GEOTEKNIK
a. Geometri Lereng
Geometri lereng yang perlu diketahui adalah :
1. Orientasi lereng (jurus/kemiringan)
2. Tinggi dan kemiringan lereng (tiap jenjang maupun total)
3. Lebar jenjang (berm)
b. Struktur Batuan
Struktur batuan yang mempengaruhi kemantapan suatu lereng adalah adanya bidang
bidang lemah, bidang-bidang sesar, perlapisan dan rekahan.
c. Sifat Fisik
Sifat fisik batuan yang diperlukan sebagai dasar analisis kemantapan lereng adalah :
1. Bobot isi batuan
2. Porositas batuan
3. Kandungan air dalam batuan
d. Sifat Mekanik
Sifat mekanik yang diperlukan diantaranya adalah kuat tekan dan kuat tarik batuan
untuk memperoleh nilai kohesi, sudut geser dalam, poisson ratio, dan modulus
elastisitas.
Tegangan geser
Kohesi C
Tegangan normal
Gambar 3.1
Hubungan antara tegangan geser dan tegangan normal
Gambaran secara grafik ini menjelaskan secara sederhana tentang suatu perconto
batuan yang mengandung bidang diskontinyu dan kemudian padanya bekerja tegangan
geser dan tegangan normal sehingga akan menyebabkan batuan tersebut retak pada
bidang diskontinyu dan mengalami geseran. Tegangan geser yang dibutuhkan sehingga
batuan tersebut retak dan bergeser, akan bertambah sesuai pertambahan tegangan
normal. Pada grafik hal ini berhubungan secara linier membentuk suatu garis yang
membentuk sudut sebesar terhadap horizontal. Sudut inilah yang dinamakan sudut
geser dalam. Bila tegangan normal dibuat nol dan kemudian batuan diberikan tegangan
tegangan geser yang dibutuhkan pada saat batuan mulai retak adalah merupakan harga
kohesi (C) dari batuan tersebut.
Hubungan antara tegangan geser () dan tegangan normal () dapat dinyatakan
sebagai berikut :
= C + tan ..................................................................................(4.1)
R
W Sin
W W Cos
Gambar 3.2
Kesetimbangan benda diatas bidang miring
Gaya berat yang mempunyai arah vertikal dapat diuraikan pada arah sejajar dan
tagak lurus bidang miring. Komponen gaya berat yang sejajar bidang miring dan yang
cenderung menyebabkan benda untuk menggelincir adalah W sin . Sedangkan
komponen gaya tegak lurus bidang dan merupakan gaya yang menahan benda untuk
menggelincir adalah W cos atau gaya normal. Kemudian tegangan normal dapat
diberikan sebagai berikut :
( W . cos )
.................................................................................(4.2)
A
A = Luas dasar benda
Diasumsikan bahwa tegangan geser didefinisikan oleh persamaan (4.1) dan
disubstitusikan tegangan normal dari persamaan (3.2), dihasilkan sebagai berikut :
W . cos
c . tan
A
atau R = cA + W . cos . Tan .............................................................(4.3)
dengan : R = . A adalah gaya geser yang menahan benda tergelincir ke bawah.
Benda dalam kondisi batas kesimbangan apabila gaya yang menyebabkan benda
tergelincir tepat sama dengan gaya yang menahan benda atau dapat dinyatakan sebagai
berikut :
W Sin = c. A + ( W Cos ) Tan .....................................................(4.4)
Bila nilai kohesi (c) = 0, kondisi batas keseimbangan dapat dinyatakan :
= .............................................................................................(4.5)
yang dapat diturunkan dari persamaan (4.4).
Gambar 3.3
Bejana Terisi Air Diatas Bidang Miring 2)
Menurut persamaan (4.5) = , bejana dan isinya akan mulai tergelincir pada saat
1 = . Dasar bejana kini dilubangi sehingga air dapat masuk ke celah antara dasar
bejana dan bidang miring memberikan tekanan air sebesar u atau gaya angkat U = u.A,
dengan A luas dasar bejana.
Gaya normal W cos 2 sekarang dikurangi oleh gaya angkat U, dan besarnya gaya
yang menahan gelincir adalah :
R = ( W cos 2 U ) Tan .......................................................................(4.6)
Seandainya berat per unit volume dari bejana yang berisi air adalah t, dan berat per
unit volume air adalah w, maka W = t.h.A dan U = w.hw.A, dimana h dan hw adalah
seperti tertera pada Gambar 4.4.
Besarnya hw = h . cos 2 dan
U = (w/t).W cos 2 .............................................................................(4.7)
Substitusikan ke persamaan (6) didapat :
R = W cos 2 (1 - w/t) tan ...............................................................(4.8)
Dan kondisi batas kesetimbangan yang terdefinisi pada persamaan (4.4) menjadi :
Tan 2 = (1 - w/t) tan ......................................................................(4.9)
Gambar 3.4
Takanan Air Pada Celah Antara Bejana dan Bidang Miring 2)
Misal sudut geser antara muka bejana / bidang miring antara 30, sebelum bocor
bejana akan tergelincir pada kemiringan bidang 1 = 30 (dari persamaan (4.5)). Tau
bejana bocor akan tergelincir pada kemiringan kecil, disebabkan adanya gaya U yang
mengurangi gaya normal sehingga mengurangi gaya yang menahan bejana untuk
tergelincir. Berat total bejana dan air hanya sedikit lebih besar dari berat air. Misal w /
t = 0,9 dan = 30. Persamaan (4.9) memperlihatkan bahwa bejana bocor akan
tergelincir ketika bidang miring pada 2 = 3 18.
Gambar 3.5
Tegangan Efektif
3.5.4 Pengaruh Tekanan Air Pada Rekahan Tarik
Perhatikan suatu kasus, dari blok dalam keadaan setimbang yang terletak pada
bidang miring, tatapi dalam hal ini, dianggap bahwa blok terpisah oleh suatu retakan
tarik yang terisi oleh air. Tekanan air dalam retakan tarik bertambah secara linear dengan
kedalaman dan gaya total V, karena bekerjanya tekanan air ini pada muka samping dari
blok, yang bekerja turun bidang miring.
Gambar 3.6
Pengaruh Tekanan Air pada Tension Crack 2)
Anggap bahwa tekanan air diteruskan memotong bidang singgung dari retakan tarik
dan dasar dari blok, tekanan air terdistribusi sepanjang dasar blok. Hasil distribusi
tekanan air dalam bentuk gaya angkat U yang mengurangi gaya normal yang bekerja
tegak lurus permukaan tersebut.
Kondisi keseimbangan batas terhadap blok yang terkena gaya air V dan U, yang
sebagai tambahan dari beratnya sendiri, ditentukan oleh :
W Sin + V = c A + (W Cos U) Tan ..................................................(4.11)
Dari persamaan tersebut terlihat bahwa gaya gangguan cenderung menyebabkan
longsoran ke bawah bidang bertambah dan gaya geser penahan longsoran berkurang dan
oleh karena itu, U dan V keduanya menyebebkan berkurangnya kestabilan. Meskipun
tekanan air yang terlibat relatif kecil, tekanan tersebut bekerja pada area yang sangat
luas, dan oleh karena itu gaya air dapat menjadi sangat besar. Dalam beberapa contoh
praktis yang dibicarakan pada bab selanjutnya, adanya air dalam lereng memberikan
timbulnya gaya angkat dan gaya air dalam retakan tarik yang didapatkan menjadi
pertimbangan dalam mengendalikan kestabilan lereng.
3.5.5 Perkuatan Untuk mencegah Longsoran
Salah satu cara untuk menstabilkan blok terhadap longsoran adalah dengan cara
memasang baut batuan. Perhatikan blok terletak pada bidang miring dan mengalami
gaya angkat U dan gaya V karena tekanan air dalam retakan tarik. Suatu baut batuan
ditegangkan dengan beban T dipasang pada sudut terhadap bidang miring. Komponen
gaya T yang sejajar bidang adalah T Cos dan komponen gaya T yang tegak lurus
bidang adalah T sin . Kondisi kesetimbangan batasnya adalah :
W Sin + V T Cos = c A + (W Cos U + T Sin ) Tan ......................(4.12)
Persamaan tersebut memperlihatkan bahwa tegangan baut mengurangi gaya
penggerak lonsoran dan menambah gaya normal dan karena itu ketahanan geser antara
dasar blok dan bidang miring bertambah.
Gambar 3.7
Jenis-Jenis Longsoran
Longsoran pada kegiatan pertambangan secara umum diklasifikasikan menjadi
empat bagian, yaitu : longsoran bidang (plane failure), longsoran guling (toppling
failure), longsoran busur (circular failure), dan longsoran baji (wedge failure)
Longsoran bidang merupakan suatu longsoran batuan yang terjadi disepanjang
bidangluncur yang dianggap rata. Bidang luncur tersebut dapat berupa rekahan,
sesar maupun bidang perlapisan batuan.
Syarat-syarat terjadinya longsoran bidang adalah berikut :
- Bidang luncur mempunyai arah yang tidak berbentuk lingkaran.
- Jejak bagian bawah bidang lemah yang menjadi bidang luncur dapat dilihat
di muka lereng, dengan kata lain kemiringan bidang gelincir lebih kecil dari
kemiringan lereng.
- Kemiringan bidang luncur lebih besar dari pada sudut geser dalamnya.
- Terdapat bidang bebas pada kedua sisi longsoran.
Gambar 3.8
Longsoran Bidang
Longsoran Busur
c. Longsoran baji
Longsoran baji terjadi apabila terdapat dua bidang lemah atau lebih perpotongan
sedemikian rupa sehingga sehingga membentuk baji terhadap lereng longsoran
baji ini dapat dibedakan menjadi dua tipe longsoran yaitu longsoran tunggal
(single sliding) dan longsoran ganda (double sliding). Untuk longsoran tunggal,
luncuran terjadi pada salah satu bidang, sedangkan untuk longsoran ganda
luncuran terjadi pada perpotongan kedua bidang.
Longsoran baji tersebut akan terjadi bila memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Kemiringan lereng lebih besar daripada kemiringan garis potong kedua
bidang lemah
b. Sudut garis potong kedua bidang lemah lebih besar daripada sudut geser
dalamnya
Gambar 3.11
Longsoran Baji
Sama halnya dengan longsoran bidang, longsoran baji ini juga diakibatkan
oleh adanya struktur geologi yang berkembang. Perbedaannya adalah adanya dua
struktur geologi (dapat sama jenis atau berbeda jenis dan dapat single ataupun set)
yang berkembang dan saling berpotongan Longsoran baji ini terjadi bila dua buah
jurus bidang diskontinue berpotongan dan besar sudut garis potong kedua bidang
tersebut (fi) lebih besar dari sudut geser dalam () dan lebih kecil dari sudut
kemiringan lereng (i).
1. Longsoran sepanjang perpotongan bidang A dan B bisa terjadi bila kemiringan
garis potong ini lebih kecil daripada dip muka lereng, yang diukur sesuai
dengan arah longsoran, yf >yi
2. Longsoran diasumsikan terjadi bila kemiringan garis perpotongan melebihi
sudut gesek dalam, yf > yi > f
C. Uji Triaksial
Hasil uji triaksial konvensional dan multitahap adalah nilai tekanan
pemampatan (3), tegangan aksial (1) saat contoh batuan runtuh dan regangan
aksial (a) contoh batuan. Ketiga data hasil pengujian tersebut kemudian
dianalisis menggunakan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb, Bieniawski dan
Hoek-Brown.
Hasil Uji Triaksial Metode Konvensional dan Multitahap. Menurut Hoek
(2000), untuk menentukan sifat mekanik batuan melalui uji triaksial diperlukan
sekurang-sekurangnya lima contoh batuan. Pada penelitian ini, Untuk menetukan
sifat mekanik batu pasir (sandstone), uji triaksial menggunakan tekanan
pemampatan sebesar 5, 12,5, 19, 25 dan 30 MPa. Pada uji triaksial
konvensional, kelima tekanan pemampatan tersebut dilakukan pada tujuh contoh
batu pasir (stand stone). Pada awalnya uji triaksial konvensional hanya
menggunakan lima contoh batupasir, namun kemudian ditambahkan dua contoh
batu pasir dengan memberikan tekanan pemampatan yang dipilih secara acak
dari tekanan pemampatan pada lima contoh batu pasir sebelumnya. Hasil
pengujian triaksial metode konvensional dapat dilihat dari Tabel 3.7
Tabel 3.6
Hasil Uji Triaksial Konvensional
No Kode contoh 3 (Mpa) 1 (Mpa) E (Gpa) (0)
E= ............................................................................................(3.1)
Keterangan :
3 = Tegangan lateral (Mpa)
1 = Tegangan aksial (MPa)
a = Regangan aksial (%)
Gambar 3.12
Kurva tegangan regangan triaksial konvensional
Triaksial metode multi tahap menggunakan dua contoh batuan Batu pasir
(sand stone) hasil pengujian triaksial metode multitahap dapat dilihat dari Tabel
3.8.
Tabel 3.7
Hasil Uji Triaksial Multitahap
No 3 (Mpa) MS I MS II
cA + W cos p tan
Fk =
W sin p
H
1
2 (H 2
(
x sin f - p ))
A = W =
sin p ( sin p
(
cos 90 - f )) s
Keterangan :
Fk : Faktor keamanan
C : Kohesi
A : Luas permukaan bidang luncur
H : Tinggi lereng
p : Kemiringan bidang luncur
f : Kemiringan lereng
s : densitas batuan jenuh
Inti dari metode ini adalah dengan mengasumsikan bidang longsor rotasi, bidang
longsoran dibagi menjadi beberapa segmen. Sehingga semakin banyak segmen
yang dihitung dan semakin tinggi ketelitiannya. Untuk memperoleh hasil yang
akurat, analisis perhitungan pada lereng total (overall slope), dilakukan terhadap
setiap titik pemboran, disesuaikan dengan kedalaman maksimumnya.
Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam analisis kemantapan lereng
keseluruhan adalah:
1. Analisis kemantapan lereng keseluruhan dilakukan pada tiap lereng pada rencana
desain lereng penambangan.
2. Karakteristik batuan yang digunakan adalah karakteristik hasil uji laboratorium
dari batuan yang dijumpai pada penampang tersebut. Untuk material yang tidak
ada data ujinya, karakteristik material diambil dari material lubang bor lain yang
diperkirakan sama posisinya.
3. Variasi material dalam satu lapisan dianggap homogen dan mempunyai kohesi
dan kekuatan geser puncak (C dan ).
4. Tinggi muka air tanah dianggap mengikuti tinggi permukaan lereng (lereng
dalam keadaan jenuh)N Struktur geologi berupa perlapisan turut diperhitungkan
= 2.5
s = 26.3
f p H A W FK
33 24 4 9.852 2.260 11.058
33 24 5 12.315 3.532 9.069
33 24 6 14.778 5.086 7.740
Muka tanah
Bukaan tambang
Banch
Jenjang
Single slope
Single slope
0
9m
Gambar 3.14
Sistematika bukaan tambang dengan single slop pada penambangan bauksit
PT Tedong Saleko Batu Marupa yang direncanakan