Latar Belakang
Luas perairan laut Indonesia diperkirakan memiliki luasan sekitar + 5,8 juta km2
(termasuk Zona Ekonomi Eksklusif) yang merupakan 2 per tiga dari luas wilayahnya.
Dengan perairan laut yang luas tersebut didalamnya terdapat potensi sumber daya hayati
perikanan yang tinggi dan sudah lama dimanfaatkan masyarakatnya. Setidaknya terdapat +
6000 jenis ikan yang belum teridentifikasi semuanya yang merupakan sumber daya hayati
perikanan yang potensial apabila dikelola pemanfaatannya secara optimal tanpa
menganggu kelestariannya sehingga dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi
kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Seiring dengan pertambahan penduduk, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan
industri maka tekanan terhadap sumber daya perikanan menjadi semakin besar. Tingkat
dan kepentingan terhadap sumber daya perikanan semakin tinggi sedangkan ketersedian
jumlah ikan yang dihasilkan oleh suatu perairan ada batasan-batasannya. Hal ini dapat
dilihat dari berbagai kenyataan berupa kegiatan penangkapan ikan secara merusak,
pembukaan hutan bakau, pembuangan limbah, reklamasi dan sebagainya yang tetap
muncul sebagai permasalahan utama dalam pengelolaan sumber daya perikanan ini.
Pengambilan ikan seenaknya dan pengerusakan ekosistem tanpa memperhitungkan
kepentingan masa depan merupakan faktor utama berkurangnya sumber daya alam
tersebut. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa dengan bertambahnya jumlah penduduk
menyebabkan kerusakan, kebutuhan akan pangan, sandang, pemukiman dan lahan
meningkat pula. Banyak aktifitas manusia yang secara langsung maupun tidak langsung
menyebabkan kerusakan sumber daya hayati perikanan. Misalnya penangkapan berlebih
(overfishing) dan pengerusakan hutan yang menyebabkan erosi dan dapat mendangkalkan
serta mengubah kondisi perairan. Pembuangan sampah dan kotoran yang berasal dari
perumahan, pasar dan kota secara langsung memberikan andil terhadap polusi perairan.
Tingkat Eksploitasi
Pauly (1983), menyatakan sumberdaya wilayah pesisir dan laut, merupakan
sumberdaya yang bersifat open access dan common property, sehingga setiap
orang/stakeholder berhak memanfaatkannya dengan tujuan memperoleh economic rent.
Pola pemanfaatan yang demikian cenderung mengarah kepada deplesi sumberdaya,
sehingga jika tidak ada upaya untuk menjaga kelestariannya seperti konservasi
dikhawatirkan terjadi scarcity sumberdaya yang mengarah kepada kepunahan. Selain itu
masih menurutnya, dampak utama dari sifat yang open access dan common property
terhadap pemanfaatan dan pengelolaannya adalah :
1. Kesulitan dalam pengontrolan dan estimasi jumlah stok dari ikan pada setiap
musim/periode karena dipengaruhi oleh faktor biologi dan ekologi dari sumberdaya
perikanan sebagai faktor alami (makanan, mangsa dan habitatnya), serta berbagai
upaya eksploitasi yang dilakukan manusia (bertujuan memaksimumkan resource rent
untuk meningkatkan kesejahteraan) sebagai faktor non alami.
2. Usaha penangkapan ikan di wilayah perairan mengandung risiko dan ketidakpastian
(uncertainty) yang relatif besar. Dalam hal ini sumberdaya perikanan bersifat
mobile/fugitive, sehingga risikonya adalah kehilangan sejumlah penangkapan dan
risiko-risiko penyerta lainnya.
1
CM Pride Campaign Bogor 4 pada TN Bunaken
3. Timbulnya pemanfaatan sumberdaya yang economic overfishing dan biology
overfishing. Economic overfishing terjadi jika input (effort) yang digunakan dalam
pemanfaatan sumberdaya ikan (fishing), melebihi kapasitas produksi, dengan kata lain
untuk menangkap ikan dengan jumlah kecil dalam suatu usaha dibutuhkan input yang
besar (effort). Implikasinya adalah hasil tangkapan (catch) yang diperoleh, dan dinilai
dengan uang (total revenue) < biaya input yang dikeluarkan (TC). Sedangkan biology
overfishing terjadi jika hasil tangkapan telah melebihi potensi lestarinya, sehingga
kemampuan ikan bertahan pada keseimbangan produksinya terancam, yang akan
mengarah pada kelangkaan (scarcity) sumberdaya perikanan, serta kepunahan
beberapa spesies tertentu.
Overfishing adalah sebuah istilah dalam bahasa Inggris untuk menjelaskan
penangkapan ikan secara berlebihan2. Overfishing terjadi ketika kegiatan penangkapan
ikan mengurangi stok ikan di melebihi batas toleransi dari stok ikan yang tersedia..
Fenomena ini merupakan ancaman bagi berbagai spesies ikan. Pada tanggal 15 Mei 2003,
jurnal Nature melaporkan bahwa semua spesies ikan laut yang berukuran besar telah
ditangkap berlebihan secara sistematis hingga jumlahnya kurang dari 10% jumlah yang
ada pada tahun 1950. Kemampuan perikanan secara alami pulih juga tergantung pada
apakah kondisi ekosistem yang cocok untuk pertumbuhan populasi stok. Perubahan dalam
komposisi stok ikan dapat membentuk keseimbangan aliran energi lain yang melibatkan
spesies dari komposisi yang lain telah ada sebelum (pergeseran ekosistem).
Menurut Dwiponggo (1982) dalam Parerung (1996), tingkat pemanfaatan atau
pengusahaan sumberdaya perikanan dibagi menjadi empat macam, yaitu :
1. Pengusahaan yang rendah, dimana hasil tangkapan hanya merupakan sebagian kecil
dari potensinya
2. Pengusahaan yang moderat (sedang), dimana hasil tangkapan merupakan sebagian
yang nyata dari potensi, namun penambahan upaya penangkapan masih
memungkinkan
3. Pengusahaan yang tinggi, dimana hasil tangkapan sudah mencapai sebesar
potensinya, penambahan upaya penangkapan tidak akan menambah hasil tangkapan
4. Pengusahaan yang berlebih (overfishing), dimana terjadi pengurangan dari stok
udang/ikan, karena penangkapan yang tinggi, sehingga hasil tangkapan per satuan
upaya penangkapan akan jauh berkurang.
Selanjutnya Pauly (1983), mengklasifikasikan over fishing dalam 3 jenis yaitu:
1. Growth overfishing (overfishing pertumbuhan) adalah ketika ikan yang dipanen pada
ukuran rata-rata yang lebih kecil dari pada ukuran yang akan menghasilkan hasil
maksimum per rekrut. Hal ini membuat total stok ikan berkurang dibandingkan stok
dibiarkan dalam ukuran yang wajar. Hal ini dapat diatasi dengan mengurangi
kematian ikan ke tingkat yang lebih rendah dan meningkatkan ukuran rata-rata ikan
dipanen untuk panjang yang akan memungkinkan hasil maksimum per rekrut.
2. Recruit overfishing (overfishing rekuitmen) adalah ketika populasi ikan dewasa
matang (pemijahan biomassa) habis ke tingkat di mana tidak lagi memiliki kapasitas
reproduksi untuk mengisi sendiri. Tidak cukup dewasa untuk menghasilkan
keturunan. Peningkatan biomassa pemijahan ke tingkat sasaran adalah pendekatan
yang diambil oleh manajer untuk memulihkan populasi overfished ke tingkat yang
berkelanjutan. Hal ini umumnya dicapai dengan menempatkan moratoriums, kuota
dan batasan ukuran minimum terhadap populasi ikan.
3. Ecosystem overfishing (overfishing ekosistem) adalah ketika keseimbangan
ekosistem tersebut berubah karena penangkapan yang berlebihan. Penurunan dalam
kelimpahan menurun spesies pemangsa besar dan pada gilirannya meningkatkan
2
http//id.wikipedia.org
hijauan jenis kecil spesies dalam kelimpahan, menyebabkan pergeseran
keseimbangan ekosistem terhadap spesies ikan yang lebih kecil.
Kesimpulan
Seiring dengan pertambahan penduduk, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan
industri maka tekanan terhadap sumber daya perikanan menjadi semakin besar. Dengan
tingkat kerusakan yang telah terjadi dan aktifitas-aktifitas yang sangat berpotensi menjadi
ancaman terhadap sumber daya perikanan, maka diperlukan suatu sistem pengelolaan,
aturan dan pengawasan yang mendukung ke arah pelestarian sumber daya perikanan ini.
Beberapa konsep peraturan yang dapat dikembangkan dalam melindungi dan menjaga
keberadaan sumber daya perikanan agar dapat dimanfaatkan secara lestari dan
berkelanjutan antara lain : penutupan musim perikanan, penutupan daerah pemijahan, cara
penangkapan yang dilarang, perlindungan anak ikan, dan sistem quota
Referensi
Arimoto, T., S.J. Choi., and Y.G. Choi. 1999. Trends and Perspectives for Fishing
Technology Research Towards the Sustainable Development. In Proceeding of 5th
International Symposium on Efficient Application and Preservation of Marine
Biological Resources. OSU National University: 135-144.
Balai TN Bunaken. 2009. Monitoring Daerah Spawning Area. Laporan kegiatan Juli 2009.
Manado. 67 hal.
Dahuri, R., J. Rais., S.P. Ginting., dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Jakarta. 155 hal
Parerung, Y.M. 1996. Studi tentang Perikanan Pancing Ranggung di
Tanjung Pasir
Kabupaten Tanggerang. Skripsi. Program studi pemanfaatan
sumberdaya perikanan. Fakultas Perikanan IPB. 69 hal
Pauly, 1983. Some Simple Methods for Technique Assesment of Tropical
Fish Stoks.
FAO Fish. Tech .Pap.,(234): Issued also in Franch and Spanish. 52
pp.
Soeseno S. 1978. Teknik penangkapan dan teknologi ikan. Yasaguna. Jakarta 87 hal.
Sunyoto, P. dan Mustahal. Pembenihan Ikan Laut Ekonomi: kerapu, kakap dan baronang.
Penebar Swadaya. Jakarta. 84 hal.