Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

MANAJEMEN AKTIFKALA III

OLEH :
Dini agustina 19101018

PROGRAM STUDI KEBIDANAN SERJANA STIKES HANGTUAH


PEKAN BARU T.A 2021
A. konsep manajemen aktif kala III

1. Definisi Manajemen Aktif Kala III

Kala III dimulai sejak bayi lahir sampai lahirnya plasenta/uri. Rata-rat lama kala III
berkisar 15-30 menit, baik pada primipara maupun multipara. Risiko perdarahan
meningkat apabila kala tiga lebih dari 30 menit, terutama antara 30-60 menit. (Sumarah,
2009)Pentalaksanaan aktif didefinisikan sebagai pemberian oksitosin segera
setelah pelahiran bahu anterior, mengklem tali pusat, segera setelah pelahiran
bayi, dan menggunakan traksi tali pusat terkendali untuk pelahiran plasenta.
Penelitian selanjutnya mengonfirmasi kehilangan darah yang jauh lebih sedikit pada
penatalaksanaan aktif kala III, bahkan pada populasi yang beresiko rendah mengalami
perdarahan post-partum. (Varney, 2007)Thilagonathan dkk (1993) membandingkan
suatu regimen penatalaksanaan aktif dengan sintometrin (5 unit oksitosin dengan 0,5mg
ergometrin) dan traksi tali pusat terkontrol dengan salah satu penatalaksanaan fisiologis
ketika tali pusat tidak di klem dan plasenta tidak dilahirkan dengan usaha ibu.

Diantara 103 pelahiran cukup bulan risiko rendah, penatalaksanaan aktif


menyebabkan penurunan waktu persalinan kala III tapi tidak ada penurunan
kehilangan darah dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. Mitchell dan
Elbourne (1993) menemukan bahwa sinometrin yang diberikan secara intra
muskular bersamaan dengan pelahiran bahu depan lebih efektif daripada hanya
oksitosin (5 unit intra muskular) pada pencegahan perdarahan postpartum. (Cunningham,
2005)PenelitianPrevention of Postpartum Hemorrhage Intervention-2006 tentang
praktik menejemen aktif kala tiga (Active Managemen of Third Stage of
Labour/AMTSL) di 20 rumah Sakit di Indonesia menunjukkan bahwa hanya 30%
Rumah sakit melaksanakan hal tersebut. Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan
praktik menejemen aktif ditingkat pelayanan kesehatan primer (BPS atau Rumah
Bersalin) di daerah intervensi APN (Kabupaten Kuningan dan Cirebon) dimana sekitar
70% melaksanakan manajemen aktif kala tiga bagi ibu-ibu bersalin yang ditangani. Jika
ingin menyelamatkan banyak ibu bersalin maka sudah sewajarnya jika menejemen aktif
kala tiga tidak hanya dilatihkankantetapi juga dipraktikkan dan menjadi standart asuhan
persalinan. (APN, 2008).

2. Tujuan atau manfaat


Tujuan Manajemen Aktif Kala III adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus
yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan
mengurangi kehilangan darah kala III persalinan jika dibandingkan dengan
penatalaksanaan fisiologis. Sebagian besar kasus kesakitan dan kematian ibu di
Indonesia disebabkan oleh perdarahan

pascapersalinan dimana sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri dan


retensio plasenta yang sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan manajemen
aktifkalaIII. (APN, 2008)Keuntungan-keuntungan Manajemen Aktif kala III:

a) Persalinan kala III yang lebih singkat

b) Mengurangi jumlah kehilangan darah

c) Mengurangi kejadian Retensio Plasenta

B. Penatalaksanaan Manajemen Aktif Kala III

Manajemen aktif kala III terdiri dari 3 langkah utama:

a). Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir

b). Melakukan penegangan tali pusat terkendali

c). Masase Fundus Uteri.(APN, 2008)Kesalahan penatalaksanaan kala tiga adalah


penyebab utama perdarahan kala tiga.

Kesalahan penatalaksanaan kala tiga dapat juga menjadi penyebab inversi


uterus serta syok yang mengancam jiwa. (Varney, 20010). Penatalaksanaan Manajemen
Aktif Kala III menurut buku Asuhan Persalinan Normal (2008) adalah sebagai berikut:

a). Pemberian Suntukan Oksitosina)Letakkan bayi baru lahir di atas kain bersih yang
telah disiapkan di perut bawah ibu dan minta ibu atau pendampingnya untuk membantu
memegang bayi tersebut.

b). Pastikan tidak ada bayi lain (Undiagnosed twin) di dalam uterus.Alasan : Oksitosin
menyebabkan uterus berkontraksi yang akan sangat menurunkan pasokan oksigen kepada
bayi. Hati-hati jangan menekan kuat pada korpus uteri karena dapat terjadi kontraksi tetanik
yang akan menyulitkan pengeluaran plasenta.

c). Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik.


d). Segera (dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir) suntikkan oksitosin 10 Unit IM pada
1/3 paha bagian luar atas (aspektus lateralis).

Alasan : oksitosin merangsang fundus uteri untuk berkontraksi dengan kuat dan
efektif sehingga dapat membantu pelepasan plasenta dan mengurangi kehilagan
darah. Aspirasi sebelum penyuntikan akan mencegah penyuntikan oksitosin ke dalam
pembuluh darah

Catatan :jika tidak tersedia oksitosin, minta ibu untuk melakukan stimulasi putting susu
atau menganjurkan ibu untuk menyusukan dengan segera. Ini akan menyebabkan
pelepasan oksitosin secara alamiah.

e). Dengan mengerjakan semua prosedur tersebut terlebih dahulu maka akan memberi
cukup waktu pada bayi untuk memperoleh sejumlah darah kaya zat besi dan setelah
itu (setelah 2 menit) baru dilakukan penjepitan atau pemotongan tali pusat.

f). Serahkan bayi yang terbungkus kain pada ibu untuk inisiasi menyusu dini dan kontak
kulit-kulit dengan ibu.Tutup kembali perut bawah iu dengan kain bersih.

Alasan : kain akan mencegah kontaminasi tangan penolong persalinan yang sudah
memakai sarung tangan dan mencegah kontaminasi oleh darah pada perut ibu.

3. Penegangan Tali Pusat Terkendali atau PTT (CCT/ Controled Cored Traction)

a). Berdiri di samping ibu

b). Pindahkan klem (penjepit untuk memotong tali pusat saat kala II) pada tali pusat sekitar
5-10 cm dari vulva.

Alasan : memegang tali pusat lebih dekat ke vulva akan mencegah avulsi.c)Letakkan
tangan yang lain pada abdomen ibu (beralaskan kain) tepat di atas simfisis pubis. Gunakan
tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menekan uterus pada saat melakukan
penegangan pada tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat tegangkan tali pusat
dengan satu tangan dan tangan lain (pada dinding abdomen) menekan uterus kee
arah lumbal dan kepala ibu (dorso-kranial). Lakukan secara hati-hati untuk mencegah
terjadinya inversion uteri.

d). Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali ( sekitar 2
atau 3 menit berselang) untuk mengulangi kembali penegangan tali pusat terkendali.
e). Saat mulai kontraksi (uterus menjadi bulat atau talipusat menjulur) tegangkan tali
pusat kearah bawah, lakukan tekanan dorso-kranial hingga tali pusat makin menjulur
dan korpus uteri bergerak ke atas yang menandakan plasenta telah lepas dan dapat
dilahirkan.

Lahirkan plasenta dengan melakukan penegangan tali pusat.

f). Tetapi jika langka 5 diatas tidak berjalan sebagaimana mestinya danplasenta tidak
turunsetelah 30-40 detik dimulainya pennegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda yang
menunjukkan lepasnya plasenta,jangan teruskan penegangan tali pusat.·Pegang klem dan
tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai kontraksi berikutnya. Jika perlu,
pindahkan klem lebih dekat ke perenium pada saat tali pusat memanjang.Pertahankan
kesabaran pada saat melahirkan plasenta.·Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi
penegangan tali pusat terkendali dan tekanan dorso-kranial pada korpus uteri secara
serentak. Ikuti langkah-langkah tersebut pada setiap kontraksi hinggaterasaplasenta
terlepas dari dinding uterus.

g). Setelah plasenta terpisah, anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong
keluar melalui introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat dengan arah sejajar lantai
(mengikuti poros jalan lahir).

Alasan : segera melepaskan plasenta yang ttelah terpisah dari dinding uterus akan
mencegah kehilangan darah yang tidak perlu.

Catatan :jangan melakukan penegangan tali pusat tanpa diikuti dengan tekanan
dorso cranial secara serentak pada bagian bawah uterus (diatas simfisis pubis)

h). Pada saat plasenta terlihat padaintroitus vagina, lahirkan plasenta dengan mengangkat
tali pusat keatas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya untuk diletakkan
dalam wadah penampung. Karena selaput ketuban mudah robek, pegang plasenta dengan
kedua tangan dan secara lembut putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu.

i). Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput
ketuban.Alasan: melahirkan plasenta dan selaputnya dengan hati-hati akan membantu
mencegah tertinggalnyaselaput ketuban di jalan lahir.

Kiri: melahirkan plasenta dan menempatkannya dalam wadah. Kanan: selaput ketuban
jangan sampai tersisa dengan menarik selaput ketuban menggunakan cunam.

j). Jika selaput ketuban robek dan tertinggal di jalan lahirsaat melahirkan plasenta,
dengan hati-hati periksa vagina dan serviks dengan seksama. Gunakan jari-jari
tangan anda atau klem DTT atau steril atau forsep untuk keluarkan selaput ketuban yang
teraba.

Catatan : ·Jika plasenta belum lahirdalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin
IM dosis kedua.

 Periksa kandung kemih. Jika ternyata penuh, gunakan teknik aseptik untuk
memasukkan kateter Nelaton disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk
mengosongkan kandung kemih.
 Ulangi kembali penegangan tali pusat dan tekanan dorso-kranial seperti yang
diuraikan di atas . apabila tersedia akses dan mudah menjangkau fasilitas kesehatan
rujukan maka nasehati keluarga bahwa mungkin ibu perlu dirujuk apabila plasenta
belum lahir setelah 30 menit bayi lahir.
 Pada menit ke-30 coba lagi melahirkan plasenta dengan melakukan penegangan tali
pusat untuk terakhir kalinya.
 Jika plasenta tetap tidak lahir , rujuk segera. Tetapi apabila fasilitas kesehatan
rujukan sulit dijangkau dan kemudian tibul perdarahan maka sebaiknya lakukan
tindakan plasenta manual. Untuk melaksanakan hal tersebut, pastikan bahwa
petugas kesehatan telah terlatih dan kompeten untuk melaksanakan tindakan atau
prosedur yang diperlukan.

Rangsangan Taktil (Masase) Fundus UteriSegera setelah plasenta lahir, lakukan masase
fundus uterus:

a). Letakkan telapak tangan pada fundus uteri.

b). Jelaskan tindakan kepada ibu, katakana bahwa ibu mungkinmerasa tidak nyaman
karena tindakan yang diberikan. Anjurkan ibu untuk menarik napas dalam dan perlahan
serta rileks.

c). Dengan lembut tapi mantap gerakkan tangan dengan arah memutar pada fundus
uteri supaya uterus berkontraksi. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik,
lakukan penatalaksanaan atonia uteri.

d). Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan keduanya lengkap dan utuh

e). Periksa kembali uterus setelah satu hingga dua menit untuk memastikan
uterus berkontraksi. Jika uterus masih belum bisa berkontraksi dengan baik, ulangi
masase fundus uteri. Ajarkan ibu dan keluarganya cara masase uterus sehingga
mampu untuk segera mengetahui jika uterus tidak berkontraksi dengan baik.
f). Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit selam 1 jam pertama pascapersalinan dan setiap
30 menit pada 1 jam kedua pascapersalinan.

4. Tindakan yang Keliru dalamManajemen Aktif Kala III

Tindakan yang kaliru diantaranya adalah sebagai berikut:(Sumarah, 2009)

a). Melakukan masase fundus uteri pada saat plasenta belum lahir.

b). Mengeluarkan plasenta, padahal plasenta belum semuanya terlepas.

c). Kurang kompeten dalam mengevaluasi pelepasan plasenta.

d). Rutinitas katerisasi.

e).Tidak sabar menunggu saat lepasnya plasenta.

5. Kesalahan TindakanManajemen Aktif Kala III

Kesalah yang terjadi diantaranya adalah sebagai berikut:(Sumarah, 2009)

a). Terjadi inverse uteri. Pada saat menegangkan tali pusat terkendali terlalu kuat sehingga
uterus tertarik keluar dan terbalik.

b). Tali pusat terputus. Terlalu kuat dalam penarikan tali pusat sedangkan plasenta
belum lepas.

c). Syok

6. Pemeriksaan Plasenta

Pemeriksaan plasenta meliputi: (Sumarah, 2009)

a). Selaput ketuban utuh atau tidak

b). Plasenta : ukuran plasenta·Periksa plasenta sisi maternal (yang melekat pada
dinding uterus) untuk memastikan bahwa semuanya lengkap dan utuh (tidak ada
bagian yang hilang). Jumlah kotiledon, keutuhan pinggir kotiledon.

 Pasangkanbagian-bagian plasenta yang robek atau terpisah untuk memastikan


tidak ada bagian yang hilang.
 Periksa plasenta sisi fetal (yang menghadap ke bayi) untuk memastikan tidak
adanya kemungkinan lobus tambahan (suksenturiata)

c). Tali pusat : Jumlah arteri dan vena adakah arteri atau vena yang terputus untuk
mendeteksi plasenta suksenturia. Insersi tali pusat, apakah sentral, marginal, serta panjang
tali pusat.
DAFTAR PUSTAKA

JakartaJNPK-KR 2008. Asuhan Persalinan Normal (Asuhan Esensial,


Pencegahan, dan Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru
Lahir).Saefudin, Abdul B, dkk. 2009.Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal.Yayasan bina Pustakan Sarwono Prawirohardjo: JakartaSumarah,
dkk. 2009.Perawatan Ibu Bersalin (Asuhan kebidanan Pada Ibu Bersalin).Fitramaya:
Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai