I. PENDAHULUAN
2.3. Pertumbuhan
Seperti halnya arthropoda lainnya, pertumbuhan udang vaname tergantung dua
faktor yaitu frekuensi molting (waktu antara molting) dan pertumbuhan (berapa
pertumbuhan pada setiap molting baru). Tubuh udang mempunyai carapace yang keras,
sehingga pada setiap kali molting carapace terlepas, terjadi pembagian cuticle antara
carapace dan intercalary sclerite, dimana cephalothorax dan appendic anterior akan
terbentuk. Carapace baru pada awalnya lunak, tetapi jika ukuran udang sudah
proporsional akan mengeras kembali, biasanya antara satu sampai dua hari.
Frekuensi molting erat kaitannya dengan ukuran udang, jika udang tumbuh
frekuensi molting meningkat. Pada stadia larva, molting terjadi setiap 30-40 jam pada
temperatur 28C. Juvenil udang ukuran 1 5 gram akan molting setiap 4-6 hari, tetapi
juvenil udang ukuran 15 gram akan molting dengan interval 2 minggu.
Frekuensi molting dipengaruhi oleh faktor kondisi lingkungan dan nutrisi.
Misalnya temperatur lebih tinggi, maka frekuensi molting meningkat. Absorsi oksigen
tidak efisien selama molting dan biasanya akan mati karena hypoxia.
Ketika carapace masih lunak setelah molting, udang akan dimangsa oleh
kawannya. Oleh sebab itu, biasanya udang akan mencari tempat terlindung di detritus
yang lunak. Karena molting sebagai kontrol pertumbuhan dan udang dalam kondisi
riskan, dicoba untuk membuat kondisi budidaya yang nyaman sehingga molting tidak
membuat udang stress.
B. Tekstur tanah
Untuk mengetahui tekstur tanah dapat dilakukan uji laboratorium dengan
menghitung besar butiran dan prosentase dari pasir debu dan lempung atau dengan
cara uji raba melalui jari tangan (The feel and ball method). Jenis tanah untuk tambak
vaname sebaiknya liat berpasir (untuk menghindari kebocoran).
No Parameter Kisaran
1 pH 6,0 8,0
2 Bahan organik ( % ) < 90
3 Tekstur Liat (60 70 % ) dan Pasir ( 30 450 % )
4 Struktur Kompak
5 Potensi infiltrasi (cm / menit) <1
6 Soeloem ( meter ) >1
A. Pematang
Dalam setiap unit tambak biasanya ada dua pematang yang perlu dibangun yaitu
pematang utama dan sekunder. Pematang utama adalah pematang yang membatasi
suatu areal pertambakan dengan lingkungan luar atau benteng utama areal
pertambakan, bila konstruksinya kurang kuat pengelolaannya akan sulit. Pematang
sekunder adalah pematang pembentuk petakan yang berada di dalam lingkungan
pematang utama.
B. Pintu air
Seperti halnya dengan pematang pada suatu unit tambak ada dua pintu air yaitu
pintu utama yang dibangun dibagian pematang utama dan pintu petakan yang dipasang
pada pematang antara setiap petakan dalam unit tambak. Pintu air harus didisain
sedemikian rupa sehingga dapat mengalirkan air dengan debit yang dikehendaki, selain
itu harus kedap air, mampu menahan tekanan air, tidak mudah rusak, berlandaskan
pondasi kokoh, tidak menghalangi aliran air sewaktu dalam keadaan terbuka, tidak
menyebabkan kebocoran atau rembesan pada pematang yang berbalasan dengannya
dan mudah ditangani. Dasar pintu air harus sama atau lebih rendah dari permukaan air
tambak ketika sedang surut, supaya menghilangkan kebocoran dibawah dasar pintu.
Ukuran pintu utama sebaiknya mempunyai lebar 1 1,5 m, tinggi 2 3 m dan panjang 5
6 m. Pada pintu diberi lubang atau sponing untuk meletakkan papan pintu. Pintu air
petakan pada prinsipnya sama dengan pintu air utama, tetapi ukurannyalebih kecil
danumumnya terbuat dari kayu atau beton. Ukuran pintu petakan sebaiknya lebar 0,6
0,8 m, panjang 2 3 m dan tinggi pintu 1,5 2 m.
C. Petakan
Petakan untuk tambak vaname yang ideal berbentuk bujur sangkar, dimana
luasnya tergantung lahan yang tersedia.
Gambar 4.
Bentuk petakan tambak
D. Kedalaman
air tambak
Kedalaman air
tambak yang baik
untuk budidaya udang
vaname yang baik
150 180 cm.
E. Saluran air
Saluran di
tambak terdiri dari
saluran pemasukan dan pengeluaran dimana saluran pemasukan (inlet) dan saluran
pembuangan (outlet) harus terpisah., Saluran inlet harus mempunyai kemiringan 5-10
% dan saluran pembuangan harus dibuat sesuai dengan besarnya petakan jangan
sampai terlalu kecil hal ini dimaksudkan agar pada saat pembuangan air dapat mengalir
dengan lancar. Ukuran dari saluran pemasukan dan pengeluaran air dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Q = AV dimana
Q = Volume air yang akan dikeluarkan
A = Penampang melintang dari saluran
V = Percepatan (velosity) aliran air
Besarnya V dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
V = R 2/3 x S x 1/n dimana :
R = Kedalaman air
S = Kemiringan saluran air
N = Koefisien gesekan (0,02)
Lebar saluran kemudian dapat dihitung dengan rumus :
A = R (b + 2R) (Anonymous, 1987a)
Saluran pembuangan tengah (central drainage) berfungsi untuk membuang
lumpur dan kotoran dari dasar tengah tambak. Bisa berbentuk sistem matahari maupun
bentuk T.
5.2. Pemupukan
Pemupukan berfungsi sebagai penyedia nutrisi bagi udang selama budidaya
udang vaname, dimana dengan pemupukan pakan alami akan tumbuh. Kontribusi
pakan alami 60 -70 % dalam mendukung keberhasilan pertumbuhan benur. Selain
sebagai sumber pakan bagi benur vaname yang baru tebar pakan alami ini juga dapat
berfungsi sebagai sumber nutrisi yang baik yang tidak didapat pada pakan buatan.
Pupuk ada 2 macam yaitu organik pupuk kandang atau kompos dan pupuk anorganik
seperti Urea,TSP dan ZA.
5.3. Pengapuran
Kapur yang dapat digunakan dalam budidaya idang vaname adalah batu kapur
(crushed shell/CaCO3) dosis 100 300 kg/ha, kapur mati (slake lime Ca(OH2) 50 100
kg/ha, dan dolomit (dolomitic lime, Ca Mg(Co)3) 200 -300 kg/ha. Pemberian kapur ini
dilakukan bila pH tanah kurang dari 7,5.
5.5. Benih
Besarnya produksi sebagian besar tergantung dari kualitas benih, bagaimana
benih ditebar dan sistem pengelaolaan selanjutnya. Sedangkan padat penebaran
optimum tergantung daya dukung tambak dan sistem budidaya yang diterapkan.
Benih yang akan ditebar harus yang bebas penyakit (Specific pathogen Free atau
SPF dan (Specific Pathogen Resistant atau SPR) karena penggunaan benur unggul
akan memperkecil resiko kegagalan, disarankan untuk dilakukan pengujian PCR di
laboratorium. Benur yang digunakan dapat dari induk yang berasal dari luar negeri
maupun hasil turunan (F1). Kriteria benur vaname yang sehat dapat diketahui secara
visual, mikroskopis dan ketahanan benur.
Secara visual penampakan benih yang baik adalah murni satu jenis, seragam
dalam ukuran dan umur, berwarna bening kecoklatan, tidak cacat fisik, bereaksi
terhadap rangsangan cahaya, bebas dari penyakit, tidak mengalami necrosis dan
pertumbuyhannya normal bila arus diputar dalam suatu wadah maka benih akan
menentang arus, benur yang sehat berenang mendatar dan bergherak aktif. Benur yang
sakit melayang, terbawa arus, berputar tanpa arah dan tubuh melengkung.
Pengujian secara mikroskopis dapat dilihat pada benur yang sehat permukuaan
tubuhnya bersih, dilakukan pengukuran MGR (muscle to gut ratio) yaitu perbandingan
diameter otot pada ekor dengan diameter pencernaan. Hasilnya dinyatakan dalam
presentase MGR 4 : 1. Selain itu dicek necrosis benur yaitu adanya luka pada tubuh
udang.
Pengujian daya tahan dilakukan dengan perendaman dengan formalin dosis
yang digunakan 100 ppm selama 2 jam bila SR 95 % ke atas berarti benur baik. Selain
itu juga dilakukan tes daya tahan benur terhadapperubahan salinitas yaitu pada salinitas
0 ppt SR 50 % ke atas dianggap baik.
Benih sebelum ditebar diadaptasi selama 2 jam dengan cara kantong benih
dimasukkan ke petakan yang telah diberi sekat dari kayu agar kantong benih tidak
menyebar ke seluruh petakan. Kemudian kantong benih dibuka dan plastik digulung
sampai permukaan air selanjutnya diisi dengan air tambak sampai gulungan habis, bila
benih telah beradaptasi kantong dimiringkan sehingga benih keluar. Kepadatan
penebaran benur vaname 100 125 ekor/m2 . Bila kepadatan ingin ditingkatkan harus
dilihat daya dukung tambak dan sarana pendukung lainnya.
Gambar 9. Proses adaptasi benih vaname
5.6. Monitoring kualitas air
Pengelolaan air untuk budidaya udang sama pentingnya dengan tehnik
budidayanya, karena air merupakan media terpenting bagi kehidupan organisme
didalamnya. Dengan pengelolaan air yang baik maka peningkatan produksi dapat diraih,
untuk itu pengontrolan kualitas air secara kontinyu perlu dilakukan.
Kualitas air tambak yang baik akan mendukung kesehatan dan pertumbuhan
udang vannmei . Parameter kualitas air yamg perlu diamati adalah :
Salinitas
Salinitas merupakan ukuran bagi jumlah garam yang terlarut dalam suatu volume air.
Salinitas di tambak biasanya dipengaruhi oleh tingkat evaporasi dan curah hujan. Bila
salinitas tinggi proses osmoregulasi akan terganggu dimana perumbuhan udang akan
lambat karena energi lebih banyak untuk proses osmoregulasi dibanding untuk tumbuh
selain itu udang kesulitan untuk ganti kulit karena kulit cenderung keras.
Suhu
Setiap organisme mempunyai persyaratan suhu minimum, optimum dan maksimum
untuk hidupnya dan mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri sampai suhu
tertentu. Jika suhu terlalu tinggi metabolisme akan berlangsung cepat sehingga
kebutuhan oksigen akan meningkat. Pada suhu rendah nafsu makan akan berkurang
pemberian pakan harus dikurangi agar tidak terjadi penumpukan sisa pakan dan bisa
diberikan imunostimulan agar nafsu makan meningkat bisa berupa pemberian Vitamin C
maupun peptidoglikan.
pH merupakan derajat keasaman suatu perairan, dimana pH yang ideal berkisar 7,5
8,5
Kandungan oksigen
Oksigen terlarut merupakan parameter kualitas air yang kritis pada budidaya udang
vaname apalagi bila padat penebarannya tinggi. Konsentrasi oksigen terlarut dalam
tambak selalu mengalami perubahan, oleh karena itu pengelolaan tambak harus
memantau perubahan tersebut. Penambahan oksigen dapat dilakukan dengan
penggunaan kincir selain itu dengan adanya kincir akan terjadi arus sehingga dapat
membantu berkumpulnya kotoran ditengah.
Amonia merupakanhasil sekresi atau pengeluaran kotoran udang yang berbentuk gas,
selain itu dapat berasal dari sisa pakan. Amonia akan mengalami proses nitrifikasi bila
tersedia bakteri nitrobakter berubah menjadi nitrit dan denitrifikasi bila terdapat bakteri
nitrosomonas sehingga menjadi nitrat. Salah satu cara meningkatkan bakteri dapat
menggunakan probiotik yang mengandung bakteri yang dibutuhkan.
Transparasi
Cahaya yang jatuh kepermukaan air sebagian akan dipantulkan dan sebagian lagi
diteruskan ke dalam air. Cahaya ini akan disebar dan diserap, cahaya yang diserap
akan diubah menjadi panas. Sedangkan cahaya yang disebar akan mennentukan
kecerahan suatu perairan, dimana kecerahan juga tergantung pada banyaknya partikel-
partikel koloid serta jasad renik yang ada dalam air
No Parameter Kisaran
1 Salinitas ( ppt ) 15 25
2 Suhu ( 0 C ) 28,5 31,5
3 pH 7,5 8,5
4 Oksigen ( ppm ) 3,0 7,5
5 Alkalinitas ( ppm ) 120 160
6 Nitrit ( ppm ) 0,01 0,05
7 NH3 ( ppm ) 0,05 - 0,10
8 H2S ( ppm P 0,01 0,05
9 Bahan organik ( ppm ) < 55
10 Phospat ( ppm ) 0,10 0,25
11 Transparasi 30 40
5.8. Pakan
Kegiatan yang paling penting dalam budidaya udang vaname adalah pemberian
pakan. Pakan yang diberikan harus memenuhi kebutuhan nutrisi bagi pertumbuhan
udang yang dibudidayakan serta harus disesuaikan dengan kebiasaan makan dan
tingkah laku udang itu sendiri. Nutrisi pakan terdiri dari protein, lemak, karbohidrat.
Udang vaname memerlukan formulasi pakan dengan kandungan protein antara 28 30
%.
Pakan harus memiliki daya rangsang dan kekompakan dan daya tahan yang
lama dalam air, karena akan membantu penyediaan pakan ditambak lebih lama tidak
cepat terirai sedangkan daya rangsang akan menambah nafsu makan.
Perangsangan/attractant akan keluar dari pellet kemudian ditangkap melalui
Chemoreceptor yang ada pada tubuh udang. Udang mengkonsumsi pakan melalui
penciuman bukan penglihatan. Oleh karena itu warna pakan tidak terlalu penting,
meskipun demikian pakan harus memiliki warna yang seragam karena perbedaan
warna menunjukkan kurang baiknya pencampuran bahan baku (mixing). Pencampuran
yang kurang merata menyebabkan zat gizi dalam pakan tidak merata.
Pakan harus memiliki daya tahan dalam air atau tidak mudah terurai, bila tidak
akan menyebabkan pencemaran air, begitu juga zat perangsang pada pakan akan
terlepas. Bila pakan sudah tidak ada zat perangsang maka udang tidak mau makan
Dosis pemberian pakan dari udang mulai ditebar sampai waktu panen bervariasi
dimana udang muda perbandingan antara jumlah pakan dan berat tubuhnya lebih tinggi
dari udang yang dewasa. Hal ini dikarenakan udang muda metabolismenya lebih tinggi
sehingga membutuhkan pakan yang banyak sebagai sumber energi. Jumlah pakan
yang diberikan selama pemeliharaan di tambak sebagai berikut :
Salah satu rangkaian hasil kegiatan akhir dari usaha pembesaran udang adalah
pemungutan hasil atau panen. Pencapaian hasil panen yang optimal dapat diperoleh
dengan dukungan faktor produksi yang baik misalnya pemilihan lokasi yang tepat, padat
tebar yang optimal, kulitas pakan tinggi, pemberian pakan yang optimal dan pencegahan
serta penanggulangan penyakit yang tepat dan benar.
Pada akhir masa pemeliharaan selama kurang lebih 114 dengan padat
penebaran 62 ekor/m2 udang vaname dapat mencapai rata-rata berat 17,7 gram.
Pemanenan dapat dilakukan secara total maupun selektif. Adapun beberapa hal yang
perlu diperhatikan pada saat panen yaitu :
1. Antara 2 3 hari sebelum panen dilakukan perlu diberi kapur 10 - 20 ppm
2. Pada waktu pemanenan pemberian pakan harus dihentikan
3. Tidak melakukan pergantian air 3 4 hari sebelum panen
4. Panen dilakukan dengan pemasangan jaring di pintu pengeluaran
5. Pada saat volume diturunkan secara bertahap sembari melakukan panen udang
6. Sebaiknya panen dilakukan pagi atau sore hari untuk menjaga kualitas udang
6.1. Persiapan
Kegiatan ini meliputi penyediaan alat untuk panen diantaranya timbangan,
kranjang bambu/plastik, jaring panen, cold box sedangkan bahan yang digunakan air
tawar dan es
6.2. Pelaksanaan
Jaring panen terlebih dahulu dipasang sehingga pada saat pintu air dibuka air dan
udang keluar bersamaan. Udang yang ada di dalam jaring kemudian dikeluarkan dan
dimasukkan ke dalam keranjang. Keranjang yang telah penuh dibawa ke tempat
penyortiran dengan terlebih dahulu dibersihkan dengan menyemprot air tawar kemudian
ditimbang.
Hama dan penyakit pada kegiatan budidaya penting diperhatikan karena adanya
hama maupun penyakit dapat menggagalkan usaha budidaya. Penyakit yang timbul
diakibatkan adanya hasil interaksi yang tidak serasi antara kondisi lingkungan, udang
yang dibudidayakan dan penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini menyebabkan stres
sehingga mekanisme pertahanan diri lemah dan akhirnya mudah terserang penyakit.
Manusia memegang peranan untuk mencegah timbulnya penyakit yaitu dengan
memelihara keserasian interaksi antara ketiga komponen tadi, sehingga serangan
penyakit dapat dihindari.
1. WSSV (White Spot Syndrome Virus) dimana gejalanya muncul bintik-bintik putih pada
bagian eksoskeleton dan epidermis setelah 2 hari serangan virus ini menyerang karapas
dan kemudian menjalar ke seluruh bagian tubuh. Selanjutnya udang akan berenang
dipermukaan dan berkumpul di pinggir biasanya juga disertai dengan rusaknya antena.
2. IHHNV (Infectious Hypodermal and Hematopoietic Virus Diseases) dimana gejalanya
berenang tidak beraturan bahkan berputar-putar dan kadang-kadang muncul
dipermukaan.
3. BP (Baculovirus Penaeid)
4. BMN (Baculoviral Midgud gland Necrosis)
5. MBV (Monodon Baculovirus)
6. GPV (Hepatopancreatic Parvo like Virus)
7. HPVREO (Hepatopancreatic Reo like Virus)
8. TSV (Taura sundrome virus)
9. IHHNV (Infection hypodermal hematopoetic necrosis virus)
10. IMNV (Infectious Myo Necrosis Virus) dimana udang yang terserang tubuhnya berwarna
merah seperti terbakar.
Penyakit yang disebabkan oleh organisme parasit adalah Zoothamniumiosis
yang disebabkan oleh Zoothammnium sp. Sedangkan penyakit yang disebabkan oleh
bakteri adalah :
a. Vibriosis disebabkan bakteri Vibrio sp
b. Penyakit insang hitam disebabkan bakteri benang Leucothrix sp
Harga
Total harga
No Komponen Satuan Volume satuan
(Rp)
(Rp)
1. Biaya sewa
1. Lahan (4 petak @ + 4000) Petak 4 1.500.000 6.000.000
2. Pompa air Unit 4 600.000 2.400.000
3. Kincir air Unit 16 200.000 3.200.000
4. Genset Unit 2 5.000.000 5.000.000
Sub total 20.600.000
2. Biaya operasional produksi
1. Benih udang vaname Ekor 720.000 25 18.000.000
(padat tebar 40 ekor/meter)
2. Pakan buatan (FCR 1,2)
Kg 7.680 8.500 65.280.000
3. Kapur (dolomit)
Kg 2.500 500 1.250.000
4. Feed additive
Paket 4 750.000 3.000.000
5. Pupuk an organik
Paket 2 500.000 1.000.000
6. Inokulan plankton
Paket 2 350.000 700.000
7. Desinfektan
Kg 75 9.000 675.000
8. Probiotik
Paket 1 750.000 750.000
9. BBM
Paket 1 7.500.000 7.500.000
Sub total
98.155.000
3. Biaya tenaga kerja
Tenaga kerja teknisi OB 4 1.000.000 4.000.000
(1 orang x 4 bulan)
Tenaga kerja operator
OB 8 500.000 4.000.000
(2 orang x 4 bulan)
Sub total
8.000.000
4. Biaya lain-lain
Persiapan lahan (4 petak) Paket 4 500.000 2.000.000
Biaya panen Paket 4 500.000 2.000.000
Biaya tak terduga paket 1 4.000.000 4.000.000
Sub total 8.000.000
5. Total biaya No 1 4 134.755.000
6. Suku bunga bank Persen 5 6.737.750 6.737.750
(1,2 % x 4 bulan)
7. Total biaya operasional 141.492.750
8. Penerimaan kg 6.400 30.000 192.000.000
SR (70 % x 160.000) : 70
ekor/kg
112.000 ekor : 70 =
1.600 kg x 4 petak
9. Keuntungan = penerimaan pengeluaran
= 192.000.000 141.492.750
= Rp. 50.507.250,-
(rata-rata per bulan terima Rp. 12.626.000,-)
10. B/C ratio = 192.000.000 :141.492.750 = 1,36
DAFTAR PUSTAKA
Amri, K.. 2006. Budidaya Udang Windu Secara Intesif. Penerbit Agromedia Pustaka. Jakarta.
Anonymous, 2004. Pedoman Umum Budidaya Udang di Tambak. Departemen Kelautan dan
Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Direktorat Pembudidayaan. Jakarta.
Ghufran M. Kordi H. Panggulangan K,. 2004, .Hama dan Penyakit Ikan. Penerbit Bina Adiaksara.
Jakarta.
Haliman, R. W., Adijaya, D. S., 2006. Udang vaname. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta
Hanggono, B., 2006. Peranan Biosekuriti Dalam Budidaya Udang Vaname. Makalah Pelatihan Best
Management Practices (BMP) Budidaya Udang Vaname 6 11 Juni 2006. Balai
Budidaya Air Payau Situbondo
Lestari, Y. N, Subyakto, S., Triastutik, G., Hanggono, B., Nursanto, D.B., 2006. Waspadai IMNV
(Infectious Myonecrosis Virus). Balai Budidaya Air Payau Situbondo.
Santoso, D. 2006. Penerapan GAP (Good Aquaculture Practices) Pada Budidaya Udang di Tambak.
Makalah Pelatihan Best Management Practices (BMP) Budidaya Udang Vaname 6 11
Juni 2006. Balai Budidaya Air Payau Situbondo
Suyanto, S.R., Mujiman. A., 2005. Budidaya Udang Windu. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
Wyban, J. A dan Sweeney, J. 1991 Intensif Shrimp Production Technology. Honolulu, Hawaii,
USA 96825.