Anda di halaman 1dari 30

budidaya udang vaname

I. PENDAHULUAN

Indonesia dikenal sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia


dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity). Berdasarkan
hitungan sekitar 5 km dari garis pantai ke arah laut potensi lahan budidaya laut
diperkirakan sekitar 24,53 juta ha. Kegiatan perikanan budidaya ditentukan oleh
beberapa faktor antara lain sumber air menyangkut kuaalitas dan kuantitasnya, potensi
ketersediaan lahan menyangkut topografi ,tektur dan kesuburannya yang dapat
diperkirakan manfaatnya bagi budidaya
Sejak awal pengembangan budidaya udang, keberhasilan yang diperoleh
petambak terus meningkat. Namun sejak tahun 1996 produksi udang yang diperoleh
cenderung semakin menurun. Penurunan produksi terutama disebabkan karena
kegagalan budidaya udang ditambak akibat timbulnya berbagai macam penyakit
(terutama white spot dan vibriosis. Rukyani dkk. (2001) menyebutkan bahwa
munculnya berbagai macam penyakit tersebut merupakan indikator telah terjadinya
degradasi lingkungan. Berbagai upaya telah banyak dilakukan oleh pemerintah maupun
oleh pihak swasta/pelaku pertambakan sendiri dalam mengatasi masalah tersebut.
Udang vaname merupakan udang introduksi yang secara resmi ditetapkan
sebagai salah satu komoditas unggulan perikanan budidaya oleh Menteri DKP pada
tahun 2001, dan sejak itu perkembangan budidayanya sangat cepat. Selain Indonesia,
negara-negara yang telah mengembangkan vaname antara lain China, Taiwan dan
Thailand. Vaname mempunyai ciri-ciri mampu hidup pada kisaran salinitas 5 45 ppt
dengan salinitas optimal 10 30 ppt; kisaran suhu 240 320 C dengan suhu optimal
280 300 C; mampu bertahan pada oksigen 0,8 ppm selama 3 4 hari tetapi disarankan
DO 4 ppm. PH air 7 8,5 ; kebutuhan protein rendah yaitu 32 % dengan FCR < 1,5
serta prosentase daging 66 68 %, lebih tinggi jika dibandingkan udang windu yang
hanya 62 %. Kebutuhan pasar cukup tinggi untuk Eropa dan USA. Dengan keunggulan
tersebut banyak petambak tergiur untuk beralih ke vaname termasuk petambak
Situbondo dan Banyuwangi serta Malang Selatan. Keberhasilan petambak Jawa Timur
merangsang petambak lain untuk beralih usaha dari budidaya udang windu ke budidaya
udang vaname, yaitu petambak dari propinsi Bali, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Sumatera Selatan dan Bengkulu.
2.2. Penyebaran
Udang vaname dapat ditemukan di perairan / lautan Pacific mulai dari Mexico,
Amerika Tengah dan Selatan dimana temperatur perairan tidak lebih dari 20C
sepanjang tahun. Populasi udang vaname di daerah tersebut selalu kontinyu dan
terisolasi. Udang vaname relatif mudah dibudidayakan dan bisa dilakukan diseluruh
dunia.

2.3. Pertumbuhan
Seperti halnya arthropoda lainnya, pertumbuhan udang vaname tergantung dua
faktor yaitu frekuensi molting (waktu antara molting) dan pertumbuhan (berapa
pertumbuhan pada setiap molting baru). Tubuh udang mempunyai carapace yang keras,
sehingga pada setiap kali molting carapace terlepas, terjadi pembagian cuticle antara
carapace dan intercalary sclerite, dimana cephalothorax dan appendic anterior akan
terbentuk. Carapace baru pada awalnya lunak, tetapi jika ukuran udang sudah
proporsional akan mengeras kembali, biasanya antara satu sampai dua hari.
Frekuensi molting erat kaitannya dengan ukuran udang, jika udang tumbuh
frekuensi molting meningkat. Pada stadia larva, molting terjadi setiap 30-40 jam pada
temperatur 28C. Juvenil udang ukuran 1 5 gram akan molting setiap 4-6 hari, tetapi
juvenil udang ukuran 15 gram akan molting dengan interval 2 minggu.
Frekuensi molting dipengaruhi oleh faktor kondisi lingkungan dan nutrisi.
Misalnya temperatur lebih tinggi, maka frekuensi molting meningkat. Absorsi oksigen
tidak efisien selama molting dan biasanya akan mati karena hypoxia.
Ketika carapace masih lunak setelah molting, udang akan dimangsa oleh
kawannya. Oleh sebab itu, biasanya udang akan mencari tempat terlindung di detritus
yang lunak. Karena molting sebagai kontrol pertumbuhan dan udang dalam kondisi
riskan, dicoba untuk membuat kondisi budidaya yang nyaman sehingga molting tidak
membuat udang stress.

2.4. Makan dan Kebiasaan makan


Udang penaeid cenderung omnivorus atau detritus feeder. Dari studi yang
dilakukan isi pencernaan terdiri dari carnivor di alam, jasad renik / crustacea kecil,
amphipoda, dan polychaeta. Pada tambak intensif dimana tidak ada jasad renik, udang
akan memangsa makanan yang diberikan atau detritus.
Pada tambak yang alami, alga dan bakteri yang berkembang pada kolom air
adalah sumber nutrisi yang penting bagi udang vaname, dan meningkatkan
pertumbuhan sebesar 50% dibanding tambak yang jernih. Dapat dikatakan bahwa
udang tumbuh optimum pada tambak yang berimbang dengan komunitas mikroba.
Udang vaname tidak makan sepanjang hari tetapi hanya beberapa waktu saja
sepanjang hari. Dengan tingkah laku makan seperti itu, dapat diaplikasikan pada
budidaya bahwa pemberian pakan dapat berupa pellet yang diberikan beberapa kali
dalam satu hari. Dari penelitian membuktikan bahwa pemberian pakan beberapa kali
sehari memberikan pertumbuhan yang lebih baik dari pada satu kali sehari.
Udang vaname membutuhkan pakan dengan 35% kandungan protein, lebih
rendah dari pada yang dibutuhkan oleh udang P.monodon dan udang P.japonicus. Jika
digunakan pakan dengan kandungan protein tinggi (45%), pertumbuhan cepat dan
produksi tinggi tetapi biaya mahal, sehingga lebih visibel dengan pakan protein rendah.
Pakan yang mengandung ikan dan cumi-cumi akan memacu pertumbuhan.

2.5. Siklus hidup


Secara alami udang vaname termasuk jenis katadromus, yaitu udang dewasa
hidup di laut terbuka dan udang muda migrasi ke arah pantai. Perkembangan stadia
seperti pada gambar 3. Di habitat aslinya, udang matang gonad (matur), kawin
(mating) dan bertelur (spawning) berada pada perairan dengan kedalaman sekitar 70
meter di Amerika selatan, tengah dan utara, dengan suhu 26 - 28C dan salinitas sekitar
35 ppt. Telur menetas dan larva berkembang di laut dalam sebagai tempat
berkembangnya zooplankton. Post larva udang vaname bergerak mendekati pantai
dan menetap di dasar estuari /muara. Di estuari, tersedia nutrien, air laut dengan
salinitas dan suhu yang bervariasi dari pada di laut terbuka. Setelah beberapa bulan di
estuari, udang muda kembali ke lingkungan laut menjauhi pantai, dimana aktivitas
matur, mating dan spawning terjadi.

2.6. Karakteristik budidaya


Udang vaname mempunyai karakteristik budidaya yang sangat bagus. Udang
tumbuh dengan cepat sampai ukuran 20 gram, dengan laju pertumbuhan 3 gram per
minggu dalam kepadatan 100 ekor /m2 . Setelah 20 gram, udang tumbuh lambat yaitu 1
gram per minggu dan betina tumbuh lebih cepat dari pada jantan. Udang mempunyai
toleransi salinitas yang cukup lebar yaitu 2 40 ppt, tetapi akan tumbuh lebih cepat
pada salinitas rendah, ketika terjadi isoosmotic antara lingkungan dan darah. Pada
salinitas 33 ppt larva udang vaname tumbuh sangat bagus.
Temperatur juga sangat mempengaruhi pertumbuhan. Udang akan mati jika
berada pada suhu dibawah 15C atau diatas 33C dalam waktu 24 jam atau lebih. Sub
letal stres terjadi pada 15-22C dan 30-33C. Temperatur optimum untuk udang vaname
adalah antara 23 - 30C. Efek temperatur terhadap pertumbuhan adalah
perkembangan stadia dan ukuran. Sebagai contoh, udang kecil (1 gram) tumbuh cepat
dalam air hangat (30C), udang medium (12 gram) dan udang besar (18 gram)
pertumbuhan tercepat terjadi pada temperatur 27C dari pada pada 30C.
III. PEMILIHAN LOKASI

Pemilihan lokasi usaha budidaya udang dimaksudkan untuk menjamin


keselarasan lingkungan antara lokasi pengembangan usaha budidaya dengan
pembangunan wilayah di daerah dan keadaan sosial di lingkungan sekitarnya.
Pemilihan lokasi dilakukan dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
kelayakan suatu lahan untukkonstruksi tambak dan operasionalnya, mengidentifikasi
kemungkinan dampak negatif dari pengembangan lokasi dan akibat sosial yang
ditimbulkannya, memperkirakan kemudahan teknis dengan finansial yang layak dan
menimalkan timbulnya resiko-resiko yang lain.
Pemilihan lokasi yang tepat untuk usaha budidaya udang vaname akan
menentukan tingkat keberhasilan produksi. Elevasi atau tingkat kemiringan lokasi dan
karakter pasang surut air laut perlu dipertimbangkan Hal ini berkaitan dengan
Pengairan, pergantian air dan pengeringan tambak. Begitu juga dengan jarak area
pertambakan dengan daerah pantai, karena areal tambak yang jauh dari pantai akan
kesulitan dalam penyediaan air laut bahkan membutuhkan dana yang besar untuk
operasional.
Amplitudo pasang surut harus sedang berkisar antara 2 3 m karena sangat
baik untuk memanfaatkan arus pasang untuk pengisian air tambak. Lokasi dengan tinggi
pasang surut lebih 4 m tidak cocok karena membutuhkan tanggul yang lebar dan mahal
untuk mencegah air selama pasang. Sebaliknya lokasi dengan pasang surut rendah
yaitu kurang dari 1 m tidak baik karena untuk pengisian dan pergantian air.

3.1. Persyaratan teknis


A. Sifat fisik tanah
Sifat fisik tanah harus diketahui sebelum pembangunan areal tambak agar
tambak yang dibangun tidak bocor dan kuat. Sifat fisik tanah dapat diketahui dari
teksturnya yaitu perbandingan kandungan butir-butir pasir, debu dan tanah liat dalam
tambak tersebut.

B. Tekstur tanah
Untuk mengetahui tekstur tanah dapat dilakukan uji laboratorium dengan
menghitung besar butiran dan prosentase dari pasir debu dan lempung atau dengan
cara uji raba melalui jari tangan (The feel and ball method). Jenis tanah untuk tambak
vaname sebaiknya liat berpasir (untuk menghindari kebocoran).

C. Parameter kualitas tanah


Tabel 1. Parameter kualitas tanah

No Parameter Kisaran
1 pH 6,0 8,0
2 Bahan organik ( % ) < 90
3 Tekstur Liat (60 70 % ) dan Pasir ( 30 450 % )
4 Struktur Kompak
5 Potensi infiltrasi (cm / menit) <1
6 Soeloem ( meter ) >1

D. Kualitas sumber air

Tersedianya sumber air sepanjang tahun harus memenuhi persyaratan


parameter kualitas air sumber.
Tabel 2. Parameter kualitas air sumber

No Parameter air Kisaran


1 Salinitas ( ppt ) 5 35
2 pH 7,0 9,0
3 Alkalinitas ( ppm ) > 50
4 H2S ( mg / lt ) 0,001
5 Bahan organik ( ppm ) < 55
6 Total posphat ( ppm ) 0,05 - 0,50
7 BOD ( ppm ) < 25
8 COD ( ppm ) < 40
9 TSS ( ppm ) 25 500
10 Pb ( ppm ) 0,001 1,157
11 Hg ( ppm ) 0,051 0,167
12 Cu ( ppm ) < 0,06
13 Organo chlorine ( ppm ) < 0,02
Keterangan :
Untuk tekstur tanah pasir dapat digunakan tambak plastik / biocrete.
BOD : Biochemical Oxygen Demand
COD : Chemical Oxygen Demand
TSS : Total Suspended Solid

3.2. Persyaratan non teknis


Persyaratan non teknis pemilihan lokasi untuk tambak udang vaname :
a Dekat dengan daerah pantai dengan fluktuasi pasang surut 2 3 m
b Sumber air tawar harus cukup
c Lokasi tambak harus memiliki green-belt (hutan mangrove) agar terhindar dari besarnya
gelombang yang dapat mengakibatkan abrasi.
d Dekat dengan jalan raya untuk transportasi penyediaan sarana produksi maupun panen
e Dekat dengan sumber tenaga kerja
f Dekat dengan daerah pemasaran termasuk cold storage
g Jauh dari pabrik maupun daerah pemukiman penduduk yang padat
h Terdapat sumber listrik dan sarana komunikasi
i Dekat dengan sumber benih vaname

Gambar 2. Lokasi tambak udang vanamei


IV. SARANA BUDIDAYA

4.1. Konstruksi tambak


Pembuatan tambak untuk udang vaname harus diperhatikan segi konstruksi
diantaranya pematang, pintu air, petakan, kedalaman air dan saluran air.

A. Pematang
Dalam setiap unit tambak biasanya ada dua pematang yang perlu dibangun yaitu
pematang utama dan sekunder. Pematang utama adalah pematang yang membatasi
suatu areal pertambakan dengan lingkungan luar atau benteng utama areal
pertambakan, bila konstruksinya kurang kuat pengelolaannya akan sulit. Pematang
sekunder adalah pematang pembentuk petakan yang berada di dalam lingkungan
pematang utama.

Gambar.3. Pematang tambak yang kokoh dan kedap air

B. Pintu air
Seperti halnya dengan pematang pada suatu unit tambak ada dua pintu air yaitu
pintu utama yang dibangun dibagian pematang utama dan pintu petakan yang dipasang
pada pematang antara setiap petakan dalam unit tambak. Pintu air harus didisain
sedemikian rupa sehingga dapat mengalirkan air dengan debit yang dikehendaki, selain
itu harus kedap air, mampu menahan tekanan air, tidak mudah rusak, berlandaskan
pondasi kokoh, tidak menghalangi aliran air sewaktu dalam keadaan terbuka, tidak
menyebabkan kebocoran atau rembesan pada pematang yang berbalasan dengannya
dan mudah ditangani. Dasar pintu air harus sama atau lebih rendah dari permukaan air
tambak ketika sedang surut, supaya menghilangkan kebocoran dibawah dasar pintu.
Ukuran pintu utama sebaiknya mempunyai lebar 1 1,5 m, tinggi 2 3 m dan panjang 5
6 m. Pada pintu diberi lubang atau sponing untuk meletakkan papan pintu. Pintu air
petakan pada prinsipnya sama dengan pintu air utama, tetapi ukurannyalebih kecil
danumumnya terbuat dari kayu atau beton. Ukuran pintu petakan sebaiknya lebar 0,6
0,8 m, panjang 2 3 m dan tinggi pintu 1,5 2 m.

C. Petakan
Petakan untuk tambak vaname yang ideal berbentuk bujur sangkar, dimana
luasnya tergantung lahan yang tersedia.

Gambar 4.
Bentuk petakan tambak

D. Kedalaman
air tambak
Kedalaman air
tambak yang baik
untuk budidaya udang
vaname yang baik
150 180 cm.

E. Saluran air
Saluran di
tambak terdiri dari
saluran pemasukan dan pengeluaran dimana saluran pemasukan (inlet) dan saluran
pembuangan (outlet) harus terpisah., Saluran inlet harus mempunyai kemiringan 5-10
% dan saluran pembuangan harus dibuat sesuai dengan besarnya petakan jangan
sampai terlalu kecil hal ini dimaksudkan agar pada saat pembuangan air dapat mengalir
dengan lancar. Ukuran dari saluran pemasukan dan pengeluaran air dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Q = AV dimana
Q = Volume air yang akan dikeluarkan
A = Penampang melintang dari saluran
V = Percepatan (velosity) aliran air
Besarnya V dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
V = R 2/3 x S x 1/n dimana :
R = Kedalaman air
S = Kemiringan saluran air
N = Koefisien gesekan (0,02)
Lebar saluran kemudian dapat dihitung dengan rumus :
A = R (b + 2R) (Anonymous, 1987a)
Saluran pembuangan tengah (central drainage) berfungsi untuk membuang
lumpur dan kotoran dari dasar tengah tambak. Bisa berbentuk sistem matahari maupun
bentuk T.

4.2. Pompa air


Pompa air memegang peranan penting dalam operasional usaha pembesaran
udang vaname terutama yang menggunakan sistem semi intensif dan secara intensif, ini
dikarenakan seluruh kebutuhan baik untuk suplly air laut maupun air tawar semua
menggunakan pompa.

4.3. Paddle whell (Kincir Air) dan Aerator


Paddle whel dan Aerator pada pemeliharaan udang sistem intensif dan semi intensif
sangat penting, sebagai alat untuk mensuplai oksigen. Pemakaiannya tergantung luasan
petakan, padat penebaran dan sistem pemeliharaan.
Kincir rangkai Aerator (super charge)
Gambar 5. Alat suplai oksigen dalam petakan tambak

4.4. Tenaga listrik


Tenaga listrik harus ada untuk pembesaran udang vaname srcara intesif maupun
semi intensif. Selain untuk penerangan sumber listrik yang utama adalah untuk
menyalakan paddle whell, sumber listrik ini dapat berasal dari PLN maupun Genset.

4.5. Tata letak


Tata letak tambak adalah cara peletakan petakan tambak, luas dan bentuk
petakan, sistem pengelolaan air dan komponen tambak lainnya guna mencapai efisiensi
secara optimal sesuai persyaratan tehnik konstruksi tambak. Dalam membuat tata letak
tambak yang harus diperhatikan yaitu : bagian-bagian tambak harus diatur dengan baik
sehingga petakan dapat dikeringkan atau diisi air tanpa mengganggu petakan lainnya,
petakan harus diatur sehingga arah angin sejajar dengan arah pematang terpendek,
saluran pembuang dan pembawa harus diletakkan dengan baik agar tidak terjadi
percampuran antara air yang bersih dengan air yang kotor dan pintu utama harus
terlindung dari gelombang dan arus air laut.
Dalam membuat tata letak tambak juga harus diperhatikan aspek-aspek
lingkungan dan keindahan. Lingkungan yang terjaga dengan baik dengan
memperhatikan perbandingan antara jumlah petakan budidaya dengan petakan
treatment air ataupun jalur hijau akan menunjang kontinyuitas produksi udang.
Keterangan:
1. PK : Petak Karantina (Petak Air Baku Siap Pakai)
2. SSA : SAluran Suplai Air (saluran distribusi air ke petak pembesaran)
3. PPU : Petak Pembesaran Udang
4. SB : Saluran Buang
5. PB : Petak Biofilter/Bioscreen Multispesies
6. PUPL : Petak Unit Pengolah Limbah (area dumping/endapan lumpur)
7. : Tanaman bakau (mangrove) sebagai penyeimbang lingkungan

Gambar 6. Layout tambak


V. METODE PEMELIHARAAN

5.1. Persiapan tambak


Persiapan tambak dilakukan dengan pembuangan dasar tambak yang hitam
dengan cara mengeruk dam mengangkat serta membuang keluar dari petakan/diluar
area pertambakan. Hal ini dikarenakan karena dasar tambak yang hitam tersebut
menyebabkan timbulnya senyawa beracun seperti gas H2S dan amonia.
Setelah dilakukan pengangkatan lumpur/ tanah dasar tambak yang hitam maka
dilakukan pengeringan untuk membantu proses oksidasi dan mematikan hama dan
penyakit yang ada dan menetralkan dasar tambak yang asam serta menghilangkan gas
beracun. Lama pengeringan ini sekitar 3 4 hari tergantung sinar matahari atau sampai
tanah dasar tambak kering.

Gambar 7. Persiapan tambak

5.2. Pemupukan
Pemupukan berfungsi sebagai penyedia nutrisi bagi udang selama budidaya
udang vaname, dimana dengan pemupukan pakan alami akan tumbuh. Kontribusi
pakan alami 60 -70 % dalam mendukung keberhasilan pertumbuhan benur. Selain
sebagai sumber pakan bagi benur vaname yang baru tebar pakan alami ini juga dapat
berfungsi sebagai sumber nutrisi yang baik yang tidak didapat pada pakan buatan.
Pupuk ada 2 macam yaitu organik pupuk kandang atau kompos dan pupuk anorganik
seperti Urea,TSP dan ZA.

5.3. Pengapuran
Kapur yang dapat digunakan dalam budidaya idang vaname adalah batu kapur
(crushed shell/CaCO3) dosis 100 300 kg/ha, kapur mati (slake lime Ca(OH2) 50 100
kg/ha, dan dolomit (dolomitic lime, Ca Mg(Co)3) 200 -300 kg/ha. Pemberian kapur ini
dilakukan bila pH tanah kurang dari 7,5.

5.4. Pemberantasan hama


Saponin dapat berfungsi sebagai pupuk dan bahan beracun yang dapat
metaikan hama yang mengganggu udang vaname yang dipelihara. Cara pemakaiannya
bungkil teh terlebih dahulu dihaluskan kemudian direndam 24 jam dan ditebar ke
petakan.

5.5. Benih
Besarnya produksi sebagian besar tergantung dari kualitas benih, bagaimana
benih ditebar dan sistem pengelaolaan selanjutnya. Sedangkan padat penebaran
optimum tergantung daya dukung tambak dan sistem budidaya yang diterapkan.
Benih yang akan ditebar harus yang bebas penyakit (Specific pathogen Free atau
SPF dan (Specific Pathogen Resistant atau SPR) karena penggunaan benur unggul
akan memperkecil resiko kegagalan, disarankan untuk dilakukan pengujian PCR di
laboratorium. Benur yang digunakan dapat dari induk yang berasal dari luar negeri
maupun hasil turunan (F1). Kriteria benur vaname yang sehat dapat diketahui secara
visual, mikroskopis dan ketahanan benur.
Secara visual penampakan benih yang baik adalah murni satu jenis, seragam
dalam ukuran dan umur, berwarna bening kecoklatan, tidak cacat fisik, bereaksi
terhadap rangsangan cahaya, bebas dari penyakit, tidak mengalami necrosis dan
pertumbuyhannya normal bila arus diputar dalam suatu wadah maka benih akan
menentang arus, benur yang sehat berenang mendatar dan bergherak aktif. Benur yang
sakit melayang, terbawa arus, berputar tanpa arah dan tubuh melengkung.
Pengujian secara mikroskopis dapat dilihat pada benur yang sehat permukuaan
tubuhnya bersih, dilakukan pengukuran MGR (muscle to gut ratio) yaitu perbandingan
diameter otot pada ekor dengan diameter pencernaan. Hasilnya dinyatakan dalam
presentase MGR 4 : 1. Selain itu dicek necrosis benur yaitu adanya luka pada tubuh
udang.
Pengujian daya tahan dilakukan dengan perendaman dengan formalin dosis
yang digunakan 100 ppm selama 2 jam bila SR 95 % ke atas berarti benur baik. Selain
itu juga dilakukan tes daya tahan benur terhadapperubahan salinitas yaitu pada salinitas
0 ppt SR 50 % ke atas dianggap baik.

Gambar 8. Benih vaname

Benih sebelum ditebar diadaptasi selama 2 jam dengan cara kantong benih
dimasukkan ke petakan yang telah diberi sekat dari kayu agar kantong benih tidak
menyebar ke seluruh petakan. Kemudian kantong benih dibuka dan plastik digulung
sampai permukaan air selanjutnya diisi dengan air tambak sampai gulungan habis, bila
benih telah beradaptasi kantong dimiringkan sehingga benih keluar. Kepadatan
penebaran benur vaname 100 125 ekor/m2 . Bila kepadatan ingin ditingkatkan harus
dilihat daya dukung tambak dan sarana pendukung lainnya.
Gambar 9. Proses adaptasi benih vaname
5.6. Monitoring kualitas air
Pengelolaan air untuk budidaya udang sama pentingnya dengan tehnik
budidayanya, karena air merupakan media terpenting bagi kehidupan organisme
didalamnya. Dengan pengelolaan air yang baik maka peningkatan produksi dapat diraih,
untuk itu pengontrolan kualitas air secara kontinyu perlu dilakukan.
Kualitas air tambak yang baik akan mendukung kesehatan dan pertumbuhan
udang vannmei . Parameter kualitas air yamg perlu diamati adalah :
Salinitas
Salinitas merupakan ukuran bagi jumlah garam yang terlarut dalam suatu volume air.
Salinitas di tambak biasanya dipengaruhi oleh tingkat evaporasi dan curah hujan. Bila
salinitas tinggi proses osmoregulasi akan terganggu dimana perumbuhan udang akan
lambat karena energi lebih banyak untuk proses osmoregulasi dibanding untuk tumbuh
selain itu udang kesulitan untuk ganti kulit karena kulit cenderung keras.
Suhu
Setiap organisme mempunyai persyaratan suhu minimum, optimum dan maksimum
untuk hidupnya dan mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri sampai suhu
tertentu. Jika suhu terlalu tinggi metabolisme akan berlangsung cepat sehingga
kebutuhan oksigen akan meningkat. Pada suhu rendah nafsu makan akan berkurang
pemberian pakan harus dikurangi agar tidak terjadi penumpukan sisa pakan dan bisa
diberikan imunostimulan agar nafsu makan meningkat bisa berupa pemberian Vitamin C
maupun peptidoglikan.
pH merupakan derajat keasaman suatu perairan, dimana pH yang ideal berkisar 7,5
8,5
Kandungan oksigen
Oksigen terlarut merupakan parameter kualitas air yang kritis pada budidaya udang
vaname apalagi bila padat penebarannya tinggi. Konsentrasi oksigen terlarut dalam
tambak selalu mengalami perubahan, oleh karena itu pengelolaan tambak harus
memantau perubahan tersebut. Penambahan oksigen dapat dilakukan dengan
penggunaan kincir selain itu dengan adanya kincir akan terjadi arus sehingga dapat
membantu berkumpulnya kotoran ditengah.
Amonia merupakanhasil sekresi atau pengeluaran kotoran udang yang berbentuk gas,
selain itu dapat berasal dari sisa pakan. Amonia akan mengalami proses nitrifikasi bila
tersedia bakteri nitrobakter berubah menjadi nitrit dan denitrifikasi bila terdapat bakteri
nitrosomonas sehingga menjadi nitrat. Salah satu cara meningkatkan bakteri dapat
menggunakan probiotik yang mengandung bakteri yang dibutuhkan.
Transparasi
Cahaya yang jatuh kepermukaan air sebagian akan dipantulkan dan sebagian lagi
diteruskan ke dalam air. Cahaya ini akan disebar dan diserap, cahaya yang diserap
akan diubah menjadi panas. Sedangkan cahaya yang disebar akan mennentukan
kecerahan suatu perairan, dimana kecerahan juga tergantung pada banyaknya partikel-
partikel koloid serta jasad renik yang ada dalam air

Tabel 3. Parameter Kualitas Air Pemeliharaan

No Parameter Kisaran
1 Salinitas ( ppt ) 15 25
2 Suhu ( 0 C ) 28,5 31,5
3 pH 7,5 8,5
4 Oksigen ( ppm ) 3,0 7,5
5 Alkalinitas ( ppm ) 120 160
6 Nitrit ( ppm ) 0,01 0,05
7 NH3 ( ppm ) 0,05 - 0,10
8 H2S ( ppm P 0,01 0,05
9 Bahan organik ( ppm ) < 55
10 Phospat ( ppm ) 0,10 0,25
11 Transparasi 30 40

5.7. Manajemen Efluen Dan Limbah Padat


Air buangan tambak mengandung bahan-bahan cemaran yang bersumber dari
sisa-sisa pakan, hasil ekskresi metabolit, detritus, mikroorganisme dan residu berbagai
bahan pengendali lingkungan dan penyakit. Bahan bahan tersebut pada umumnya
dapat sebagai pencemar air dilingkungan alami tambak. Oleh karena itu setiap kegiatan
budidaya udang harus melakukan perbaikan kualitas air buangan tambak agar dapat
memenuhi Baku Mutu Efluen Tambak yang ditetapkan ( tabel 4 ). Untuk memperbaiki
mutu air buangan, harus memperhatikan hal=hal sebagai berikut
a. Melakukan upaya-upaya pengendapan bahan tersuspensi melalui tandon.
b. Menggunakan biofilter untuk pemulihan kualitas air.
c. Mengangkat bahan-bahan terendapkan dari tandon.
d. Penanaman mangrove pada areal pembuangan.
e. Menerapkan sistim resirkulai / pergantia air minimum ( less water exchange ) pada
tambak intensif atau semi intensif, khususnya di kawasan padat tambak dan tercemar.

Tabel 4. Baku Mutu Efluen Tambak Udang


No Parameter Satuan Besaran
I Fisika
1. TSS NTU ( nephelometer turbidity unit ) 200
2. Kekeruhan Mg /l 50
II Kimia
1. pH Mg /l 6,0 - 9,0
2. BOD Mg /l 200
3. PO4 Mg /l < 45
4. H2S Mg /l < 0,1 - < 0,03
5. NO3 Mg /l < 75
6. NO2 Mg /l < 2,5
7. NH3 Mg /l < 0,1
III Biologi
1. Dinoflagelata
a. Gymnodinium Individu / l < 8 x 102
b. Peridinium Individu / l < 8 x 102
2. Bakteri patogen CFU ( colony froming unit ) < 102

5.8. Pakan
Kegiatan yang paling penting dalam budidaya udang vaname adalah pemberian
pakan. Pakan yang diberikan harus memenuhi kebutuhan nutrisi bagi pertumbuhan
udang yang dibudidayakan serta harus disesuaikan dengan kebiasaan makan dan
tingkah laku udang itu sendiri. Nutrisi pakan terdiri dari protein, lemak, karbohidrat.
Udang vaname memerlukan formulasi pakan dengan kandungan protein antara 28 30
%.
Pakan harus memiliki daya rangsang dan kekompakan dan daya tahan yang
lama dalam air, karena akan membantu penyediaan pakan ditambak lebih lama tidak
cepat terirai sedangkan daya rangsang akan menambah nafsu makan.
Perangsangan/attractant akan keluar dari pellet kemudian ditangkap melalui
Chemoreceptor yang ada pada tubuh udang. Udang mengkonsumsi pakan melalui
penciuman bukan penglihatan. Oleh karena itu warna pakan tidak terlalu penting,
meskipun demikian pakan harus memiliki warna yang seragam karena perbedaan
warna menunjukkan kurang baiknya pencampuran bahan baku (mixing). Pencampuran
yang kurang merata menyebabkan zat gizi dalam pakan tidak merata.
Pakan harus memiliki daya tahan dalam air atau tidak mudah terurai, bila tidak
akan menyebabkan pencemaran air, begitu juga zat perangsang pada pakan akan
terlepas. Bila pakan sudah tidak ada zat perangsang maka udang tidak mau makan
Dosis pemberian pakan dari udang mulai ditebar sampai waktu panen bervariasi
dimana udang muda perbandingan antara jumlah pakan dan berat tubuhnya lebih tinggi
dari udang yang dewasa. Hal ini dikarenakan udang muda metabolismenya lebih tinggi
sehingga membutuhkan pakan yang banyak sebagai sumber energi. Jumlah pakan
yang diberikan selama pemeliharaan di tambak sebagai berikut :

Tabel 5. Program standar pemberian pakan pada budidaya udang di tambak.


Umur Dosis Frek. Cek
Ukuran Bentuk Nomor
Udang Pakan Pakan Anco
(gr) Pakan Pakan
(hari) (%) /Hari (jam)
1 15 PL 10-0,1 Fine crumble 0 75-25 3 -
16-30 1,1-2,5 Crumble 1+2 25-15 4 -
31-45 2,6-5,0 Crumble 2 15-10 5 2,0-3,0
45-60 5,1-8,0 Pellet 2+3 10 - 7 5 2,0-2,5
61-75 8,1-14,0 Pellet 3 7-5 5 1,5-2,0
76-90 14,1-18,0 Pellet 3+4 53 5 1,5-2,0
91-105 18,1-20,1 Pellet 4 53 5 1,0-1,5
106-120 20,1-22,5 Pellet 4 42 5 1,0-1,5

Manajemen pakan dalam budidaya udang bertujuan untuk meningkatkan


efesiensi pakan yang digunakan dan meminimalkan limbah pakan dalam tambak.
Langkah-langkah yang harus diterapkan dalam melakukan manajemen pakan adalah
sebagai berikut :
a. Pakan buatan yang digunakan tidak kadaluwarsa dan harus memenuhi standar
nutrisi.
b. Pakan harus disimpan di tempat yang sejuk dan kering untuk menghindari
penjamuran dan kontamonan lain.
c. Pemberian pakan harus dilakukan dengan tepat untukmenjamin udang
mengkonsumsi pakan secara maksimal dan tidak meninggalkan kelebihan pakan
di tambak.
d. Penggunaan pakan segar harus bermutu baik dan tidak mengandung penyakit.
e. Penumbuhan pakan alami pada tambak ekstensif ( sederhana ) melalui
pemupukan mutlak dilakukan.
Gambar. 10. Pemberian pakan
VI. PANEN

Salah satu rangkaian hasil kegiatan akhir dari usaha pembesaran udang adalah
pemungutan hasil atau panen. Pencapaian hasil panen yang optimal dapat diperoleh
dengan dukungan faktor produksi yang baik misalnya pemilihan lokasi yang tepat, padat
tebar yang optimal, kulitas pakan tinggi, pemberian pakan yang optimal dan pencegahan
serta penanggulangan penyakit yang tepat dan benar.
Pada akhir masa pemeliharaan selama kurang lebih 114 dengan padat
penebaran 62 ekor/m2 udang vaname dapat mencapai rata-rata berat 17,7 gram.
Pemanenan dapat dilakukan secara total maupun selektif. Adapun beberapa hal yang
perlu diperhatikan pada saat panen yaitu :
1. Antara 2 3 hari sebelum panen dilakukan perlu diberi kapur 10 - 20 ppm
2. Pada waktu pemanenan pemberian pakan harus dihentikan
3. Tidak melakukan pergantian air 3 4 hari sebelum panen
4. Panen dilakukan dengan pemasangan jaring di pintu pengeluaran
5. Pada saat volume diturunkan secara bertahap sembari melakukan panen udang
6. Sebaiknya panen dilakukan pagi atau sore hari untuk menjaga kualitas udang

Adapun langkah pemanenan adalah :

6.1. Persiapan
Kegiatan ini meliputi penyediaan alat untuk panen diantaranya timbangan,
kranjang bambu/plastik, jaring panen, cold box sedangkan bahan yang digunakan air
tawar dan es

6.2. Pelaksanaan
Jaring panen terlebih dahulu dipasang sehingga pada saat pintu air dibuka air dan
udang keluar bersamaan. Udang yang ada di dalam jaring kemudian dikeluarkan dan
dimasukkan ke dalam keranjang. Keranjang yang telah penuh dibawa ke tempat
penyortiran dengan terlebih dahulu dibersihkan dengan menyemprot air tawar kemudian
ditimbang.

6.3. Penanganan hasil panen


Hasil panen harus mendapat perhatian karena selain mempertahankan kualitas
agar baik juga meningkatkan harga jual. Setelah dipanen hasil panen harus selalu
dalam rantai dingin atau dilakukan pengesan dari saat panen, diangkut sampai ke pabrik
pengolahan (cold storage). Hal ini dikarenakan udang merupakan produk high
perishable food (produk yang cepat mengalami pembusukan). Dengan penanganan
hasil panen pada suhu berkisar 00C diharapkan aktifitas bakteri dan enzim pembusuk
dihambat. Jumlah es yang digunakan tergantung banyaknya hasil panen dan jarak yang
dipergunakan selama transportasi. Es yang digunakan harus potongan kecil-kecil (es
curah) dengan perbandingan 1:1 ditata secara berlapis.

Gambar 11. Kegiatan panen udang

6.4.. Manajemen Pasca Panen


Manajemen pasca panen dalam budidaya udang dimaksudkan untuk
memberikan jaminan mutu produk dan keamanan pangan. Langkah langkah yang
harus dilakukan sebagai berikut :
a. Apabila selama pembudidayaan dipergunakan obat-obatan dan bahan kimia,
pemanenan dilakukan setelah udang tidak mengandung residu.
b. Peralatan panen harus menggunakan bahan yang tidak merusak fisik, tidak mencemari
produk dan mudah dibersihkan.
c. Pemanenan dianjurkan dilakukan pada waktu malam atau pagi hari.
d. Udang hasil panen harus dicuci dengan air bersih dan segera didinginkan dengan es.
VII. HAMA DAN PENYAKIT

Hama dan penyakit pada kegiatan budidaya penting diperhatikan karena adanya
hama maupun penyakit dapat menggagalkan usaha budidaya. Penyakit yang timbul
diakibatkan adanya hasil interaksi yang tidak serasi antara kondisi lingkungan, udang
yang dibudidayakan dan penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini menyebabkan stres
sehingga mekanisme pertahanan diri lemah dan akhirnya mudah terserang penyakit.
Manusia memegang peranan untuk mencegah timbulnya penyakit yaitu dengan
memelihara keserasian interaksi antara ketiga komponen tadi, sehingga serangan
penyakit dapat dihindari.

Kondisi yang dapat memicu timbulnya penyakit bisa disebabkan karena :


a. Stres (misalnya meningkatnya suhu air dapat menyebabkan metabolisme meningkat
yang dapat menyebabkan ikan menjadi tidak mau makan)
b. Kekurangan gizi (misalnya pakan yang kandungan proteinnya rendah akan
menghambat pertumbuhan dan mudah terserang penyakit)
c. Pemberian pakan yang berlebihan (pemberian pakan yang berlebihan akan
menimbulkan penumpukan di dasar tambak sehingga dapat mempengaruhi kualitas air
menjadi jelek)
d. Keracunan (Biasanya yang sering menyebabkan keracunan adalah adanya kandungan
nitrit maupun amonia yang tinggi hal ini dikarenakan dasar tambak yang kotor)
e. Kualitas air (jumlah maupun kualitas air mempengaruhi dimana air yang tercemar dapat
menyebabkan udang keracunan dan air yang jumlahnya sedikit akan menyebabkan
kedalaman air di tambak rendah sehingga udang akan mengalami stres)
f. Faktor genetik
g. Jasad patogen (bakteri, virus dan parasit). Beberapa virus yang menyerang diantaranya
jenis

1. WSSV (White Spot Syndrome Virus) dimana gejalanya muncul bintik-bintik putih pada
bagian eksoskeleton dan epidermis setelah 2 hari serangan virus ini menyerang karapas
dan kemudian menjalar ke seluruh bagian tubuh. Selanjutnya udang akan berenang
dipermukaan dan berkumpul di pinggir biasanya juga disertai dengan rusaknya antena.
2. IHHNV (Infectious Hypodermal and Hematopoietic Virus Diseases) dimana gejalanya
berenang tidak beraturan bahkan berputar-putar dan kadang-kadang muncul
dipermukaan.
3. BP (Baculovirus Penaeid)
4. BMN (Baculoviral Midgud gland Necrosis)
5. MBV (Monodon Baculovirus)
6. GPV (Hepatopancreatic Parvo like Virus)
7. HPVREO (Hepatopancreatic Reo like Virus)
8. TSV (Taura sundrome virus)
9. IHHNV (Infection hypodermal hematopoetic necrosis virus)
10. IMNV (Infectious Myo Necrosis Virus) dimana udang yang terserang tubuhnya berwarna
merah seperti terbakar.
Penyakit yang disebabkan oleh organisme parasit adalah Zoothamniumiosis
yang disebabkan oleh Zoothammnium sp. Sedangkan penyakit yang disebabkan oleh
bakteri adalah :
a. Vibriosis disebabkan bakteri Vibrio sp
b. Penyakit insang hitam disebabkan bakteri benang Leucothrix sp

Pencegahan penyakit dilakukan dengan cara :


a. Menggunakan air yang bersih tidak tercemar
b. Penggunaan benur yang bebas penyakit
c. Pemberian pakan yang baik (kualitas maupun kuantitas)
d. Pencegahan dengan cara pemberian antibiotik yang aman maupun
menggunakan sistem pemeliharaan yang ramah lingkungan dengan probiotik
maupun sistem pemeliharaan organik.
Gambar 12. Udang Vanamei Terserang IMNV

7.1. Prinsip Bio Sekuriti Untuk Mencegah Masuknya Patogen


Di dalam suatu sitem budidaya, karier pembawa patogen meliputi inang yang
terinfeksi (benih, induk, vektor dan inang perantara), karier inang biologis lainnya
(burung, anjing, serangga dan manusia) serta perantara lain (air, mobil, ember, sepatu,
jaring, pakaian). Karier-karier tersebut dapat masuk ke dalam sistem budidaya melalui
air, udara maupun sarana tranportasi (jalan). Penularan melalui air meliputi air yang
terkontaminasi dari effluen serta inang alami di pweairan. Penularan udara dapat melalui
burung yang bermigrasi, serangga maupun angin. Penularan darat melalui aktivitas
manusia, hewan, mobil dan perlatan lapangan.
Pencegahan masuknya organisme patogen lewat air dapat dilakukan dengan
upaya-upaya sebagai berikut:
a) Pemilihan lokasi yang tepat untuk menghindari sumber air yang terkontaminasi
b) Minimalisir penggunaan air
c) Penggunaan sistem tertutup
d) Penggunaan fasilitas water treatment
e) Pemasangan waring (screens) dan filter pada pintu pemasukan air
f) Penggunaan disinfektant yang diperbolehkan.
g) Penggunaan sistem tandon (reservoir)
h) Penggunaan air tanah yang bijaksana
Resiko penyebaran penyakit lewat udara dapat dicegah dengan penempatan lokasi
budidaya yang jauh dari tempat limbah budidaya lainnya, penutupan tambak dengan
jaring, program penghalau burung liar dan kontrol serangga liar. Organisme patogen
yang kemungkinan dapat masuk lewat jalan darat dapat direduksi dengan upaya-upaya
antara lain skrining benih atau induk yang digunakan dalam budidaya, adanya
pembatasan bagi pengunjung, pemagaran lokasi budidaya, penggunaan prosedur
sanitasi yang ketat bagi pengunjung maupun staf (bak perendaman kaki, kebersihan
tangan, penggunaan pakaian kerja pelindung) dan mobil (bak perendaman ban mobil),
pembatasan yang ketat dalam penggunaan peralatan lapangan (jaring, ember, aerator)
antar bagian dan pembatasan yang ketat terhadap perpindahan ikan/udang yang
dibudidaya antar bak atau petakan.

7.2. Langkah-Langkah Pencegahan Masuknya Organisme Patogen


Pada budidaya ikan dan udang, organisme patogen khususnya virus dapat
ditemukan pada stadia larva, stadia dewasa, ikan/udang yang sakit atau mati serta pada
hasil panenan. Pada kasus penyakit white spot, WSSV juga seringkali ditemukan pada
spesies krustasea liar, organisme karier lain yang ada di luar maupun di dalam petakan
tambak.
Beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan untuk mengurangi masuknya bibit
penyakit ke dalam lokasi tambak antara lain: (1) persiapan tambak untuk mencegah
masuknya organisme patogen; (2) treatment air di tandon; (3) penggunaan filter pada
saluran pemasukan air; (4) pengurangan penggunaan air atau sistem tertutup dan (5)
skrining benih dengan menggunakan PCR.
Seringkali dalam suatu masa budidaya, udang sudah terinfeksi oleh virus
berbahaya seperti WSSV maupun TSV. Untuk itu perlu dilakukan upaya-upaya
pencegahan agar virus tersebut tidak menyebar atau meningkat keganasansannya.
Upaya tersebut antara lain pengurangan padat tebar maupun pencegahan kondisi stres
pada udang dengan perbaikan lingkungan seperti pengelolaan kualitas air yang baik,
penggunaan pakan yang berkualitas baik serta penggunaan immunostimulan. Deteksi
awal terhadap udang yang sakit maupun mati merupakan salah satu upaya untuk
mengurangi dampak menyebarnya penyakit. Jika suatu penyakit sudah menyerang satu
petakan maka usahakan petak tersebut dilokalisir agar tidak meyebar ke petakan
lainnya. Selain itu, upaya pencegahan juga perlu dilakukan agar penyakit tidak
menyebar dari suatu lokasi tambak ke tambak yang lain sehingga penyakit tersebut
tidak menyebar dalam suatu kawasan.
VIII. ANALISA USAHA

Untik mengetahui besarnya keuntungan usaha pembesaran udang Vanname


dilakukan perhitungan B/C Ratio yaitu :
B/C Ratio = Jumlah Penerimaan : Total Biaya
Jika hasil perbandingan lebih dari 1 maka usaha pembesaran yang dilakukan adalah
layak untuk dikembangkan begitu pula sebaliknya.

Perhitungan usaha budidaya udang vaname secara semi intensif


(mengelola 4 petak dengan luas per petak + 4000 m2)

Harga
Total harga
No Komponen Satuan Volume satuan
(Rp)
(Rp)
1. Biaya sewa
1. Lahan (4 petak @ + 4000) Petak 4 1.500.000 6.000.000
2. Pompa air Unit 4 600.000 2.400.000
3. Kincir air Unit 16 200.000 3.200.000
4. Genset Unit 2 5.000.000 5.000.000
Sub total 20.600.000
2. Biaya operasional produksi
1. Benih udang vaname Ekor 720.000 25 18.000.000
(padat tebar 40 ekor/meter)
2. Pakan buatan (FCR 1,2)
Kg 7.680 8.500 65.280.000
3. Kapur (dolomit)
Kg 2.500 500 1.250.000
4. Feed additive
Paket 4 750.000 3.000.000
5. Pupuk an organik
Paket 2 500.000 1.000.000
6. Inokulan plankton
Paket 2 350.000 700.000
7. Desinfektan
Kg 75 9.000 675.000
8. Probiotik
Paket 1 750.000 750.000
9. BBM
Paket 1 7.500.000 7.500.000
Sub total
98.155.000
3. Biaya tenaga kerja
Tenaga kerja teknisi OB 4 1.000.000 4.000.000
(1 orang x 4 bulan)
Tenaga kerja operator
OB 8 500.000 4.000.000
(2 orang x 4 bulan)
Sub total

8.000.000
4. Biaya lain-lain
Persiapan lahan (4 petak) Paket 4 500.000 2.000.000
Biaya panen Paket 4 500.000 2.000.000
Biaya tak terduga paket 1 4.000.000 4.000.000
Sub total 8.000.000
5. Total biaya No 1 4 134.755.000
6. Suku bunga bank Persen 5 6.737.750 6.737.750
(1,2 % x 4 bulan)
7. Total biaya operasional 141.492.750
8. Penerimaan kg 6.400 30.000 192.000.000
SR (70 % x 160.000) : 70
ekor/kg
112.000 ekor : 70 =
1.600 kg x 4 petak
9. Keuntungan = penerimaan pengeluaran
= 192.000.000 141.492.750
= Rp. 50.507.250,-
(rata-rata per bulan terima Rp. 12.626.000,-)
10. B/C ratio = 192.000.000 :141.492.750 = 1,36
DAFTAR PUSTAKA

Amri, K.. 2006. Budidaya Udang Windu Secara Intesif. Penerbit Agromedia Pustaka. Jakarta.

Anonymous, 2004. Pedoman Umum Budidaya Udang di Tambak. Departemen Kelautan dan
Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Direktorat Pembudidayaan. Jakarta.

Ghufran M. Kordi H. Panggulangan K,. 2004, .Hama dan Penyakit Ikan. Penerbit Bina Adiaksara.
Jakarta.

Haliman, R. W., Adijaya, D. S., 2006. Udang vaname. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta

Hanggono, B., 2006. Peranan Biosekuriti Dalam Budidaya Udang Vaname. Makalah Pelatihan Best
Management Practices (BMP) Budidaya Udang Vaname 6 11 Juni 2006. Balai
Budidaya Air Payau Situbondo

Lestari, Y. N, Subyakto, S., Triastutik, G., Hanggono, B., Nursanto, D.B., 2006. Waspadai IMNV
(Infectious Myonecrosis Virus). Balai Budidaya Air Payau Situbondo.

Santoso, D. 2006. Penerapan GAP (Good Aquaculture Practices) Pada Budidaya Udang di Tambak.
Makalah Pelatihan Best Management Practices (BMP) Budidaya Udang Vaname 6 11
Juni 2006. Balai Budidaya Air Payau Situbondo

Suyanto, S.R., Mujiman. A., 2005. Budidaya Udang Windu. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Wyban, J. A dan Sweeney, J. 1991 Intensif Shrimp Production Technology. Honolulu, Hawaii,
USA 96825.

Anda mungkin juga menyukai