Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Toksin adalah zat beracun yang diproduksi oleh sel atau organisme hidup, meskipun
manusia secara teknis organisme hidup, zat buatan manusia yang diciptakan oleh proses
buatan biasanya tidak dianggap racun dengan definisi ini. Itu adalah kimiawan organik
Brieger Ludwig (1849-1919) yang pertama kali menggunakan istilah racun. Agen yang
mampu menghasilkan dampak atau respon buruk dalam suatu sistem biologis, yang dapat
secara serius merusak struktur dan fungsi atau menyebabkan kematian merupakan ilmu
toksikan. Toksisitas merupakan istilah dalam toksikologi yang didefinisikan sebagai
kemampuan bahan kimia untuk menyebabkan kerusakan/injuri. Istilah toksisitas merupakan
istilah kualitatif, terjadi atau tidak terjadinya kerusakan tergantung pada jumlah unsur kimia
yang terabsopsi.

Toksin/racun dapat berupa molekul kecil, peptida, atau protein yang mampu
menyebabkan penyakit pada kontak dengan atau penyerapan oleh jaringan tubuh berinteraksi
dengan makromolekul biologis seperti enzim atau reseptor seluler. Racun sangat bervariasi
dalam tingkat keparahan mereka, mulai dari biasanya ringan dan akut untuk segera
mematikan (seperti dalam botulinum toksin).

Xenobiotik adalah zat asing yang masuk dalam tubuh manusia. Contohnya: obat-
obatan, insektisida, zat kimia tambahan pada makanan (pemanis, pewarna, pengawet) dan zat
karsinogen lainya. Sumber toksin antara lain Polusi udara, air tanah, makanan dan minuman,
sayuran dan buah-buahan, obat-obatan dan narkotika.

Pengetahuan tentang racun sesungguhnya sudah ada sejak zaman dahulu tetapi belum
tersusun secara sistematis menjadi suatu ilmu. Baru pada awal abad ke-16 seorang ahli racun
terkenal yang hidup pada tahun 1493-1541, Phillipus Aureolus Theophrastus Bombastus von
Hohenheim Paracelcus (PATBH Paracelcus) memperkenalkan istilah toxicon (toxic agent)
untuk zat (substansi) yang dalam jumlah kecil dapat mengganggu fungsi tubuh. Ia adalah
orang pertama yang meletakkan dasar ilmu dalam mempelajari racun dan mengenalkan
dalil yaiti percobaan pada hewan merupakan cara yang paling baik dalam mempelajari respon
tubuh terhadap racun dan efek suatu zat (kimia atau fisik) pada tubuh dapat merupakan efek
terapi (bermanfaat) dan efek toksik (merugikan).
Selanjutnya, toksikologi modern diperkaya oleh Mattieu Joseph Orfilla (1787 1853).
Ia merupakan orang pertama yang melakukan penelitian secara sistematis tentang respon
biologik anjing pada zat kimia tertentu. Ia memperkenalkan toksikologi sebagai ilmu yang
memepelajari racun, ia mengembangkan analisis terhadap racun misalnya As (Arsen) dan
meletakkan dasar toksikologi forensik. Toksikologi juga dikembangkan oleh ahli lain seperti
Francois Magendie (1783 1855) yang meneliti efek striknin dan emetin.

Istilah Toksikologi awalnya berasal dari bahasa latin yaitu toxon yang artinya
racun, sedangkan ilmu pengetahuan dikenal dengan kata logos. Kombinasi arti ini terbitlah
bidang ilmu yang diketahui umum sebagai toksikologi, dan dalam bahasa inggris
disebut toxicology. Secara etimology toksikologi terbagi dari dua kata diatas dan
didefinisikan sebagai ilmu tentang racun. Toksikologi juga didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari efek-efek merugikan dari suatu zat (Nelwan, 2010).

Toksikologi merupakan ilmu atau pemahaman tentang pengaruh berbagai macam zat-
zat kimia yang merugikan bagi kelangsungan hidup makhluk hidup. Toksikologi menurut
para ahli kimia merupakan ilmu yang bersangkut paut dengan berbagai macam efek dan
mekanisme kerja yang dapat merugikan dari agen kimia terhadap binatang dan manusia.
Toksikologi menurut para ahli farmakologi adalah cabang dari farmakologi yang
berhubungan dengan efek samping zat kimia di dalam sistem biologik. Dalam toksikologi
terdapat unsur unsur yang saling berinteraksi antara satu dengan yang lain dengan suatu
cara tertentu sehingga dapat menimbulkan suatu respon pada sistem biologi yang dapat
menimbulkan kerusakan terhadap sistem biologi tersebut.

LOOMIS (1979) berdasarkan aplikasinya toksikologi dikelompokkan dalam tiga


kelompok besar, yakni: toksikologi lingkungan, toksikologi ekonomi dan toksikologi
forensik. Toksikologi lingkungan lebih memfokuskan telaah racun pada lingkungan, seperti
pencemaran lingkungan, dampak negatif dari akumulasi residu senyawa kimia pada
lingkungan, kesehatan lingkungan kerja. Toksikologi ekonomi membahas segi manfaat dan
nilai ekonomis dari xenobiotika. Tosikologi forensik menekunkan diri pada aplikasi ilmu
toksikologi untuk kepentingan peradilan. Kerja utama dari toksikologi forensik adalah
analisis racun baik kualitatif maupun kuantitatif sebagai bukti dalam tindak kriminal
(forensik) di pengadilan.
Suatu kerja toksik pada umumnya merupakan hasil dari sederetan proses fisika,
biokimia, dan biologik yang sangat rumit dan komplek. Proses ini umumnya dikelompokkan
ke dalam tiga fase yaitu: fase eksposisi toksokinetik dan fase toksodinamik. Dalam menelaah
interaksi xenobiotika/tokson dengan organisme hidup terdapat dua aspek yang perlu
diperhatikan, yaitu: kerja xenobiotika pada organisme dan pengaruh organisme terhadap
xenobiotika. Yang dimaksud dengan kerja tokson pada organisme adalah sebagai suatu
senyawa kimia yang aktif secara biologik pada organisme tersebut (aspek toksodinamik).
Sedangkan reaksi organisme terhadap xenobiotika/tokson umumnya dikenal dengan fase
toksokinetik.
Fase eksposisi merupakan kontak suatu organisme dengan xenobiotika, pada
umumnya, kecuali radioaktif, hanya dapat terjadi efek toksik/ farmakologi setelah
xenobiotika terabsorpsi. Fase toksikinetik disebut juga dengan fase farmakokinetik. Setelah
xenobiotika berada dalam ketersediaan farmasetika, pada mana keadaan xenobiotika siap
untuk diabsorpsi menuju aliran darah atau pembuluh limfe, maka xenobiotika tersebut akan
bersama aliran darah atau limfe didistribusikan ke seluruh tubuh dan ke tempat kerja toksik
(reseptor). Fase toksodinamik adalah interaksi antara tokson dengan reseptor (tempat kerja
toksik) dan juga proses-proses yang terkait dimana pada akhirnya muncul efek
toksik/farmakologik.

Deretan rantai proses pada fase kerja toksik dalam organisme secara biologik dikelompokkan
menjadi: fase eksposisi, toksokinetik farmakokinetik, dan fase toksodinamik farmakodinamik
(disadur dari Mutschler, (1999), Arzneimittelwirkungen: Lehrbuch der Pharmakologie und
Toxikologie; mit einfhrenden Kapiteln in die Anatomie, Phyiologie und Pathophysiologie. Unter
mitarb. von Schfer-Korting. -7vllig neu bearb. und erw. Aufl., Wiss. Verl.-Ges, Stuttgart, hal.
6, dengan modifikasi
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian xenobiotik?


2. Bagaimana cara toksik masuk kedalam tubuh?
3. Bagaimana klasifikasi toksikan?
4. Bagaimana efek dari toksikan?
5. Bagaimana cara menanggulangi efek dari xenobiotik?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pengertian dari xenobiotik


2. Mengetahui cara toksik masuk kedalam tubuh
3. Mengetahui klasifikasi dari toksikan
4. Mengetahui cara menanggulangi efek dari xenobiotik
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Toksikan

Agen yang mampu menghasilkan dampak atau respon buruk dalam suatu sistem
biologis yang dapat secara serius merusak struktur dan fungsi atau menyebabkan kematian
merupakan pengertian dari toksikan.

Toksin adalah zat beracun yang diproduksi oleh sel atau organisme hidup, meskipun
manusia secara teknis organisme hidup, zat buatan manusia yang diciptakan oleh proses
buatan biasanya tidak dianggap racun dengan definisi ini. Itu adalah kimiawan organik
Brieger Ludwig (1849-1919) yang pertama kali menggunakan istilah racun.

Toksin/racun dapat berupa molekul kecil, peptida, atau protein yang mampu
menyebabkan penyakit pada kontak dengan atau penyerapan oleh jaringan tubuh berinteraksi
dengan makromolekul biologis seperti enzim atau reseptor seluler.

2.1.1. Prinsip Umum Efek Toksik/Xenobiotik

Efek toksik yang ditimbulkan suatu zat xenobiotik,akibatnya sangat bervariasi


tergantung dari zat xenobiotik, target organ, mekanisme aksi dan besarnya dosis.Semua efek
toksik dimulai adanya interaksi biokimia antara zat xenobiotik atau metabolit aktifnya dengan
bagian tertentu dari mahkluk hidup atau reseptornya.

Efek toksik lokal adalah efek toksik yang terjadi ketika kontak pertama kali dengan
bagian tubuh, efek lokal ini dapat diakibatkan oleh senyawa kaustik, misalnya pada saluran
pencernaan, bahan korosif pada kulit, serta iritasi gas atau uap pada saluran napas.

Efek toksik sistemik jika diawali dengan absorpsi pada tempat kontak dan masuk ke
sirkulasi sistemik lalu terdistribusi ke tempat kerja/sasaran lalu timbul efek. Pada umumnya
toksikan hanya mempengaruhi satu atau beberapa organ saja. Organ seperti itu dinamakan
organ sasaran

Beberapa jenis bahan kimia bersifat toksik non-selektif (nonselective toxicity),


dimana mereka mampu memberikan dampak buruk terhadap beragam jenis sel dan jaringan
tubuh organisme perairan, dan jenis bahan kimia ini biasanya sangat efektif walau dalam
konsentrasi kecil. Berlawanan dengan beberapa jenis bahan kimia yang bersifat toksik sangat
selektif dalam sel atau jaringan targetnya. Sel yang terkena atau tidak terkena dampak buruk
dari suatu bahan kimia toksik selektif (selective-toxicity), dapat berada dalam spesies
organisme yang sama atau berbeda. Jika sel atau jaringan yang terkena dampak toksik berada
dalam spesies organisme yang berbeda, maka bahan kimia tersebut disebut spesifik spesies
(species-specific), karena aktifitasnya selektif terhadap spesies tertentu.

Target spesifik (reseptor) toksikan dalam tubuh organisme dapat berupa


makromolekul, sel, organ atau proses biokimiawi tertentu yang diganggu oleh toksikan.
Reseptor adalah suatu unit struktural kecil yang aktif, baik pada membran protein sel, enzim,
asam nukleat dan makromolekul lainnya. Reseptor seperti lubang kunci dan suatu molekul
pemancar dari proses-proses kehidupan merupakan anak kunci yang dapat secara pas masuk
ke dalam lubang kunci tersebut. Jika suatu xenobiotik memiliki struktur, ukuran dan polaritas
yang sama, maka xenobiotik ini akan berfungsi sebagai anak kunci palsu yang kemudian
akan menghentikan seluruh tahapan-tahapan metabolisme dan melakukan suatu proses
metabolik yang berbahaya atau memodifikasi (menghambat atau mempercepat) transmisi
signal dari syaraf. Pengikatan suatu xenobiotik pada reseptor dapat menyebabkan suatu
proses toksik akut maupun kronik atau mendorong timbulnya dampak teratogenik maupun
karsinogenik. Oleh karena itu, selektifitas aksi dari suatu bahan kimia dapat disebabkan oleh
2 mekanisme, yaitu :

Menyangkut terdapat atau tidak terdapatnya target spesifik atau reseptor pada system
sel organisme yang terpapar, karena selektifitas tersebut mengindikasikan bahwa
bahan kimia tertentu hanya bereaksi dengan komponen/target normal spesifik dari sel.
Target dapat berupa protein atau lemak yang tidak vital bagi fungsi sel, sehingga
reaksi antara bahan kimia dan target tidak secara langsung menimbulkan perubahan
dalam fungsi sel.
Mekanisme yang melibatkan faktor-faktor yang berperan dalam mendistribusikan dan
mengubah konsentrasi bahan kimia pada lokasi spesifik di dalam sel atau jaringan.
Hal ini biasanya merupakan hasil dari proses-proses spesifik seperti: absorpsi selektif,
translokasi, biotransformasi dan ekskresi.
2.2. Kerja bahan toksik dalam tubuh organisme
A. Interaksi Senyawa Kimia dengan Organisme
Ilmu yang mempelajari tentang interaksi senyawa kimia dengan organisme hidup
disebut farmakologi, dengan demikian toksikologi sebetulnya merupakan cabang
farmakologi. Farmakologi tidak hanya mempelajari senyawa kimia yang mempunyai
manfaat dalam bidang pengobatan dan terapi medik tetapi juga mencakup semua senyawa
kimia yang aktif secara biologi, termasuk yang bersifat racun. Pengertian racun adalah zat
yang berpengaruh merugikan pada organisme yang terpapar. Kehadiran suatu zat atau
senyawa kimia yang potensial toksik di dalam tubuh organisme belum tentu menimbulkan
gejala keracunan (sola dosis facit venenum), sebagai contoh: timbal (Pb), merkuri (Hg) dan
DDT tidak menimbulkan gejala keracunan apabila jumlah yang diabsorbsi berada di bawah
dosis toksik tetapi akan menjadi racun apabila jumlah yang diabsorbsi berada pada dosis
toksik.
Setiap bahan kimia apabila diabsorbsi dalam jumlah sangat besar, termasuk air bersih,
ternyata dapat menimbulkan efek racun. Ada juga bahan kimia yang pada dosis sangat
rendah sudah beracun, misalnya toksin Clostridium botulinum. Dalam mempelajari
interaksi antara senyawa kimia aktif dengan organisme hidup, terdapat dua hal penting yang
perlu diperhatikan:
1. farmakodinamik atau toksodinamik, yaitu kerja senyawa kimia yang aktif
secara biologik;
2. farmakokinetik atau toksokinetik, yaitu pengaruh organisme terhadap senyawa
kimia aktif.

B. Kerja Bahan Toksik


Kerja atau aktivitas bahan toksik umumnya berupa serangkaian proses yang sebagian
diantaranya bahkan sangat kompleks. Pada berbagai kerja toksik dan mekanisme kerjanya,
dapat dibedakan dua hal berikut:
1. Kerja toksik: suatu proses yang dilandasi oleh interaksi kimia antara zat kimia atau
metabolitnya dengan substrat biologik membentuk ikatan kimia kovalen yang
bersifat tidak bolak-balik (ireversible).
2. Pengaruh toksik: perubahan fungsional yang disebabkan interaksi bolak-balik
(reversible) antara zat asing (xenobiotik) dengan substrat biologi. Pengaruh toksik
dapat hilang jika zat asing tersebut dikeluarkan dari dalam plasma.
Kerja toksik pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu:
1). fase eksposisi
2). fase toksokinetik
3). fase toksodinamik.

1. Fase eksposisi
Apabila obyek biologik mengalami kontak dengan suatu zat kimia, maka efek
biologik atau efek toksik hanya akan terjadi setelah zat tersebut terabsorbsi. Zat kimia yang
dapat terabsorbsi umumnya bagian zat yang berada dalam bentuk terlarut dan molekulnya
terdispersi. Absorbsi zat sangat tergantung pada konsentrasi dan jangka waktu kontak zat
dengan permukaan organisme yang mampu mengabsorbsi zat. Apabila organisme air
mengalami kontak dengan zat kimia toksik, maka jenis zat toksik tersebut berpengaruh
terhadap daya absorbsi dan toksisitasnya. Selama fase eksposisi, zat kimia toksik dapat
berubah menjadi senyawa yang lebih toksik atau kurang toksik melalui reaksi kimia
tertentu.

2. Fase toksokinetik
Terdapat dua proses yang berperanan penting pada fase toksokinetik atau
farmakokinetik:
1. Proses transpor (meliputi absorbsi, distribusi dan ekskresi)
a. Absorbsi
Absorbsi ditandai oleh masuknya xenobiotika/tokson dari tempat kontak (paparan)
menuju sirkulasi sistemik tubuh atau pembuluh limfe. Absorpsi didefinisikan sebagai
jumlah xenobiotika yang mencapai sistem sirkululasi sistemik dalam bentuk tidak berubah.
Absorpsi suatu xenobiotika tidak akan terjadi tanpa suatu transpor melalui membran sel,
demikian halnya juga pada distribusi dan ekskresi. Oleh sebab itu membran sel (membran
biologi) dalam absorpsi merupakan batas pemisah antara lingkungan dalam dan luar.
Setelah xenobiotika mencapai sistem peredahan darah, ia bersama darah akan
diedarkan/didistribusikan ke seluruh tubuh. Dari system sirkulasi sistemik ia akan
terdistribusi lebih jauh melewati membran sel menuju sitem organ atau ke jaringan-jaringan
tubuh.
b. Distribusi
Setelah xenobiotika mencapai sistem peredahan darah, ia bersama darah akan
diedarkan/didistribusikan ke seluruh tubuh. Dari system sirkulasi sistemik ia akan
terdistribusi lebih jauh melewati membran sel menuju sitem organ atau ke jaringan-jaringan
tubuh. Distribusi suatu xenobiotika di dalam tubuh dapat pandang sebagai suatu proses
transpor reversibel suatu xenobiotika dari satu lokasi ke tempat lain di dalam tubuh. Di
beberapa buku reference juga menjelaskan, bahwa distribusi adalah proses dimana
xenobiotika secara reversible meninggalkan aliran darah dan masuk menuju interstitium
(cairan ekstraselular) dan/atau masuk ke dalam sel dari jaringan atau organ.
c. Ekskresi
Setelah diabsorpsi dan didistrubusikan di dalam tubuh, xenobiotika/tokson dapat
dikeluarkan dengan capat atau perlahan. Xenobiotika dikeluarkan baik dalam bentuk
asalnya maupun sebagai metabolitnya. Jalus ekskresi utama adalah melalui ginjal bersama
urin, tetapi hati dan paru-paru juga merupakan alat ekskresi penting bagi tokson tertentu.
Disamping itu ada juga jalur ekskresi lain yang kurang penting seperti, kelenjar keringan,
kelenjar ludah, dan kelenjar mamai.
Proses transpor zat kimia dalam tubuh organisme dapat berlangsung melalui:
a. Tranpor pasif yaitu pengangkutan zat kimia melalui difusi pasif zat kimia terlarut
melintasi membran sel. Laju difusi dipengaruhi oleh gradien konsentrasi di kedua
sisi membran sel dan juga dipengaruhi oleh tetapan difusi zat.
b. Transpor aktif yaitu pengangkutan melalui sistem transpor khusus dengan bantuan
molekul pengemban atau molekul pembawa. Jumlah molekul yang dapat
ditransportasi per satuan waktu tergantung pada kapasitas sistem yaitu jumlah
tempat ikatan dan angka pertukaran tiaptiap tempat ikatan tersebut. Apabila
konsentrasi zat kimia dalam sistem transpor terus menerus meningkat, maka
akhirnya akan tercapai suatu titik jenuh sehingga laju transpor tidak meningkat terus
menerus tetapi akan mencapai titik maksimum.

2. Perubahan metabolik atau biotransformasi

Xenobiotika yang masuk ke dalam tubuh akan diperlakukan oleh sistem enzim tubuh,
sehingga senyawa tersebut akan mengalami perubahan struktur kimia dan pada akhirnya
dapat dieksresi dari dalam tubuh. Proses biokimia yang dialami oleh xenobiotika dikenal
dengan reaksi biotransformasi yang juga dikenal dengan reaksi metabolisme. Biotransformasi
atau metabolisme pada umumnya berlangsung di hati dan sebagian kecil di organ-organ lain
seperti: ginjal, paru-paru, saluran pencernaan, kelenjar susu, otot, kulit atau di darah.
Biotransformasi dapat dibedakan menjadi dua fase reaksi yaitu reaksi fase I (reaksi
penguraian) dan reaksi fase II (reaksi konjugasi). Reaksi penguraian meliputi pemutusan
hidrolitik, oksidasi dan reduksi. Reaksi penguraian akan menghasilkan atau membentuk zat
kimia dengan gugus polar yaitu gugus OH, -NH2 atau COON. Pada reaksi konjugasi, zat
kimia yang memiliki gugus polar akan dikonjugasi dengan pasangan reaksi yang terdapat
dalam tubuh organisme sehingga berubah menjadi bentuk terlarut dalam air dan dapat
diekskresikan oleh ginjal.

Reaksi konjugasi umumnya bersifat reaksi detoksifikasi sehingga produk konjugasi


hampir selalu tidak aktif secara biologi. Walaupun reaksi biotransformasi, khususnya
konjugasi, pada umumnya menyebabkan inaktivasi zat tetapi metabolit aktif dapat terbentuk
karena adanya perubahan kimia, terutama oksidasi. Apabila metabolit aktif bersifat toksik,
maka dikatakan telah terjadi toksifikasi.

3. Fase toksodinamik
Fase toksodinamik atau farmakodinamik meliputi interaksi antara molekul zat kimia
toksik dengan tempat kerja spesifik yaitu reseptor. Organ target dan tempat kerja tidak
selalu sama, sebagai contoh: suatu zat kimia toksik yang bekerja pada sel ganglion pada
sistem saraf pusat juga dapat menimbulkan efek kejang pada otot seran lintang. Konsentrasi
zat toksik menentukan kekuatan efek biologi yang ditimbulkan. Pada umumnya dapat
ditemukan konsentrasi zat kimia toksik yang cukup inggi dalam hepar (hati) dan ren (ginjal)
karena pada kedua organ tersebut zat toksik dimetabolisme dan diekskresi.
Kerja kebanyakan zat aktif biologik, terutama zat toksik umumnya disebabkan oleh
interaksi zat tersebut dengan enzim. Kerja terhadap enzim yang berperanan pada proses
biotransformasi xenobiotik dan termasuk fase toksokinetik tidak termasuk interaksi,
sedangkan kerja terhadap enzim yang berpengaruh langsung pada timbulnya efek toksik
termasuk interaksi. Interaksi antara zat toksik dengan sistem enzim antara lain berupa:
inhibisi enzim secara tidak bolakbalik, inhibisi enzim secara bolak-balik, pemutusan reaksi
biokimia, inhibisi fotosintetik pada tumbuhan air, sintesis zat mematikan, pengambilan ion
logam yang penting bagi kerja enzim dan inhibisi penghantaran elektron dalam rantai
pernafasan.
Pada kasus-kasus peracunan tertentu terjadi inhibisi transpor oksigen karena adanya
gangguan kerja pada hemoglobin (Hb). Terjadinya inhibisi pada transpor oksigen antara lain
dapat disebabkan oleh:
1). Keracunan karbon monoksida
Karbon monoksida (CO) mengandung tempat ikatan yang sama pada hemoglobin
seperti oksigen sehingga dapat menghilangkan kemampuan Hb mengikat oksigen
(O2). Kompleks ikatan Hb dengan CO disebut karboksi hemoglobin yang cenderung
lebih kuat daripada ikatan Hb dengan O2.
2). Pembentukan methemoglobin
Methemoglobin merupakan hasil oksidasi Hb yang sudah tidak memiliki
kemampuan lagi mengangkut O2. Jika methemoglobin hanya terbentuk dalam
jumlah kecil, maka dapat direduksi kembali menjadi Hb dengan bantuan enzim
methemoglobinreduktase.
3). Proses hemolitik
Hemolitik merupakan proses pembebasan Hb dari dalam eritrosit akibat kerusakan
membran eritrosit. Hemoglobin yang dibebaskan akan kehilangan kemampuan
mengikat O2. Beberapa jenis zat kimia setelah masuk ke dalam tubuh organisme
dapat berinteraksi dengan fungsi umum sel. Interaksi zat kimia dengan fungsi umum
sel tersebut antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk efek narkose. Disamping itu,
interaksi zat kimia tertentu dengan fungsi sel umum dapat diwujudkan dalam bentuk
gangguan pada penghantaran rangsang neurohumoral. Mekanisme gangguan
penghantaran rangsang tersebut disebabkan zat kimia mempengaruhi sinapsis antara
sel saraf satu dengan sel saraf lainnya atau mempengaruhi ujung sel saraf efektor.

Zat-zat toksik tertentu juga dapat menyebabkan gangguan pada sintesis ADN (asam
deoksiribonukleat) dan ARN (asam ribonukleat). Gangguan tersebut dapat tejadi pada:
penggandaan ADN selama pembelahan sel, transkripsi informasi ADN kepada ARN,
penyampaian informasi melalui ARN pada sintesis protein, penghambatan sintesis enzim
yang berperan serta, dan proses pengaturan yang menentukan pola aktivitas sel.
Disamping dapat menyebabkan gangguan pada sintesis ADN dan ARN, beberapa zat
toksik tertentu juga dapat berpengaruh terhadap organisme melalui mekanisme kerja
sitostatika (penghambatan pembelahan sel), kerja imunsupresiva (penekanan pertahanan
imunologi melalui penekanan proliferasi sel tertentu, terutama limfosit), kerja mutagenik
(mengubah sifat genetik sel), kerja karsinogenik (pemicu timbulnya tumor), kerja
teratogenik (penyebab organisme lahir cacat), reaksi hipersensitif atau reaksi alergi, iritasi
pada jaringan, toksisitas pada jaringan dan penimbunan zat asing.
2.3. Klasifikasi Toksikan/Xenobiotik

2.3.1. Klasifikasi berdasarkan sumber (Asal Bahan)


Sumber alamiah/buatan : membedakan racun asli yang berasal dari fauna dan flora,
dan kontaminasi organisme dengan berbagai racun yang berasal dari bahan baku
industri beracun ataupun buangan beracun dan bahan sintetis beracun.
Sumber berbentuk titik dan area yang bergerak. Klasifikasi sumber seperti ini
biasanya dipergunakan orang yang berminat melakukan pengendalian. Tentunya
sumber titik lebih mudah dikedalikan daripada sumber area dan bergerak.
Sumber domestik, komersial dan industri. Sumber domestik biasanya berasal dari
permukiman, kurang beracun kecuali bercampur dengan buangan pestisida, obat-
obatan dan lain-lain.Buangan komersial dapat sangat beragam, demikian pula
dengan buangan industri
2.3.2. Klasifikasi berdasarkan wujud
Klasifikasi atas dasar wujud sangat bermanfaat dalam memahami efek yang
mungkin terjadi serta pengendaliannya.
Wujud pencemar dapat bersifat padat, cair, dan gas.
Padat: padatan yang sangat halus dapat terbang bersama udara, disebut debu,
fume, mist, sehingga dampaknya dapat sangat luas.
Cair: banyak dipergukan dalam pertanian dan biasanya ditambah pengencer
dampaknya tidak secepat gas.
Gas: dapat berdifusi sehingga menyebar lebih cepat dari pada cairan dan zat
padat.
Ukuran pencemar bentuk dan densitas,serta komposisi kimia dan fisika sangat erat
hubungannya dengan wujud. Hal ini akan memberikan petunjuk mudah tidaknya
sesuatu pencemar memasuki tubuh host dan cepat tidaknya menimbulkan efek dan
sampai seberapa jauh efeknya. Padatan halus dengan sifat-sifat tersebut dapat
berbentuk sangat aerodinamis, sehingga mudah masuk ke dalam paru-paru,
sekalipun ukurannya sangat relatif besar.

2.3.3. Klasifikasi berdasarkan sifat kimia-fisika (B3)


Bahan Berbahaya dan Beracun atau B3 adalah semua bahan/ senyawa baik
padat, cair, ataupun gas yang mempunyai potensi merusak terhadap kesehatan
manusia serta lingkungan akibat sifat-sifat yang dimiliki senyawa tersebut. Limbah
B3 diidentifikasi sebagai bahan kimia dengan satu atau lebih karakteristik.
Klasifikasi ini sering digunakan untuk bahan beracun (B3), dan
pengelompokan xenobiotik tersebut adalah:
o mudah meledak
o mudah terbakar
o bersifat reaktif
o beracun
o penyebab infeksi
o bersifat korosif
Semua bahan atau benda yang dapat menghasilkan efek ledakan, termasuk
bahan yang dalam campuran tertentu atau jika mengalami pemanasan, gesekan,
tekanan dapat mengakibatkan peledakan.
Contoh : Amonium nitrate, Amonium perchlorate, amonium picrate, detonator untuk
ammunisi, diazodinitrophenol, dinitropenol, dynamite, bubuk mesiu, picric acid,
(TNT, Nitro Glycerine, Amunisi, bubuk untuk blasting).
Gas yang mudah terbakar (acetelyne, LPG, Hydrogen, CO, ethylene, ethyl
flouride, ethyl methyl ether, butane, neopentane, propane, methane, methyl
chlorodiline, thinner, bensin. Gas bertekanan yang tidak mudah terbakar (oksigen,
nitrogen, helium, argon, neon, nitrous oxide, sulphur hexafolride).
Gas Beracun (chlorien, methil bromide, nitric oxide, ammonium-anhidrous,
arsine, boron trichloride carbonil sulfit, cyanogen, dll. Bahan yang mengandung
organisme penyebab penyakit. Contoh : tisue dari pasien, tempat pengembang biakan
virus, bakteri, tumbuhan atau hewan.
Korosif adalah sifat suatu substansi yang dapat menyebabkan benda lain
hancur atau memperoleh dampak negative.korosif dapat menyebabkan kerusakan
pada mata,kulit,system pernapasan.contoh bahan kimia yang bersifat korosif antara
lain :
Asam sulfat
Asam asetat
Asam klorida
Sinar radioaktif adalah suatu pancaran dan transmisi energi yang melewati
ruang dalam bentuk partikel atau gelombang.Jenis-jenis sinar radioaktif
Sinar alfa
Sinar beta
Sinar gamma

Sinar yang dipancarkan oleh unsur radioaktif memiliki sifat-sifat:

Dapat menembus lempeng logam tipis


Dapat menghitamkan pelat film
Dalam medan magnet terurai menjadi tiga berkas sinar.

Limbah industri baik berupa gas, cair maupun padat umumnya termasuk
kategori atau dengan sifat limbah B3. Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3)
yang sangat ditakuti adalah limbah dari industri kimia. Limbah dari industri kima
pada umumnya mengandung berbagai macam unsur logam berat yang mempunyai
sifat akumulatif dan beracun (toxic) sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia.
Limbah pertanian yang paling utama ialah pestisida dan pupuk.
Limbah B3 dari kegiatan industri yang terbuang ke lingkungan akhirnya akan
berdampak pada kesehatan manusia. Dampak itu dapat langsung dari sumber ke
manusia, misalnya meminum air yang terkontaminasi atau melalui rantai makanan,
seperti memakan ikan yang telah menggandakan (biological magnification) pencemar
karena memakan mangsa yang tercemar.

2.3.4. Klasifikasi berdasarkan terbentuknya pencemar/xenobiotik


Pencemar yang terbentuk dan keluar dari sumber disebut pencemar primer,
tertransformasi pertama di lingkungan menjadi pencemar sekunder kemudian menjadi
pencemar tersier, dan seterusnya. Klasifikasi ini menjadi penting jika kita melakukan
pengukuran ataupun pemantuan pencemaran. Lokasi, jarak dari sumber, dan sifat
reaktifitasnya dengan zat di lingkungan akan menentukan terjadinya perubahan sifat
kimia pencemar yang tentu bersifat berbeda dari sifat primer.

2.3.5. Berdasarkan atas dasar organ yang diserangnya.

Racun dapat dikelompokkan atas dasar organ yang diserangnya. Klasifikasi ini
digunakan oleh para ahli superspesialis organ target tersebut. Dalam klasifikasi ini,
racun dinyatakan sebagai racun yang :

a. Hepatotoksik (toksik terhadap hati)


Bahan kimia yang dapat mempengaruhi hati disebut hipotoksik. Kebanyakan
bahan kimia menggalami metabolisme dalarn hati dan oleh karenanya maka banyak
bahan kimia yang berpotensi merusak sel-sel hati. Efek bahan kimia jangka pendek
terhadap hati dapat menyebabkan inflamasi sel-sel (hepatitis kimia), nekrosis
(kematian sel), dan penyakit kuning. Sedangkan efek jangka panjang berupa sirosis
hati dari kanker hati. Menyebabkan: perlemakan hati, nekrosis hati (kematian sel),
gangguan enzim hati SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) ,
SGPT(Serum Glutamic Pyruvic Transaminase),. Contoh bahan kimia penyebab:
CCl4, kloroform, dioksin,.

Efek hepatotoksik yang dikenal ada beberapa macam, yaitu:

Kerusakan parenkim hati dengan cepat, menyerupai gejala hepatitis viral akut.
Kerusakan parenkim hati dengan lambat, menyerupai gejala hepatitis kronik aktif.
Infiltrasi lemak pada sel-sel hati, menyerupai gejala fatty liver.
Menghambat ekskresi empedu sehingga menimbulkan ikterus obstruktif, menyerupai
gejala kolestasis.
Merusak sel-sel saluran empedu secara perlahan-lahan, menyerupai gejala sirosis
biliaris.
Menyebabkan granuloma sel-sel hati.
Menyebabkan perlukaan pada parenkim hati, sehingga mendorong terbentuknya
jaringan parut (fibrosis) menyerupai sirosis hati.
Mendorong terjadinya tumor hati.
Merusak sistem pembuluh darah portal hati.
b. Nefrotoksik (toksik terhadap ginjal)
Bahan kimia yang dapat merusak ginjal disebut nefrotoksin. Efek bahan kimia
terhadap ginjal meliputi gagal ginjal sekonyong-konyong (gagal ginjal akut), gagal
ginjal kronik dan kanker ginjal atau kanker kandung kemih. Contoh: Pb enzim
dehidrogenase (gugus SH) kegagalan fungsi ginjal.
c. Neurotoksik (toksik terhadap syaraf)
Bahan kimia yang dapat menyerang syaraf disebut neurotoksin. Pemaparan
terhadap bahan kimia tertentu dapat memperlambat fungsi otak. Gejala-gejala yang
diperoleh adalah mengantuk dari hilangnya kewaspadaan yang akhirnya diikuti oleh
hilangnya kesadaran karena bahan kimia tersebut menekan sistem syaraf pusat.
Bahan kimia yang dapat meracuni sistem enzim yang mennuju ke syaraf adalah
pestisida. Akibat dari efek toksik pestisida ini dapat menimbulkan kejang otot dan
paralisis (lurnpuh). Di samping itu ada bahan kirnia lain yang dapat secara perlahan
meracuni syaraf yang menuju tangan dan kaki serta mengakibatkan mati rasa dan
kelelahan. Contoh :
a. CO HbCO anoksia
b. Alcohol
d. Hematotoksik (toksik terhadap darah)
Sejumlah bahan kimia seperti arsin, benzen dapat rnerusak sel-sel darah merah
yang menyebabkan anemia hemolitik. Bahan kimia lain dapat merusak surnsum
tulang dan organ lain tempat pembuatan sel-sel darah atau dapat menimbulkan
kanker darah. Contoh:
a. CO HbCO hipoksia
b. Pb menghambat pembentukan Hb anemia
e. Pneumotoksik (toksik terhadap paru-paru)
Efek jangka panjang terutama disebabkan iritasi (menyebabkan bronkhitis
atau pneumonitis).Dalam luka bakar, bahan kimia dalam paru-paru yang dapat
menyebabkan udema pulmoner (paru-paru berisi air), dan dapat berakibat fatal.
Sebagian bahan kimia dapat mensensitisasi atau menimbulkan reaksi alergik dalam
saluran nafas yang selanjutnya dapat menimbulkan bunyi sewaktu menarik nafas,
dan nafas pendek. Kondisi jangka panjang (kronis) akan terjadi penimbunan debu
bahan kimia pada jaringan paru-paru sehingga akan terjadi fibrosis atau
pneumokoniosis. Contoh: amonia, H2S, CO.

2.3.6. Klasifikasi atas dasar hidup/matinya racun


Klasifikasi ini dibuat berdasarkan pertimbangan bahaya yang ditimbulkannya
Zat yang hidup dapat berkembang biak bila lingkungannya mengijinkan zat abiotis
dapat berubah menjadi berbagai senyawa.Sehingga pengendaliannya berbeda .

2.4 Cara Penanggulangan dari Efek Toksikan

Racun masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut, hidung (inhalasi), kulit,
suntikan, mata (kontaminasi mata), dan sengatan atau gigitan binatang berbisa.
1. Melalui Mulut
Jika racun masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut, maka tindakan dalam
menangani racun yang telah masuk ke dalam tubuh ialah mengurangi absorpsi racun dari
saluran cerna, memberikan antidot, dan meningkatkan eliminasi racun dari tubuh.

a. Mengurangi absorpsi
Upaya mengurangi absorpsi racun dari saluran cerna dilakukan dengan merangsang
muntah, menguras lambung, mengadsorpsi racun dengan karbon aktif, dan membersihkan
usus.
b. Memberikan antidot
Pemberian antidot dapat meningkatkan eliminasi racun dari tubuh. Meskipun antidot
kadang-kadang merupakan obat penyelamat nyawa penderita keracunan; penanggulangan
keracunan tidak dapat diandalkan hanya dengan menggunakan antidot saja.
c. Meningkatkan eliminasi racun
Meningkatkan eliminasi racun dapat dilakukan dengan diuresis basa atau asam, dosis
multipel karbon aktif, dialisis dan hemoperfusi.

2. Melalui Hidung
Dalam menangani racun yang masuk melalui hidung (inhalasi), tindakan yang segera
dilakukan ialah:
Memindahkan penderita keracunan dari tempat atau ruangan yang tercemar racun.

Trakeotomi dapat dilakukan, jika dipandang perlu.

Jika menggunakan alat resuscitator dengan tekanan positif, tekanan darah perlu
dikontrol terus-menerus.
3. Kontaminasi Kulit
Jika kulit terkontamiasi atau terkena racun, segera disiram dengan air untuk
mengencerkan atau mengusir racun. Kecepatan dan volume air yang digunakan sangat
menentukan kerusakan kulit yang terjadi, terutama jika terkena racun yang bersifat korosif
dan bahan-bahan atau racun yang merusak kulit.

4. Kontaminasi Mata
Mata yang terkontaminasi atau terkena bahan kimia harus dibilas atau dialiri air
selama 15 menit. Dapat juga digunakan gelas pencuci mata, yang airnya sering diganti.
Jangan sekali-kali diteteskan antidot senyawa kimia, karena panas yang akan timbul dapat
mengakibatkan kerusakan mata yang lebih parah. Selanjutnya, segera dibawa ke rumah
sakit untuk mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan.

5. Sengatan dan Gigitan Binatang Berbisa


Usaha lain untuk memperlambat penjalaran bisa, yaitu dengan pendinginan lokal
menggunakan es batu. Cara ini dapat berbahaya jika terjadi radang karena kedinginan.
Cara lain lagi dengan mengisap bisa dari luka gigitan, setelah luka disayat sepanjang 1,5
cm dan kedalaman 0,5 cm. Jika gigitan terjadi lebih dari setengah jam, sebaiknya tidak
dilakukan pengisapan. Pengisapan yang dilakukan dalam waktu 10 menit setelah terjadi
gigitan dapat mengeluarkan racun sampai 20%.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa:
1. Xenobiotik adalah zat asing yang masuk dalam tubuh manusia. Contohnya: obat-
obatan, insektisida, zat kimia tambahan pada makanan (pemanis, pewarna, pengawet)
dan zat karsinogen lainya. Sumber toksin antara lain Polusi udara, air tanah, makanan
dan minuman, sayuran dan buah-buahan, obat-obatan dan narkotika.
2. Cara toksik masuk kedalam tubuh, yaitu:
Absorbsi
Absorbsi ditandai oleh masuknya xenobiotika/tokson dari tempat kontak (paparan)
menuju sirkulasi sistemik tubuh atau pembuluh limfe. Setelah xenobiotika mencapai
sistem peredahan darah, ia bersama darah akan diedarkan/didistribusikan ke seluruh
tubuh. Dari system sirkulasi sistemik ia akan terdistribusi lebih jauh melewati
membran sel menuju sitem organ atau ke jaringan-jaringan tubuh.
Ekskresi
Setelah diabsorpsi dan didistrubusikan di dalam tubuh, xenobiotika/tokson dapat
dikeluarkan dengan capat atau perlahan.
3. Klasifikasi dari Toksikan, antara lain:
a. Klasifikasi berdasarkan sumber (Asal Bahan), antara lain:
Sumber alamiah/buatan
Sumber berbentuk titik dan area yang bergerak
Sumber domestik, komersial dan industry
b. Klasifikasi berdasarkan wujud, antara lain:
Wujud pencemar dapat bersifat padat, cair, dan gas.
Ukuran pencemar bentuk dan densitas,serta komposisi kimia dan fisika.
c. Klasifikasi berdasarkan sifat kimia-fisika (B3), antara lain:
mudah meledak
mudah terbakar
bersifat reaktif
beracun
penyebab infeksi
bersifat korosif
d. Klasifikasi berdasarkan terbentuknya pencemar/xenobiotik
Primer,
Sekunder,
Tersier.
e. Berdasarkan atas dasar organ yang diserangnya, antara lain:
a. Hepatotoksik (toksik terhadap hati)
b. Nefrotoksik (toksik terhadap ginjal)
c. Neurotoksik (toksik terhadap syaraf)
d. Hematotoksik (toksik terhadap darah)
e. Pneumotoksik (toksik terhadap paru-paru)
f. Klasifikasi atas dasar hidup/matinya racun
Klasifikasi ini dibuat berdasarkan pertimbangan bahaya yang ditimbulkannya.

4. Cara Penanggulangan dari Efek Toksikan

Racun masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut, hidung (inhalasi), kulit,
suntikan, mata (kontaminasi mata), dan sengatan atau gigitan binatang berbisa. Cara
penanggulangannya pun berbeda pada masing-masing organ yang terkena efek toksikan.
DAFTAR PUSTAKA

Ariens,E.J., Mutschler,E., Simonis,A.M., 1985. Toksikologi Umum. Gadjah Mada University


Press: Yogyakarta.

B, Immaduddin. 2008. Bahan Kimia Beracun atau Toksik.UI: Jakarta


https: suryaakbar. 2009/07/klasifikasitoksikan. html
Kusnoputranto, H. 1996. Pengantar Toksikologi Lingkungan. BKPSL: Jakarta

Prismasari, Septika. 2012. Klasifikasi Toksikan. Erlangga: Surabaya

Anda mungkin juga menyukai