Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada tahun 1990-an komite standar akuntansi internasional (The

International Accounting Standards Committee/IASC) mengembangkan konsep

tentang prinsip-prinsip akuntansi internasional, termasuk pengembangan

akuntansi lingkungan dan audit hak-hak azasi manusia.

Konsep akuntansi lingkungan mulai berkembang sejak tahun 1970-an di

Eropa. Pada pertengahan tahun 1990-an komite standar akuntansi internasional

(The International Accounting Standards Committee/IASC) mengembangkan

konsep tentang prinsip-prinsip akuntansi internasional, termasuk di dalamnya

pengembangan akuntansi lingkungan dan audit hak-hak azasi manusia. Di

samping itu, standar industri juga semakin berkembang dan auditor profesional

seperti the American Institute of Certified Public Auditors (AICPA) mengeluarkan

prinsip-prinsip universal tentang audit lingkungan (environmental audits).

Badan Lingkungan Hidup Jepang (The Environmental Ageency) yang

kemudian berubah menjadi Kementerian Lingkungan Hidup (Ministry of

Environment) mengeluarkan panduan akuntansi lingkungan (environmental

accounting guidelines) pada bulai Mei tahun 2000.Panduan ini kemudian

disempurnakan lagi pada tahun 2002 dan 2005.Semua perusahaan di Jepang

diwajibkan menerapkan akuntansi lingkungan.Perusahaan-perusahaan besar

Jepang mulai menempatkan posisi akuntansi lingkungan (environmental

accounting) sederajat dengan akuntansi keuangan.Kini semakin banyak

perusahaan di Jepang sudah menerapkan akuntansi lingkungan sesuai dengan


peraturan perundangan dan petunjuk yang dikeluarkan oleh Kementerian

Lingkungan Hidup Jepang.

Pentingnya akuntansi lingkungan pada dasarnya menuntut kesadaran

penuh perusahaan-perusahaan maupun organisasi lainnya yang telah mengambil

manfaat dari lingkungan.Penting bagi perusahaan-perusahaan atau organisasi

lainnya agar dapat meningkatkan usaha dalam mempertimbangkan konservasi

lingkungan secara berkelanjutan.

Penggunaan konsep akuntansi lingkungan bagi perusahaan mendorong

kemampuan untuk meminimalisasi persoalan-persoalan lingkungan yang

dihadapinya.Banyak perusahaan besar industri dan jasa yang kini menerapkan

akuntansi lingkungan.Tujuannya adalah meningkatkan efisiensi pengelolaan

lingkungan dengan melakukan penilaian kegiatan lingkungan dari sudut pandang

biaya (environmental costs) dan manfaat atau efek (economic benefit).

Akuntansi lingkungan diterapkan oleh berbagai perusahaan untuk

menghasilkan penilaian kuantitatif tentang biaya dan dampak perlindungan

lingkungan (environmental protection). Beberapa alasan kenapa perusahaan perlu

untuk mempertimbangkan untuk mengadopsi akuntansi lingkungan sebagai

bagian dari sistem akuntansi perusahaan, antara lain: memungkinkan untuk

mengurangi dan menghapus biaya-biaya lingkungan, memperbaiki kinerja

lingkungan perusahaan yang selama ini mungkin mempunyai dampak negatif

terhadap kesehatan manusia dan keberhasilan bisnis perusahaan, diharapkan

menghasilkan biaya atau harga yang lebih akurat terhadap produk dari proses

lingkungan yang diinginkan dan memungkinkan pemenuhan kebutuhan pelanggan

yang mengharapkan produk/jasa lingkungan yang lebih bersahabat.

Tujuan dari akuntansi lingkungan sebagai sebuah alat manajemen

lingkungan dan sebagai alat komunikasi dengan masyarakat adalah untuk

meningkatkan jumlah informasi relevan yang dibuat bagi mereka yang


memerlukan atau dapat menggunakannya. Guna mencapai keberhasilan dalam

penerapan akuntansi lingkungan, maka pertama dan utama sekali yang perlu

diperhatikan manajemen perusahaan adalah adanya kesesuaian antara evaluasi

yang dibuat perusahaan terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan. Langkah

kedua, menentukan apa yang menjadi target perusahaan dengan cara

mengidentifikasi faktor-faktor utama yang berdampak pada lingkungan

perusahaan serta menyusun suatu perencanaan untuk mengurangi dampak

lingkungan. Langkah ketiga, memilih alat ukur yang sesuai dalam menentukan

persoalan lingkungan.Langkah keempat, melakukan penilaian administrasi untuk

menetapkan target di masing-masing segmen.Langkah kelima, menghasilkan

segmen akuntansi untuk mengukur masing-masing divisi perusahaan.Langkah

keenam, melakukan pengujian dimasing-masing devisi. Langkah terakhir adalah

melakukan telaah kinerja.Pada telaah kinerja diharapkan dapat menghasilkan

segmen akuntansi yang dapat mendukung prestasi manajemen lingkungan

dimasing-masing divisi.

Akuntansi Lingkungan (Environmental Accounting atau EA) merupakan

istilah yang berkaitan dengan dimasukkannya biaya lingkungan (environmental

costs) ke dalam praktek akuntansi perusahaan atau lembaga pemerintah.Biaya

lingkungan adalah dampak yang timbul dari sisi keuangan mampun non-keuangan

yang harus dipikul sebagai akibat dari kegiatan yang mempengaruhi kualitas

lingkungan.

Menurut Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat atau United

States Environment Protection Agency (US EPA) akuntansi lingkungan adalah:

Fungsi penting akuntansi lingkungan adalah untuk menyajikan biaya-

biaya lingkungan bagi para stakeholders perusahaan, yang mampu

mendorong pengidentifikasian cara-cara mengurangi atau menghindari


biaya-biaya ketika pada waktu yang bersamaan, perusahaan sedang

memperbaiki kualitas lingkungan.

Ada beberapa fenomena yang terjadi di Indonesia tentang masalah

akuntansi lingkungan,salah satu yang tejadi di PT.Swasstisiddhi Amagra, PT

ini bergerak dalam bidang perkebunan kelapa sawit, seperti yang kita ketahui,

kelapa sawit banyak menimbulkan dampak negative yang akan muncul di

beberapa tahun yang akan datang, mulai dari proses pembukuan lahan, proses

penanaman, proses produksi, dan semua proses tersebut mengakibatkan

dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat sekitar perusahaan. Dalam

menanggapi hal tersebut, pastinya PT. Swasstisiddhi Amagra sudah

menyediakan akuntansi lingkungan sebagai sebuah penyelesaian atau solusi

untuk mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan akibat perusahaan tersebut

didirikan. Dengan mengelola anggaran perusahaan, perusahaan bisa

mengetahui keuntungan atau modal dari perusahaan yang bias digunakan

untuk mengganti atau membayar biaya lingkungan. Maka dari itu, perusahaan

harus bisa memutar otak untuk menyeimbangkan biaya lingkungan yang

relatif besar nominalnya dengan keuntungan atau modal perusahaan, agar

perusahaan bisa membayar biaya lingkungan dan perusahaan yang dijalankan

tidak mengalami kebangkrutan ataupun mengalami konflik terhadap

masyarakat yang merasa dirugikan (Kompasiana, 2017).

Mengingat pentingnya peran akuntansi lingkungan tersebut maka diperlukan

kajian yang lebih lanjut terhadap masalah tersebut, maka dilakukannya

pemahaman/pembelajaran yang dilakukan mahasiswa pada pengembangan

matakuliah akuntansi lingkungan.Menurut Slameto (2010: 102),Persepsiadalah

prosesyang menyangkutmasuknya pesanatauinformasike dalamotakmanusia.

Melalui persepsi, manusia terus menerus mengadakan hubungan dengan

lingkungannya.Hubungan ini dilakukandenganinderanya, yaituindera


penglihat,pendengaran,peraba,perasa,danpencium.

Penelitian ini mengacu pada penelitian Das, Sen dan Pattanayak pada tahun

2014 yang melakukan penelitian di India yang menguji penilaian presepsi

mahasiswa terhadap pengembangan matakuliah akuntansi lingkungan. Hasil dari

penelitian tersebut membuktikan bahwa ada perbedaan positif persepsi

mahasiswa terhadap tingkat pengetahuan terkait praktik pelaporan lingkungan.

Dilatar belakangi hal-hal yang telah dipaparkan diatas, maka penulis tertarik

untuk membahas lebih lanjut mengenai akuntansi lingkungan dengan judul

Persepsi Mahasiswa Terhadap Pengembangan Matakuliah Akuntansi

Lingkungan

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan diatas, maka

rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana persepsi mahasiswa memahami

mengenai pengembangan matakuliah Akuntansi Lingungan?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tujuan penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui bagaimana memahami matakuliah Akuntansi Lingkungan.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi dan

tambahan wawasan tentang persepsi mahasiswa akuntansi,terhadap

matakuliah akuntansi lingkungan.

2. Manfaat Praktisi
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan bagi penelitian

serupa di masa yang akan datang. Bagi pihak kampus, penelitian ini bisa

dijadikan bahan untuk memperkenalkan akuntansi lingkungan kepada

mahasiswa agar dapat mengetahui manfaat dari akuntansi lingkungan.

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Agar penelitian ini menjadi terurah dan tidak menyimpang dari tujuan

yang ingin dicapai maka penelitian ini dilakukan di lingkup terbatas yaitu jurusan

S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bengkulu, yang mejadi

informan ialah mahasiswa semester 3.Penelitian ini hanya terbatas pada masalah

yang berkaitan dengan persepsi mahasiswa mengenai pengembangan matakuliah

Akuntansi Lingkungan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Akuntansi Lingkungan

2.1.1 Pengertian Akuntansi Lingkungan

Akuntansi pada mulanya diartikan hanya sekedar prosedur pemrosessan

data keuangan. Pengertian ini dapat ditemukan dalam Accounting Terminology

Bulletin yang diterbitkan oleh AICPA (American Institute of Certified Public

Accounting). Dalam Accounting Terminology Bulletin no.1 dinyatakan sebagai

berikut :

Accounting is the art of Recording, classifying and summarizing in a

significant manner and in the term of money, transaction and even

which are and part, at least of financial character and interpreting the

result there of.

Artinya :Akuntansi adalah seni pencatatan, pengelompokan, pengikhtisaran

menurut cara yang berarti dan dinyatakan dalam nilai mata uang,semua transaksi

serta kejadian yang sedikit-sedikit bersifat finansial dan dari catatan itu dapat

ditafsirkan hasilnya. (AICPA, 1998)

Sedangkan menurut Soemarso (2004:14) akuntansi didefenisikan sebagai

berikut :Akuntansi adalah suatu disiplin yang menyediakan informasi penting

sehingga memungkinkan adanya pelaksanaan dan penilaian jalannya perusahaan

secara efisien. Akuntansi dapat juga didefenisikan, mengukur dan melaporkan

informasi ekonomi untuk memungkinkan adanya penilaian keputusan yang jelas

dan tegas bagi mereka yang menggunakan informasi tersebut.


Menurut Ahmed Belkaoli dalam Revrisond Baswir (1999:4) setelah

melakukan proses pencatatan, penggolongan, serta peringkasan transaksi, proses

berikutnya adalah melaporkan hasil transaksi-transaksi keuangan dalam bentuk

laporan keuangan.

Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa akuntansi adalah

sebuah seni untuk merekam, mengklarifikasikan, dan menjumlahkan nilai dari

sebuah transaksi yang dilakukan oleh perusahaan sebagai bagian dari pertanggung

jawaban keuangan yang kemudian disajikan dalam bentuk yang sistematis.

Pada perkembangannya, akuntansi tidak hanya sebatas proses pertanggung

jawaban keuangan namun juga mulai merambah ke wilayah pertanggung jawaban

social lingkungan sebagai ilmu akuntansi yang relatif baru. Menurut Arfan Ikhsan

(2008:14) Akuntansi lingkungan didefinisikan sebagai pencegahan, pengurangan,

dan atau penghindaran dampak terhadap lingkungan, bergerak dari beberapa

kesempatan, dimulai dari perbaikan kembali kejadian-kejadian yang menimbulkan

bencana atas kegiatan-kegiatan tersebut.

Dalam hal ini, pencemaran dan limbah produksi merupakan salah satu

contoh dampak negative dari operasional perusahaan yang memerlukan

pengidentifikasian, pengukuran, penyajian, pengungkapan, dan pelaporan biaya

pengelolaan limbah dari hasil kegiatan operasional perusahaan.

Menurut Djodgo (2002) menjelaskan bahwa akuntansi lingkungan adalah

istilah yang berkaitan dengan dimasukkannya biaya lingkungan (environmental

cost) ke dalam praktek akuntansi perusahaan atau lembaga pemerintah.

Sedangkan menurut Helvegia (2001) menyatakan bahwa :

Environmental accounting shows the real cost of the input and

business processes as well as ensure cost efficiency, but it also can

be used to measure the cost of quality and service. The ultimate


goal is compliance with environmental protection legislation to

find efficiencies that reduce costs and environmental impact.

Menurut Hadisatmoko (2002:20) Pertanggungjawaban penggunaan biaya

lingkungan yang dimasukkan dalam pos yang tidak secara detail dapat

mengungkap pengidentifikasian, pengklasifikasian, pengukuran, penilaian, dan

pelaporan penggunaan biaya tersebut menjadi bias.

Secara praktis, pengalokasian tersebut tidak bermasalah pada

penanggulangan dampak negatif tersebut, namun secara akuntansi pengalokasian

biaya yang tidak dilakukan secara sistematis dengan metode penjelasan alokasi

biaya tersebut dapat mengurangi akuntabilitas perusahaan yang bersangkutan.

2.1.2 Biaya-biaya yang terdapat Dalam Akuntansi Lingkungan

Menurut irawan (2001) dalam situs lintas ekonomi menyatakan bahwa

biaya lingkungan dapat diartikan sebagai biaya yang muncul dalam usaha

mencapai tujuan seperti pengurangan biaya lingkungan yang meningkatkan

pendapatan, meningkatkan kinerja lingkungan yang perlu dipertimbangkan saat

ini dan yang akan datang.

Menurut Arfan Ikhsan (2008:35) Biaya lingkungan pada dasarnya

berhubungan dengan biaya produk, proses, system atau fasilitas penting untuk

pengambilan keputusan manajemen yang lebih baik. Sedangkan menurut

Susenohaji (2003:40) biaya lingkungan adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan

berhubungan dengan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dan perlindungan

yang dilakukan. Biaya lingkungan mencakup baik biaya internal (berhubungan

dengan pengurangan proses produksi untuk mengurangi dampak lingkungan )

maupun eksternal:

1. Biaya pemeliharaan dan penggantian dampak akibat limbah dan gas

buangan (waste and emission treatment), yaitu biaya yang dikeluarkan


untuk memelihara , memperbaiki, mengganti kerusakan llingkungan yang

diakibatkan oleh limbah atau kegiatan perusahaan.

2. Biaya pencegahan dan pengelolaan lingkungan (prevention and

environmental management) adalah biaya yang dikeluarkan untuk

pencegahan dan pengelolaan untuk menghindari kerusakan lingkungan.

3. Biaya pembelian bahan untuk bukan hasil produksi (material purchase

value of non-product) merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli

bahan yang bukan hasil produksi dalam rangka pencegahan dan

pengurangan dampak limbah dari bahan baku produksi.

4. Biaya pengelolaan untuk produk (processing cost of non-product output)

ialah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk pengolahaan bahan yang

bukan hasil produk.

5. Penghematan biaya lingkungan (environmental revenue) merupakan

penghematan biaya atau penambahan penghasilan perusahaan sebagai

akibat dari pengelolaan lingkungan.

Menurut Hansen mowen dalam Deni Arnos K (2007:72) menyebutkan

bahwa biaya lingkungan dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori : biaya

pencegahan (prevention cost), biaya deteksi (detection cost), biaya kegagalan

internal (internal failure cost), dan biaya kegagalan eksternal (external failure

cost).

2.1.4 Tahap-tahap Perlakuan Alokasi Biaya Lingkungan

Sebelum mengalokasikan pembiayaan untuk pengelolaan dampak

lingkungan seperti pengelolaan limbah, pencemaran lingkungan, dan efek social

masyarakat lainnya, perusahaan perlu merencanakan tahap pencatatan biaya

tersebut. Tahap-tahap ini dilakukan dalam rangka agar pengalokasian anggaran

yang telah dipersiapkan untuk satu tahun periode akuntansi tersebut dapat
diterapkan secara tepat dan efisien. Menurut Munn (1999) mengungkapkan bahwa

The recording of financing to manage the waste removed from the

rest of the production phase of a business are allocated in a

particular stage of each phase requires that the cost can be justified,

stage and stage recording it can be done before the EMA in

accordance with current accounting of the production process of the

company.

Richard Kingstone (2003) dalam situs berita di Amerika Serikat

menyatakan bahwa pencatatan untuk mengelola segala macam yang berkaitan

dengan limbah sebuah perusahaan didahului dengan perencanaan yang akan

dikelompokkan dalam pos-pos tertentu sehingga dapat diketahui kebutuhan riil

setiap tahunnya. Menurut Murni (2001) pengelompokkan dalam tahap analisis

lingkungan antara lain sebagai berikut :

1. Identifikasi

Pertama kali perusahaan hendak menentukan biaya untuk pengelolaan

biaya penanggulangan externality yang mungkin terjadi dalam

kegiatan operasional usahanya adalah dengan mengidentifikasi

dampak-dampak negative tersebut.

2. Pengakuan

Elemen-elemen tersebut yang telah diidentifikasikan selanjutnya

diakui sebagai rekening dan disebutkan sebagai biaya pada saat

menerima manfaat dari sejumlah nilai yang telah dikeluarkan untuk

pembiayaan lingkungan tersebut. Pengakuan biaya-biaya dalam

rekening ini dilakukan pada saat menerima manfaat dari sejumlah nilai

yang telah dikeluarkan sebab saat menerima manfaat dari sejumlah

nilai yang telah dikeluarkan sebab pada saat sebelum niali atau jumlah
itu dialokasikan tidak dapat disebut sebagai biaya sehingga pengakuan

sebagai biaya dilakukan pada saat sejumlah nilai dibayarkan untuk

pembiayaan pengelolaan lingkungan.

3. Pengukuran

Perusahaan pada umumnya mengukur jumlah dan nilai atas biaya-

biaya yang dikeluarkan untuk pengelolaan lingkungan tersebut dalam

satuan moneter yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengukuran nilai

dan jumlah biaya yang akan dikeluarkan ini dapat dilakukan dengan

mengacu pada realisasi biaya yang telah dikeluarkan pada periode

sebelumnya, sehingga akan diperoleh jumlah dan nilai yang tepat

sesuai kebutuhan riil setiap periode. Dalam hal ini, pengukuran yang

akan dilakukan untuk menentukan kebutuhan pengalokasian tersebut

sesuai dengan kondisi perusahaan yang beersangkutan sebab masing-

masing perusahaan memiliki standar pengukuran jumlah dan nilai yang

berbeda-beda.

4. Penyajian

Biaya yang timbul dalam pengelolaan lingkungan ini disajikan

bersama-sama dengan biaya-biaya unit lain yang sejenis dalam sub-sub

biaya administrasi dan umum. Penyajian biaya lingkungan ini didalam

laporan keuangan dapat dilakukan dengan nama rekening yang

berbeda-beda sebab tidak ada ketentuan yang baku untuk nama

rekening yang memuat alokasi pembiayaan lingkungan perusahaan

tersebut.

5. Pengungkapan

Pada umumnya, akuntan akan mencatat biaya-biaya tambahan ini

dalam akuntansi konvensional sebagai biaya overhead yang berarti

belum dilakukan spesialisasi rekening untuk pos biaya lingkungan.


Akuntansi lingkungan menuntut adanya alokasi pos khusus dalam

pencatatan rekening pada laporan keuangan yang dibuat oleh

perusahaan sehingga dalam pelaporan akuntansi keuangan akan

muncul bahwa pertanggungjawaban sosial yang dilakukan oleh

perusahaan tidak sebatas pada retorika namun telah sesuai praktis

didalam pengelolaan sisa hasil operasional perusahaan.

Sistem akuntansi lingkungan dalam melakukan pencatatan

memerlukan kamar tersendiri dalam neraca setiap tahunnya. Menurut Munn

(1999:74) menyebutkan :

costs are recorded in the journal descriptors can be interpreted

that the costs previously recorded in the combined postalmail as

common or overhead costs need to be made a special post that lists the

specific cost allocation for management eksternality as the rest of the

business operating resuts.

Sedangkan menurut Purnomo (2000:22) menyebutkan bahwa :

Kemungkinan untuk memuat seluruh biaya yang telah dikeluarkan dalam pos

khusus menjadi sebuah neraca khusu tetap ada, namun meski demikian minimal

dalam sebuah laporan keuangan adanya rekening khusus yang dapat menjelaskan

alokasi biaya lingkungan tersebut menjadi satu kesatuan pos rekening laporan

keuangan yang utuh dan secara rinci pengeluaran biaya tersebut sejak awal

perencanaan proses akuntansi lingkungan sampai pada saat penyajian pemakaian

biaya tersebut

2.15 Fungsi dan Peran Akuntansi Lingkungan

Menurut Arfan Ikhsan (2008:18) Fungsi dan peran akuntansi lingkungan

dibagi ke dalam dua bentuk. Fungsi internal dan fungsi eksternal.

1. Fungsi Internal
Fungsi internal merupakan fungsi yang berkaitan dengan pihak internal

perusahaan itu sendiri.Pihak internal adalah pihak yang menyelenggarakan

usaha, seperti rumah tangga konsumen dan rumah tangga produksi

maupun jasa lainnya. Adapun yang menjadi aktor dan faktor dominan pada

fungsi internal ini adalah pimpinan perusahaan. Sebab pimpinan

perusahaan merupakan orang yang bertanggungjawab dalam pengambilan

keputusan maupun penentuan setiap kebijakan internal perusahaan.

Sebagaimana hanya dengan sistem informasi lingkungan perusahaan,

fungsi internal memungkinkan untuk mengukur biaya konservasi

lingkungan dan menganalisis biaya dari kegiatan-kegiatan konservasi

lingkungan yang efektif dan efisien serta sesuai dengan pengambilan

keputusan. Dalam fungsi internal ini diharapkan akuntansi lingkungan

berfungsi sebagai alat manajemen bisnis yang dapat digunakan oleh

manajer ketika berhubungan dengan unit-unit bisnis.

2. Fungsi Eksternal

Fungsi Eksternal merupakan fungsi yang berkaitan dengan aspek

pelaporan keuangan.SFAC No. 1 menjelaskan bahwa pelaporan keuangan

memberikan informasi yang bermanfaat bagi investor dan kreditor, dan

pemakai lainnya dalammengambil keputusan investasi, kredit dan yang

serupa secara rasional. Informasi tersebut harus bersifat komprehensif bagi

mereka yang memiliki pemahaman yang rasional tentang kegiatan bisnis

dan ekonomis dan memiliki kemauan untuk mempelajari informasi dengan

cara yang rasional.

Pada fungsi ini faktor penting yang perlu diperhatikan perusahaan adalah

pengungkapan hasil dari kegiatan konservasi lingkungan dalam bentuk data

akuntansi.Informasi yang diungkapkan mereka hasil yang diukur secara kuantitatif

dari kegiatan konservasi lingkungan. Termasuk didalamnya adalah informasi


tentang sumber-sumber ekonomi suatu perusahaan, klaim terhadap sumber-

sumber tersebut (kewajiban suatu perusahaan untuk menyerahkan sumber-sumber

pada entitas lain atau pemilik modal), dan pengaruh transaksi,peristiwa, dan

kondisi yang mengubah sumber-sumber ekonomi dan klaim terhadap sumber

tersebut.

Fungsi eksternal memberi kewenangan bagi perusahaan untuk

mempengaruhi pengambilan keputusan stakeholders, seperti pelanggan, rekan

bisnis, investor, penduduk lokal maupun bagian administrasi. Oleh karena itu,

perusahaan harus memberikan informasi tentang bagaimana manajemen

perusahaan mempertanggung jawabkan pengelolaan kepada pemilik atas

pemakaian sumber ekonomi yang dipercayakan kepadanya. Diharapkan dengan

publikasi hasil akuntansi lingkungan akan berfungsi dan berarti bagi perusahaan-

perusahaan dalam memenuhi pertanggungjawaban serta transparansi mereka bagi

para stakeholders yang secara simultan sangat berarti untuk kepastian evaluasi

dari kegiatan konservasi lingkungan.

2.1.5 Pelaporan Akuntansi Lingkungan

Menurut Hansen Mowen dalam Deni Arnos Kwari (2007:74) pelaporan

akuntansi lingkungan adalah penting jika sebuah organisasi serius untuk

memperbaiki kinerja lingkungannya dan mengendalikan biaya lingkungannya.

Langkah pertama yang baik adalah laporan yang memberikan perincian biaya

lingkungan menurut kategori. Pelaporan biaya lingkungan menurut kategori

memberikan dua hasil yang penting:

1.Dampak biaya lingkungan terhadap profitabilitas perusahaan

2.Jumlah relatif yang dihabiskan untuk setiap kategori

2.16 Pengungkapan Akuntansi Lingkungan

Menurut Arfan Ikhsan (2008:140) pengungkapan dalam akuntansi

lingkungan merupakan jenis pengungkapan sukarela. Pengungkapan akuntansi


lingkungan pada bahasan ini merupakan pengungkapan informasi data akuntansi

lingkungan dari sudut pandang fungsi internal akuntansi lingkungan itu sendiri,

yaitu berupa laporan akuntansi lingkungan. Laporan tersebut harus didasarkan

pada situasi aktual pada suatu perusahaan atau organisasi lainnya. Data aktual

diungkapkan ditentukan oleh perusahaan sendiri atau organisasi lainnya. Oleh

karena itu, diperlukan ketika pengungkapan data eksternal akuntansi lingkungan

untuk mengklarifikasi prasarat dari pengungkapan data, supaya

stakeholdersmemperoleh pemahaman konsisten dari data akuntansi lingkungan.

Adapun dimensi dalam pengungkapan data akuntansi lingkungan dalam hal

meliputi:

1. Proses dan hasil kegiatan konservasi lingkungan

2. Item-item yang membentuk dasar akuntansi lingkungan

3. Hasil yang dikumpulkan dari akuntansi lingkungan

2.2 Persepsi

2.2.1 Defenisi Persepsi

Sensasi yang ditransmisikan ke otak adalah bentuk mentah dari energy

yang harus diiterpretasi dan diorganisasi melalui sebuah yang disebut persepsi

(Lahey, 2007). Atkinson (2000) mendefinisikan persepsi sebagai proses

pengorganisasian dan penafsiran stimulus dalam lingkungan dan menyangkut

penilaian yang dilakukan individu baik positif maupun negatif terhadap suatu

benda, manusia, atau kejadian. Menurut Slameto (2010: 102), Persepsi adalah

proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia.

Melalui persepsi, manusia terus menerus mengadakan hubungan dengan

lingkungannya. Hubungan ini dilakukan dengan inderanya, yaitu indera penglihat,

pendengaran, peraba, perasa, dan pencium.

Sebuah kejadian pada umumnya didefinisikan sebagai peristiwa yang

meliputi ruang dan waktu. Melalui definisi ini, dapat disimpulkan bahwa kejadian
meliputi semua persepsi mengenai gerak, namun persepsi mengenai kejadian

sering kali disebut sebagai event perception, bukan motion perception. Event

perception digunakan untuk menjelaskan persepsi visual dari aliran optik,

pergerakan manusia dan objek yang relatif terhadap lingkungan (Shiffrar, 2005).

Shaw, Flascher & Mace (1995) mendefinisikan event perception sebagai deteksi

dari informasi mengenai gaya dari perubahan yang terjadi pada struktur dalam

ruang dan waktu tertentu. Perbedaan antara event perception dan motion

perception adalah pada motion perception terjadi dalam isolasi, sedangkan event

perception terjadi pada ruang dan waktu.

Berdasarkan theory of unconscious inference yang dicetuskan oleh

Helmholtz, beberapa dari persepsi adalah hasil dari asumsi ketidaksadaran yang

dibuat mengenai lingkungan. Teori ini meliputi prinsip likelihood, yang

mengatakan bahwa individu merasakan objek yang menyebabkan pola stimulis

yang diterima. Proses persepsi dinilai sama dengan proses pemecahan masalah.

Dalam persepsi, masalahnya adalah untuk menentukan objek mana yang

menyebabkan pola tertentu dari stimulus, dan masalah ini diselesaikan dengan

proses dimana pengamat menerapkan pengetahuannya untuk menarik kesimpulan

mengenai apakah objek tersebut (Goldstein, 2011). Dalam penelitian ini, definisi

persepsi yang akan digunakan adalah proses pengorganisasian dan penafsiran

stimulus dalam lingkungan dan menyangkut penilaian yang dilakukan individu

terhadap suatu benda, manusia, atau kejadian.

2.2.2 Aspek persepsi

Ittelson (dalam Carmona dkk, 2003) menyatakan bahwa ada 4 aspek persepsi

yaitu :

a. Kognitif, meliputi berpikir mengenai, mengorganisasi dan menyimpan

informasi.
b. Afektif, perasaan kita yang mempengaruhi bagaimana kita mempersepsi

sesuatu.

c. Interpretatif, sejauhmana individu memaknai sesuatu.

d. Evaluatif, menilai sesuatu sebagai aspek yang baik dan buruk.

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi. Faktor-faktor ini

menyebabkan adanya perbedaan persepsi tiap-tiap individu. Menurut Rookies &

Willson (2000), faktor-faktor tersebut adalah :

a. Usia Kemampuan perseptual berubah dan matang seiring dengan

perkembangan. Secara umum, kemampuan perseptual meningkat dansecara

lebih akurat merepresentasikan dunia fisik, namun ada juga kemampuan

perseptual yang menurun seiring bertambahnya usia. Perbedaan ini dapat

memberikan perubahan dalam dunia persepsi seseorang.

b. Gender Masalah perbedaan gender dalam proses psikologi sangat

kontroversial. Kemampuan yang memiliki perbedaan gender yang konstan

adalah kemampuan visual spasial. Pada kemampuan ini, pria mempunyai

skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita.

c. Kepribadian Orang-orang dengan kepribadian yang berbeda akan bersikap

berbeda dalam berbagai situasi sosial dan mungkin saja memberikan respon

yang berbeda terhadap berbagai informasi.

d. Keadaan psikologis Ada banyak kerusakan fisik yang dapat mempengaruhi

persepsi. Penyakit seperti katarak, agnosia dan prosopagnosia

dapatmengakibatkan kesulitan dalam mempersepsikan sesuatu. Selain

kerusakan dan penyakit, penggunaan obat-obatan baik yang legal maupun

illegal juga dapat mempengaruhi persepsi. Oleh karena itu, mungkin saja

orang yang menggunakan zat tertentu seperti kafein, akan mempunyai

pengalaman perseptual yang berbeda.


e. Perceptual set Set adalah ekspektansi yang dibawa oleh observer ke dalam

situasi perseptual. Latar belakang dan pengalaman kita sepertinya membuat

kita melihat suatu hal dengan cara tertentu, terutama jika stimulus yang

diberikan ambigu. Ada beberapa hal yang mempengaruhi set yaitu motivasi,

konteks, ekpektansi, pengalaman sebelumnya dan emosi. \

f. Budaya Ada aspek dalam lingkungan dan budaya yang membuat individu

mempersepsikan dan mendapatkan pengalaman yang berbeda. Individu yang

dibesarkan dengan pengaruh budaya Barat akan mengenali stimulus visual

tertentu seperti televisi dan film, namun stimulus tersebut akan

membingungkan individu yang dibesarkan dari daerah yang terpencil.

Beberapa studi telah menemukan bukti yang kuat untuk mendukung adanya

pengaruh lingkungan fisik terhadap persepsi individu.

g. Pengetahuan sebelumnya Persepsi bergantung kepada informasi tambahan

yang dimiliki oleh individu. Individu dapat mengenali objek yang berbeda

karena adanyapengetahuan sebelumnya yang dibawa individu ke dalam

situasi tersebut (Goldstein, 2011).

2.2.4 Persepsi Siswa tentang Penggunaan Media Pembelajaran

Media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi dan digunakan

untuk menyampaikan proses pembelajaran (Hujair AH. Sanaky 2009: 4). Azhar

Arsyad, ( 2010: 3) mengemukakan pengertian media pembelajaran merupakan

alat-alat grafis, photografis, atau elektronik untuk menangkap, memproses, dan

menyusun kembali informasi visual atau verbal. Nana Sudjana dan Ahmad Rivai

(2002: 2) mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar

mengajar siswa antara lain: (1) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa

sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar; (2) Bahan pengajaran akan lebih

jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan

memungkinkan siswa menguasai tujuan pembelajaran lebih baik; (3) Metode


mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui

penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak

kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran; dan (4)

Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengar

2.3 Mahasiswa

2.3.1 Pengertian mahasiswa

Secara harfiah, mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi,

baik di universitas, institut, maupun akademi. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia, mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi.

Hurlock (1999) mengkategorikan usia mahasiswa ke dalam masa dewasa

dini. Menurut Hurlock (1999) masa dewasa dini dimulai pada usia 18 tahun

sampai kira-kira usia 40 tahun dimana tugas perkembangan pada masa dewasa

dini salah satunya adalah mencakup pemilihan karir atau mendapatkan suatu

pekerjaan. Pada masa dewasa dini terjadi perubahan nilai dimana banyak nilai

pada masa kanak-kanak dan remaja berubah karena pengalaman dan hubungan

sosial yang lebih luas dengan orang-orang yang berbeda usia.

Berdasarkan definisi yang telah diuraikan di atas, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa mahasiswa merupakan peserta didik yang terdaftar dan belajar

pada perguruan tinggi tertentu serta berada pada masa dewasa dini dimana

tugasperkembangan pada masa dewasa dini salah satunya adalah mencakup

pemilihan karir atau mendapatkan suatu pekerjaan.

2.4 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran ini menunjukkan persepsi yang mempengaruhi

mahasiswa untuk mengembangkan matakuliah Akuntansi Lingkungan. Adapun

kerangka pemikiran dapat digambarkan dalam gambar 2.1

Variabel Dependen
Variabel Independen
Mata Kuliah Akuntansi
Presepsi Mahasiswa
Lingkungan
(+)
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif

adalah jenis penelitian dengan memperoleh data yang berbentuk angka atau data

yang diangkakan (Sugiyono, 2013). Jenis penelitian yang digunakan bersifat

survey, metode ini efektif untuk jenis penlitian yang mengumpulkan opini dari

sejumlah besar orang sebagai sampel tentang masalah-masalah tertentu yang

diajukan melalui kuesioner. Jenis data ini yang digunakan terhadap penelitian ini

adalah data primer yang di dapat dari kuesioner yang akan dibagikan.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Menurut Sugiyono, (2013) Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri

atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswa Akuntansi semester 3 yang sudah

mempelajari konsep dasar Akuntasi.

Sampel merupakan bagian dari unit populasi penelitian, dalam penelitian

sampel harus dapat mewakili dari populasi yang ingin diteliti, dengan

mempertimbangkan keterbatasan kemampuan penelitian dilihat dari segi waktu,

tenaga, dana serta kemudahan dalam pengumpulan data dari populasi, maka

pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode simple random

sampling.

Menurut sugiyono ( 2012:93 ) simple random sampling adalah pengambilan

anggota sampel dari populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan
strata yang ada dalam populasi itu. Simple random sampling dilakukan apabila

anggota populasi dianggap homogen. Simple random sampling dapat dilakukan

dengan cara undian, memilih bilangan dari daftar bilangan secara acak. Oleh

karena itu kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mahasiswa

S1 Akuntansi semester 3 di Universitas Bengkulu, yang sudah memahami konsep

dasar akuntansi keuangan, dan akuntansi manajemen.

3.3. Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang diteliti, maka variable yang

digunakan dalam penelitian ini adalah matakuliah akuntansi lingkungan sebagai

variable dependen, serta presepsi mahasiswa sebagai variable independen.

3.3.1 Akuntansi Lingkungan

Akuntansi Lingkungan (Environmental Accounting) merupakan istilah yang

berkaitan dengan dimasukkannya biaya lingkungan (environmental costs) ke

dalam praktek akuntansi perusahaan atau lembaga pemerintah. Biaya lingkungan

adalah dampak yang timbul dari sisi keuangan maupun non-keuangan yang harus

dipikul sebagai akibat dari kegiatan yang mempengaruhi kualitas lingkungan,

(Junus dalam Sri Astuti dan Ikhsan, 2002).

Indikator matakuliah akuntansi lingkungan pada penelitian ini adalah

responden diminta untuk memahami perbedaan tingkat presepsi mereka

pentingnya akuntansi lingkungan dalam pengambilan keputusan manajerial.

Variabel ini diukur dengan menggunakan instrumen penelitian oleh Grinnell

dan Hunt (2000) sebanyak 13 item pertanyaan. Jawaban atas pertanyaan didesain

dengan menggunakan skala likert 5 poin, mulai dari 1 = sangat tidak setuju

sampai 5 = sangat setuju. Cronbachs alpha untuk skala ini adalah 0,70, dengan

demikian menunjukkan reliabilitas internal yang dapat diterima untuk ukuran ini.
3.4 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti berusaha mengumpulkan data yang akurat

dengan menggunakan kuesioner. Teknik kuesioner yaitu metode pengumpulan

data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau

pernyataan tertulis yang ditujukan kepada responden. Kuesioner yang disebarkan

berupa daftar pernyataan tertulis mengenai penilaian presepsi mahasiswa terhadap

pengembangan matukuliah akuntansi lingkungan.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan data primer. Data primer

merupakan sumber data penelitian yang diperoleh langsung dari sumber asli (tidak

melalui perantara) yang dapat berupa opini subjek (orang) secara individual atau

kelompok, hasil observasi suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil

pengujian (Indriantoro dan Supomo, 2002). Data primer pada penelitian ini

meliputi jawaban responden melalui penyebaran kuesioner yang berupa butir

pernyataan untuk penilaian presepsi mahasiswa terhadap pengembangan mata

kuliah akuntansi lingkungan.

Jawaban diukur dengan menggunakan Skala Likert. Skala Likert digunakan

untuk mengukur sikap, pendapat atau sekelompok orang tentang fenomena social

(Sugiyono, 2010). Skala Likertyang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala

Likert 5, yang tertinggi adalah 5 dan terendah adalah 1. Jawaban responden diberi

skor 5 (lima) untuk pilihan Sangat Setuju (SS), Skor 4 (Empat) untuk pilihan

setuju (S), Skor 3 (Tiga) untuk pilihan Netral (N), Skor 2 (Dua) untuk pilihan

Tidak Setuju (TS), dan Skor 1 (Satu) untuk pilihan Sangat Tidak Setuju (STS).

3.5 Metode Analisis Data

3.5.1 Statistik Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan suatu data sehingga

menjadikan sebuah informasi yang lebih jelas dan mudah untuk dipahami, yang
dilihat dari nilai rata-rata, median, standar deviasi, niali maksimum, dan

minimum. Data tersebut berasal dari jawaban yang diberikan oleh responden atas

item-item yang terdapat dalam kuesioner. Selanjutnya peneliti akan mengolah

data-data yang ada dengan cara dikelompokkan dan ditabulasikan kemudian diberi

penjelasan. (Ghozali 2013)

3.5.2 Analisis Data

Analisis data dalam penelitian inimenggunakan pendekatan Partial Least

Square (PLS). hal ini dikarenakan penelitian ini adalah penelitian kuantitatif

dengan satu variabel dependen dan satu variabel independen, menurut Abdillah

dan Jogiyanto (2015) PLS baik digunakan pada penelitian kuantitatif yang

menggunakan model penelitian yang kompleks, yaitu model yang terdiri atas

banyak variabel dependen dan variabel independen (model kompleks) dan yang

menggunakan efek mediasi atas moderasi. PLS adalah model persamaan

Structural Equation Modeling (SEM) yang berbasis komponen atas varian.

Menurut Ghozali (2014), PLS merupakan penedekatan alternative yang bergeser

dari pendekatan SEM berbasis kovarian menjadi berbasis varian.

SEM yang berbasis kovarian umunya menguji kusalitas atau teori sedangkan

PLS lebih bersifat predictive model. PLS merupakan metode analisis yang

powerfull (Ghozali, 2014), karena tidak didasarkan pada banyak asumsi.

Misalnya, data harus terdistribusi normal dan sampel harus besar. Selain dapat

digunakan untuk mengkonfirmasi teori, PLS juga dapat digunakan untuk

menjelaskan ada tidaknya hubungan antar variabel laten. PLS juga dapat sekaligus

menganalisis kontrak yang dibentuk dengan indicator reflektif dan formatif

(Ghozali, 2014). Model hubungan yang bersifat reflektif berarti bahwa :

1. Arah hubungan kusalitas dari konstruk menuju indikator.

2. Diantara hubungan indikator diharapkan saling berkorelasi.


3. Manghilangkan salah satu indikator dari model pengukuran tidak akan

mengubah makna konstruk.

4. Menentukan measurementeror (kesalahan pengukuran) pada tingkat

indikator.

Sedangkan model hubungan bersifat formatif artinya bahwa:

1. Arah hubungan kusalitas dari indikator menuju konstruk.

2. Diantara indikator diasumsikan tidak saling berkorelasi.

3. Menghilangkan salah satu indikator dari model pengukuran akan bersifat

mengubah makna dari konstruk.

4. Menetukan measurement eror (kesalahan pengukuran) pada tingkat

konstruk.

Berdasarkan penjelasan di atas terkait kriteria untuk membedakan antara

model reflektif dan formatif, maka model dalam penelitian ini termasuk model

reflektif karena variabel laten mempengaruhi indikatornya (arah hubungan

kuasalitas dari konstruk ke indikator atau manifest) dan sesuai dengan kriteria dari

model reflektif seperti yang telah dijelaskan diatas.

3.5.2.1 Outer Model

Outer Model (Model Pengukuran) digunakan untuk mengetahui validitas

dan reliabilitas yang menghubungkan indikator dengan konstruk lainnya.

1. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk menunjukkan seberapa nyata suatu pengujian

mengukur apa yang seharusnya diukur (Cooper dan Schindler, 2012).

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Validitas Konvergen

Validitas konvergen adalah tingkat dimana skor pada satu skala

berkorelasi dengan nilai pada skala lain yang dirancang untuk menilai

konstruk yang sama (Cooper dan Schindler, 2012). Validatas konvergen


dari model pengukuran dengan refleksif indikator dinilai berdasarkan

korelasi antara item score/component score yang dihitung PLS. factor

loading menggambrakan besarnya korelasi antar setiap item pengukuran

(indikator) dengan konstruknya. Ukuran refleksif individual dikatakan

tinggi jika berkorelasi lebih dari 0,70 dengan konstruk yang ingin diukur

(Ghozali,2014).

b. Validitas Diskriminan

Validitas diskriminan berdasarkan teori terpenuhi jika, dua variabel

diprediksi tidak berkorelasi dan skor yang diperoleh dengan mengukurnya

benar-benar secara empiris membuktikan hal tersebut (Sekaran, 2006).

Ada dua prosedur yang digunakan untuk menilai validitas diskriminan

(chin, 1998).

1. Validitas diskriminan indikator reflektif dapat dilihat dengan

membandingkan korelasi indikator suatu konstruk dengan korelasi

indikator tersebut dengan konstruk lainnya berdasarkan crossloading

(Ghozali, 2014). Jika korelasi indikator konstruk memiliki nilai lebih

tinggi dibandingkan dengan korelasi indikator tersebut terhadap

konstruk lain, maka dikatakan konstruk memiliki validitas diskriminan

yang tinggi (Chin, 1998).

2. Menguji Average Variance Extracted (AVE) untuk memastikan bahwa

setiap konstruk memberikan variance yang lebih besar dengan

ukurannya dari pada konstruk laten lainnya dalam model penelitian.

Validitas dikatakan memiliki nilai yang baik berdasarkan rule of thumb

jika nilai akar AVE untuk konstruk individual lebih besar dari nilai

korelasi antar konstruk dengan konstruk lain dalam model (Chin,

1998) dan harus lebih besar daripada nilai yang direkomendasikan

yaitu 0,5 (Fornell dan Larcker, 1981). AVE loading lebih besar dari
0,5 menunjukkan bahwa nilai konstruk paling sedikit 50 persen dari

ukuran variance.

2. Uji Reabilitas

Reabilitas adalah suatu tingkatan yang mengukur konstitensi hasil jika

dilakukan pengukuran berulang pada suatu karakteristik (Malhotra dan Birks,

2007). Suatu kuesioner dikatan reliabel atau handal jika jawaban seseorang

terhdapa pernyataan adalah konsisten dari waktu ke waktu (Cooper dan

Schindler,2012). Reliabilitas konstruk dalam penelitian ini akan diukur dengan

menggunakan composite reliability. Untuk dapat dikatakan suatu konstruk

reliabel, maka nilai composite reliability harus lebih besar dari 0,7 (Abdillah dan

Jogiyanto, 2015).

3.5.2.2 Inner Model

Menurut Ghozali (2014) pengujian inner model struktural dilakukan untuk

meliat hubungan antara konstruk, nilai signifikan dan R-square dari model

penelitian. Model struktural dievaluasi dengan menggunakan R-square untuk

konstruk dependen dan uji t sreta signifikansi dari koefisien parameter jalur

struktural.

Dalam menilai model dengan PLS dimulai dengan melihat R-square untuk

setiap variabel laten dependen. Perubahan nilai R-square dapat digunakan untuk

menilai pengaruh variabel laten independen tertentu terhadap variabel laten

dependen apakah mempunyai pengaruh yang subtantif (Ghozali, 2014).

3.6 Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan proses bootstrapping/resampling

bootstraping. Pengujian hipotesis yang diajukan dapat dilihat dari besarnya nilai t-

statistik. Signifikansi parameter yang diestimasi memberikan informasi yang


sangat berguna mengenai hubungan antar variabel-variabel penelitian. Kriteria

untuk menolak dan menerima hubungan yang diajukan dapat dilihat dari

perbandingan antar nilai t-statistik dan t-tabel. Jika nilai t-statistik > t-tabel (1,96)

maka hipotesis yang diajukan diterima (Ghozali, 2014). Berdasarkan tujuan

penelitian, maka rancangan uji hipotesis dalam penelitian ini disajikan

berdasarkan tujuan penelitian. Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95%

sehingga tingkat presisi sebesar () = 5% = 0,05 dan menghasilkan nilai t-tabel

sebesar 1,96. Sehingga:

a) Jika nilai t-statistik lebih kecil dari nilai t-tabel (t-statistik < 1,96), naka

Ho diterima dan Ha ditolak.

b) Jika nilai t-statistik lebih besar atau sama dengan nilai t-tabel (t-statistik

1,96), maka Ho ditolak da Ha diterima.


DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai