Anda di halaman 1dari 10

LATAR BELAKANG

Pembangunan infrastruktur adalah bagian integral dari pembangunan


nasional. Infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi.
Ketersediaan sarana perumahan dan permukiman, antara lain air minum dan
sanitasi, secara luas dan merata, serta pengelolaan sumber daya air yang
berkelanjutan menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat. Selain itu,
infrastruktur mempunyai peran yang tak kalah penting untuk memperkokoh
persatuan dan kesatuan bangsa. Sejak lama infrastruktur diyakini merupakan
pemicu pembangunan suatu kawasan. Dapat dikatakan disparitas kesejahteraan
antar kawasan juga dapat diidentifikasi dari kesenjangan infrastruktur yang terjadi
di antaranya. Dalam konteks ini, ke depan pendekatan pembangunan infrastruktur
berbasis wilayah semakin penting untuk diperhatikan. Dalam hal ini,
pembangunan infrasturktur tidaklah selalu harus sama jumlahnya di tiap daerah,
karena infrastruktur yang dianggap berkeadilan adalah infrastruktur yang mampu
mencukupi kebutuhan hidup manusia, artinya sesuai dengan yang dibutuhkan, jadi
kapasitas pemenuhan infrastruktur tidak sama jumlahnya di setiap wilayah.
Pembangunan infrastruktur yang terjadi di Indonesia saat ini memang dirasa
kurang merata, hal ini salah satunya disebabkan oleh faktor sumberdaya yang
terbatas, sumberdaya yang tebatas ini meliputi berbagai hal antara lain, manusia,
potensi alam, lokasi, sarana pendukung dan sebagainya. Hal ini yang kemudian
menjadi kendala dalam proses pengembangannya. Misalkan saja untuk saat ini
Indonesia memfokuskan dirinya untuk pembangunan infrastruktur dikawsan
timur, hal ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah
tersebut.

Penciptaan iklim investasi yang kondusif mendorong perkembangan


positif realisasi investasi yang mencapai 8,82% pada tahun 2011. Perkembangan
ini tentu saja tidak lepas dari beberapa penilaian positif terhadap Indonesia untuk
kegiatan investasi. Di tengah perkembangan positif tersebut, perekonomian
Indonesia jangka menengah dihadapkan pada tantangan pokok yakni masih
terkendalanya pembangunan faktor produksi komplementer yang menghambat
pencapaian pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkualitas.

Disamping itu Perbaikan infrastruktur memiliki kontribusi dalam


meningkatkan produktivitas dan diharapkan mampu mendukung pertumbuhan
ekonomi dalam jangka panjang. Merujuk pada publikasi World Development
Report (World Bank, 1994), infrastruktur berperan penting dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi di mana pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dijumpai
pada wilayah dengan tingkat ketersediaan infrastruktur yang mencukupi. Weil
(2009) juga menyatakan bahwa disparitas ketersediaan kapital fisik dan human
capital berperan dalam menjelaskan adanya perbedaan pertumbuhan ekonomi
antar negara.

Di Indonesia, banyak penelitian yang mendalami pengaruh infrastruktur


terhadap perekonomian dengan hasil yang bervariasi. Sibrani (2002) menemukan
bahwa infrastruktur, dalam hal ini listrik dan pendidikan, memberikan pengaruh
yang positif dan signifikan pada pendapatan per kapita masyarakat Indonesia.
Kebijakan pembangunan infrastruktur yang terpusat di Jawa dan Indonesia bagian
barat menimbulkan disparitas pendapatan per kapita masing-masing daerah di
Indonesia, terutama di Kawasan Indonesia Timur. Lebih lanjut, Yanuar (2006)
dengan menggunakan data panel 26 provinsi menunjukkan bahwa modal fisik,
infrastruktur jalan, telepon, kesehatan, dan pendidikan memberikan pengaruh
positif pada output perekonomian. Sementara itu, Prasetyo (2008) menyimpulkan
bahwa listrik, panjang jalan, stok modal, dan otoritas daerah berpengaruh positif
terhadap pembangunan ekonomi Kawasan Indonesia Barat. Penelitian oleh
Prasetyo dan Firdaus (2009) menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi
Indonesia dipengaruhi oleh ketersediaan infrastruktur, di antaranya elektrifikasi,
jalan beraspal, dan air bersih.
PEMBAHASAN

TARGET SDGs No. 9

INDUSTRI, INOVASI DAN INFRASTRUKTUR

Membangun infrastruktur yang tangguh, mendukung industrialisasi yang inklusif


dan berkelanjutan dan membantu perkembangan inovasi.
Adapun tujuan dari target SDGs No 9 yaitu sebagai berikut :
1. Membangun infrastruktur yang berkualitas, dapat diandalkan, berkelanjutan
dan tahan lama, termasuk infrastruktur regional dan antar batas, untuk
mendukung pembangunan ekonomi dan kesejahteraan manusia, dengan
berfokus pada akses yang terjangkau dan sama rata bagi semua
2. Mendorong industrialisasi yang inklusif dan berkelanjutan dan, pada tahun
2030, secara signifikan meningkatkan bagian industri terhadap penciptaan
lapangan kerja dan produk domestik bruto, sejalan dengan situasi nasional,
dan menggandakan bagian industri di negara kurang berkembang
3. Meningkatkan akses industri skala kecil dan usahak skala kecil lainnya,
khususnya di negara-negara berkembang terhadap layanan pendanaan,
termasuk kredit yang terjangkau dan digabungkan dengan value chains dan
pasar
4. Pada tahun 2030, meningkatkan mutu infrastruktur dan menambahkan
komponen pada industri agar dapat berkelanjutan, dengan ditambahkan
efisiensi penggunaan sumber daya dan mengadopsi teknologi bersih dan
ramah lingkungan dan proses industrial, dimana semua negara melakukan
aksi ini disesuaikan dengan kemampuan masing-masing
5. Menambah penelitian ilmiah, meningkatkan kemampuan teknologi dari
sektor industri di semua negara, khususnya negara berkembang, termasuk,
pada tahun 2030, mendorong inovasi dan secara substantif meningkatkan
jumlah riset dan tenaga pembangunan per 1 juta orang dan juga riset publik
dan swasta serta pengeluaran pembangunan
6. Memfasilitasi pembangunan infrastruktur yang tahan lama dan
berkelanjutan di negara-negara berkembang melalui dukungan finansial,
teknologi dan teknis yang diperbanyak untuk negara-negara Afrika, negara
kurang berkembang, negara berkembang terkungkung daratan dan negara
berkembang kepulauan kecil
7. Mendukung pengembangan teknologi domestik, riset dan inovasi di negara-
negara berkembang, termasuk dengan memastikan kondisi kebijakan yang
kondusif untuk, diantaranya, diversifikasi industri dan penambahan nilai
komoditi
8. Secara signifikan meningkatkan akses terhadap teknologi informasi dan
komunikasi dan berupaya untuk menyediakan akses yang universal dan
terjangkau terhadap internet di negara-negara kurang berkembang pada
tahun 2020

Arah Kebijakan dan Strategi Ekonomi Nasional dan Infrastruktur Pada


Pertumbuhan Ekonomi
Arah kebijakan dan strategi ekonomi nasional 2015-2019 meliputi beberapa hal,
yaitu:
1. Melanjutkan kebijakan ekonomi yang pro-growth, pro-job, pro-poor dan
pro-environment.
2. Kebijakan hilirisasi pengelolaan SDA.
3. Pemberian insentif fiskal dan non fiskal utk pengembangan industri di Luar
Jawa.
4. Sinergi SDM, IPTEK dengan industri
5. Pengembangan sektor pertanian dan infrastruktur perdesaan.
6. Penguatan kelembagaan masyarakat dan UKM.
7. Penguatan Ketahanan Pangan dan Energi.
8. Akselerasi Pembangunan Infrastruktur untuk mendukung Sistem Logistik
Nasional
Peluang Infrastruktur Indonesia di Pasar Modal Saat Ini

Motor dari pertumbuhan yang pesat di masa yang akan datang adalah dari
populasi negara ini. Sebanyak 90 juta jiwa akan masuk ke dalam kriteria kelas
menengah sampai dengan 2030, di mana saat ini hanya terdapat 45 juta jiwa dari
240 juta penduduk. Kelas menengah yang sebesar 135 juta jiwa pada tahun 2030
akan membentuk hampir 60% komposisi populasi di Indonesia yang diperkirakan
akan mencapai 280 juta pada saat itu.

Namun, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tersebut, pemerintah perlu


melakukan investasi secara proaktif pada sektor infrastruktur. Meskipun tingkat
investasi infrastruktur terhadap PDB Indonesia telah meningkat lebih dari 2x pada
periode 2001-2011, hal ini tentunya belum cukup. Sebagai contoh, panjang jalan
tol pada tahun 2010 hanya 742 km (kurang dari sepertiga target Kementerian
Pekerjaan Umum yaitu 2400 km[4]; atau bandingkan dengan Malaysia yang
hanya berpenduduk sekitar 1/10 dari Indonesia namun memiliki panjang jalan tol
lebih dari 2x lipat). Berdasarkan Global Competitiveness Report 2012-2013 yang
dibuat oleh World Economic Forum, menunjukkan bahwa kualitas infrastruktur
Indonesia berada pada posisi yang sangat rendah, jauh dibandingkan negara
tetangga Singapore, Malaysia, dan bahkan Thailand.

Hal ini di satu sisi menunjukkan bahwa perjalanan yang harus dilalui masih
panjang, namun di lain sisi menunjukkan bahwa peluang di sektor infrastruktur
juga sangat besar. Melalui Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang dicanangkan sejak 27 Mei 2011, pemerintah
telah berupaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pembangunan
yang terencana di bidang infrastruktur. MP3EI akan membagi Indonesia menjadi
6 koridor: Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, dan Papua-
Kepulauan Maluku; di mana setiap koridor akan dikembangkan sesuai dengan
keunggulan sentra ekonomi lokal masing-masing. Untuk mencapai tujuan
tersebut, pemerintah telah mengindikasikan kebutuhan investasi utama pada fase 1
(2011-2014) sebesar Rp 4000 triliun di mana Rp 1774 triliun di dalam investasi
tersebut akan dialokasikan untuk pengembangan infrastruktur.

Berdasarkan simulasi statistik yang dilakukan oleh PT Sarana Multi Infrastruktur


(Persero), sebuah BUMN pembiayaan dan penyedia jasa konsultasi infrastruktur,
proyeksi kebutuhan investasi infrastruktur selama periode 2013-2018 adalah
sekitar Rp 4000 triliun. Melihat besarnya kebutuhan infrastruktur dalam periode
lima tahun ke depan, pemerintah tentunya memerlukan peran serta Investor
swasta dalam rangka mewujudkan cita-cita yang terkandung dalam MP3EI. Peran
serta industri pasar modal dalam memfasilitasi kebutuhan tersebut tentunya patut
disambut baik oleh para pemangku kepentingan. Ketersediaan dana jangka
panjang pada sektor perasuransian dan dana pensiun akan dapat diinvestasikan
melalui pasar modal untuk proyek-proyek infrastruktur yang berjangka panjang,
sehingga terjadi sinergi yang sangat selaras di antara para pemangku kepentingan.
Inovasi dalam industri pasar modal sendiri tentunya turut menentukan peran
sebagai fasilitator investasi, dengan perkembangan produk-produk seperti Reksa
Dana Penyertaan Terbatas berbasis proyek infrastruktur, Dana Investasi Real Estat
berbasis sarana infrastruktur seperti menara BTS dan pergudangan, maupun
Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA) berbasis pinjaman
bank dari debitur infrastruktur.

Adapun demikian, inovasi di pasar modal tersebut memerlukan waktu juga


antusiasme dari sektor perasuransian dan dana pensiun selaku calon pemodal
utama. Untuk itu, dibutuhkan instrumen yang dapat memicu dana jangka panjang
untuk mulai masuk ke pasar modal dan berinvestasi pada instrumen investasi di
sektor infrastruktur yang tersedia atau dengan mudah tersedia saat ini. Instrumen
investasi di sektor infrastruktur yang dapat dengan mudah tersedia saat ini adalah
saham-saham emiten yang menjalankan bidang usaha infrastruktur seperti:
jaringan telekomunikasi (TLKM, ISAT), sarana transportasi (JSMR, META),
distribusi migas (PGAS, AKRA); beserta sektor penunjang infrastruktur seperti:
konstruksi (ADHI, PTPP, WIKA), semen (SMGR, SMCB), dan alat berat
(UNTR). Keuntungan bagi Investor yang berinvestasi melalui instrumen saham di
Bursa Efek Indonesia adalah: 1) likuiditas, seperti yang telah dibahas, dan 2)
pengawasan dari berbagai pihak. Terkait dengan keuntungan kedua di atas,
pengawasan bukan berarti tidak akan terjadi risiko penurunan harga karena
dicegah oleh pihak yang mengawasi. Namun, pengawasan yang dimaksud adalah
dipenuhinya sejumlah persyaratan tertentu untuk menjadi perusahaan tercatat di
Bursa Efek dan juga terjaganya kepatuhan (compliance) dari kewajiban-kewajiban
lanjutan perusahaan tercatat, seperti melaporkan kondisi keuangan secara periodik
kepada otoritas pasar modal dan kalangan umum. Sampai dengan terwujudnya
antusiasme dana jangka panjang untuk berpartisipasi langsung dalam
pembangunan infrastruktur di Indonesia, maka langkah terbaik selanjutnya adalah
menyediakan sarana investasi bagi dana jangka panjang untuk mulai masuk ke
dalam sektor infrastruktur.
Perbaikan Kondisi Infrastruktur
Terkait perbaikan kondisi infrastruktur, selama ini kendala yang dihadapi adalah
masalah pendanaan dan permasalahan hukum. Alokasi belanja Pemerintah untuk
pembangunan infrastruktur Pemerintah dalam delapan tahun terakhir rata-rata
hanya sekitar 1,6% PDB (Grafik). Rasio ini relatif rendah jika dibandingkan
dengan negara lain seperti China dan India, yang masing-masing mencapai 5,3%
dan 7,3% dari PDB.

Upaya pembenahan kondisi infrastruktur disadari peran penting dalam


mengurangikesenjangan pendapatan dan dampak jangka panjangnya bagi PDB
per kapita.5 Perbaikan infrastruktur memiliki kontribusi dalam meningkatkan
produktivitas dan diharapkan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi dalam
jangka panjang. Merujuk pada publikasi World Development Report (World
Bank, 1994), infrastruktur berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi di mana pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dijumpai pada wilayah
dengan tingkat ketersediaan infrastruktur yang mencukupi. Identifikasi terhadap
program pembangunan infrastruktur di beberapa negara menyimpulkan bahwa
pada umumnya program ditargetkan dalam jangka menengah dengan fokus pada
peningkatan kebutuhan dasar dan konektivitas manusia, mulai dari air, listrik,
energi, hingga transportasi (jalan raya, kereta api, pelabuhan, dan bandara). Weil
(2009) juga menyatakan bahwa disparitas ketersediaan kapital fisik dan human
capital berperan dalam menjelaskan adanya perbedaan pertumbuhan ekonomi
antar negara.
Di Indonesia, banyak penelitian yang mendalami pengaruh infrastruktur terhadap
perekonomian dengan hasil yang bervariasi. Sibrani (2002) menemukan bahwa
infrastruktur, dalam hal ini listrik dan pendidikan, memberikan pengaruh yang
positif dan signifikan pada pendapatan per kapita masyarakat Indonesia,
sedangkan variabel jalan dan telepon tidak signifikan. Kebijakan pembangunan
infrastruktur yang terpusat di Jawa dan Indonesia bagian barat menimbulkan
disparitas pendapatan per kapita masing-masing daerah di Indonesia, terutama di
Kawasan Indonesia Timur. Lebih lanjut, Yanuar (2006) dengan menggunakan
data panel 26 provinsi menunjukkan bahwa modal fisik, infrastruktur jalan,
telepon, kesehatan, dan pendidikan memberikan pengaruh positif pada output
perekonomian. Sementara itu, Prasetyo (2008) menyimpulkan bahwa listrik,
panjang jalan, stok modal, dan otoritas daerah berpengaruh positif terhadap
pembangunan ekonomi Kawasan Indonesia Barat, sementara variabel air bersih
tidak signifikan. Penelitian oleh Prasetyo dan Firdaus (2009) menyimpulkan
bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dipengaruhi oleh ketersediaan
infrastruktur, di antaranya elektrifikasi, jalan beraspal, dan air bersih.
KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai