adalah sebuah
terobosan politik yang hebat dalam sistem politik di Indonesia.
Maswadi juga berpendapat bahwa terdapat dua faktor yang dapat menghambat
terlaksananya pemilihan presiden secara langsung. Pertama adalah kepentingan
kelompok tertentu dari elit politik. Kelompok tertentu akan lebih mendukung
pemilihan tak langsung (oleh MPR) karena akan lebih mudah untuk merekayasa atau
mendudukan tokoh tertentu. Ini artinya presiden ditentukan oleh sekelompok kecil
orang pada puncak pemerintahan dengan alasan bahwa mendudukan tokoh tersebut
lebih mudah dan lebih mudah dikendalikan.
Secara kesimpulan pemilihan presiden ditentukan oleh kelompok elit yang berada
dalam posisi puncak yang mempunyai wewenang yang tinggi derajatnya, sehingga
menghasilkan sistem politik yang elitis. Kedua adalah keraguan terhadap kemampuan
masyarakat untuk memilih dengan baik dan benar dikarenakan wawasan politik yang
dirasa masih rendah dan belum sepenuhnya mengerti dengan konsekuensi pilihan
presiden mereka. Namun Rakyat Indonesia patut bersyukur karena MPR akhirnya
menyetujui pemilihan presiden secara langsung yang dinisiasi dengan disetujuinya
RUU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada tanggal 7 Juli 2003.
Terdapat beberapa isu penting pada masa UU Pilpres yang menjadi wacana
publik. Isu - isu tersebut adalah persayaratan presiden, presentasi kursi partai yang
mencalonkan , dan kampanye presiden.
Mengenai persyaratan presiden, masih diperdebatkan apakah Capres harus
sarjana atau boleh hanya sampai Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan apakah
boleh Capres merupakan seorang terdakwa. Masalah ini diatasi dalam RUU Pilpres
pasal 6 huruf R dan T dimana tertulis bahwa Capres minimal berpendidikan SLTA dan
boleh berstatus terdakwa.
UU Pemilu
Ditempuhlah jalan tengah berupa gabungan kedua sistem tersebut. Para pemilih
boleh memilih salah satu dari nama - nama caleg dari partai tersebut, namun pemilih
juga bisa hanya memilih partai tanpa memilih nama caleg. Hal ini sah karena dalam
sistem proporsional para pemilih memilih parpol. Namun sistem proporsional dengan
daftar terbuka tetap lebih baik karena memberikan kewenangan yang lebih besar bagi
para pemilih untuk menentukan sendiri para caleg yang akan duduk di lembaga
perwakilan sehingga kedaulatan rakyat lebih nyata dalam sistem ini. Dalam sistem
prporsional dengan daftar tertutup, kewenangan para pemilih untuk menentukan lebih
kecil karena pemimpin partai lebih besar peranannya.
Terdapat dua isu yang berkembang di seputar, pertama adalah MPR merupakan
suatu lembaga yang hanya ada jika DPR dan DPD bersidang. Kedua, MPR adalah suatu
lembaga yang pemimpimannya terpisah dari DPD dan DPR, Karena, dengan ketentuan
bahwa pemilihan presiden dan wakil presiden sudah tidak berlaku secara tidak
langsung, maka MPR tidak lagi ada hak untuk memilih presiden dan wakil presiden
secara langsung. Maka sebab itu, MPR kehilangan fungsi untuk menetapkan Garis
Garis Besar haluan Negara. Oleh karena itu, sejak penetapan amendemen UUD 1945,
maka MPR telah kehilangan dua fungsi, yaitu pemilihan presiden secara langsung, dan
menetapkan GHBN. Maka fungsi MPR yang tersisa maka hanya 3, yaitu:
1. MPR berfungsi untuk melantik Presiden dan wakil presiden dengan proses
seremonial.
2. MPR dapat memberhentikan presiden dan wakil rakyat jika masa jabatan nya
sudah selesai
3. Memiliki wewenang untuk mengubah dan menetapkan UUD.
UUD 1945 juga menetapkan bahwa DPD bukanlah lembaga legislatif. Fungsi DPD
adalah sebagi mitra kerja DPR yang dapat mengajukan RUU tertentu kepada DPR dan
ikut membahas UU bersama DPR. Di samping itu juga DPD dapat melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan UU tersebut. Yang dapat dilakukan UU Susduk
adalah mewajibkan DPR untuk memperhatikan RUU yang disampaikan oleh DPD.
Pertama, Kecilnya peranan DPD disebabkan karena keraguan akan perlunya suara-
suara daerah yang disampaikan oleh DPD dalam pembuatan UU, dan terdapat
pandangan bahwa anggota DPR sebenarnya sudah mencerminkan kepentingan daerah
daerah yang ada di Indonesia. Kedua, Peran DPD sangat kecil karena ditakutkan bahwa
DPR dan DPD akan terjadi nya konflik dengan DPR dalam proses pembuatan UU.
RUU susduk yang baru disahkan telah memutuskan berlaku nya PAW terhadap
anggota lembaga perwakilan yang dilakukan oleh badan kehormatan. Pada Masa Orde
baru, PAW digunakan oleh ketua partai untuk berfungsi untuk memecat anggota
anggota mereka di lembaga legislatif, karena bertentangan dan kebijakan penguasa
orde baru. Pada zaman sekarang, PAW digunakan untuk mendisiplinkan anggota yang
tidak sejalan dengan pandangan partai, dan juga mereka yang tidak melakukan fungsi
sebagai wakil rakyat.