Anda di halaman 1dari 28

TUGAS METODE ANALISIS PERENCANAAN

ANDI IDHAM ASMAN 25417022


TRI WAHYUNINGSIH 25417061

PASCA SARJANA PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


SEKOLAH ARSITEKTUR, PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2017
DEFINISI ANALISIS KLASTER
Menurut Dillon (1984), analisis klaster merupakan pengelompokkan objek/individu dikelompokkan ke
dalam k kelompok berdasarkan sifat-sifat yang diamati sehingga objek yang terletak dalam satu
kelompok memiliki kemiripan sifat yang lebih besar dibandingkan dengan objek yang terletak dalam
kelompok lain

Analisis klaster tidak menunjukkan tingkatan (ordinal) tetapi hanya menunjukkan perbedaan sifat objek
(nominal)
Dalam terminologi SPSS, analisis klaster merupakan perlakuan terhadap baris

n objek diukur Mengukur kemiripan Membentuk klaster Profil klaster


berdasarkan variabel antar objek (matrix
similarity)
Sumber: Dillon (1984:158)
KEDUDUKAN ANALISIS KLASTER
Regresi

Regresi Logistik

Analisis
Dependensi Diskriminan

Analisis Konjoin
Analisis
Multivariat Analisis Kanonikal

Analisis varian

Analisis Faktor
Interdependensi
Analisis klaster
PERBEDAAN ANALISIS KLASTER DAN
ANALISIS FAKTOR
Analisi Klaster : Analisi Faktor :
- Mengelompokkan objek ANALISIS - Mengelompokkan objek
atau data berdasarkan berdasarkan pola dari
MULTIVARIAT
ukuran jarak (proximity) variasi (correlation)
- Pengelompokkan dilakukan INTERDEPENDENSI - Pengelompokkan dilakukan
pada BARIS (objek) pada KOLOM (variabel)
Tujuan Analisis klaster
Tujuan utama analisis klaster menururt Sutanto (2009:681) adalah mengelompokkan objek (elemen)
seperti orang, produk (barang), toko, atau organisasi, ke dalam kelompok-kelompok yang relatif
homogen, berdasarkan pada suatu set variabel yang dipertimbangkan untuk diteliti.

Ciri-ciri Analisis klaster


Homogenitas (kesamaan) yang tinggi antar-anggota dalam satu klaster (within-klaster)

Heterogenitas (perbedaan) yang tinggi antar-klaster yang satu dengan klaster yang lainnya (between
klaster)
UKURAN KEMIRIPAN OBJEK
Pengukuran Jarak (Distance-Type Measures)
Digunakan untuk data metrik (interval-rasio)
Jarak yang besar menunjukkan sedikit kesamaan, jarak kecil menunjukkan bahwa suatu objek semakin mirip
dengan objek lain
Klaster berdasarkan jarak memiliki kesamaan nilai meski pola berbeda
Ukuran jarak terbagi atas jarak euklidian, jarak city block, dan jarak mahalanobis

Pengukuran Asosiasi (Matching-Type Measures)


Digunakan untuk data non metrik (nominal atau ordinal)

Pengukuran Korelasi (Correlation Coefficient)


Digunakan untuk data metrik (interval-rasio)
Kesamaan antarobjek dilihat dari koefisien korelasi antarpasangan objek yang diukur dengan beberapa variabel
Jarang digunakan karena berfokus pada pola hubungan meski nilai berbeda, padahal titik berat analisis klaster
adalah besarnya nilai objek
Pengukuran Jarak (Distance-Type Measures)
1 Jarak Euklidian
Besarnya jarak suatu garis lurus
yang menghubungkan antarobjek d2xy = 1( ) 2

yang diamati Keterangan:


Digunakan jika variabel amatan d2xy = kuadrat jarak euklidian antara objek X dan Y
saling bebas tidak berkorelasi satu p = banyaknya variabel yang diamati
sama lain (tidak terjadi = nilai j pada objek X
multikolinearitas = nilai j pada objek Y

2 Jarak City-Block 3 Jarak Mahalanobis


Penyederhanaan dari perbedaan rata-rata pada antar objek Digunakan Jika terjadi multikolineritas pada data yang diamati

d(x,y) =
d2ij = 1
Keterangan:
dxy = kuadrat jarak euklidian antara objek X dan Y
Keterangan:
= nilai pada objek X
dij = kuadrat jarak mahalanobis
= nilai j pada objek Y
= vektor dari nilai objek i dan j
S = matriks kovarian
Pertanyaan yang harus Bagaimana mengukur
dijawab dalam analisis tingkat kesamaan
klaster (similarity)?

Bagaimana Berapa banyak klaster


membentuk klaster? yang terbentuk?
METODE ANALISIS KLASTER
Menurut Dillon (1984), metode analisis klaster terbagi atas:
Metode Hirarki: metode pengelompokkan yang membentuk tingkatan tertentu seperti pada struktur pohon karena proses
pengklasterannya dilakukan secara bertahap

Metode Non Hirarki: metode pengelompokkan diawali dengan menentukan terlebih dahulu jumlah klaster yang diinginkan
(dua, tiga, atau yang lain). Setelah jumlah klaster ditentukan, maka proses klaster dilakukan dengan tanpa mengikuti proses
hirarki.
METODE ANALISIS KLASTER
METODE HIRARKI METODE NON HIRARKI

Kelompok terbentuk secara alami secara Proses Pengelompokkan Dikenal dengan metode k-means
bertahap Jumlah klaster ditentukan terlebih
Proses pembentukan klaster melihat dahulu
jarak tiap dua objek terdekat Membentuk klaster dengan melakukan
Jumlah klaster ditentukan kemudian pengujian (trial and error, dalam SPSS
dikenal dengan istilah proses iterasi

Hasil dapat dibaca menggunakan Hasil Pengelompokkan Klaster yang terbentuk berupa
dendogram dan icycle vertical karakteristik nominal (perbedaan sifat)
Klaster yang terbentuk berupa bukan ordinal (tingkatan)
karakteristik nominal (perbedaan sifat) Interpretasi hasil klaster menggunakan
bukan ordinal (tingkatan) rumus rata-rata sampel:
X=+Z.
Keterangan:
X = rata-rata sampel (dalam hal ini rata-rata
variabel pada klaster tertentu)
= rata-rata populasi
= standar deviasi
Z = nilai standardisasi
Metode Hirarki

Aglomeratif Divisif

Tiap objek pada mulanya dianggap Metode pemecahan dimulai dengan


sebagai klaster tersendiri, kemudian memisahkan satu objek terjauh sehingga
dua klaster yang memiliki jarak terbentuk grup splinter. Kemudian tiap
terdekat, bergabung menjadi satu objek dalam grup utama dibandingkan
klaster. Demikian seterusnya hingga jaraknya ke grup utama dan grup splinter.
kumpulan objek membentuk klaster Apabila suatu objek ternyata lebih dekat
tunggal. dengan group splinter maka objek
tersebut bergabung dengan group
splinter. Demikian seterusnya hingga
semua objek memiliki jarak yang lebih
dekat ke grup utama, maka clustering
Sumber: Everitt (2011:72) berhenti.
Metode Hirarki: Aglomeratif
Single Linkage
Jarak antar klaster ditentukan oleh jarak minimum antara dua objek
dalam klaster yang berbeda

Dsl Ci , C j min x , y d ( x, y ) x Ci , y C j
Complete Linkage
Jarak antar klaster ditentukan oleh jarak terjauh antara dua objek
dalam klaster yang berbeda

Dcl Ci , C j max x, y d ( x, y) x Ci , y C j
Average Linkage

Davg Ci , C j
Jarak antara dua klaster dianggap sebagai jarak rata-rata antara 1
semua anggota dalam satu klaster dengan semua anggota klaster lain Ci C j
d ( x, y)
xCi , yC j

Wards Method
Jarak antara dua klaster yang terbentuk adalah jumlah kuadrat (sum Dw Ci , C j x ri x rj x rij
2 2 2

of square) di antara dua klaster tersebut xCi xC j xCij

Centroid Method
Jarak antara dua cluster adalah jarak antar centroid kluster tersebut

Dcentroids Ci , C j d (ri , rj )
Centroid kluster adalah nilai tengah observasi pada variabel dalam
suatu set variabel cluster
Outlier hanya sedikit berpengaruh jika dibandingkan dengan
metode lain
Aplikasi Metode Hirarki: Aglomeratif A Metode Single Linkage
Nilai Pelajaran
Nama Nilai Pelajaran Fisika
Biologi 1. Mencari objek dengan jarak minimum
Idham (A) 90 85
Tri (B) 75 60 B dan D memiliki jarak minimum
Aisyah (C) 80 80
yaitu 7,07 sehingga membentuk
Rina (D) 70 65
klaster 1
Berdasarkan data di atas, dapat dilakukan
pengelompokkan (clustering) melalui tahap berikut 2. Menghitung jarak klaster BD dengan objek lainnya dengan
terlebih dahulu: metode single linkage (jarak terdekat)

Menghitung jarak euclidian: D(BD)A = Min (DBA , DDA) = Min (29,15 ; 28,28 ) = DDA = 28,28
1 D(BD)C = Min (DBC , DDC) = Min (20,62; 18,03) = DDC = 18,03
= 90 75 2 + (85 60) 2 = 850 = 29,15

= 90 80 2 + (85 80) 2 = 125 = 11,18 Terbentuk matriks terbaru


2 + (85
Jarak A ke C lebih kecil (11,18)
= 90 70 65) 2 = 800 = 28,28
2 + (60 80) 2 =
dibandingkan jarak BD ke objek
= 75 80 425 = 20,62
lainnya, sehingga A dan C
= 75 70 2 + (60 65) 2= 50 = 7,07
membentuk klaster 2
= 80 70 2+ (80 65) 2 = 325 = 18,03
Dengan demikian, klaster 1 (BD) akan bergabung dengan klaster
2 Menyusun matriks similarity:
2 (AC) menjadi klaster tunggal.
B Metode Complete Linkage C Metode Average Linkage

1. Mencari objek dengan jarak minimum 1. Mencari objek dengan jarak minimum

B dan D memiliki jarak minimum B dan D memiliki jarak minimum


yaitu 7,07 sehingga membentuk yaitu 7,07 sehingga membentuk
klaster 1 klaster 1

2. Menghitung jarak klaster BD dengan objek lainnya dengan 2. Menghitung jarak klaster BD dengan objek lainnya dengan
metode complete linkage (jarak terjauh) metode average linkage (jarak rata-rata)

D(BD)A = Max (DBA , DDA) = Max (29,15 ; 28,28 ) = DDA = 29,15 D(BD)A = (DBA , DDA) = (29,15 ; 28,28 ) = DDA = 28,27
D(BD)C = Max (DBC , DDC) = Max (20,62; 18,03) = DDC = 20,62 D(BD)C = (DBC , DDC) = (20,62; 18,03) = DDC = 19,33

Terbentuk matriks terbaru Terbentuk matriks terbaru


Jarak A ke C lebih kecil (11,18) Jarak A ke C lebih kecil (11,18)
dibandingkan jarak BD ke objek dibandingkan jarak BD ke objek
lainnya, sehingga A dan C membentuk lainnya, sehingga A dan C
klaster 2 membentuk klaster 2

Dengan demikian, klaster 1 (BD) akan bergabung dengan klaster 2 Dengan demikian, klaster 1 (BD) akan bergabung dengan klaster
(AC) menjadi klaster tunggal. 2 (AC) menjadi klaster tunggal.
Aplikasi Metode Hirarki: Divisif
1. Menghitung jarak rata-rata antarobjek:

A= 1/3 (AB+AC+AD) = 1/3 (29,15+11,18+28,28) = 22,87


B= 1/3 (BA+BC+BD) = 1/3 (29,15+20,62+7,07) = 18,95
C= 1/3(CA+CB+CD) = 1/3 (11,18+20,62+18,03) = 16,61
D= 1/3(DA+DB+DC) = 1/3 (28,28+7,07+18,03) = 17,79

Objek A mempunyai jarak terjauh yaitu 22,87, maka A dipisahkan dari grup utama dan membentuk grup
splinter

2. Menghitung jarak rata-rata objek dengan grup induk dan grup splinter
Objek C mempunyai jarak lebih dekat ke grup
splinter dari pada grup utama, maka C bergabung
dengan A di grup splinter

3. Menghitung jarak rata-rata objek yang tersisa


dengan grup induk dan grup splinter

Jarak semua objek ke grup utama sudah lebih dekat


daripada jarak ke grup splinter, maka komposisinya
sudah stabil.
Metode Non Hirarki
Tentukan k sebagai jumlah klaster yang ingin dibentuk
Sequential Threshold
Memilih satu cluster dan menempatkan semua objek yang
Bangkitkan k centroid (titik pusat klaster) awal secara
berada pada jarak terdekat ke dalam cluster tersebut
random
Kemudian cluster yang kedua dipilih dan menempatkan
semua objek yang berada pada jarak terdekat ke dalamnya
V = centroid pada klaster
= / Xi = objek ke-i
n = banyaknya objek Parallel Threshold
=1
Memilih beberapa objek awal cluster sekaligus dan kemudian
melakukan penggabungan objek ke dalamnya secara
Hitung jarak setiap objek ke masing-masing centroid bersamaan.
dari masing-masing klaster, setiap objek memilih Pada saat proses berlangsung, jarak terdekat dapat ditentukan
centroid terdekat untuk memasukkan beberapa objek ke dalam cluster-cluster

Tentukan posisi centroid baru dengan menghitung Optimizing Threshold


nilai rata-rata dari objek yang terletak pada centroid
yang sama Memungkinkan untuk menempatkan kembali objek-objek ke
dalam cluster yang lebih dekat atau dengan melakukan
optimasi pada penempatan objek yang ditukar untuk cluster
lainnya dengan pertimbangan kriteria optimasi
Pengecekan konvergensi, jika sudah konvergen maka
proses iterasi berhenti
TAHAPAN ANALISIS KLASTER

Tujuan analisis klaster: Deskripsi klasifikasi, Penyederhanaan data, dan Identifikasi hubungan,

Desain penelitian: Pendeteksian outlier (objek yang sangat berbeda dengan objek lainnya),
mengukur kesamaan objek (similarity), dan standardisasi data dengan Z-Score (jika terdapat
variasi satuan)

Asumsi-asumsi: sampel yang diambil harus representatif atau mewakili populasi dan tidak
terjadi multikolinearitas antarvariabel

Proses mendapatkan klaster: dilakukan dengan memilih metode klaster terlebih (metode
hirarki atau non hirarki)

Interpretasi terhadap klaster: interpretasi terhadap hasil klaster dilakukan dengan melihat nilai
rata-rata objek dalam tiap klaster. Hasil klaster dari metode hirarki maupun non hirarki
memiliki karakteristik nominal (menunjukkan perbedaan sifat) bukan ordinal (tingkatan)

Validasi dan pembuatan profil klaster: memastikan bahwa solusi dari analisis klaster dapat mewakili
populasi dan dapat digeneralisasi untuk objek yang lain
STUDI KASUS
Kabupaten Takalar memiliki 9 kecamatan yang Kepadatan Penduduk Jumlah Luas lahan
No Kecamatan
selanjutnya akan diklasterkan berdasarkan 3 variabel (jiwa/km2) fasilitas (unit) terbangun (Ha)
1 Mangarabombang 379 108 379,88
yaitu:
2 Mappakasunggu 348 68 48,56
Objek: merupakan kumpulan populasi (bukan sampel) 3 Sanrobone 469 48 12,06
terdiri atas 9 kecamatan Polombangkeng
Variabel 4 316 87 101,13
Selatan
V1 = Kepadatan penduduk 5 Pattallassang 1471 192 66,73
V2 = Jumlah fasilitas 6 Polombangkeng Utara 227 150 149,41
V3 = Luas lahan terbangun 7 Galesong Selatan 1016 77 12,08
Proses klaster (pengelompokkan) akan dilakukan 8 Galesong 1524 96 62,76
dengan metode hirarki (aglomeratif dengan 9 Galesong Utara 2529 100 119,30
pendekatan average linkage) dan metode non hirarki. Sumber: Takalar dalam Angka (2015)

1 2
SUB BWP SUB BWP
A A
Melakukan standardisasi data Menentukan ukuran kemiripan (similarity)
Standardisasi dilakukan karena adanya perbedaan Ukuran kemiripan antar dua objek dihitung dengan menggunakan
satuan dari tiap-tiap variabel. Standardisasi rumus jarak euklidian:
menggunakan z_score

= d2xy = 1( ) 2

Hasil pengukuran jarak akan disusun membentuk matriks similarity


METODE HIRARKI
3
SUB BWP

A
Menyusun matriks similarity
Berdasarkan perhitungan kemiripan dengan Euklidian, maka disusun matriks similarity, seperti yang ditunjukkan
pada tabel di bawah:

4
SUB BWP

A
Memilih metode pengelompokkan
Metode klaster yang digunakan yaitu metode hirarki. Metode tersebut secara bertahap membentuk klaster dari
dua objek yang memiliki similaritas yang tinggi dan seterusnya hingga, semua objek memiliki klaster.

Proses clustering dimulai dengan melihat dua objek dengan jarak terkecil (similaritas yang tinggi), yaitu
d(2,3) = 0,337 sehingga terbentuk klaster pertama.
5
SUB BWP

A
Proses Pengelompokkan (Clustering)
Proses clustering menggunkan metode average linkage, yaitu clustering berdasarkan jarak rata-rata semua antar
pasangan objek. Proses clustering ditunjukkan pada stage-stage berikut:

Stage 1:
Terbentuk cluster yang beranggotakan Kecamatan
Mappakasunggu (2) dan Sanrobone (3) dengan nilai koefisien
0,337 yang menunjukan jarak terdekat kedua objek.
Selanjutnya pada kolom next stage, terlihat angka 3. Hal ini
berarti clustering selanjutnya melihat stage 3.

Stage 3
Kecamatan Mappakasunggu bergabung dengan
Polongbangkeng Selatan. Dengan demikian, klaster sudah
terdiri 3 anggota. Jarak 0,931 merupakan jarak rata-rata objek
terakhir yang baru bergabung dengan 2 objek sebelumnya.

Metode aglomerasi average linkage D23(4):


Jarak objek 2 ke 4 = 0,407
Jarak objek 3 ke 4 = 1,454
D23(4) = (0,407 + 1,454) = 0,931
6
SUB BWP

A
Menentukan jumlah klaster dan anggota klaster
Proses pengelompokkan menghasilkan beberapa klaster dan masing-masing anggotanya, perincian ditunjukkan
pada tabel berikut:

Tampilan vertical icicle plot Tampilan Dendogram

Berdasarkan icicle di atas, jika ditentukan 3 Hasil klaster yang ditunjukkan dengan dendogram menggunakan
klaster, maka anggota yang terbentuk yaitu: berdasarkan jarak objek. Untuk anggota klaster pada jarak 10 yaitu:
Klaster Anggota Klaster Klaster Anggota Klaster
Klaster 1 Kecamatan Mangarabombang Klaster 1 Kecamatan Mangarabombang
Kecamatan Mappakasunggu, Sanrobone, Kecamatan Mappakasunggu, Sanrobone,
Klaster 2
Klaster 2 Polombangkeng Selatan, Galesong Selatan, Polombangkeng Selatan, Galesong Selatan, Galesong.
Galesong, Galesong Utara
Klaster 3 Kecamatan Pattallassang dan Polongbangkeng Utara
Kecamatan Pattallassang dan Polongbangkeng
Klaster 3 Klaster 4 Kecamatan Galesong Utara
Utara
7
SUB BWP

A
Interpretasi hasil klaster
Interpretasi klaster dilakukan dengan memberikan label yang dapat menjelaskan kealamian klaster. Pada kasus di
atas, interpretasi klaster kecamatan dihitung berdasarkan rata-rata variabel pada tiap klaster:

Klaster Anggota Klaster Rata-Rata Variabel Klaster 1 berisi kecamatan yang memiliki rata-rata
Klaster 1 Mangarabombang 288,97 variabel (kepadatan penduduk, jumlah fasilitas,
)
Rata-rata ( 288,97 dan luas lahan terbangun) yaitu 288,97
Mappakasunggu 154,88
Sanrobone 176,31 Klaster 2 berisi kecamatan dengan rata-rata
Polombangkeng Selatan 168,09 variabel (kepadatan penduduk, jumlah fasilitas,
Klaster 2 dan luas lahan terbangun) yaitu 390,79
Galesong Selatan 368,49
Galesong 561,02 Klaster 3 berisi kecamatan dengan rata-rata
Galesong Utara 915,94 variabel (kepadatan penduduk, jumlah fasilitas,
)
Rata-rata ( 390,79 dan luas lahan terbangun) yaitu 376,01
Pattallassang 576,46
Klaster 3
Polombangkeng Utara 175,55
)
Rata-rata ( 376,01

dari klaster yang terbentuk dapat diinterpretasikan bahwa kecamatan yang berada dalam satu
klaster memiliki kemiripan berdasarkan ketiga variabel (kepadatan penduduk, jumlah fasilitas,
dan luas lahan terbangun)
Hasil analisis klaster kecamatan di Kabupaten
Takalar secara spasial
METODE NON HIRARKI (K-MEANS)
1 2
SUB BWP
SUB BWP
A
Melakukan standardisasi data
A
Proses Trial and Error (Iterasi)
Standardisasi dilakukan karena adanya perbedaan satuan Tahapan selanjutnya adalah menentukan jumlah klaster.
dari tiap-tiap variabel. Standardisasi menggunakan z_score Misalnya ditentukan 3 klaster, selanjutnya dimulai proses
pembentukan klaster dengan mengubah-ubah klaster yang
=
ada (trial and error) sehingga menjadi lebih tepat dalam
pengelompokkan. Pada proses pengelompokkan terjadi 2
tahapan iterasi.

Z _ Kepadatan
Z _ Jumlah Z _ Luas lahan
No Kecamatan Penduduk
fasilitas (unit) terbangun (Ha)
(jiwa/km2)
1 Mangarabombang -0.68868 0.11651 2.43413
2 Mappakasunggu -0.72815 -0.79532 -0.50801
3 Sanrobone -0.57409 -1.25124 -0.83213
Polombangkeng
4 Selatan -0.76889 -0.36220 -0.04118
5 Pattallassang 0.70169 2.03137 -0.34666
Polombangkeng
6 Utara -0.88221 1.07394 0.38755
7 Galesong Selatan 0.12237 -0.59016 -0.83195
8 Galesong 0.76917 -0.15704 -0.38191
9 Galesong Utara 2.04878 -0.06585 0.12017
3
SUB BWP

A
Hasil akhir clustering

Number of Cases in each


Final Cluster Centres Cluster
Cluster Cluster 1 1.000
1 2 3 2 3.000 Tabel di samping menunjukkan Klaster yang
Zscore: Kepadatan -.68868 .62275 -.23592 terbentuk dan jumlah objek pada masing-masing
Penduduk 3 5.000 klaster.
Zscore: Jumlah Fasilitas .11651 1.01315 -.63119 Valid 9.000
Zscore: Luas Lahan 2.43413 .05368 -.51904 Missing .000
Terbangun

Kecamatan QCL_1 QCL_2


Angka pada tabel output tersebut terkait dengan Mangarabombang 1 0.00000
proses standarisasi data sebelumnya berdasarkan JUMLAH Mappakasunggu 3 0.51899
pada angka z, dengan ketentuan: KLASTER DAN Sanrobone 3 0.77256
- Angka Negatif: data di bawah rata-rata total
ANGGOTA Polongbangkeng
- Angka positif: data di atas rata-rata total
Selatan 3 0.76470
KLASTER Pattallassang 2 1.09694
Polongbangkeng Utara 2 1.54275
Galesong Selatan 3 0.47746
Klaster Anggota Klaster
Galesong 3 1.11975
Klaster 1 Kecamatan Mangarabombang Galesong Utara 2 1.78947
Kecamatan Pattallassang, Polongbangkeng Utara, dan
Klaster 2
Galesong Utara Anggota masing-masing klaster
Kecamatan Mappakasunggu, Sanrobone, Polombangkeng Merupakan jarak objek ke pusat klaster
Klaster 3
Selatan, Galesong Selatan, dan Galesong
4
SUB BWP

A
Interpretasi hasil clustering

X : rata-rata sampel (dalam hal ini rata-rata


Mean dan standart deviasi digunakan dalam
variabel pada klaster tertentu )
perhitungan rata-rata variabel pada kluster
= + . : rata-rata populasi
tertentu. Rumus yang digunakan untuk
Z : Nilai standarisasi yang didapat pada SPSS
menghitung rata-rata variabel tersebut adalah:
: Standart deviasi

Klaster 1: berisi kecamatan yang mempunyai kepadatan Rata-rata Rata-rata Rata-rata Luas
penduduk di bawah rata-rata, jumlah fasilitas di atas rata- Kepadatan Jumlah Lahan
rata, dan jumlah luas lahan terbangun di atas rata-rata Penduduk Fasilitas Terbangun
populasi. Mean 919.89 102.89 105.77
Klaster 2: berisi kecamatan yang mempunyai kepadatan Klaster 1 378.99 108 379.56
penduduk, jumlah fasilitas, dan jumlah luas lahan terbangun
di atas rata-rata populasi. Klaster 2 1408.99 147.33 111.81
Klaster 3: berisi kecamatan yang mempunyai kepadatan Klaster 3 734.60 75.20 217.86
penduduk dan jumlah fasilitas di bawah rata-rata serta luas
Di bawah rata-rata
lahan terbangun di atas rata-rata.
REFERENSI
Dillon, William R., and Matthew Goldstein. 1984. Multivariate analysis:
methods and applications. New York: John Wiley & Sons.
Everitt, Brian. 2011. klaster Analysis. Hoboken: Wiley.
Kachigan, Sam Kash. 1991. Multivariate statistical analysis: a conceptual
introduction. New York: Radius Press.
Gunawan, Imam. 2016. Pengantar Statistika Inferensial. Jakarta: Rajawali Pers.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai