Anda di halaman 1dari 16

Kala Tiga Persalinan

Pendahuluan

Kala tiga persalinan tiga disebut juga sebagai kala uri atau kala pengeluaran plasenta. Kala tiga
dan merupakan kelanjutan dari kala satu (kala pembukaan) dan kala dua (kala pengeluaran bayi)
persalinan. Dengan demikian, berbagai aspek yang akan dihadapi pada kala tiga, sangat
berkaitan dengan apa yang telah dikerjakan pada tahap-tahap sebelumnya.

Tujuan

Setelah mempelajari bab ini, peserta diharapkan dapat:

1. Menjelaskan fisiologi kala tiga persalinan.


2. Menjelaskan dan memperagakan manajemen aktif kala tiga.
3. Menjelaskan dan memperagakan manual plasenta
4. Menjelaskan dan memperagakan atonia uteri

Batasan

Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan
selaput ketuban

A. Fisiologi Persalinan Kala Tiga

Pada kala tiga persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume
rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran
tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran
plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding
uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina.

Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua hal-hal di bawah ini:

Perubahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai
berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat.
Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau
seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi
kanan).
Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva ( tanda Ahfeld )
Semburan darah mendadak dan singkat. Darah yang terkumpul dibelakang plasenta akan
membantu mendorong plasenta keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah
(retroplacental pooling) dalam ruang diantara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta
melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.

Ingat tiga tanda lepasnya plasenta:


1. Perubahan bentuk dan tinggi uterus
2. Tali pusat memanjang
3. Semburan darah mendadak dan singkat

B. Manajemen Aktif Kala Tiga


Tujuan manajemen aktif kala tiga adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif
sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah
kala tiga persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. Sebagian besar kasus
kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan dimana
sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta yang sebenarnya dapat dicegah
dengan melakukan manajemen aktif kala tiga.

Penelitian Prevention of Postpartum Hemorrhage Intervention-2006 tentang praktik manajemen


aktif kala tiga (Active Management of Third Stage of Labor/AMTSL) di 20 rumah sakit di
Indonesia menunjukkan bahwa hanya 30% rumah sakit melaksanakan hal tersebut. Hal ini sangat
berbeda jika dibandingkan dengan pratik manajemen aktif di tingkat pelayanan kesehatan primer
(BPS atau Rumah Bersalin) di daerah intervensi APN (Kabupaten Kuningan dan Cirebon)
dimana sekitar 70% melaksanakan manajemen aktif kala bagi ibu-ibu bersalin yang ditangani.
Jika ingin menyelamatkan banyak ibu bersalin maka sudah sewajarnya jika manajemen aktif kala
tiga tidak hanya dilatihkan tetapi juga di pratikkan dan menjadi standar asuhan persalinan.

Keuntungan-keuntungan manajemen aktif kala tiga:

Persalinan kala tiga yang lebih singkat


Mengurangi jumlah kehilangan darah
Mengurangi kejadian retensio plasenta

Manajemen aktif kala tiga terdiri dari tiga langkah utama:

pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir


melakukan penegangan tali pusat terkendali
masase fundus uteri
1. Pemberian suntikan Oksitosin

1. Periksa uterus untuk memastikan tidak ada bayi yang lain. (Undiagnosed twin)
Alasan: Oksitosin menyebabkan uterus berkontraksi yang akan sangat menurunkan pasokan
oksigen kepada bayi. Hati-hati jangan menekan kuat pada korpus uteri karena dapat terjadi
kontraksi tetanik yang akan menyulitkan pengeluaran plasenta
2. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik.
3. Segera (dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir) suntikkan oksitosin 10 unit IM pada 1/3
bagian atas paha bagian luar (aspektus lateralis).
Alasan: Oksitosin merangsang fundus uteri untuk berkontraksi dengan kuat dan efektif
sehingga dapat membantu pelepasan plasenta dan mengurangi kehilangan darah. Aspirasi
sebelum penyuntikan akan mencegah penyuntikan oksitosin ke pembuluh darah.
Catatan: Jika oksitosin tidak tersedia, minta ibu untuk melakukan stimulasi puting susu atau
menganjurkan ibu untuk menyusukan dengan segera. Ini akan menyebabkan pelepasan oksitosin
secara alamiah. Jika peraturan/program kesehatan memungkinan, dapat diberikan misoprostol
600 mcg (oral/sublingual) sebagai pengganti oksitosin.

2. Memotong dan Mengikat Tali Pusat

Pemotongan tali pusat ditunda selama dua menit pasca persalinan, dan dilakukan setelah
pemberian suntikan oksitosin.
Setelah 2 menit pasca persalinan, dengan menggunakan klem DTT, lakukan penjepitan tali
pusat dengan klem pada sekitar 3 cm dari dinding perut (pangkal pusat) bayi. Dari titik
jepitan, tekan tali pusat dengan dua jari kemudian dorong isi tali pusat ke arah ibu (agar
darah tidak terpancar pada saat dilakukan pemotongan tali pusat). Lakukan penjepitan kedua
dengan jarak 2 cm dari tempat jepitan pertama pada sisi atau mengarah ke ibu.

Pegang tali pusat di antara kedua klem tersebut, satu tangan menjadi landasan tali pusat
sambil melindungi bayi, tangan yang lain memotong tali pusat di antara kedua klem tersebut
dengan menggunakan gunting disinfeksi tingkat tinggi atau steril (Gambar 1).
Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan kembali
benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya
Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang berisi larutan klorin 0,5%
Kemudian letakkan bayi tengkurap di dada ibu dan biarkan bayi tetap melakukukan kontak
kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam dan biarkan bayi mencari dan menemukan
puting dan mulai menyusu.
Selimuti ibu dan bayi dengan selimut atau kain yang bersih dan kering dan pasang topi di
kepala bayi.
Gambar 1: Memotong Tali Pusat
3. Penegangan Tali pusat Terkendali

1. Setelah pemotongan tali pusat serta peletakkan bayi tengkurap pada dada ibu, berdiri di
samping ibu.
2. Pindahkan klem (penjepit untuk memotong tali pusat saat kala dua) pada tali pusat sekitar 5-
20 cm dari vulva. Alasan: Memegang tali pusat lebih dekat ke vulva akan mencegah avulsi
3. Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (beralaskan kain) tepat di atas simfisis pubis.
Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menekan uterus pada saat melakukan
penegangan pada tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat dengan
satu tangan dan tangan yang lain (pada dinding abdomen) menekan uterus ke arah lumbal
dan kepala ibu (dorso-kranial). Lakukan secara hati hati untuk mencegah terjadinya inversio
uteri (Gambar 2)
4. Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali (sekitar dua atau tiga
menit berselang) untuk mengulangi kembali penegangan tali pusat terkendali.
5. Saat mulai kontraksi (uterus menjadi bulat atau tali pusat menjulur) tegangkan tali pusat ke
arah bawah, lakukan tekanan dorso-kranial hingga tali pusat makin menjulur dan korpus uteri
bergerak keatas yang menandakan plasenta telah lepas dan dapat dilahirkan.
6. Tetapi jika langkah 5 diatas tidak berjalan sebagaimana mestinya dan plasenta tidak turun
setelah 30-40 detik dimulainya penegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda yang
menunjukkan lepasnya plasenta, jangan teruskan penegangan tali pusat.
a. Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai kontraksi berikutnya. Jika
perlu, pindahkan klem lebih dekat ke perineum pada saat tali pusat memanjang.
Pertahankan kesabaran pada saat melahirkan plasenta.
b. Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat terkendali dan
tekanan dorso-kranial pada korpus uteri secara serentak. Ikuti langkah-langkah tersebut
pada setiap kontraksi hingga terasa plasenta terlepas dari dinding uterus.

7. Setelah plasenta terpisah, anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong keluar melalui
introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat dengan arah sejajar lantai (mengikuti poros jalan
lahir).
Alasan: Segera melepaskan plasenta yang telah terpisah dari dinding uterus akan mencegah
kehilangan darah yang tidak perlu.

Jangan melakukan penegangan tali pusat tanpa diikuti dengan tekanan dorso-kranial
secara serentak pada bagian bawah uterus (di atas simfisis pubis).

8. Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta dengan mengangkat tali
pusat keatas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya untuk diletakkan dalam wadah
penampung. Karena selaput ketuban mudah robek; pegang plasenta dengan kedua tangan dan
secara lembut putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu (Gambar 3).
9. Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput ketuban.
Alasan: Melahirkan plasenta dan selaputnya dengan hati-hati akan membantu mencegah
tertinggalnya selaput ketuban di jalan lahir.
Gambar 3: Melahirkan plasenta dan menempatkannya ke dalam wadah

10. Jika selaput ketuban robek dan tertinggal di jalan lahir saat melahirkan plasenta, dengan
hati-hati periksa vagina dan serviks dengan seksama. Gunakan jari-jari- tangan anda atau
klem DTT atau steril atau forsep untuk keluarkan selaput ketuban yang teraba (Gambar 4).

Gambar 4. Melepas selaput ketuban menggunakan klem


Sumber: Danforths Obstetrics & Gynecology, 1999

Catatan: Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin IM dosis
kedua. Periksa kandung kemih. Jika ternyata penuh, gunakan teknik aseptik untuk memasukkan
kateter Nelaton disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk mengosongkan kandung kemih. Ulangi
kembali penegangan tali pusat dan tekanan dorso-kranial seperti yang diuraikan di atas. Nasehati
keluarga bahwa rujukan mungkin diperlukan jika plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit.
Pada menit ke 30 coba lagi melahirkan plasenta dengan melakukan penegangan tali pusat untuk
terakhir kalinya. Jika plasenta tetap tidak lahir, rujuk segera. Ingat, apabila plasenta tidak lahir
setelah 30 menit, jangan mencoba untuk melepaskannya dan segera lakukan rujukan.

Perhatikan: jika sebelum plasenta lahir kemudian mendadak terjadi perdarahan maka segera
lakukan tindakan plasenta manual untuk segera mengosongkan kavum uteri. Jika setelah
manual masih terjadi perdarahan maka lakukan kompresi bimanual internal/eksternal atau
kompresi aorta. Beri oksitosin 10 IU dosis tambahan atau misoprostol 600-1000 mcg per rektal.
Tunggu hingga uterus berkontraksi kuat dan perdarahan berhenti, baru hentikan tindakan
kompresi.

Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase fundus uterus:

1. Letakkan telapak tangan pada fundus uteri.


2. Jelaskan tindakan kepada ibu, katakan bahwa ibu mungkin merasa agak tidak nyaman karena
tindakan yang diberikan. Anjurkan ibu untuk menarik napas dalam dan perlahan serta rileks.
3. Dengan lembut tapi mantap gerakkan tangan dengan arah memutar pada fundus uteri supaya
uterus berkontraksi (lihat Gambar 5). Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik,
lakukan penatalaksanaan atonia uteri (lihat di bawah).
4. Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan keduanya lengkap dan utuh:
a. Periksa plasenta sisi maternal (yang melekat pada dinding uterus) untuk memastikan
bahwa semuanya lengkap dan utuh (tidak ada bagian yang hilang).
b. Pasangkan bagian-bagian plasenta yang robek atau terpisah untuk memastikan tidak ada
bagian yang hilang.
c. Periksa plasenta sisi foetal (yang menghadap ke bayi) untuk memastikan tidak adanya
kemungkinan lobus tambahan (suksenturiata).
d. Evaluasi selaput untuk memastikan kelengkapannya.
5. Periksa kembali uterus setelah satu hingga dua menit untuk memastikan uterus berkontraksi.
Jika uterus masih belum berkontraksi baik, ulangi masase fundus uteri. Ajarkan ibu dan
keluarganya cara melakukan masase uterus sehingga mampu untuk segera mengetahui jika
uterus tidak berkontraksi baik.
6. Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit selama satu jam pertama pascapersalinan dan setiap
30 menit selama satu jam kedua pasca persalinan.

Gambar 5. Masase Fundus Uteri

Ingat, ada tiga langkah manajemen aktif kala tiga:

1. Berikan oksitosin 10 unit IM dalam waktu satu menit setelah


bayi lahir.
2. Lakukan penegangan tali pusat terkendali
3. Lakukan masase fundus uteri segera setelah plasenta lahir.

C. Manual plasenta

Manual plasenta adalah tindakan untuk melepas plasenta secara manual (menggunakan tangan)
dari tempat implantasinya dan kemudian melahirkannya keluar dari kavum uteri.

Manual plasenta dilakukan pada retensio plasenta yang berdarah banyak sehingga tidak
memungkinkan untuk dirujuk dalam kondisi stabil.

Gambar 6: melepaskan plasenta dari tempat implantasinya

Prosedur Plasenta Manual

Persiapan

Pasang set dan cairan infus


Jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan
Lakukan anestesia verbal atau analgesia per rektal
Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi

Tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri

1. Pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong.


2. Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva, tegangkan dengan satu tangan
sejajar lantai.
3. Secara obstetrik, masukkan tangan lainnya (punggung tangan menghadap ke bawah) ke
dalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat (Gambar 6).
4. Setelah mencapai bukaan serviks, minta seorang asisten/penolong lain untuk memegangkan
klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus uteri.
5. Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam hingga ke kavum uteri sehingga
mencapai tempat implantasi plasenta.
6. Bentangkan tangan obstetrik menjadi datar seperti memberi salam (ibu jari merapat ke jari
telunjuk dan jari-jari lain saling merapat)

Melepas plasenta dari dinding uterus

7. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah.


Bila plasenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap di sebelah atas dan
sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung
tangan menghadap ke bawah (posterior ibu)
Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah atas tali pusat dan sisipkan ujung
jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap
ke atas (anterior ibu)
8. Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uterus maka perluas pelepasan
plasenta dengan jalan menggeser tangan ke kanan dan kiri sambil digeserkan ke atas (kranial
ibu) hingga semua perlekatan plasenta terlepas dari dinding uterus
Catatan:
Bila tepi plasenta tidak teraba atau plasenta berada pada dataran yang sama tinggi
dengan dinding uterus maka hentikan upaya plasenta manual karena hal itu
menunjukkan plasenta inkreta (tertanam dalam miometrium).
Bila hanya sebagian dari implantasi plasenta dapat dilepaskan dan bagian lainnya
melekat erat maka hentikan pula plasenta manual karena hal tersebut adalah plasenta
akreta. Untuk keadaan ini sebaiknya ibu diberi uterotonika tambahan (misoprostol 600
mcg per rektal) sebelum dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan

Mengeluarkan plasenta

9. Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi untuk menilai tidak
ada sisa plasenta yang tertinggal
10. Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfisis (tahan segmen bawah uterus) kemudian
instruksikan asisten/penolong untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam membawa
plasenta keluar (hindari terjadinya percikan darah)
11. Lakukan penekanan (dengan tangan yang menahan suprasimfisis) uterus kearah dorso-
kranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta di dalam wadah yang telah
disediakan

Pencegahan infeksi pascatindakan

12. Dekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan peralatan lain yang digunakan
13. Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di dalam larutan klorin 0,5%
selama 10 menit
14. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir
15. Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering

D. Atonia Uteri

1. Kontraksi miometrium dan perdarahan kala tiga

Pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus sebanyak 500-800 cc/menit. Jika uterus tidak
berkontraksi dengan segera setelah kelahiran plasenta, maka ibu dapat mengalami perdarahan
sekitar 350-500 cc/menit dari bekas tempat melekatnya plasenta. Bila uterus berkontraksi maka
miometrium akan menjepit anyaman pembuluh darah yang berjalan diantara serabut otot tadi.
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini
terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya palsenta menjadi tidak terkendali.

Seorang ibu dapat meninggal karena perdarahan pascapersalinan dalam waktu kurang dari satu
jam! Atonia uteri menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pascapersalinan yang terjadi
dalam 24 jam setelah kelahiran bayi (Ripley, 1999). Sebagian besar kematian akibat perdarahan
pascapersalinan terjadi pada beberapa jam pertama setelah kelahiran bayi (Li, et al., 1996).
Karena alasan ini, penatalaksanaan persalinan kala tiga sesuai standar dan penerapan manajemen
aktif kala tiga merupakan cara terbaik dan sangat penting untuk mengurangi kematian ibu.
Dimasa lampau, sebagian besar penolong persalinan menatalaksana persalinan kala tiga dengan
cara menunggu plasenta lahir secara alamiah (fisiologis). Intervensi hanya dilakukan jika terjadi
penyulit atau jika kemajuan persalinan kala tiga tidak berjalan normal. Manajemen aktif kala tiga
hampir tidak menjadi perhatian karena melahirkan plasenta secara konvensional dianggap cukup
memadai dan fisiologis. Paradigma proaktif (pencegahan) dianggap berlebihan karena mengacu
pada masalahnya yang belum terjadi sehingga tindakan yang diberikan dianggap pemborosan.

Beberapa faktor predisposisi yang terkait dengan perdarahan pascapersalinan yang disebabkan
oleh atonia uteri adalah:

Yang menyebabkan uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan, diantaranya:
o jumlah air ketuban yang berlebihan (polihidramnion)
o kehamilan gemeli
o janin besar (makrosomia)
Kala satu dan/atau dua yang memanjang
Persalinan cepat (partus presipitatus)
Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin (augmentasi)
Infeksi intrapartum
Multiparitas tinggi
Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklampsia/eklampsia

Pemantauan melekat pada semua ibu pascapersalinan serta mempersiapkan diri untuk
menatalaksana atonia uteri pada setiap kelahiran merupakan tindakan pencegahan yang
sangat penting. Meskipun beberapa faktor-faktor telah diketahui dapat meningkatkan risiko
perdarahan pascaperdarahan, dua per tiga dari semua kasus perdarahan pascapersalinan
terjadi pada ibu tanpa faktor risiko yang diketahui sebelumnya dan tidak mungkin
memperkirakan ibu mana yang akan mengalami atonia uteri atau perdarahan pasca
persalinan. Karena alasan tersebut maka manajemen aktif kala tiga merupakan hal yang sangat
penting dalam upaya menurunkan kesakitan dan kematian ibu akibat perdarahan pascapersalinan.

2. Penatalaksanaan Atonia Uteri

Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan
rangsangan taktil (masase) fundus uteri:

1. Segera lakukan kompresi bimanual internal (KBI; Gambar 1):


a. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut masukkan secara
obstetrik (menyatukan kelima hujung jari) melalui introitus ke dalam vagina ibu.
b. Periksa vagina dan serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri
mungkin hal ini menyebabkan uterus tak dapat berkontraksi secara penuh
c. Kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada forniks anterior, tekan dinding anterior
uterus ke arah tangan luar yang menahan dan mendorong dinding posterior uterus ke arah
depan sehingga uterus ditekan dari arah depan dan belakang
d. Tekan kuat uterus di antara kedua tangan. Kompresi uterus ini memberikan tekanan
langsung pada pembuluh darah yang terbuka (bekas implantasi plasenta) di dinding
uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi.

Gambar 1: Kompresi Bimanual Internal

e. Evaluasi keberhasilan:
i. Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBI selama
dua menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dan pantau ibu secara melekat
selama kala empat.
ii. Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan masih berlangsung, periksa ulang perineum,
vagina dan serviks apakah terjadi laserasi. Jika demikian, segera lakukan penjahitan
untuk menghentikan perdarahan.
iii Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untuk melakukan
kompresi bimanual eksternal (KBE, Gambar 6-7) kemudian lakukan langkah-langkah
penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta keluarga untuk mulai menyiapkan
rujukan.
Alasan: Atonia uteri seringkali bisa diatasi dengan KBI, jika KBI tidak berhasil
dalam waktu 5 menit diperlukan tindakan-tindakan lain.
2. Berikan 0,2 mg ergometrin IM atau misoprostol 600-1000 mcg per rektal. Jangan berikan
ergometrin kepada ibu dengan hipertensi karena ergometrin dapat menaikkan tekanan darah.
3. Gunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infus dan berikan 500 cc
larutan Ringer Laktat yang mengandung 20 unit oksitosin.
Alasan: Jarum berdiameter besar memungkinkan pemberian larutan IV secara cepat dan
dapat dipakai untuk transfusi darah(jika perlu). Oksitosin secara IV cepat merangsang
kontraksi uterus. Ringer Laktat diberikan untuk restorasi volume cairan yang hilang selama
perdarahan.
4. Pakai sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi dan ulangi KBI.
Alasan: KBI dengan ergometrin dan oksitosin akan membantu uterus berkontraksi
5. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit, segera rujuk ibu karena hal ini
bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan tindakan gawatdarurat di fasilitas kesehatan
rujukan yang mampu melakukan tindakan operasi dan transfusi darah.
6. Sambil membawa ibu ke tempat rujukan, teruskan tindakan KBI dan infus cairan hingga ibu
tiba di tempat rujukan.
a. Infus 500 ml pertama dihabiskan dalam waktu 10 menit.
b. Berikan tambahan 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga jumlah cairan
yang diinfuskan mencapai 1,5 L dan kemudian lanjutkan dalam jumlah 125 cc/jam.
c. Jika cairan infus tidak cukup, infuskan 500 ml (botol kedua) cairan infus dengan tetesan
sedang dan ditambah dengan pemberian cairan secara oral untuk rehidrasi.

Kompresi Bimanual Eksternal

1. Letakkan satu tangan pada dinding abdomen dan dinding depan korpus uteri dan di atas
simfisis pubis (Gambar 2).
2. Letakkan tangan lain pada dinding abdomen dan dinding belakang korpus uteri, sejajar
dengan dinding depan korpus uteri. Usahakan untuk mencakup/memegang bagian belakang
uterus seluas mungkin.
3. Lakukan kompresi uterus dengan cara saling mendekatkan tangan depan dan belakang agar
pembuluh darah di dalam anyaman miometrium dapat dijepit secara manual. Cara ini dapat
menjepit pembuluh darah uterus dan membantu uterus untuk berkontraksi..
Gambar 2: Kompresi Bimanual Eksternal
Alur Penatalaksanaan Atonia Uteri
1. Masase fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta
(maksimal 15 detik)

Evaluasi rutin. Jika


Ya uterus berkontraksi
Uterus tapi perdarahan terus
berkontraks berlangsung, periksa
Tidak
i? apakah perineum,
vagina dan serviks
mengalami laserasi
Jahit atau segera
2. Bersihkan bekuan darah dan/atau selaput ketuban dari vagina rujuk (Lampiran 4).
dan lubang serviks.
3. Pastikan bahwa kandung kemih ibu kosong. Jika penuh atau
dapat dipalpasi, lakukan kateterisasi kandung kemih dengan
menggunakan teknik aseptik
4. Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.

Teruskan KBI selama dua


menit.
Uterus Ya Keluarkan tangan perlahan-
berkontraksi lahan.
? Pantau kala empat. dengan
ketat.

Tidak

5. Anjurkan keluarga untuk membantu melakukan


kompresi bimanual eksternal.
6. Keluarkan tangan perlahan-lahan

7. Berikan ergometrin 0,2 mg IM atau misoprostol 600-


1000 mcg per rektal. Ergometrin tidak untuk ibu
hipertensi

Pantau ibu dengan seksama


Uterus Ya selama persalinan kala
berkontraksi? empat.

Tidak

10. Segera rujuk


11. Dampingi ibu ke tempat rujukan.
12. Lanjutkan infus Ringer Laktat + 20 unit oksitosin dalam 500 cc larutan
dengan laju 500cc/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga
menghabiskan 1.5 L infus. Kemudian berikan 125 cc/jam. Jika tidak
tersedia cairan yang cukup, berikan 500 cc kedua dengan kecepatan
sedang dan berikan minuman untuk rehidrasi.
Langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri

No. Langkah Alasan


1 Masase fundus uteri segera setelah lahirnya Masase merangsang kontraksi uterus. Sambil
plasenta (maksimal 15 detik) melakukan masase sekaligus dapat dilakukan
penilaian kontraksi uterus.
2 Bersihkan bekuan darah dan/atau selaput Bekuan darah dan selaput ketuban dalam vagina
ketuban dari vagina dan lubang serviks dan saluran serviks akan dapat menghalangi
kontraksi uterus secara baik
3 Pastikan bahwa kandung kemih kosong. Jika Kandung kemih yang penuh akan menghalangi
penuh dan dapat dipalpasi, lakukan uterus berkontraksi secara baik.
kateterisasi menggunakan teknik aseptik
4 Lakukan kompresi bimanual internal selama 5 Kompresi ini memberikan tekanan langsung pada
menit pembuluh darah dinding uterus dan juga
merangsang miometrium untuk berkontraksi.
Jika kompresi bimanual tidak berhasil setelah 5
menit, diperlukan tindakan lain.
5 Anjurkan keluarga untuk mulai membantu Keluarga dapat meneruskan proses kompresi
kompresi bimanual eksternal. bimanual secara eksternal selama penolong
melakukan langkah-langkah selanjutnya.
6 Keluarkan tangan perlahan-lahan
7 Berikan ergometrin 0,2 mg IM (kontraindikasi Ergometrin dan misoprostol akan bekerja dalam
hipertensi) atau misoprostol 600-1000 mcg. 5-7 menit dan menyebabkan uterus berkontraksi.
8 Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 Jarum besar memungkinkan perberian larutan IV
atau 18 dan berikan 500 cc Ringer Laktat + 20 secara cepat atau untuk transfusi darah. Ringer
unit oksitosin. Habiskan 500 cc pertama Laktat akan membantu memulihkan volume
secepat mungkin. cairan yang hilang selama perdarahan. Oksitosin
IV dengan cepat merangsang kontraksi uterus.
9 Ulang kompresi bimanual internal KBI yang digunakan bersama dengan ergometrin
dan oksitosin atau misoprostol akan membuat
uterus berkontraksi.
10 Rujuk segara Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1
sampai 2 menit, hal ini bukan atonia sederhana.
Ibu membutuhkan perawatan gawatdarurat di
fasilitas yang mampu melaksanakan tindakan
bedah dan transfusi darah.
11 Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan Kompresi uterus ini memberikan tekanan
melakukan KBI/KBE langsung pada pembuluh darah dinding uterus
dan merangsang miometrium untuk berkontraksi.
12 Lanjutkan infus Ringer Laktat + 20 unit Ringer Laktat akan membantu memulihkan
oksitocin dalam 500 cc larutan dengan laju volume cairan yang hilang selama perdarahan.
500/jam hingga tiba di tempat rujukan atau Oksitosin IV akan dengan cepat merangsang
hingga menghabiskan 1,5 L infus. Kemudian kontraksi uterus.
berikan 125 cc/jam. Jika tidak tersedia cairan
yang cukup, berikan 500 cc kedua dengan
kecepatan sedang dan berikan minimum untuk
rehidrasi.
Ingat:
Seorang ibu dapat dalam satu jam pertama setelah melahirkan
disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan. Penilaian dan
penatalaksanaan yang cermat selama kala tiga dan empat
persalinan dapat menghindarkan ibu dari komplikasi tersebut

Anda mungkin juga menyukai