Pendahuluan
Kala tiga persalinan tiga disebut juga sebagai kala uri atau kala pengeluaran plasenta. Kala tiga
dan merupakan kelanjutan dari kala satu (kala pembukaan) dan kala dua (kala pengeluaran bayi)
persalinan. Dengan demikian, berbagai aspek yang akan dihadapi pada kala tiga, sangat
berkaitan dengan apa yang telah dikerjakan pada tahap-tahap sebelumnya.
Tujuan
Batasan
Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan
selaput ketuban
Pada kala tiga persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume
rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran
tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran
plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding
uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina.
Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua hal-hal di bawah ini:
Perubahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai
berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat.
Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau
seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi
kanan).
Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva ( tanda Ahfeld )
Semburan darah mendadak dan singkat. Darah yang terkumpul dibelakang plasenta akan
membantu mendorong plasenta keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah
(retroplacental pooling) dalam ruang diantara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta
melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.
1. Periksa uterus untuk memastikan tidak ada bayi yang lain. (Undiagnosed twin)
Alasan: Oksitosin menyebabkan uterus berkontraksi yang akan sangat menurunkan pasokan
oksigen kepada bayi. Hati-hati jangan menekan kuat pada korpus uteri karena dapat terjadi
kontraksi tetanik yang akan menyulitkan pengeluaran plasenta
2. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik.
3. Segera (dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir) suntikkan oksitosin 10 unit IM pada 1/3
bagian atas paha bagian luar (aspektus lateralis).
Alasan: Oksitosin merangsang fundus uteri untuk berkontraksi dengan kuat dan efektif
sehingga dapat membantu pelepasan plasenta dan mengurangi kehilangan darah. Aspirasi
sebelum penyuntikan akan mencegah penyuntikan oksitosin ke pembuluh darah.
Catatan: Jika oksitosin tidak tersedia, minta ibu untuk melakukan stimulasi puting susu atau
menganjurkan ibu untuk menyusukan dengan segera. Ini akan menyebabkan pelepasan oksitosin
secara alamiah. Jika peraturan/program kesehatan memungkinan, dapat diberikan misoprostol
600 mcg (oral/sublingual) sebagai pengganti oksitosin.
Pemotongan tali pusat ditunda selama dua menit pasca persalinan, dan dilakukan setelah
pemberian suntikan oksitosin.
Setelah 2 menit pasca persalinan, dengan menggunakan klem DTT, lakukan penjepitan tali
pusat dengan klem pada sekitar 3 cm dari dinding perut (pangkal pusat) bayi. Dari titik
jepitan, tekan tali pusat dengan dua jari kemudian dorong isi tali pusat ke arah ibu (agar
darah tidak terpancar pada saat dilakukan pemotongan tali pusat). Lakukan penjepitan kedua
dengan jarak 2 cm dari tempat jepitan pertama pada sisi atau mengarah ke ibu.
Pegang tali pusat di antara kedua klem tersebut, satu tangan menjadi landasan tali pusat
sambil melindungi bayi, tangan yang lain memotong tali pusat di antara kedua klem tersebut
dengan menggunakan gunting disinfeksi tingkat tinggi atau steril (Gambar 1).
Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan kembali
benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya
Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang berisi larutan klorin 0,5%
Kemudian letakkan bayi tengkurap di dada ibu dan biarkan bayi tetap melakukukan kontak
kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam dan biarkan bayi mencari dan menemukan
puting dan mulai menyusu.
Selimuti ibu dan bayi dengan selimut atau kain yang bersih dan kering dan pasang topi di
kepala bayi.
Gambar 1: Memotong Tali Pusat
3. Penegangan Tali pusat Terkendali
1. Setelah pemotongan tali pusat serta peletakkan bayi tengkurap pada dada ibu, berdiri di
samping ibu.
2. Pindahkan klem (penjepit untuk memotong tali pusat saat kala dua) pada tali pusat sekitar 5-
20 cm dari vulva. Alasan: Memegang tali pusat lebih dekat ke vulva akan mencegah avulsi
3. Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (beralaskan kain) tepat di atas simfisis pubis.
Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menekan uterus pada saat melakukan
penegangan pada tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat dengan
satu tangan dan tangan yang lain (pada dinding abdomen) menekan uterus ke arah lumbal
dan kepala ibu (dorso-kranial). Lakukan secara hati hati untuk mencegah terjadinya inversio
uteri (Gambar 2)
4. Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali (sekitar dua atau tiga
menit berselang) untuk mengulangi kembali penegangan tali pusat terkendali.
5. Saat mulai kontraksi (uterus menjadi bulat atau tali pusat menjulur) tegangkan tali pusat ke
arah bawah, lakukan tekanan dorso-kranial hingga tali pusat makin menjulur dan korpus uteri
bergerak keatas yang menandakan plasenta telah lepas dan dapat dilahirkan.
6. Tetapi jika langkah 5 diatas tidak berjalan sebagaimana mestinya dan plasenta tidak turun
setelah 30-40 detik dimulainya penegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda yang
menunjukkan lepasnya plasenta, jangan teruskan penegangan tali pusat.
a. Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai kontraksi berikutnya. Jika
perlu, pindahkan klem lebih dekat ke perineum pada saat tali pusat memanjang.
Pertahankan kesabaran pada saat melahirkan plasenta.
b. Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat terkendali dan
tekanan dorso-kranial pada korpus uteri secara serentak. Ikuti langkah-langkah tersebut
pada setiap kontraksi hingga terasa plasenta terlepas dari dinding uterus.
7. Setelah plasenta terpisah, anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong keluar melalui
introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat dengan arah sejajar lantai (mengikuti poros jalan
lahir).
Alasan: Segera melepaskan plasenta yang telah terpisah dari dinding uterus akan mencegah
kehilangan darah yang tidak perlu.
Jangan melakukan penegangan tali pusat tanpa diikuti dengan tekanan dorso-kranial
secara serentak pada bagian bawah uterus (di atas simfisis pubis).
8. Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta dengan mengangkat tali
pusat keatas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya untuk diletakkan dalam wadah
penampung. Karena selaput ketuban mudah robek; pegang plasenta dengan kedua tangan dan
secara lembut putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu (Gambar 3).
9. Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput ketuban.
Alasan: Melahirkan plasenta dan selaputnya dengan hati-hati akan membantu mencegah
tertinggalnya selaput ketuban di jalan lahir.
Gambar 3: Melahirkan plasenta dan menempatkannya ke dalam wadah
10. Jika selaput ketuban robek dan tertinggal di jalan lahir saat melahirkan plasenta, dengan
hati-hati periksa vagina dan serviks dengan seksama. Gunakan jari-jari- tangan anda atau
klem DTT atau steril atau forsep untuk keluarkan selaput ketuban yang teraba (Gambar 4).
Catatan: Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin IM dosis
kedua. Periksa kandung kemih. Jika ternyata penuh, gunakan teknik aseptik untuk memasukkan
kateter Nelaton disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk mengosongkan kandung kemih. Ulangi
kembali penegangan tali pusat dan tekanan dorso-kranial seperti yang diuraikan di atas. Nasehati
keluarga bahwa rujukan mungkin diperlukan jika plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit.
Pada menit ke 30 coba lagi melahirkan plasenta dengan melakukan penegangan tali pusat untuk
terakhir kalinya. Jika plasenta tetap tidak lahir, rujuk segera. Ingat, apabila plasenta tidak lahir
setelah 30 menit, jangan mencoba untuk melepaskannya dan segera lakukan rujukan.
Perhatikan: jika sebelum plasenta lahir kemudian mendadak terjadi perdarahan maka segera
lakukan tindakan plasenta manual untuk segera mengosongkan kavum uteri. Jika setelah
manual masih terjadi perdarahan maka lakukan kompresi bimanual internal/eksternal atau
kompresi aorta. Beri oksitosin 10 IU dosis tambahan atau misoprostol 600-1000 mcg per rektal.
Tunggu hingga uterus berkontraksi kuat dan perdarahan berhenti, baru hentikan tindakan
kompresi.
C. Manual plasenta
Manual plasenta adalah tindakan untuk melepas plasenta secara manual (menggunakan tangan)
dari tempat implantasinya dan kemudian melahirkannya keluar dari kavum uteri.
Manual plasenta dilakukan pada retensio plasenta yang berdarah banyak sehingga tidak
memungkinkan untuk dirujuk dalam kondisi stabil.
Persiapan
Mengeluarkan plasenta
9. Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi untuk menilai tidak
ada sisa plasenta yang tertinggal
10. Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfisis (tahan segmen bawah uterus) kemudian
instruksikan asisten/penolong untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam membawa
plasenta keluar (hindari terjadinya percikan darah)
11. Lakukan penekanan (dengan tangan yang menahan suprasimfisis) uterus kearah dorso-
kranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta di dalam wadah yang telah
disediakan
12. Dekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan peralatan lain yang digunakan
13. Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di dalam larutan klorin 0,5%
selama 10 menit
14. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir
15. Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering
D. Atonia Uteri
Pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus sebanyak 500-800 cc/menit. Jika uterus tidak
berkontraksi dengan segera setelah kelahiran plasenta, maka ibu dapat mengalami perdarahan
sekitar 350-500 cc/menit dari bekas tempat melekatnya plasenta. Bila uterus berkontraksi maka
miometrium akan menjepit anyaman pembuluh darah yang berjalan diantara serabut otot tadi.
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini
terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya palsenta menjadi tidak terkendali.
Seorang ibu dapat meninggal karena perdarahan pascapersalinan dalam waktu kurang dari satu
jam! Atonia uteri menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pascapersalinan yang terjadi
dalam 24 jam setelah kelahiran bayi (Ripley, 1999). Sebagian besar kematian akibat perdarahan
pascapersalinan terjadi pada beberapa jam pertama setelah kelahiran bayi (Li, et al., 1996).
Karena alasan ini, penatalaksanaan persalinan kala tiga sesuai standar dan penerapan manajemen
aktif kala tiga merupakan cara terbaik dan sangat penting untuk mengurangi kematian ibu.
Dimasa lampau, sebagian besar penolong persalinan menatalaksana persalinan kala tiga dengan
cara menunggu plasenta lahir secara alamiah (fisiologis). Intervensi hanya dilakukan jika terjadi
penyulit atau jika kemajuan persalinan kala tiga tidak berjalan normal. Manajemen aktif kala tiga
hampir tidak menjadi perhatian karena melahirkan plasenta secara konvensional dianggap cukup
memadai dan fisiologis. Paradigma proaktif (pencegahan) dianggap berlebihan karena mengacu
pada masalahnya yang belum terjadi sehingga tindakan yang diberikan dianggap pemborosan.
Beberapa faktor predisposisi yang terkait dengan perdarahan pascapersalinan yang disebabkan
oleh atonia uteri adalah:
Yang menyebabkan uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan, diantaranya:
o jumlah air ketuban yang berlebihan (polihidramnion)
o kehamilan gemeli
o janin besar (makrosomia)
Kala satu dan/atau dua yang memanjang
Persalinan cepat (partus presipitatus)
Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin (augmentasi)
Infeksi intrapartum
Multiparitas tinggi
Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklampsia/eklampsia
Pemantauan melekat pada semua ibu pascapersalinan serta mempersiapkan diri untuk
menatalaksana atonia uteri pada setiap kelahiran merupakan tindakan pencegahan yang
sangat penting. Meskipun beberapa faktor-faktor telah diketahui dapat meningkatkan risiko
perdarahan pascaperdarahan, dua per tiga dari semua kasus perdarahan pascapersalinan
terjadi pada ibu tanpa faktor risiko yang diketahui sebelumnya dan tidak mungkin
memperkirakan ibu mana yang akan mengalami atonia uteri atau perdarahan pasca
persalinan. Karena alasan tersebut maka manajemen aktif kala tiga merupakan hal yang sangat
penting dalam upaya menurunkan kesakitan dan kematian ibu akibat perdarahan pascapersalinan.
Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan
rangsangan taktil (masase) fundus uteri:
e. Evaluasi keberhasilan:
i. Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBI selama
dua menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dan pantau ibu secara melekat
selama kala empat.
ii. Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan masih berlangsung, periksa ulang perineum,
vagina dan serviks apakah terjadi laserasi. Jika demikian, segera lakukan penjahitan
untuk menghentikan perdarahan.
iii Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untuk melakukan
kompresi bimanual eksternal (KBE, Gambar 6-7) kemudian lakukan langkah-langkah
penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta keluarga untuk mulai menyiapkan
rujukan.
Alasan: Atonia uteri seringkali bisa diatasi dengan KBI, jika KBI tidak berhasil
dalam waktu 5 menit diperlukan tindakan-tindakan lain.
2. Berikan 0,2 mg ergometrin IM atau misoprostol 600-1000 mcg per rektal. Jangan berikan
ergometrin kepada ibu dengan hipertensi karena ergometrin dapat menaikkan tekanan darah.
3. Gunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infus dan berikan 500 cc
larutan Ringer Laktat yang mengandung 20 unit oksitosin.
Alasan: Jarum berdiameter besar memungkinkan pemberian larutan IV secara cepat dan
dapat dipakai untuk transfusi darah(jika perlu). Oksitosin secara IV cepat merangsang
kontraksi uterus. Ringer Laktat diberikan untuk restorasi volume cairan yang hilang selama
perdarahan.
4. Pakai sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi dan ulangi KBI.
Alasan: KBI dengan ergometrin dan oksitosin akan membantu uterus berkontraksi
5. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit, segera rujuk ibu karena hal ini
bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan tindakan gawatdarurat di fasilitas kesehatan
rujukan yang mampu melakukan tindakan operasi dan transfusi darah.
6. Sambil membawa ibu ke tempat rujukan, teruskan tindakan KBI dan infus cairan hingga ibu
tiba di tempat rujukan.
a. Infus 500 ml pertama dihabiskan dalam waktu 10 menit.
b. Berikan tambahan 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga jumlah cairan
yang diinfuskan mencapai 1,5 L dan kemudian lanjutkan dalam jumlah 125 cc/jam.
c. Jika cairan infus tidak cukup, infuskan 500 ml (botol kedua) cairan infus dengan tetesan
sedang dan ditambah dengan pemberian cairan secara oral untuk rehidrasi.
1. Letakkan satu tangan pada dinding abdomen dan dinding depan korpus uteri dan di atas
simfisis pubis (Gambar 2).
2. Letakkan tangan lain pada dinding abdomen dan dinding belakang korpus uteri, sejajar
dengan dinding depan korpus uteri. Usahakan untuk mencakup/memegang bagian belakang
uterus seluas mungkin.
3. Lakukan kompresi uterus dengan cara saling mendekatkan tangan depan dan belakang agar
pembuluh darah di dalam anyaman miometrium dapat dijepit secara manual. Cara ini dapat
menjepit pembuluh darah uterus dan membantu uterus untuk berkontraksi..
Gambar 2: Kompresi Bimanual Eksternal
Alur Penatalaksanaan Atonia Uteri
1. Masase fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta
(maksimal 15 detik)
Tidak
Tidak